Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing-

masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola kegawang

lawan, dengan memanipulasi bola dengan kaki. Selain lima pemain utama, setiap

regu juga diizinkan memiliki pemain cadangan. Tidak seperti permainan sepak

bola dalam ruangan lainnya, lapangan futsal dibatasigaris, bukan net ataupapan

(Tenang, 2008).

Bermain futsal memang sungguh mengasyikkan, semua orang bisa

mengikutinya hanya dengan menyewa lapangan futsal yang kini banyak tersedia,

salah satunya adalah di kota Demak, banyak sekali kita temui lapangan futsal

dengan berbagai corak dan bentuk lapangan. Seseorang tidak harus ahli untuk bisa

mengikuti olahraga ini. Meskipun begitu, futsal merupakan olahraga yang perlu

penanganan tepat terutama dalam pelaksanaannya, karena apabila tidak

mendapatkan penanganan yang tepat, bisa terjadi cedera pada pemain tersebut.Hal

lain yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan sepatu, pemanasan,

permainan dan pendinginan (Tenang, 2008).

Cidera yang sering terjadi di lapangan futsal adalah sprain ankle,plantar

fascitis karena permainan futsal sering menggunakan gerakan yang melibatkan

kaki. Gerakan pada kaki yang salah atau benturan fisik antar pemain saat berebut

2 bola bisa menyebabkan terjadinya cidera, cidera pada ankle bisa juga terjadi

oleh karena kesalahan saat menumpu, dimana saat pemain menendang atau

1
melompat berebut bola tidak jarang membuat tubuh dan kaki pemain tidak

seimbang dan menyebabkan tumpuan kaki tidak sempurna pada lantai/ tanah dan

terjadilah cidera ankle (Santos, 2009).

Sendi, ligamen, serta otot pergelangan kaki dan kaki dirancang untuk

memberikan stabilitas dan mobilitas pada struktur terminal ekstremitas bawah.

Saat berdiri, kaki harus menumpu beban tubuh dengan pengeluaran energi

minimum. Selain itu, kaki harus lentur atau relatif kaku bergantung pada berbagai

kebutuhan fungsional, menyesuaikan dengan permukaan yang tidak rata atau

sebagai pengungkit struktura guna mendorong tubuh ke depan selama berjalan

dan berlari. Pada tumit dengan posisi yang salah yaitu cenderung ke arah

posterolateral menyebabkan fascia lebih ter-stretch sehingga menyebabkan iritasi

pada fascia plantar, misalkan penggunaan alas kaki yang tidak tepat seperti

highheels atau alas kaki yang keras menyebabkan fascia lebih terulur dalam

jangka waktu lama. Oleh karena itu, tumit dan telapak kaki cenderung mengalami

gangguan gerak dan fungsi, salah satunya adalah faciitis plantaris (Kisner, 2013).

Pemberian ice pada kasus sprain ankle akut selama 10-15 menit membantu

mengurangi nyeri dan pembengkakan. Penelitian yang dilakukan Bleakley et al

(2004), tentang penanganan cedera dengan menggunakan es 4 didapatkan hasil

bahwa pengobatan menggunakan es terhadap jaringan lunak yang cedera dapat

menurunkan nyeri dan menghilangkan pembengkakan. Terapi dingin dianjurkan

selama satu sampai tiga hari setelah cedera (tergantung pada beratnya) atau pada

fase cedera akut. Selama waktu ini, pembuluh darah di sekitar jaringan yang

2
terluka membuka, nutrisi dan cairan masuk kedarah untuk membantu

penyembuhan jaringan.

Fascilitis Plantaris merupakan nyeri tumit yang disebabkan peradangan

atau iritasi pada fascia plantaris. Fasciitis plantaris ditandai dengan adanya

keluhan nyeri pada tumit saat injakan pertama di pagi hari, saat berjalan nyeri

biasanya akan lebih berkurang. Namun rasa sakit kemungkinan dirasakan lagi saat

berdiri lama atau bangun dari posisi duduk. Rasa sakit biasanya dibagian depan

dan dasar tumit (Assad et al., 2016).

Fasciitis plantaris adalah jenis yang paling umum dari cedera plantar

fasciitis, diperkirakan mempengaruhi 10% dari populasi umum selama usia

menengah (Gorden et al, 2012), juga 8% cedera kaki pada pelari terkait dengan

fasciitis plantaris (Landorf et al., 2006). Gejala utama fasciitis plantaris adalah

nyeri pagi atau nyeri pada awal aktifitas setelah istirahat (Ragab, 2012). Faktor

risiko biomekanik dari fasciitis plantaris meliputi (gerakan pronasi yang

berlebihan, mengurangi gerakan 3 dorsi fleksi telapak kaki), alas kaki yang tidak

tepat, obesitas, berdiri lama (Thomas, 2010).

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang Anatomi dan Biomekanik

1. Anatomi Fungsional

a. Tulang dan Persendian

Pergelangan kaki menunjukkan bagian malleolar dan paling

sempit pada rangkai distal, disebelah proksimal dorsum pedis dan

tumit, yang termasuk articulatio talocruralis. Kaki, di sebelah distal

pergelangan kaki, memberikan platform untuk menopang tubuh

ketika berdiri dan memiliki peran penting dalam lokomosi. Tulang

rangka kaki terdiri dari 7 tarsalia, 5 metatarsalia, dan 14 phalanx

(Moore & Dalley,2013)

Secara fungsional, terdapat tiga sendi kompleks pada kaki: 1)

articulatio subtalaris klinis di antara talus dan calcaneus, dimana

inversi dan eversi terjadi di sekitar aksis oblik; 2) articulatio tarsalis

transversa, dimana kaki tengah dan depan berputar sebagai satu

kesatuan pada kaki belakang di sekitar aksis longitudinal, yang

menambah inversi dan eversi; dan 3) sendi lain pada kaki, yang

memungkinkan platform pedal (kaki) membentuk arcus transversus

dan longitudinalis dinamis. Arcus memberikan daya pegas yang

diperlukan untuk berjalan, berlari, dan melompat, dan dipertahankan

oleh empat lapis topangan pasif, topangan fibrosa ditambah topangan

4
dinamis yang diberikan oleh otot intrinsik kaki dan tendo M. flexor,

tibialis, dan fibularis longus (Moore & Dalley, 2013).

Kaki dan tulang-tulangnya dapat dianggap berhubungan dengan

tiga bagian anatomis dan fungsional: Kaki belakang (Talus dan

caclcaneus), Kaki tengah (os naviculare, cuboideum, dan

cuneiforme), Kaki depan (ossa metatarsalia dan phalanx) (Moore &

Dalley,2013).

Bagian/regio kaki yang berkontak dengan lantai atau tanah

adalah telapak (L. planta) atau regio plantaris (Latin), dan bagian

yang mengarah ke superior adalah dorsum pedis atau regio dorsalis

pedis. Telapak kaki yang menjadi dasar calcaneus adalah tumit atau

regio calcanea dan telapak di bawah caput dua metatarsalia

medialis adalah ball of the foot. Ibu jari kaki (L. hallux) juga

merupakan jari I (L. digitus primus); jari kelingking (L. digitus

minimi) merupakan jari V (Moore & Dalley, 2013).

Gambar 2.1
Tulang Ankle dan Foot (Sumber Novita 2012).

5
Gambar 2.2
Plantaris Telapak Kaki (Moore & Dalley, 2013).
b. Ligamen Utama pada Kaki

1) Ligamentum calcaneonaviculare plantare (spring ligament),

yang memanjang menyilang dan mengisi celah berbentuk baji

diantara sustentaculum tali dan pinggir inferior permukaan

artikular posterior os naviculare.

2) Ligamentum plantare longum, yang berjalan dari permukaan

plantar calcaneus ke sulcus pada os cuboideum. Beberapa

seratnya memanjang ke basis metatarsalia, sehingga membentuk

suatu kanal untuk tendo M. fibularis longus. Ligamentum

plantare longum penting dalam mempertahankan arcus

longitudinalis kaki.

3) Ligamentum calcaneocu boideum plantare, yang terletak pada

suatu bidang di antara ligamentum plantare longum.

6
Ligamentum tersebut memanjang dari aspek anterior permukaan

inferior calcaneus ke permukaan inferior os cuboideum.

Ligamentum tersebut juga terlibat dalam mempertahankan arcus

longitudinalis kaki.

c. Kompartemen Telapak Kaki (Moore & Dalley,2013)

1) Kompartemen medial telapak kaki di superfisial ditutupi oleh

fascia plantaris medialis yang lebih tipis. Kompartemen tersebut

terdiri dari M. abductohallucis, M. flexor hallucis brevis, tendo

M. flexor hallucis longus, dan pembuluh nervus plantaris

medialis.

2) Kompartemen tengah telapak kaki di superfisial dilapisi oleh

aponeurosis plantaris padat. Kompartement tersebut berisi M.

flexor digitorum brevis, tendo M, flexor hallucis longus dan M.

flexor digitorum longus ditambah otot-ototyang dihubungkan

dengan M. digitorum longus , yaitu M. quadratus plantae dan

lumbicrales, dan M. adductor hallucis. Nervus dan pembuluh

darah plantaris lateralis juga terletak di dalam kompartemenini.

3) Kompartemen lateral telapak kaki di superfisial dilapisi fascia

plantaris lateralis yang lebih tipis dan berisi M. abductor dan M.

flexor digiti minimibrevis.

Pada penderita plantar fasciitis, pada saat berjalan tidak terdapat

fase heel strike dan fase mid stance. Hal ini di karenakan adanya nyeri

sehingga berjalan jinjit (langsung fase toe off) (Tamsuri, 2007).

7
Pada sendi pergelangan kaki terdapat banyak otot di antaranya :

(1) otot gastrocnemius dan soleus yang menpunyai tendon yang lebar

yang dikenal dengan tendon Achilles yang berfungsi untuk fleksi

plantar, (2) Otot peroneus longus yang berorigo di caput fibula dan

insersio di tulang tuberositas ossis metatarsal I dan berfungsi untuk

fleksi plantar, (3) Otot peroneus brevis yg berorigo di setengah distal

fasies lateralis dan insersio di tuberositas osis metatarsal V yang

berfungsi untuk fleksi plantar, (4) Otot tibialis anterior yang berfungsi

untuk fleksi dorsal dan inverse pergelangan kaki, (5) Otot tibialis

posterior yang berfungsi untuk fleksi plantar dan inverse pergelangan

kaki (Putz dan Pabst, 2005). Persarafan pada sendi ankle terdiri dari :

(1) nerves ischiadicus yang mensarafi otot tungkai bawah dan kaki yang

terletak di segmen vertebra Fibula Tibia Rearfoot Midfoot Forefoot

Calcaneus Talus Navicula r Cuboid Cuneiforms 15 setingkat L4 – S3,2,

(2) nerves fibularis superficialis yang terletak di segmen vertebra L4-S2

yang mensarafi otot peroneus longus dan peroneus brevis, (3) nerves

fibularis profundus yang terletak di segmen L4-S1 yang mensarafi otot

tibialis anterior dan ekstensor jari kaki, (4) nerves tibialis yang terletak

di segmen vertebra L4-S3 yang mensarafi gastrocnemius, soleus,

tibialis posterior dan fleksor jari kaki (Puzt dan Pabst, 2005).

d. Perlekatan Fascia dengan Tulang

Pada periosteum tulang banyak mengandung pembuluh darah dan

saraf. Aponeurosis plantaris sebagai fascia plantaris melekat pada

8
periosteum tulang calcaneus, sehingga jika fascia plantaris mengalami

gangguan atau cedera akan terdeteksi dengan adanya rasa nyeri yang

dihantarkan oleh saraf–saraf pada periosteum tulang calcaneus. Selain

itu pada perlekatan aponeurosis plantaris dan periosteum ini terdapat

sel–sel yang /saling bertumpang tindih, sehingga bila terjadi cedera

maka cenderung bersifat kronik dan mudah terjadi deposit kalsium

yang dapat memicu terbentuknya spur.

Gambar 2.3
Perlekatan Plantar Fascia
2. Biomekanik

Gambar 2.4
Gerakan Persendian Kaki Depan (Moore & Dalley, 2013)

Secara gerakan sendi ini dapat melakukan gerakan dorsofleksi,

plantarfleksi, inversi dan eversi. ROM (Range of Motion) dalam

9
keadaan normal untuk dorsofleksi adalah 20˚, plantarfleksi adalah 50˚,

gerakan eversi adalah 20˚, dan gerakan inversi adalah 40˚. Penulisan

yang disesuaikan dengan standar ISOM (Internaional Standard

Orthopaedic Meassurement) untuk gerak dorsofleksi dan plantarfleksi

akan tertulis (S) 20-0-50 dan gerak inversi dan eversi tertulis (S) 20-0-

40 (Russe, 1975 dalam Nugroho, 2016).

Berdasarkan dari bentuk persendiannya, Pieter dan Gino (2014)

mengklasifikasikan sendi ankle sebagai sendi ginglimus dengan

gerakan yang mungkin terjadi adalah dorsofleksi (fleksi) dan

plantarfleksi (ekstensi) dengan jangkauan gerakan yang bervariasi

untuk dorsofleksi antara 13-33˚ dan plantarfleksi 23-56˚. Sementara

Christy Cael (2009) menggambarkan jangakauan gerak sendi ankle

adalah dorsofleksi 20˚ dan plantarfleksi 50˚.

a. Gerakan pada articulatio metatarsophalangealis dan otot -

otot yang berperan antara lain:

1) Dorso

Fleksi:M.flexordigitorumbrevis,M.lumbricalis,M.interosseus,M.

flexor hallucis brevis, M. flexor hallucis longus, M. flexor digiti

minimi brevis dan M. flexor digitorum longus.

2) Plantar Fleksi; M. extensor hallucis longus, M. Extensor

digitorum longus dan M. extensor digiorumbrevis.

3) Eversi;M.abductorhallucis,M.abductordigitiminimidan

interosseus dorsalis.

10
4) Inversi; M. adductor hallucis dan M. interosseus plantaris.

b. Gerakan pada articulatio interphalangealis dan otot-otot yang

berperan antaralain

1) Dorso Fleksi; M. flexor hallucis longus, M. flexor digitorum

longus, M. flexor digitorum brevis dan M. quadratus plantae.

2) Plantar Fleksi; M. extensor hallucis longus, M. ekstensor

digitorumlongus dan M. ekstensor digitorum brevis. Tibiofibular

inferior joint ditopang oleh ligamen interosseous tibiofibular

serta ligamen tibiofibular anterior dan posterior.

Gerak yg dihasilkan adalah gerak slide. Pada saat dorsifleksi dan

plantarfleksi ankle terjadi sedikit gerakan asesori dari fibula : Pada saat

plantarfleksi ankle, malleolus lateral (fibula) akan berotasi ke medial

dan tertarik kearah inferior serta kedua malleoli saling mendekati. Pada

sendi superior, caput fibula akan slide kearah inferior.

Ligament plantar fasciitis atau aponeurosis plantaris yang berupa

lapisan jaringan ikat tebal dan kuat pada telapak kaki (Gibson,2002

dalam Hendarto 2015). Ligamen ini berjalan secara transversal dari

tuberositas medial kalkaneus kearah caput ossa metatarsal I-V telapak

kaki, berfungsi sebagai penyangga bagian lekung kaki (Cooper, 2007

dalam Hendarto2015).

11
B. Tinjauan Tentang Kasus

1) Definisi

Gambar 2.5
Plantar Facitis(Jan-Mar;2004)

Facilitis Plantaris adalah suatu peradangan pada plantar

fascia.”Plantar” adalah telapak kaki.”Fascia” adalah jaringan pita yang

sangat tebal (fibrosa) yang membentang dibawah kulit dan membentuk

pembungkus bagi otot dan berbagai organ tubuh.”itis” adalah

peradangan. Fasciitis Plantaris adalah sindroma nyeri tumit berhubungan

dengan peradangan atau iritasi pada fascia plantaris dengan kerobekan

kecil pada daerah yang melekat pada tulang tumit.Rasa sakit pada bagian

tumit sering tejadi ,dalam pemeiksaan fungsi tidak menunjukaan adanya

kelainan tetapi hanya terdapat rasa nyei saat ditekan pada daerah

setempat.Fasciitis plantaris yang kronis dapat menyebabkan tebentuknya

osteofit pada calcaneus bagian medial (De wo’t,1994).

12
Fascia Plantaris merupakan lembaran berserat menebal dari jaringan

ikat yang berasal dari tuberkulum medial kalkaneus dan menempel ke

permukaan plantar dari sendi metatarsophalangeal. Ini bertindak sebagai

penstabil statis dan dinamis dari lengkungan longitudinal kaki dan

sebagai peredam kejut dinamis (Hamblen, 2010).

Fasciitis plantaris merupakan peradangan yang disebabkan oleh

iritasi degeneratif pada penyisipan fasciitis plantaris pada proses medial

tuberositas calcaneus, rasa nyeri di substansial, mengakibatkan

perubahan kegiatan sehari-hari. Berbagai istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kondisi fasciitis plantaris termasuk tumit polisis, tumit

petenis, dan pelari. Meskipun keliru, rasa sakit yang sulit dibedakan

dengan rasa sakit yang berkaitan calcaneus spurs (Young, 2014).

2. Tanda dan Gejala

Fasciitis plantaris biasanya timbul secara bertahap, tetapi dapat

datang dengan tiba-tiba dan langsung nyeri hebat. Dan meskipun dapat

mengenai kedua kaki, akan tetapi lebih sering hanya pada satu kaki saja

(Wibowo, 2008) :

a. Nyeri tajam di bagian dalam telapak kaki di daerah tumit, yang

dapat teraasa seperti ditusuk pisau pada telapak kaki.

b. Nyeri tumit yang cenderung bertambah buruk pada beberapa

langkah pertama setelah bangun tidur, pada saat naik tangga atau

pada saat jinjit (berdiri pada ujung-ujung jari).

13
c. Nyeri tumit yang timbul setelah berdiri lama atau duduk lama

kemudian bangkit dan berjalan, maka timbul nyeri tumit.

d. Nyeri tumit yang timbul setelah berolahraga, tetapi tidak timbul

saat sedang berolahraga.

e. Pembengkakan ringan di tumit.

3. Etiologi

Faktor yang mempengaruhi fascitis plantaris menurut Napitulu

(2011) yaitu pola kaki datar terjadi gerakan pronasi sehingga terjadi

peregangan fascia sisi medial, lengkungan kaki yang tinggi, sehingga

mengakibatkan pemendekan pada laseaa plantaris, dan pola hidup

memiliki penggaruh yang besar terjadinya Basciitis plantaris seperti:

kebiasaan berdiri dalam jangka waktu yang lama dan kebiasaan berjalan

jauh dengan menggunakan alas kaki yang keras.

Faktor resiko terjadinya fasciitis plantaris adalah : obesitas,

kelainan bawaan pada arcus plantaris berupa flaat foot dan pes cavus,

tightness m. gastrocnemius dan m. soleus, penggunaan alas kaki high

heels, serta faktor degenerative, calcaneal spur / heel spur (Wibowo,

2011). Pada pasien dengan obesitas akan terjadi peningkatan beban

fascia pada saat stance phase. Pronasi yang berlebihan pada sendi

subtalar akan menyebabkan eversi yang berlebihan pada calcaneus.

Eversi yang berlebihan tersebut akan menyebabkan tarikan pada fascia

plantaris selama fase foot flat, sedangkan kaki dengan bentuk pes capus

terjadi peningkatan arcus pada fore foot dan hind foot sehingga tekanan

14
oleh berat badan akan serap oleh plantar fascia. Tightnes calf muscles

menyebabkan adanya pembatasan kemampuan dari mid foot untuk

melakukan supinasi serta terjadinya pengurangan pencapaian dorsal

fleksi pada saat terminal stance dan preswing. Pada seseorang yang

gemar menggunakan sepatu hak tinggi dimana tendon Achilles yakni

tendon yang melekat pada tumit akan berkontraksi/tegang dan

memendek. Faktor degenerative dimana akan terjadinya perubahan

musculoskeletal di usia lanjut sehingga akan berpengaruh pada

kemampuan fascia plantaris untuk meregang. Lengkung telapak kaki

yang datar atau terlalu melengkung dapat mengakibatkan distribusi

berat badan tidak seimbang diterima oleh kedua kaki dan menyebabkan

stress tambahan pada plantar fascia.

Sedangkan faktor lainnya menurut Sunarya (2014) yaitu obesitas

menyebabkan penumpuan berat beban yang besar pada kaki, terutama

daerah tumit yang menerima persentase tekanan yang besar sehingga

perlekatan struktur fascia mengalami penekanan berlebihan, over use

plantar fascia akan menyebabkan penguluran yang berlebihan pada

fascia plantaris, dan degenerative terjadi penurunan healing respon dan

penurunan elastisitas jaringan sehingga mempengaruhi kelenturan

fascia plantaris.

15
4. Patofisiologi

Plantar faciitis merupakan peradangan pada fasia plantaris

terutama pada perlekatan fascia plantaris yang letaknya di medial dari

tuberositas calcaneus. Wibowo (2011) menyatakan bahwa kondisi ini

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

a. Proses degenerasi

Proses degenerasi ditandai dengan jaringan lemak yang tebal

menjadi menipis. Adanya proses degenerasi menyebabkan

perubahan serabut-serabut di dalam struktur fascia. Perubahan yang

terjadi berupa peningkatan crosslinkage dari serabut kolagen

sehingga struktur kolagen menjadi lebih kaku dan akan

mengganggu gerakan molekular dari nutrisi dan sisa metabolisme

pada level seluler. Hal ini mengakibatkan berkurangnya daya

regang dari struktur fascia sehingga fascia mudah mengalami

cedera.

b. Kekakuan otot gastrocnemius dan soleus

Kekakuan pada otot gastrocnemius dan soleus membatasi

gerakan fleksi pada ankle dan menimbulkan pronasi subtalar yang

berlebihan. Akibatnya adalah terjadi stres dan penekanan pada

fascia plantaris.

c. Kelemahan otot-otot intrinsik kaki

Kelemahan dari otot-otot intrinsik kaki dan yang utama yaitu

otot tibialis posterior pada tumit, penambahan berat badan atau 4

16
aktivitas yang berat, kekurangan proprio-sepsi. Hal tersebut akan

mengakibatkan tarikan pada ligament fascia, sehingga terjadi

kerobekan dan timbul iritasi pada ligament plantar fascia.

d. Kurangnya fleksibilitas fascia

Kurangnya fleksibilitas fascia menyebabkan daya regang

fascia menurun dan akibatnya fascia mudah mengalami cedera.

e. Aktifitas pembebanan yang berat dan berlebihan

Aktifitas seperti berdiri atau berjalan yang lebih lama

dibanding biasanya akan menimbulkan overstretch pada struktur

fascia.

f. Adanya deformitas dari struktur kaki

Deformitas seperti pes cavus atau pes planus menimbulkan

perubahan alignment dari kalkaneus sehingga mempengaruhi arkus

plantaris dalam aktifitasnya menumpu berat badan saat derdiri atau

berjalan

g. Penggunaan alas kaki yang keras

Penggunaan alas kaki yang keras menimbulkan penekanan

pada fascia.

h. Berat badan yang berlebihan

Berat badan yang berlebihan akan memberikan beban yang

besar pada kaki terutama daerah tumit yang menerima persentase

tekanan yang besar sehingga origo struktur fascia mengalami

penekanan.

17
i. Fase berjalan abnormal

Timbulnya rasa nyeri akan menyebabkan pasien mengurangi

aktivitas telapak kaki. Efek penurunan aktivitas tersebut akan

menyebakan penurunan kadar air dan matriks sehingga terjadi

penumpukan zat collagen yang mengakibatkan terjadinya abnormal

crosslink. Peningkatan zat iritan konduktifitas saraf menurun

sehingga konsuktifitas intermuscular pada otot mengalami

penurunan, akibatnya gerakan menjadi tidak efisien dan efektif

yang berdampak pada keseimbangan saat berjalan. Fase berjalan di

mulai dari stance phase (heel strike, foot flat, midstance, toe off)

dan swing phase (acceleration, mid swing, deceleration). Fase

berdiri dimulai dari heel strike (yang diikuti swing phase pada kaki

lainnya) dan diakhiri dengan toe off.

Pada fase toe off maka m. tibialis posterior, m. soleus dan m.

flexor digitorum bekerja secara optimal untuk menstabilkan ankle

dan saat masuk ke fase stance maka os. tibia mendapatkan tekanan

dari bawah sehingga terdapat reaksi inflamasi akibat penumpukan

zat iritan yang akan menyebabkan rasa nyeri saat berjalan dan

berlari. Nyeri akan di rasakan saat memulai latihan atau setelah

latihan selesai dan disertai bengkak juga kemerahan disekitar

anteromedial tibia. Hal ini akan terlihat dari pola jalan yang

berubah menjadi analgic gait akibat adanya kompensasi rasa nyeri

oleh fascia plantaris. Pada saat plantar fasciitis menjadi kronis

18
sering berkembang menjadi heel spur. Heel spur merupakan

pertumbuhan tulang abnormal pada bagian bawah tulang calcaneus

dalam waktu yang lama dan tulang calcaneus akan beraksi terhadap

beban renggangan yang dihasilkan dari inflamasi fascia plantaris

dibagian periosteal.

Heel spur berkembang karena fascia plantaris menarik os.

calcaneus dalam waktu yang lama dan os. calcaneus bereaksi

terhadap beban regangan yang menghasilkan deposit kalsium pada

tempat perlekatan fascia sebagai mekanisme proteksi. Deposit

kalsium akan membentuk spur yang ujung-ujungnya masuk

kedalam apponeurosis plantaris yang akan menimbul nyeri

j. Rheumatoid arthritis atau gouty arthritis.

Pada plantar fasciitis kronik kadang nyeri dirasakan hampir

pada seluruh permukaan plantar dari kaki. Bahkan kadang disertai

dengan adanya nyeri pada tendon Achilles dan calf muscle.

Nyeri juga dirasakan setelah perubahan tingkat aktifitas

yang berhubungan dengan berdiri, berjalan atau lari yang lebih

lama dibanding biasanya. Sebagian besar pasien plantar fasciitis

mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk.

Lokasi nyeri mulai dari bagian medial tumit pada tempat

perlekatan fascia plantaris dan kalkaneus yaitu pada kalkaneus

tuberositas. Nyeri kemudian menyebar hingga hampir ke seluruh

telapak kaki.

19
5. Mekanisme

Mekanisme terjadinya plantar faciitis adalah adanya pembebanan

yang berlebihan menyebabkan fascia plantaris yang mengalami

degenerasi terjadi penarikan secara berulang-ulang sehingga

menyebabkan microinjury. Adanya gaya regangan yang konstan dan

berulang menyebabkan fascia yang merupakan lapisan luar arcus

plantaris mengalami penekanan pada origonya atau kerobekan pada

tempat perlekatannya.

Kerobekan tersebut menyebabkan tipe saraf A delta yang

bermielin tipis menjadi aktif sehingga timbul rasa nyeri, kemudian

impuls tersebut merangsang pelepasan “P” substance ke struktur fascia

sehingga memacu reaksi radang di lokasi tersebut. Adanya peradangan

tersebut akan mempengaruhi beberapa jaringan spesifik yang terlibat.

Pada otot-otot akan terjadi spasme sebagai kompensasi dari nyeri

yang terjadi. Selain itu kelemahan pada otot tertentu juga akan

menyababkan terjadinya instabilitas sehingga terjadi strain. Fascia

plantaris yang mengalami inflamasi pada proses penyembuhan akan

mengalami fase proliferasi. Pada fase ini bila terjadi aktifitas fibroblast

yang berlebihan dan tidak terkontrol maka akan terjadi abnormal

crosslink yang dapat menyebabkan elastisitas fascia menurun.

Penurunan elastisitas fascia ini menyebabkan nyeri regang bila fascia

terulur.

20
Bila hal ini terjadi terus menerus maka terjadi trauma berulang

yang akan menimbulkan inflamasi kronik yang akan semakin

memperlambat proses penyembuhan jaringan. Proses radang juga akan

mempengaruhi sistem sirkulasi yang akan menurunkan suplai gizi pada

jaringan yang mengalami cedera sehingga berlangsung kronik.

Penurunan mikrosirkulasi ini juga menyebabkan penumpukan sisa-sisa

metabolisme yang dapat mengiritasi jaringan sehingga menimbulkan

nyeri. Iritasi kimiawi dari proses radang juga akan mempengaruhi

konduktifitas saraf. Akibat terjadi hipersensitifitas yang dapat

menurunkan nilai ambang rangsang.

Ketika plantar faciitis menjadi kronik sering kali berkembang

menjadi heel spur. Heel spur atau kalkaneus spur merupakan suatu

pertumbuhan tulang yang abnormal pada bagian bawah tulang

calcaneus yang biasnya dihasilkan dari inflamasi fascia plantaris

dibagian bawah kaki yang menekan pada tulang kalkaneus. Spur pada

tulang berkembang karena fascia plantaris menarik tulang kalkaneus,

reaksi terhadap beban regangan 7 tersebut dengan menghasilkan deposit

kalsium pada tempat perlekatan fascia sebagai mekanisme proteksi.

Deposit kalsium tersebut akan membentuk spur yang bila ujungnya

masuk ke dalam fascia plantaris akan menimbulkan nyeri hebat.

Kondisi ini dikenal dengan plantar faciitis setempat.

21
C. Tinjauan Assesment dan Pengukuran Fisioterapi

1. Assesment Fisioterapi

a. Assessment

Assessment fisioterapi diarahkan pada diagnosis fisioterapi,

terdiri dari pemeriksaan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya

memuat data anamnesa yang meliputi identitas umum, telaah

sistemik, riwayat keluhan, dan pemeriksaan (uji dan pengukuran)

impairment, activities limitation, participation restrictions,

termasuk pemeriksaan nyeri, resiko jatuh, pemeriksaan penunjang

(jika diperlukan), serta evaluasi. Assessment fisioterapi dilakukan

oleh fisioterapis yang memiliki kewenangan berdasarkan hasil

kredensial/penilaian kompetensi fisioterapis yang ditetapkan oleh

fisioterapi.

b. Pemeriksaan Fisik

Bertujuan untuk mengetahui keadaan fisik pasien.

Pemeriksaan ini terdiri dari: vital sign, inspeksi, palpasi,

pemeriksaan gerakan dasar, kemampuan fungsional dan

lingkungan aktifitas

c. Spasme Otot dengan Palpasi

Spasme otot terjadi oleh karena proteksi oleh adanya nyeri.

Reaksiproteksi lain adalah penderita berusaha menghindari

gerakan yang menyebabkan nyeri apabila dibiarkan terus menerus

22
menyebabkankekakuan sendi, pemendekan otot , atrofi otot dan

gangguan fungsi.

Spasme otot dilakukan dengan cara palpasi yaitu : dengan

jalan menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien

untuk mengetahui kelenturan otot pada ankle, misal : terasa kaku,

tegang atau lunak. Untuk kriteria penilaian sebagai berikut :

Nilai 0 : tidak spasme

Nilai 1 : spasme ringan

Nilai 2 : spasme sedang

Nilai 3 : spasme berat

b. stretch test

Tes khusus berupa stretch test dilakukan pada posisi dorsal

fleksi ankle, dan hasil didapat nyeri regang pada fascia plantaris.

Palpasi dilakukan didaerah fascia plantaris diperoleh titik nyeri

tekan pada sisi medial atau lateral dari tuberositas calcaneus

(Wolf, 1994 dalam Hendarto2015).

Gambar 2.6 Stretch Test


(Sumber: https://id.pinterest.com)

23
c. Windlass Test

Windlass Test dapat memberikan indikasi untuk plantar

Fascitis yang kaku karena dorso fleksi yang cukup pada

jempol kaki yang dapat menghambat biomekanik kaki

yang tepat.Untuk melakukan tes, mintalah pasien Anda

berdiri di atas bangku atau kursi dengan posisi kaki

sehingga kepala metatarsal bersandar di tepi bangku,

sementara pasien membebani kaki lalu secara pasif dorso

fleksi jempol kaki.tes ini positif jika pasien merasakan

nyeri atau peningkatan nyeri pada insersio plantar fasciadi

metatarsal pertama jika ekstensi tidak memungkinkan pada

MTP Joint

Gambar 2.7 Windlass Test (Physiotutor,2016)

d. Pemeriksaan Radiologi

Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal

atau kadang-kadang dijumpai spur atau pertumbuhan tulang baru

pada ankle.

24
2. Pengukuran Fisioterapi

a. VAS ( Visual Analog Scale)

VAS adalah alat ukur digunakan untuk mengukur kuantitas

dan kualitas nyeri yang pasien rasakan, dengan menampilkan suatu

kategorisasi nyeri mulai “tidak nyeri, ringan, sedang, atau berat”.

Secara operasional VAS umumnya berupa sebuah garis horizontal

atau vertical, Panjang 10 cm (100 mm), seperti yang diilustrasikan

pada gambar. Pasien menandai garis dengan memberikan sebuah

titik yang mewakili keadaan nyeri yang dirasakan pasien saat ini,

dalam 24 jam terakhir.

Dengan menggunakan sebuah penggaris atau mistar, skor

VAS ditentukan dengan menentukan jarak di atas gari 10 cm dari

titi “tidak nyeri”ke titik yang ditandai oleh pasien, dengan range

skor dari 0-100 mm. Skor yang lebih tinggi mengindikaskan

intensitas nyeri lebih besar. Sebagai alat ukur, VAS jelas bersifat

subjective, menghasilkan data interval dengan nilai-nilai rasio yang

subjective pula.

Gambar 2.8
Visual Analog Scale

25
b. MMT (Manual Muscle Testing)

Test kekuatan otot digunakan untuk menentukan fungsi

capability dari suatu otot atau sekelompok otot dalam menyiapkan

gerakan serta kemampuannya sebagai stabilisator aktif dan support.

Kecurigaan adanya penurunan kekuatan otot dapat ditest

dan diukur melalui pendekatan Manual Muscle Testing (MMT)

sebagai langkah mudah untuk menentukan otot atau gerakan yang

dipengaruhi dan level weaknes yang terjadi. MMT adalah sebuah

metode untuk menilai fungsi dan kekuatan dari individual otot dan

sekelompok otot berdasarkan kemampuan dalam menghasilkan

suatu gerakan terkait gaya gravitasi dan tahanan manual melalui

ROM yang ada.

Tabel 2.1
MMT (Manual Muscle Testing)

Nilai 0 Tidak ada kontraksi atau tonus otot sama sekali.


Nilai 1 Terdapat kontraksi atau tonus otot tetapi tidak ada gerakan
sama sekali.
Nilai 2 Mampu melakukan gerakan namun belum bisa melawan
garvitasi.
Nilai 3 Mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi secara penuh
dan melawan gravitasi tetapi belum bisa melawan tahanan
minimal.
Nilai 4 Mampu bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat
melawan tahanan sedang.
Nilai 5 Mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan
maksimal.

26
c. Joint Range of Motion

Joint Range of Motion adalah lengkungan yang terbentuk

melalui gerakan aktif dan pasif pada sendi atau serangkaian sendi

dengan menghasilkan sudut gerak.

Fisioterapis menggunakan tes dan pengukuran Joint-ROM

untuk menilai biomekanik dan arthrokinematik dari suatu

persendian, termasuk fleksibilitas dan karakteristik gerakan.

Kehilngan Joint-ROM dikaitkan dengan gangguan fungsi dalam

banyak kasus. Respon dimonitoring pada saat istirahat, selama

kegiatan, dan setelah aktivitas yang dapat mengindikasikan

kehadiran atau beratnya impairment, activity limitation, dan

participation restriction. Test dan pengukuran ROM dilakukan

dengan menggunakan alat yang disebut Goniometer.

d. Pengukuran Distabilitas Ankle / FADI (Foot/Ankle Disability

index).

Keterbatasan aktivitas fungsional atau foot and ankle

disability pada pasien-pasien sprain ankle kronis, sesuai dengan

pengukuran yang di cantumkan oleh FADI (Foot/Ankle Disability

index). FADI (Foot/Ankle Disability index) bertujuan untuk

mengukur intensitas disabilitas pada ankle and foot melalui

kuesioner yang berisi aktivitas pasien dengan 26 item pernyataan,

terdiri dari: 4 Intensitas nyeri, 22 item aktivitas sehari-hari (Martin et al.,

2010).

27
FADI merupakan laporan khusus untuk mengukur

disability yang berkaitan dengan kondisi tertentu dan bagian tubuh

tertentu dengan langkah – langkah khusus. FADI pertama kali

dijelaskan oleh Martin et al., (1999), digunakan menilai aktivitas

sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hale

dan Hartel (2005) didapatkan hasil rerata µ1 = 87,1, Standar

deviasi σ = 12,1 rerata µ2 = 104,52. Pasien diminta untuk memilih

salah satu pernyataan dengan menandai N/A, pada kotak yang di

sediakan. Setiap item dalam skala 0 – 4 dan hasil 0 ( mampu

melakukan) sampai 4 (tidak mampu melakukan sama sekali) / 4

item rasa 11 sakit dari FADI yang mencetak 0 (tidak ada nyeri)

sampai 4 (nyeri tak tertahankan). Para peneliti yang merancang

skala ini, melaporkan bahwa pengukuran ini lebih akurat dan valid

pada pasien dengan kondisi muskuloskeletal ekstremitas bawah

(Hale dan Hartel, 2005).

28
Tabel 2.2
FADI (Foot/Ankle Disability index)

D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

Pada tinjauan ini mengenai intervensi yang akan digunakan untuk kasus

Plantar Fascitis:

1. Ultrasoud

Ultrasound therapy adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran

mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang

digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk

menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.

29
Adapun Efek yang ditimbulkan Ultrasound sebagai berikut :

a. Efek Mekanik

Bila gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh maka akan

menimbulkan peregangan dalam jaringan sama dengan frekuensi dari

mesin ultrasound sehingga terjadi variasi tekanan dalam jaringan.

Dengan adanya variasi tersebut menyebabkan efek mekanik yang sering

disebut dengan istilah “micromassage” yang merupakan efek terapeutik

yang sangat penting karena hampir semua efek ini sangat diharapkan

sehingga pada daerah micro tissue damage baru yang memacu proses

inflamasi fisiologis.

b. Efek Panas

Micromassage pada jaringan akan menimbulkan efek friction yang

hangat. Panas yang ditimbulkan oleh jaringan tidak sama tergantung

dari nilai “acustic independance”, pemilihan bentuk gelombang,

intensitas yang digunakan dan durasi pengobatan. Area yang paling

banyak mendapatkan panas adalah jaringan “interface” yaitu antara

kulit dan otot serta periosteum. Hal ini disebabkan oleh adanya

gelombang yang diserap dan dipantulkan. Agar efek panas tidak terlalu

dominan digunakan intermitten ultrasound yang efek mekanik lebih

dominan dibandingkan efek panas.

Pada tendon dan otot akan meningkatkan temperatur sebesar 0,07

derajat Celcius perdetik. Pengukuran ini dilakukan pada sebuah model

jaringan otot. Jadi tanpa adanya efek regulasi dari sirkulasi darah.

30
c. Efek Biologis

Efek lain dari micromassage adalah efek biologis yang merupakan

refleks fisiologis dari pengaruh mekanik dan pengaruh panas. Efek

biologis yang ditimbulkan oleh ultrasound antara lain :

1) Meningkatkan sirkulasi darah

2) Adanya pembebasan zat-zat pengiritasi jaringan

3) Adanya iritasi langsung pada serabut saraf efferent atau bermielin

tebal.

4) Rileksasi Otot

5) Meningkatkan Permeabilitas Membran

6) Mempercepat proses penyembuhan jaringan

7) Mengurangi Nyeri

2. MyoFascial Release

a. Definisi Myofascial Release

Mark (2007, dalam Septianai, 2016) mengatakan Myofascial

Release adalah suatu ilmu untuk mengobati penyakit tertentu dengan

manipulasi yang sistematis. Pada umumnya yang berarti kelompok

prosedur yang biasanya dikerjakan dengan tangan. Myofascial

Release (MFR) mengacu pada teknik pijat, petunjuk untuk

peregangan fascia dan melepaskan ikatan antara fascia dan

integumen, otot, tulang, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa

sakit, meningkatkan jangkauan gerak dan menyeimbangkan tubuh.

31
Myofascial release digunakan untuk mengurangi tekanan dalam

band fibrosa jaringan ikat atau fascia. Myofascial release merupakan

pilihan terapi yang efektif dalam pengobatan plantar fasciitis

(Kuhar, 2007 dalam Sivasankar,2014)

Gambar 2.9
Teknik Myofascial release (Shah dan Bhalara, 2012)

b. Dosis Myofascialrelease

Myofascial release dilakukan selama 3 menit (Shah & Bhalara,

2012) dengan 2 kali pengulangan tahan sampai pasien merasakan

peregangan pada plantar fascia (Sharafudeen, 2015). Peregangan

diperiksa dengan meraba ketegangan plantar fascia (Khan, Ali dan

Soomro 2014).

c. Indikasi Myofascial release (Paolini, 2009 dalam Astuti 2013), antara

lain:

1) Pasien memiliki keluhan, nyeri global yang kompleks, atau

spesifik yang tidak mengikuti dermatom, miotom, atau pola

refferalvisceral.

2) Pasien memiliki kondisi kronis menyebabkan adanya ketegangan

dan pembatasan dalam jaringanlunak.

32
3) Pasien memiliki kelemahan otot akibat neuropati perpheral atau

pusat akut ataukronis.

d. Kontraindikasi Myofascialrelease

Kontraindikasi untuk penggunaan MRT adalah

1) keganasan,

2) luka terbuka,

3) deep vein trombhosis,

4) hiperaestesi,

5) diabetes yang telah lanjut,

6) terapi kortison atau pengencer darah,

7) cedera akut atau area paska bedah yang masih akutpassive

stertching (Paolini, 2009 dalam Astuti 2013).

e. Myofascial release pada Plantar fasciitis

Penelitian yang dilakukan Dhillon dan Shivali (2013) mengatakan

bahwa terapi ultrasound dan myofascial release terbukti dapat

mengurangi nyeri kasus plantar fasciitis. Teknik myofascial release

yang digunakan yaitu “Direct myofascial release”dilakukan pada

plantar fasciitisdengancara memberikan tekanan lembut dari plantar

fasciitis ke calcaneus dengan menggunakan metacarpal atau jari-jari

tangan (Sharafudeen, 2015).

3. Self stretching atau active stretching (peregangan aktif)

Self stretching atau active stretching (peregangan aktif) adalah metode

latihan yang dilakukan oleh pasien secara mandiri dengan diberitahukan

33
terlebih dahulu latihannya oleh fisioterapis (Kisner, 2007 dalam Hendarto

2015). Active stretching pada otot plantar flexor ankle bertujuan untuk

terjadinya pelepasan adhesion dan meningkatkan fleksibilitas fascia

plantaris,kekuatan yang dihasilkan dari kontraksi ini menghasilkan

kontraksi memanjang pada tendon dan fascia. Sehingga akan secara

perlahan akan terjadi penguluran pada tendon dan fascia dan

jaringandisekitarnya.

Respon fisiologis pemberian metode ini terhadap fasciitis plantaris

adalah melepaskan perlengketan dalam appeneorosus plantaris dan

abnormal cross link sehingga mengurangi iritasi terhadap A delta dan saraf

tipe C yang menimbulkan nyeri regang serta meningkatkan jumlah sel

darah merah sehingga terjadi peningkatan kadar hemoglobin darah yang

mengakibatkan fasilitasi kapasitas darah dalam membawa oksigen dan

peningkatan aliran darah serta metabolisme lokal, sehingga dapat

mempercepat proses perbaikan jaringan yang rusak akibat fasciitis

plantaris, serta dapat mempercepat proses inflamasi menuju perbaikan

jaringan. Dengan ada peningkatan kelenturan pada tendon maka pada

fasciitis plantaris diharapkan fascia plantaris atau apponeurosis plantaris

akan lebih fleksibel sehingga nyeri dapat berkurang (Hendarto,2015).

34
Metode self stretching (active stretching) yang dapat digunakan pada

penelitian ini, yaittu dengan menggunakan teknik Towel stretching.

Gambar 2.10
Towel Stretching (Das & Dutta, 2015)

Gambar 2.11
non weight bearing

Tahan posisi ini selama 30 detik kemudian rileks, dilakukan selama 3

kali pengulangan untuk setiap kaki. Lakukan selama 1-2 menit (Toriri,

2016).

4. Terapi Latihan

Untuk melakukan terapi latihan yang efektif terhadap pasien, terapis

harus tahu prinsip - prinsip dasar dan efek - efek latihan terhadap sistem

35
muskuloskeletal, neuromuskular, kardiovaskular dan respirasi. Selain itu,

terapis harus mampu melakukan evaluasi fungsional terhadap pasien dan

harus tahu adanya saling keterkaitan antara anatomi dan kinesiologi dari

bagian tubuh yang diterapi, serta memiliki pemahaman tentang kondisi

injury, penyakit atau prosedur bedah dan tingkat kesembuhan yang

potensial, komplikasi, hal-hal yang perlu diperhatikan dan kontraindikasi.

Terapi latihan juga dipengaruhi oleh reaksi psikologis dimana pasien

mungkin atau tidak mungkin ingin memperoleh hasil yang lebih baik. Jika

seorang pasien menginginkan perbaikan maka dia akan selalu

mempersilahkan terapis dan sangat banyak melakukan latihan. Jika dia tidak

menginginkan perbaikan mungkin disebabkan karena dia merasa takut atau

khawatir. Dia mungkin merasa nyeri dan takut jika terjadi nyeri yang lebih

berat, takut akan penyakitnya atau kecelakaan yang terulang lagi, atau

mungkin memiliki penyakit takut terhadap seluruh pengobatan medis dan

rumah sakit.

a. Heel Raises Exercise


Untuk memperkuat gastrocnemius, dapat melakukan heel raises
exercise , dengan waktu 15 sampai 20 menit.

Gambar 2.12
Heel Raises Exercises

36
b. Standing Calf Stretch

Peregangan ini harus ditahan selama 15 sampai 30 detik dan diulang tiga

kali. Pasien dianjurkan untuk mengulang latihan ini beberapa kali dalam

sehari.

Gambar 2.13
Standing Calf Stretch

c. Plantar Fascia Stretch

Gambar 2.14
Plantar Fascia Strech

37
d. Towel Pickup Stretch

Gambar 2.15
Towel Pickup Stretch

e. Tennis Ball Rollout dan Toe Curl

Gambar 2.16
Tennis Ball Rollout dan Toe Curl

5. Kinesio Tapping

Kinesio taping merupakan suatu materi sejenis lakban yang diciptakan

menggunakan teknologi tinggi. Pertama kali dikembangkan oleh seorang

chiropractor asal Jepang yang bernama Dr Kenzo Kase pada tahun 1970an.

Lakban ini terbuat dari bahan khusus yang sangat elastis seperti katun dan

acrylic adhesive back.

38
Fungsi utama dari lakban ini adalah untuk memberikan elastisitas

lebih kuat bagi otot-otot yang terasa kejang dan juga melindungi serta

mendukung otot. Beberapa orang juga menggunakan lakban ini untuk

mencegah kemungkinan terjadinya cedera karena kelelahan dan kejang pada

otot. Beberapa pakar physiology of exercise seperti Dr Stewart Bruce-Low

juga mengakui bahwa pemakaian lakban seperti ini dapat meningkatkan

kekuatan dengan mengurangi energi yang hilang bersamaan sewaktu

melakukan pergerakan.

Gambar 2.17
Penggunaan Tapping

39
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Data Medis

1. ASSESMEN FISIOTERAPI

- Vital Sign

a. Nadi : 74x/menit

b. Tekanana Darah : 120/80 mmHg

c. Pernapasan : 25 kali/menit

d. Suhu : 36,5° C

- Masa Indeks Tubuh

a. Berat Badan : 54 kg

b. Tinggi Badan : 174 cm

2. IDENTITAS PASIEN

Nama : Residin

Umur : 24 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Atlit : Cabang Olahraga Futsal

Alamat : Jl. BTN Minasaupa, Makassar

Tanggal pemeriksaan : 14 April 2021 (Fisioterapi)

40
B. History Taking

1. Keluhan utama : Nyeri pada telapak kaki kanan

2. Sifat keluhan : Nyeri lokal

3. Lokasi keluhan : Tumit kanan hingga telapak kaki kanan

4. Riwayat perjalanan penyakit :

Sekitar 1 minggu yang lalu pasien merasakan nyeri pada telapak kaki

kanan. Nyeri terjadi pada pagi hari terutama saat bangun , saat berjalan

atau berdiri terlalu lama. pada tanggal 14 april 2021 pasien datang ke koni

untuk melakukan terapi ke 3xnya dengan kondisi nyeri telapak kaki dan

pada awal cedera, pasien menghiraukan nyerinya, dan terus untuk bermain

futsal, keesokan harinya pasien kesulitan untuk berlari. Nyeri itu sangat

mengganggu saat beraktivitas berjalan, pasien masih belum mampu untuk

kembali latihan, dan pasien masih belum mampu untuk berlari.

5. RPD : ± 1 tahun yang lalu pernah cedera meniscus

6. Riwayat Pribadi : Atlit Futsal

7. Penyakit penyerta : Tidak Ada

41
C. Inspeksi

1. Inspeksi/Observasi

a. Statis :

1) Pasien datang secara mandiri

2) Nampak kaki kanan flat foot (+)

3) Postur Pasien : Normal

b. Dinamis :

1) Gait analysis : (Normal) terdapat fase heel strike dan fase mid stance.

2) Kesulitan berjalan waktu lama

3) Belum terlalu mampu untuk berjinjit

4) Belum terlalu mampu untuk berdiri satu kaki

D. Pemeriksaan Fungsi Dasar

1. Tes Gerak Aktif

a. Plantar Fleksi Dextra: Tidak Nyeri dan tidak terbatas

b. Dorso Fleksi Dextra : Nyeri dan tidak terbatas

c. Inversi Foot Dextra: Tidak nyeri dan tidak terbatas

d. Eversi Foot Dextra: Tidak Nyeri dan tidak terbatas

2. Tes Gerak Pasif

a. Plantar fleksi dextra: Tidak Nyeri dan Tidak terbatas Elastis end Feel

b. Dorso Fleksi dextra : Nyeri dan tidak terbatas Elastis end Feel

c. Inversi Foot sinistra: Tidak nyeri dan tidak terbatas Elastis End Feel

d. Eversi Foot sinistra: Nyeri dan tidak terbatas Elastis End Feel

42
3. TIMT

a. Plantar Fleksi sinistra : Tahanan Maksmal

b. Dorso Fleksi sinistra : Tahanan Minimal

c. Inversi Foot sinistra : Tahanan Maksmal

d. Eversi Foot sinistra : Tahanan Maksmal

E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

1. Palpasi

Hasil :

a. Arcus Longitudinal plantaris rata

b. Tenderness pada Insersio Fascia Plantaris

c. Suhu ke dua ankle (Normal)

d. Oedema (-)

e. Spasme pada otot M. plantaris fascia, M.Soleus, Gastronemeus

2. Pengukuran VAS

Hasil :

a. Nyeri diam :2

b. Nyeri gerak :3

c. Nyeri tekan :6

3. Neurological Test

Tes sensibilitas panas-dingin, tajam-tumpul ( normal )

43
4. Pengukuran MMT

Hasil :

a. M. gastrocnemius : nilai 4

b. M.Plantaris fascia : nilai 4

c. M.Soleus : nilai 4

5. Tes Pesifik

a. Tes Strectes : Nyeri

b. Windlass Test : Nyeri

6. Tes Disability FADI (Foot/Ankle Disability index)

Hasil : Aktivitas terganggu, Tidak mampu berlari dan berjalan lama

7. Pengukuran ROM

Tabel 3.1
Hasil Pengukuran ROM

Regio Bidang gerak AROM Nyeri ROM normal

Ankle joint Dorso fleksi 20°-0°-50° + S=20°-0°-50°

Plantar fleksi -

Subtalar joint Eversi 20°-0°-40° - F=20°-0°-40°

Inversi -

44
F. Algoritma Assessment Fisioterapi

Algoritma Assessment Fisioterapi

1. Statis
→ Pasien dating secara mandiri
→ Nampak kaki kanan flat foot (+)
→ Postur Pasien : Normal
2. Dinamis
 Kesulitan untuk menjinjit
 Kesulitan untuk berjalan jauh dan berlari
 Gait analysis : (Normal) terdapat fase heel strike dan fase mid
stance.
 Kesulitan Jongko Berdiri
Pemeriksaan fisik

Pengukuran Pengukuran Test Palpasi Tes FADI


nyeri (VAS) ROM Spesifik

Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar


Pemeriksaan
 Pemeriksaan Gerak Aktif kekuatan
 Pemeriksaan Gerak Pasif otot (MMT)
 Test Isometrik Melawan Tahanan eeeeeeeeeee
eeeeeeeeeee
eeeeeeeeeee
eeeeeeeeeee
eeeeeeeeeee
e

Diagnosa ICF :
“Gangguan aktivitas fungsional regio ankle dextra berupa nyeri
Tenderness akibat Flat Foot et causa Plantar Fascitis di Komite
Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Makassar”

45
G. Diagnosis

Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses

pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:

“Nyeri Tenderness akibat flatfoot et causa Plantar Fascitis”

H. Problematika Fisioterapi

1. Impairment (Body structure)

o Nyeri tekan bagian Plantar Fascia dextra

o Spasme otot plantar fascia,gastrocnemius,soleus

o Gangguan fleksibilitas fascia

o Deformitas struktur (flat foot)

2. Impairment (Body function)

o Mengurangi spasme otot plantar fascia,gastrocnemius,soleus

o Kelemahan otot plantar fascia,gastrocnemius,soleus

o Mengurangi nyeri tekan, gerak, dan diam

3. Acivity Limitation

o Kesulitan berjalan terlalu lama

o Kesulitan untuk berlari saat bermain futsal

o Kurang mampu untuk melakukan berdiri satu kaki

4. Participation Restriction

Hambatan melakukan olahraga seperti saat bermain futsal dan

ketidakmampuan pasien untuk berlari dan berjalan jauh seperti biasanya.

46
I. Tujuan Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Panjang

a. Mengembalikan aktivitas fungsional pasien yaitu berolahraga dan


beraktivitas seperti biasanya sebagai Atlit Futsal (Seperti berjalan jauh,
berjinjit dan berlari)
b. Melanjutkan tujuan jangka pendek
2. Tujuan Jangka Pendek

a. Mengurangi Nyeri tekan, gerak, dan diam

b. Memperbaiki Postur Foot

c. Meningkatkan fleksibilitas fascia

d. Mengurangi Spasme Otot

J. Program Intervensi Fisioterapi

1. Ultrasound

Persiapan alat : Cek alat,kabel dan pastikan alat dalam keadaan

baik. Pastikan alat tersambung dengan arus listrik.Siapkan gel sebagai

pelicin.

Persiapan pasien : Posisi pasien duduk. Daerah yang akan diterapi

bebas dari pakaian.

Teknik pelaksanaan :

1) Tekan tombol ON pada alat

2) Atur dosis yang ingin diberikan.

3) Atur waktu terapi selama 10 menit.

4) Berikan gel pada daerah yang akan diterapi.

47
5) Ratakan gel menggunakan transduser US ke daerah yang akan

diterapi, kemudian tempatkan transduser di titik nyeri yang

dirasakan pasien.

6) Setelah waktu habis bersihkan area yang telah diterapi

menggunakan tissue.

7) Off kan alat.

2. Self Streching atau Active stretching

Tujuan :

Active stretching pada otot plantar flexor ankle bertujuan untuk

terjadinya pelepasan adhesion dan meningkatkan fleksibilitas fascia

plantaris,kekuatan yang dihasilkan dari kontraksi ini menghasilkan

kontraksi memanjang pada tendon dan fascia. Sehingga akan secara

perlahan akan terjadi penguluran pada tendon dan fascia dan jaringan

di sekitarnya.

Posisi Pasien duduk diatas bed dengan meluruskan kaki

Posisi Terapis disamping pasien

Teknik :

1) letakkan therabant/kain pada telapak kaki pasien yang mengalami

nyeri

2) arahkan pasien memegang kedua ujung therabant

3) arahkan pasien menarik theraband dengan maksimal

48
e. Dosis

Tahan posisi ini selama 30 detik kemudian rileks, dilakukan selama 3

kali pengulangan untuk setiap kaki. Lakukan selama 1-2 menit

3. Myofascial Release (MFR)

a. Tujuan : mengacu pada teknik pijat, petunjuk untuk peregangan fascia

dan melepaskan ikatan antara fascia dan integumen, otot, tulang,

dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit, meningkatkan

jangkauan gerak dan menyeimbangkan tubuh

b. Posisi Pasien : Duduk dengan kaki diluruskan

d. Teknik :

1) Tangan kiri memfiksasi jari-jari kaki pasien

2) tangan kanan terapis merilis daerah cara memberikan tekanan

lembut dari plantar fasciitis ke calcaneus dengan menggunakan

metacarpal atau jari-jari tangan

3) Peregangan diperiksa dengan meraba ketegangan plantar fascia.

49
e.Dosis

Myofascial release dilakukan selama 3 menit (Shah & Bhalara, 2012)

dengan 2 kali pengulangan tahan sampai pasien merasakan

peregangan pada plantar fascia (Sharafudeen, 2015). (Khan, Ali dan

Soomro 2014).

4. Latihan Endurance

A. Standing calf muscle stretch

→ Posisi : pasien menghadap dinding, berdiri sekitar dua, tiga kaki

dari tembok,

→ Posisi Terapis : Disamping Pasien

a. Teknik

a)lakukan dorongan dengan tangan responden pada tembok.

Dengan kaki yang sakit dibelakang dan kaki lainnya

didepan.

50
b)Dorong tembok, jadikan kaki yang didepan sebagai

tumpuan, sementara meregangkan kaki yang belakang, tumit

kaki yang belakang menempel dilantai.

Latihan calf stretch (Ordine dkk, 2011)

b. Dosis . Dosis : tahan posisi selama 10 detik, pengulangan 10

(sepuluh) kali, dan dilakukan 3 (tiga) kali sehar

B. Towel Pickup

 Pasien harus mengambil handuk diletakkan di tanah menggunakan

jari kaki mereka (dari kaki yang cedera) lalu jatuhkan handuk lagi.

Seharusnya peregangan ini diulang 10 sampai 20 kali.

 Ketika pasien menemukan peregangan ini juga mudah, barulah

pasien bisa menyediakan lebih banyak perlawanan dengan

menempatkan beban seperti buku atau barang lain di atas dari

handuk.

51
Suthasinee Thong-On, MSc,et.all. Published online 2019 Dec 31(Effects of Strengthening and
Stretching Exercises on the Temporospatial Gait Parameters in Patients With Plantar Fasciitis: A
Randomized Controlled Trial)

C. Plantar fascia stretch

1) Posisi Pasien : Berdiri dengan kaki menapak tangga

2) Posisi Terapis : Disamping Pasien

3) Teknik : Langkahkan kaki hingga tumit yang menumpu secara

bergantian sampai merasakan peregangan di lengkungan

kaki Anda. Tahan posisi ini selama 15 sampai 30 detikdan

kemudian relaks.

4) Dosis : Ulangi 3 kali.

Suthasinee Thong-On, MSc,et.all. Published online 2019 Dec 31(Effects of Strengthening and
Stretching Exercises on the Temporospatial Gait Parameters in Patients With Plantar Fasciitis: A
Randomized Controlled Trial)

52
D.Toe Curl

Letakkan bola tennis pada bawah telapak kaki, bolak-balik dari tumit

sampai pertengahan arcus ulangi selama 3 sampai 5 menit . latihan

ini sangat bermanfaat jika dilakukan hal pertama di pagi hari.

Suthasinee Thong-On, MSc,et.all. Published online 2019 Dec 31(Effects of Strengthening and
Stretching Exercises on the Temporospatial Gait Parameters in Patients With Plantar Fasciitis: A
Randomized Controlled Trial)

E. Static and Dinamic Balance Exercises

Tempatkan kursi di samping kaki dan berdiri tegak. (Ini

akan memberikan keseimbangan). Berdiri di kaki yang sakit. Cobalah

untuk mempertahankan posisi ini dan keseimbangan di sisi yang sakit

Dosis : 2 set 10x hitungan

Suthasinee Thong-On, MSc,et.all. Published online 2019 Dec 31(Effects of Strengthening and
Stretching Exercises on the Temporospatial Gait Parameters in Patients With Plantar Fasciitis: A
Randomized Controlled Trial)

53
F. Soleus Stretch

Suthasinee Thong-On, MSc,et.all. Published online 2019 Dec 31(Effects of Strengthening and
Stretching Exercises on the Temporospatial Gait Parameters in Patients With Plantar Fasciitis: A
Randomized Controlled Trial)

G.Bilateral dan Unilateral Heel Raise

Setiap tumit naik terdiri dari fase konsentris tiga detik (naik) dan

fase eksentrik tiga detik (turun) dengan fase isometrik 2 detik (jeda

di bagian atas latihan).Mulailah dengan dua belas pengulangan

maksimum untuk 3 set.

Larry Huppin, DPM, https://www.footankle.com/high-load-


strengthening-for-plantar-fasciitis/.

54
H. Kinesio Tapping

a. Posisi pasien : Tengkurap

b. Posisi terapis : Disamping pasien

c. Teknik

→ Peregangan 0%, gunakan tapping tepat di belakang jari kaki.

dengan dorso fleksi, Gunakan tapping dengan tarikan 25% di

sekitar pangkal tumit dan ke atas

→ letakkan pita perekat lain dari sisi medial dan pasang tinggi di

atas pergelangan kaki medial hingga lateral dengan strech 25%

55
BAB IV

EVALUASI DAN FOLLOW UP

A. Evaluasi

1. Evaluasi penurunan nyeri menggunakan VAS

Keterangan T1 T2

Nyeri diam 2 0

Nyeri gerak 3 2

Nyeri tekan 6 3

2. Evaluasi Spasme Otot dengan Palpasi

Terapi Hasil Palpasi

Terapi pertama Spasme masih ada

Terapi kedua Spasme berkurang

B. Follow Up

No Hari Tanggal Intervensi Evaluasi

1. a. Ultrasound a. Nyeri masih ada

b. Aktif Streching b. Spasme masih ada

c. Terapi latihan

2. Selasa,14 d. Ultrasound a. Nyeri berkurang

April 2021 e. Aktif Streching b. Spasme berkurang

f. Terapi latihan

56
BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Plantar Fasciitis merupakan peradangan akibat dari

ketidakseimbangan biomekanik yang menyebabkan ketegangan di

sepanjang plantar fasia dan menyebabkan degenerasi kolagen pada

tuberkulum medial calcaneus.(Young, 2001)

Penyebabnya bisa karena kontraksi yang terlalu lama atau trauma

berulang dari stuktur fascia plantaris. Mengakibatkan iritasi lokal dan

kadang-kadang juga mengakibatkan terbentuknya osteofit pada calcaneus

(spur calcaneus) bagian medial. bahwa salah satu penyebab Plantar

Fasciitis akbiat mikrotrauma berulang. Faktor resiko Plantar fascitis

meliputi obesitas, pekerjaan yang membutuhkan berdiri dan menahan

beban terlalu lama, dan calcaneus spur.

Penanganan fisioterapi tergantung pada penilaian akan kondisi,

keluhan, dan gejala pasiennya. Dalam kasus yang disampaikan diatas,

intervensi melibatkan pemberian modalitas Ultrasound dan stretching

exercise. Hasil evaluasi setelah 2x proses fisioterapi menunjukkan adanya

penurunan nyeri, disertai penurunan spasme pada gastronemiis.

Dapat disimpulkan berdasarkan kasus diatas bahwa pemberian

modalitas Ultrasound , stretching, endurance serta home program yang

rutin dilakukan di rumah dapat mengurangi nyeri dan spasme

gastronemius, sehingga keluhan pasien berkurang.

57
B. SARAN

1) SARAN UNTUK PASIEN

 Melakukan latihan peregangan otot setiap hari akan

meningkatkan fleksibelitas plantar fascia, otot achilles dan otot

betis.

 Memakai sepatu bertumit rendah antara 2,5-5 cm. Kokoh dan

mendukung bagian tengah dan telapak kaki, pilih kualitas sepatu

yang baik dan berkualitas untuk berjalan dan berlari.

 Jangan memberikan beban terlalu berat terhadap kaki

 Melakukan pemanasan yang cukup sebelum melakukan olah raga

atau aktivitas yang berat

2) SARAN UNTUK FISIOTERAPI

Diharapkan agar fisioterapi dapat memberikan layanan yang efektif

kepada pasien sesuai dengan problem yang dimiliki pasien.

3) SARAN UNTUK MASYARAKAT

Penulis menyadari bahwa alas kaki berpengaruh terhadap fungsi

kaki, oleh karena itu penggunaan alas kaki yang sesuai dan nyaman

untuk menghidari masalah-masalah yang timbul akibat alas kaki yang

tidak sesuai. Masyarakat hendaknya menghindari penggunaan sepatu

flat. Alas kaki yang ideal hendaknya memiliki tumit 2,5 – 5 cm. Dengan

menggunakan alas kaki dengan tumit yang sesuai dapat mengurangi

risiko terkena Plantar Fasciitis, sehingga angka kejadian Plantar

Fasciitis di masyarakat dapat berkurang.

58
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Fajar Tri. 2012. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Faciitis


Plantaris Dextra dengan Modalitas Infrared dan Terapi Latihan di RSUP
Soeradjitirtonegoro Klaten. Fakultas Ilmu Kesehatan : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Armiger P, Martyn M. Stretching forFunctional Flexibility. Baltimore:Lippincott


Williams & Wilkins; 2010.pp. 3-1010.
Badlissi F, Dunn JE, Link CL, Keysor JJ, McKinlay JB, Felson DT: Foot
musculoskeletal disorders, pain, and foot-related functional
limitations in older persons. J Am Geriatr Soc 2005,
53(6):1029-1033

Best, T. M., R. Hunter, A. Wilcox and F. Haq (2008). Effectiveness of sports


massage for recovery of skeletal muscle from strenuous exercise. Clinical
Journal of Sport Medicine 18(5): 446

Buchbinder R: Plantar fasciitis.N Engl J Med 2004, 350(21):2159-2166.

Callaghan, M. J. (1993). The role of massage in the management of the athlete: a


review. British Medical Journal 27(1): 28

CHARLES COLE et al Plantar Fasciitis: Evidence-Based Review of Diagnosis


and Therapy American Family Physician December 1, 2005 Volume 72,
No.11; 2237-42, 2247-8, Mcpoil et al Heel Pain-Plantar Fasciitis

Suthasinee Thong-On, MSc,et.all. Published online 2019 Dec 31(Effects of


Strengthening and Stretching Exercises on the Temporospatial Gait
Parameters in Patients With Plantar Fasciitis: A Randomized Controlled
Trial)

Saputra, Bagus Ria A.J. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Faciitis


Plantaris Bilateral di RST. dr. Soedjono Magelang. Fakultas Ilmu Kesehatan
: Unversitas Muhammadiyah Surakarta.

Suri, Riska Putri A. M. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Faciitis


Plantaris Bilateral di RST. dr. Soedjono Magelang. Fakultas Ilmu Kesehatan
: Unversitas Muhammadiyah Surakarta.

Yuliani, Dwi Diyah. 2018. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Fasciitis Plantaris


Dextra Dengan Modalitas Ultrasound Dan Terapi Latihan Di RSUD Kota

59
DOKUMENTASI

60

Anda mungkin juga menyukai