Anda di halaman 1dari 6

CERPEN TENTANG ISOLASI SOSIAL

Nama : Mega Utami


Wita Vera Mida
Tingkat : 2B

Di kota yang penuh dengan bising-bising suara motor, mobil, bus, bajaj disanalah tempat
Dinda tinggal. Dinda tinggal bersama kedua orang tuanya, orang tua Dinda bekerja di sebuah
perusahaan ternama dikotanya, Dinda mempunyai adik yang bernama Geri. Geri lahir dengan jarak
yang cukup jauh dari Dinda. Ketika Dinda berumur 10 tahun Geri lahir dengan begitu
menggemaskan, sepuluh tahun yang sepi yang hanya diisi dengan bermain dengan bibi
pengasuhnya dan akhirnya Dinda mempunyai teman, betapa senangnya Dinda mendapati Geri.
Masa kecil Dinda begitu berwarna semenjak ada Geri, Geri segalanya bagi Dinda. Dinda tak pandai
bersosialisasi karena semenjak kecil Dinda tidak boleh bermain di luar seperti anak-anak lainnya.
Orang tua Dinda yang begitu overprotektif kepada Dinda. Begitupun ketika Dinda sudah memasuki
bangku sekolah, semenjak TK Dinda hanya datang kesekolah untuk belajar dan pulang kerumah
setelah pelajaran selesai. Hal yang sama terjadi sampai Dinda menginjak Sekolah Dasar sampai
dengan Sekolah Menengah Pertama. Hari-hari yang membosankan ketika di sekolah berubah saat
Dinda pulang kerumah, karena ada Geri. Geri mengerti apa yang Dinda butuhkan. Setiap sepulang
sekolah Geri selalu pergi ke kamar Dinda untuk mengajaknya bermain. Entah itu berenang, bermain
piano maupun bercerita tentang apa yang terjadi di sekolah.
Tahun demi tahun berganti, Dinda sudah menginjak kelas 2 Sekolah Menengah Atas. Di
Sekolah Menengah Atas, Dinda memiliki satu teman yang bernama Jia. Jia selalu ada untuk Dinda
begitupun dengan Dinda. Jia adalah Geri kedua menurut Dinda. Hari-hari Dinda tampak berwarna
berbeda dari masa-masa Dinda ketika Sekoalah Dasar maupun Sekolah Menengah Pertama. Jia,
Geri dan Dinda sering menghabiskan waktu bersama bahkan dihari libur sekalipun. Sampai Dinda
menginjak dunia perkuliahan pun ia tetap bersama dengan Jia.
Seiring waktu berjalan, Geri pun akan memasuki dunia perkuliahan dan Geri lulus di salah
satu fakultas di Singapura. Geri belum memberi tau Dinda kakaknya, karena Geri tau Dinda akan
sedih jika Geri pergi dari rumah. Namun, Geri sudah memberi tau ibu dan ayahnya. Dan kedua
orang tua Geri setuju serta bangga atas prestasi Geri. Pada saat makan malam, ibunya menyinggung
Geri untuk segera member tahu Dinda dan dengan terbata-bata Geri member tau DInda. Setelah
Dinda tau, dia tampak sedih dan meninggalkan meja makan. Geri merasa bersalah karena terlalu
cepat untuk member tahu Dinda.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Geri sudah ada di kamar Dinda untuk meminta maaf,
tapi Dinda sedikit pun tidak menoleh Geri dan menarik selimutnya. Dinda berniat untuk diam dan
tidak mendengarkan apapun yang Geri katakan. Setelah dua hari Dinda tidak berbicara dengan Geri
dan dihari ketiga Geri mencoba untuk berbicara dengan Dinda. Di pagi hari itu, Geri membawakan
sarapan ke kamar Dinda, dan mencoba berbicara. Dinda menerima sarapan itu dan mendengarkan
perkataan Geri. Kata demi kata yang keluar dari mulut Geri mebuat air mata Dinda jatuh tak
tertahankan. Dinda menjelaskan kepada Geri bahwa Dinda takut kesepian jika tidak ada Geri
dirumah, Dinda tidak punya teman, Dinda sendiri, air mata Dinda jatuh dengan begitu derasnya.
Geri tak membantah perkataan Dinda sedikit pun, Geri hanya mendengarkan lantas tersenyum dan
memeluk kakanya tersebut, seraya berjanji akan pulang pada saat libur dan selalu menmberi kabar
serta waktu saat Dinda butuh Geri, dan Geri menjelaskan kembali kepada Dinda bahwa itu adalah
cita-citanya sejak lama. Dinda diam tak berkata.
Di Minggu pagi, Geri mengajak Dinda untuk bermain sepeda di kompeknya. Ditengah-
tengah perjalanan Dinda berkata bahwa ia tetap tidak akan setuju untuk kepergian Geri nanti ke
Singapura. Geri hanya membalas dengan senyuman. Dinda menjelaskan lagi kepada Geri bahwa ia
akan selalu menunggu kepulangan Geri. Geri tersenyum mendengar perkataan kakaknya yang
manja tersebut dan memberi tahu bahwa bulan depan ia akan segera pergi ke Singapura. Dinda
diam tak menjawab sedikit pun.
Malam harinya Dinda merenung di balkon kamar, jika Geri pergi kehidupan Dinda akan
kembali sepi seperti dulu, akan kembali kesepian seperti dulu lagi, walaupun ada Jia temannya, tapi
Jia tidak akan menggantikan Geri adiknya, tak terasa Dinda menangis ketika membayangkan jika
Geri sudah pergi dari rumahnya. Menurut Dinda walaupun Geri akan selalu ada untuknya lewat
media sosial tetap saja berbeda dengan bertemu langsung secara fisik.
Sebelum hari keberangkatan Geri ke Singapura, Geri, Dinda dan orang tuanya pergi ke
pantai untuk mengabiskan waktu bersama. Dinda dan Geri bermain layaknya anak kecil. Menjelang
sore hari, Dinda dan Geri menikmati sunset bersama, dan Geri berkata kepada Dinda agar Dinda
tidak berdiam diri dirumah melainkan bersosialisasi dan mencari banyak teman, Dinda hanya diam
dan tersenyum.
Keesokan harinya adalah hari keberangkatan Geri ke Singapura. Dinda, orang tuanya
beserta Jia mengantarkan Geri ke bandara. Salam perpisahan Geri dan Dinda sangat mengharukan
dan tampaknya Dinda pun belum siap jika dirumah tanpa adanya sosok Geri sang adik yang selalu
mengerti diirinya. Pulang dari bandara, Dinda, orang tuanya dan Jia singgah di salah satu restoran
utnuk makan siang. Saat sedang memesan makanan salah satu televisi memberitakan pesawat jatuh
dengan tujuan Singapura, betapa hancurnya hati Dinda melihat berita tersebut. Dinda langsung
mendekat ke televisi untuk memastikan berita tersebut. Kaki Dinda seketika lemas dan terjatuh,
Dinda menagis dengan histeris tak terima berita tersebut.
Hari demi hari Dinda dan keluarga selalu mencari tahu berita tentang Geri adiknya,
handphone Geri pun tidak bisa dihubungi, pergi ke tempat pencarian namun berita tantang Geri
belum ditemukan. Dinda frustrasi melihat adiknya yang tak kunjung ditemukan. Dinda hanya diam
dan tak mau satu orang pun menggangunya bahkan sahabatnya sendiri Jia. Dinda menyalahkan
dirinya atas kejadian yang menimpa Geri. Dinda selalu berkata jika saja dia melarang Geri untuk
pergi pasti tidak akan kejadian seperti ini. Orang tua Dinda sudah berusaha untuk membujuk Dinda
tapi percuma Dinda tetap diam dan tak mau bicara.
Keesokan harinya, Dinda bersepeda ke tempat Jia padahal rumah Dinda dan Jia berjarak 4
km, jarak yang cukup jauh jika harus ditempuh dengan bersepeda. Tetes demi tetes keringat yang
keluar dari dahi Dinda, dan tetes demi tetes air mata yang keluar dari mata Dinda tatkala Dinda
mengingat kenangannya bersama Geri sang adik. Seseampainya di rumah Jia, Dinda masuk ke
kamar Jia. Jia terkejut sekaligus bahagia Dinda datang kerumahnya dengan harapan Dinda mau
bercerita. Namun, Jia salah Dinda hanya masuk dan meminum air yang terlah disediakan lantas
diam beberapa menit dan pulang. Tampaknya Dinda tak bisa membagikan kesedihannya kepada Jia.
Di senin pagi yang terik, Dinda menyalakan televisi dengan harapan ada kabar tentang
jatuhnya pesawat geri, namun nihil tidak ada berita apapun. Dinda beralih ke handphonennya.
Dinda masih sibuk memainkan handphonenya dengan menghubungi Geri namun tetap saja,
handphone Geri tidak bisa dihubungi. Dinda pergi ke balkon kamarnya menatap langit seakan-akan
meminta agar Geri dapat hadir dihadapannya. Air mata Dinda jatuh membasahi pipinya yang masih
lesu.
Sang bibi yang sangat mengerti keaadan Dinda berusaha untuk menghiburnya, namun Dinda
acuh dan menyuruh bibi untuk pergi dari kamarnya. Semenjak kejadian pesawat jatuh dan kabar
Geri belum ditemukan, Dinda menutup diri dari siapapun. Dinda sibuk sendiri dan tidakn mau
diganggu siapa pun. Dinda hanya diam didalam kamarnya, untuk makan pun sang bibi yang harus
memperhatikannya. Tatkala seharian pun Dinda tidak mandi dan hanya berdiam diri dikamar yang
berantakan.
Di siang hari yang terik, Ibu Dinda berteriak dengan sangat kencang, membuat Dinda
terbangun dari tidur siangnya dan segera turun menghampiri ibunya yang sedang menangis. Dinda
tbertanya apa yang sedang terjadi dan Ibu Dinda menunjuk ke arah televsi. Kabar mayat Geri
ditemukan dengan kondisi yang hamper tidak dikenali membuat hati keluarga Dinda hancur.
Keluarga Dinda segera bergegas ke tempat ditemukannya jenazah Geri.
Isak tangis keluarga Dinda menyelimuti pemakaman Geri di sore hari yang mendung.
Sampai pemakaman selesai Dinda tak kunjung pulang dan terus memeluk nisan Geri. Dinda selalu
menyalahkan dirinya atas kematian Geri. Dinda tak terima jika harus kehilangan adik yang amat
sangat ia sayangi. Jia sahabat Dinda tetap setia menemani Dinda karena Jia paham atas apa yang
dirasakan Dinda dan Jia tau hanya ia teman yang Dinda miliki selain adiknya Geri. Namun Dinda
tak menghiraukan keberaan Jia. Dinda mengutuk dirinya pembawa sial atas kematian adiknya Geri
lantas Dinda pun berpikir bahwa setiap orang yang dekat dengannya akan mengalami hal yang sama
seperti yang dialami Geri.
Hari setelah pemakaman Geri membuat Dinda merasa orang pembawa sial. Dinda menutup
diriya dari siapapun termasuk temannya Jia. Namun Jia tak menyerah sedikit pun, melihat keadaan
temannya yang membutuhkannya membuat Jia selalu ada untuk Dinda bahkan tak jarang Jia
menginap dirumah Dinda. Walaupun usaha Jia sudah sangat keras untuk menghibur Dinda tetap
saja Dinda tidak mau ada orang yang menggangunya tak jarang Dinda marah dan membantingkan
apa saja yang ada disekitarnya kepada orang yang menggangunya. Dinda terus menerus mengutuk
dirinya pemawa sial.
Keadaaan Dinda yang semakin hari semakin menyedihkan membuat keluarganya, bibi, serta
sahabatnya Jia merasa prihatin melihat keadaan Dinda. Orang tua Dinda meminta tolong kepada Jia
sahabatnya untuk mengajak Dinda bicara, karena ketika mereka mengajak Dinda bicara Dinda
hanya diam dan tak menoleh kearah mereka sedikitpun. Jia mencoba membujuk Dinda untuk
berbicara tapi Dinda tetap diam. Dan akhirnya Jia memutuskan untuk bercerita tentang masa-masa
indah yang mereka lalui. Sesekali Dinda menoleh kepada Jia dengan tatapan yang berlinang air
mata, Jia tetap melanjutkan ceritanya, namun Dinda tetap tak merespon sedikit pun. Di akhir cerita
Jia berpesan kepada Dinda bahwa yang hidup akan kembali kepada-Nya. Dinda diam tak merespon
perkataan Jia.
Jia turun dari lantai dua kamar Dinda menuju ruang tengah keluarga untuk menghampiri
orang tua Dinda, Jia menceritakan bahwa Dinda hanya diam tak merespon dengan apapun yang
dikatakan Jia. Jia member saran kepada keluarga Dinda agar Dinda segera di bawah ke psikolog.
Dan ibu Dinda segera mengangguk dengan cepatnya.
Keesokan harinya Ibu Dinda memanggil psikolog kerumah karena Dinda tidak mau diajak
keluar kamar. Beberapa menit kemudia bel rumah berbunyi, dibukakanlah pintu oleh bibi. Segera
bibi memberi tau Ibu bahwa psikolog telah datang. Doni, begitulah nama psikolog tersebut. Ibu
Dinda menceritakan kejadian yang menjadikan alasan Dinda diam mengurung dirinya di kamar,
makan tak mau bahkan untuk membersihkan diri pun tak mau. Setelah mendengar cerita tersebut
Doni sang psikolog meminta izin untuk menemui Dinda.
Tok..tok..tok pintu kamar Dinda berbunyi, saat Doni memasuki kamar Dinda, Dinda sedang
duduk di atas kasur denganni posisi tangan menggenggam kedua kakinya. Mata Dinda langsung
melihat siapa yang masuk kekamarnya dan mau apa dia, namun Dinda diam dan bereskpresi tampak
takut melihat Doni. Melihat keadaan Dinda yang miris Doni segera memperkenalkan dirinya. Doni
berserita tentang dirinya tanpa ditanggapi oleh Dinda sedikitpun. Doni bertanya nama Dinda tapi
Dinda tak menjawab. Hari pertama Doni untuk merawat Dinda tampak sia-sia, namun Doni
mengerti karena bukan sekali ia mendapatkan pasien seperti Dinda.
Hari kedua, ketiga, keempat, tampak sama, tidak membuahkan hasil sama sekali. Ibu Dinda
tampak lelah melihat keadaan Dinda yang belum membaik sama sekali. Namun Doni meyakinkan
ibu Dinda bahwa Dinda pasti bisa melewati masa-masa terberatnya. Doni menceritakan pengalaman
yang telah ia lalui untuk meyakinkan Ibu Dinda dan Doni berhasil menyakinkannya.
Seminggu sudah Doni merawat Dinda. Pagi-pagi sekali Doni bangun untuk bersiap pergi
kerumah Dinda. Datanglah Doni kerumah Dinda dan segera pergi ke kamar Dinda. Doni berusaha
membujuk Dinda untuk bicara. Untuk kesekian kalinya Doni bertanya siapa nama Dinda dan Dinda
pun merespon. Betapa senangnya Doni ketika mendengar suara Dinda walaupun hanya satu kata.
Dengan antusias yang tinggi Doni melanjutkan obrolan mereka. Tak banyak cerita Dinda, Dinda
hanya bercerita bahwa ia adalah pembawa sial, Geri adiknya meninggal karenanya. Di percakapan
mereka yang baru berlangsung 10 menit, Dinda mendadak tidak mau lagi berbicara kepada Doni.
Obrolan yang singkat sekitar 10 menit membuat Doni bersemangat untuk merawat Dinda sampai
sembuh. Walaupun Dinda tidak mau berbicara lagi tetapi Doni tetap membuat janji untuk
berbincang lagi di esok harinya.
Keesokan harinya Doni datang lagi di jam sama untuk menemui Dinda. Doni kembali
menyapa Dinda dan Dinda merespon balik dengan senyuman. Doni kembali bertanya dan
mendengarkan cerita Dinda, walaupun belum semua cerita Dinda ceritakan kepada Doni. Dinda
mengatakan bahwa semenjak ada Geri dunia Dinda berubah, Dinda jadi memiliki teman, berbeda
sebelum Geri lahir. Dinda sangat menyayangi Geri melebihi dirinya sendiri. Ketika Dinda diam,
Doni segera membalas kalimat Dinda dengan kata, Geri pun menyayangi Dinda lebih dari yag
Dinda tau. Geri pergi bukan salah Dinda tapi memang sudah jalannya. Doni berpesan kepada Dinda
bahwa Dinda harus makan, harus merawat diri dan harus keluar dari kamar yang akan membuatnya
semakin larut dalam kesedihan. Dinda membalasa dengan senyuman.
Setelah beberapa minggu dalam masa perawatan, Dinda sudah mulai membuka dirinya
kembali. Dinda sudah mulai menerima kenyataan bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan.
Dinda juga sudah mulai merawat dirinya kembali

Mega aku lah buntu otak. Madak Dindanyo langsung sembuh laju dak nyampe 15 lembar.
Lanjutken dulu ye...........

Anda mungkin juga menyukai