Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT ILMU

TENTANG
TEORI KEBENARAN ILMIAH

DISUSUN OLEH KELOMPOK 10:

Nova Sari 0308203104


Nurlaila Hayati 0308203133

Dosen Pengampu:
Bapak Ja’far. MA

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam lintas sejarah, manusia dalam kehidupannya senantiasa disibukkan oleh
berbagai pernyataan mendasar tentang dirinya. Berbagai jawaban yang bersifat spekulatif
coba diajukan oleh para pemikir sepanjang sejarah dan terkadang jawaban-jawaban yang
diajukan saling kontradiktif satu dengan yang lainnya. Perdebatan mendasar yang sering
menjadi bahan diskusi dalam sejarah kehidupan manusia adalah perdebatan seputar sumber
dan asal usul pengetahuan dan kebenaran.
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran, beberapa cara ditempuh untuk
memenuhi kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau secara empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuat prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional agar kejadian-kejadian yang berlaku
di alam itu dapat dimengerti.
Proses pencarian kebenaran tentu bukan hal yang mudah dan dapat dikatakan
merupakan proses yang sangat melelahkan bahkan bukan tidak mungkin akan
mendatangkan keputusan. Sering kali dengan dalih sebuah kebenaran seseorang atau
kelompok akan menghalalkan tindakan terhadap orang lain karena dianggap sudah
melakukan tindakan yang benar.
Kebenaran tidak mungkin berdiri sendiri jika tidak ditopang dengan dasar-dasar
penunjangan, baik pernyataan, teori keterkaitan, konsistensi, keterukuran, dapat dibuktikan,
berfungsi, dan bersifat netral atau tidak netral, bahkan apakah kebenaran bersifat tentatif
atau sepanjang masa?
Untuk mengetahui hal itu pemakalah akan membahas seputar kriteria kebenaran
ilmiah berserta dengan teori-teori digunakan untuk menguji kebenaran ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar pembahasan
dalam akalah ini tidak jauh dari judulnya, baiknya kita rumuskan masalah-masalah yang
akan dibahas, antara lain :
1. Pengertian kebenaran ilmiah
2. Teori-teori kebenaran
3. Sifat kebenaran ilmiah
4. Agama sebagai teori kebenaran
5. Kebenaran ilmiah dari sudut pandang Subjektifitas
6. Kebenaran ilmiah dari dudut pandang Objektifitas

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kebenaran ilmiah
2. Untuk mengetahui teori-teori kebenaran
3. Untuk mengetahui sifat kebenaran ilmiah
4. Untuk mengatahui agama sebagai teori kebenaran ilmiah
5. Untuk mengatahui kebenaran ilmiah dari sudut pandang Subjektifitas
6. Untuk mengetahui kebenran ilmiah dari sudut pandang Objektifitas
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Kebenaran Ilmiah


Kebenaran adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-
nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusia atau martabat manusia
selalu berusaha memeluk suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah, tidak
bisa dipisahkan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri, sejauh mana dapat digunakan
dan dimanfaatkan oleh manusia. Disamping itu, proses untuk mendapatkan haruslah
melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Tentang kebenaran ini, plato pernah berkata : apakah kebenaran itu? lalu pada
waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab: “kebenaran itu
adalah kenyataan” tetapi bukanlah kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi.
Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran atau keburukan. Jadi ada
dua pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi disatu
pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan atau ketidak benaran.[1]
Dalam bahasan ini, makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna
kebenaran keilmuan (ilmiah). Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun kekal,
melainkan bersifat relatif, sementara, dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran
intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan
bidang-bidang kehidupan. kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri.
Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara
pengetahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu
harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah
pengetahuan obyektif.[2]
Dalam kamus dijelakan ilmiah berasal dari kata ilmu artinya pengetahuan.
Namun, dalam kajian filsafat antara ilmu dan pengetahuan dibedakan. Pengetahuan
bukan ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan. Sedangkan yang
dimaksud ilmiah adalah pengetahuan yang didasarkan atas terpenuhinya syarat-syarat
ilmiah, terutama menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.
Jadi yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara
pengetahuan dengan objek kesesuian ini didukung dengan syarat-syarat tertentu yang
oleh jujun S.Sumantri disebut dengan metode-metode, juga didukung dengan teori yang
menunjang dan sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi dengan bukti-
bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan. Sifat objektif berlaku umum
dapat diulang melalui eksperimen, cenderung amoral sesuai apa adanya. bukan apa
yang seharusnya yang merupakan ciri ilmu pengetahuan.

2. Teori-Teori Kebenaran
Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran
ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal itu
langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu yang
diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode sistematis, melalui penelitian analisis
dan pengujian data secara ilmiah yang dapat kita sebut sebagai ilmu pengetahuan.
Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran antara lain :
1) Teori Kebenaran Korespondensi(penyesuaian)
Adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar
jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu
keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
pendapat dengan fakta. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris
pengetahuan.
Ujian kebenaran yang didasarkan atas teori korespondensi paling diterima
secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan
kepada realita obyektif(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian
antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara
pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu,serta berusaha
untuk melukiskannya, karena Kebenaran mempunyai hubungan erat dengan
pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu. (Titus,1987:237)
Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori
korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek
yang dituju oleh pernyataan tersebut(susiasumantri, 1990:57). Misalnya jika
seseorang mengatakan “Matahari terbit dari Timur” maka pernyataan itu adalah
benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual atau sesuai dengan fakta yang ada
bahwa Matahari terbit dari timur dan tenggelam diufuk barat.
2) Teori Koherensi atau konsistensi
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu menurut logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat perbuatan yang dilarang oleh
Allah” adalah suatu pernyataan yang benar. Maka pernyataan bahwa “mencuri
perbuatan maksiat, maka mencuri dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab
pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.
3) Teori Pragmatik
Adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi
pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu teori tergantung
pada peran fungsi teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang
waktu tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang
dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.
Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang
diartikan salah adalah yang tidak berguna(useless). Bagi para pragmatis, ujian
kebenaran adalah kegunaan(utility), dapat dikerjakan (Workability) dan akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan.
Misalnya, seiring perkembangan zaman, teknologi pun semakin canggih. Para
ilmuan menemukan teknologi-teknologi baru untuk mempermudah pekerjaan manusia,
telepon genggam berupa smartphone contohnya. Penemuan dan pengaplikasian
smartphone tersebut dikatakan benar karena dapat berguna untuk mempermudahkan
pekerjaan manusia.

4) Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh
pemegang otoritas tertentu. Misalnya mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian muslim
di indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI. Sedangkan sebagian yang lain
mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran
performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin
agama, pemimpin adat, dan pemimpin masyarakat. Kebenaran performatif dapat
membawa kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang
stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan
rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari
pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada
adat, kebenaran ini seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar
keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari
kebenaran.

3. Sifat Kebenaran Ilmiah


Kebenaran ilmiah menurut konrad kebung paling tidak memilik tiga yaitu:
struktur kebenaran ilmiah bersifat rasional-logis, isi empiris, dan sifat pragmatis.
a) Struktur yang rasional-logis
Kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis atau rasional dari
proposisi atau premis tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional maka
semua orang yang rasional (yaitu yang dapat menggunakan akal budinya secara
baik). Dapat memahami kebenaran ilmiah. Oleh sebab itu kebenaran ilmiah
kemudian dianggap sebagai kebenaran universal.
Sifat rasional (rationality) harus dibedakan dengan sifat masuk akal
(reasonable). Sifat rasional terutama berlaku untuk kebenaran ilmiah sedangkan
masuk akal biasanya berlaku bagi kebenaran tertentu diluar lingkup pengetahuan.
Contohnya: tindakan marah dan menangis atau semacamnya, dapat dikatakan masuk
akal sekalipun tindakan tersebut mungkin tidak rasional.
2) Isi empiris
Kebenaran ilmiah perlu diuji kenyataannya yang ada. Bahkan sebagian besar
pengetahuan dan kebenaran ilmiah. Berkaitan dengan kenyataan empiris di alam ini.
Spekulasi tetap ada namun sampai tingkat tertentu spekulasi itu bisa dibayangkan
sebagai nyata atau tidak karena sekalipun sesuatu pernyataan dianggap benar secara
logis, perlu dicek apakah pernyataan tersebut juga benar secara empiris.
3) Isi pragmatisme (dapat diterapkan).
Sifat ini berusaha menggabungkan kedua sifat kebenaran sebelumnya (logis
dan empiris). Maksudnya jika suatu pernyataan “benar” dinyatakan “benar” secara
logis dan empiris maka pernyataan tersebut juga harus berguna bagi kehidupan
manusia, berguna berarti dapat untuk membantu manusia memecahkan berbagai
persoalan dalam hidupnya.
4. Agama sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah mahluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan
suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik
tentang alam, manusia maupun tentang tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya
lebih mengedepankan akal,budi,rasio, dan reason manusia maka dalam teori ini lebih
mengedepankan wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir
setelah melakukan penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan
menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau
mencari jawaban tentang masalah asasi dari atau kepada kitab suci, dengan demikian
suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai
penentu kebenaran mutlak. Agama dan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan
jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.
5. Kebenaran Ilmiah dari Sudut Pandang Subjektifitas
Telah diketahui kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh
terpenuhinya syarat-syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang
serta sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu
hasil pengukuran objektif dilapangan.
Sifat setiap ilmu adalah diidentikkan dengan dua teori yaitu “subjektifitas” dan
“objektifitas” subjek berkaitan dengan seseorang atau pribadi. Subjektif berkaitan erat
dengan keakuan. Dalam hal filsafat subjektif berkaitan dalam segala hal, kesadaran
manusia menjadi tolak ukur, eksistensi, makna dan validitasnya.[3]
Dari penjelasan di atas bahwa “subjektif” menghendaki peranan penting dari
setiap pribadi yang menilai sendiri tentang kebenaran, artinya sesuatu dipandang benar
jika didasarkan pada pribadi atau manusia yang menilai tentang sesuatu itu. Kebenaran
tolak ukurnya dalah berdasarkan subjek, namun hal semacam ini apakah berlaku bagi
kebenaran ilmiah? Sedangkan kebenaran ilmiah sangat identik dengan syarat-syarat
ilmiah menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti, yang ditujang oleh
rasio dan divalidasi dengan data empirik.
Seperti yang dikatakan jujun S. Sumantri kebenaran ilmiah harus didahului
oleh cara yang disebut metode ilmiah. Metode merupakan ekspresi mengenai cara
bekerja pikiran. Metode Ilmiah adalah cara menetapkan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran, juga dapat diartikan bahwa metode
ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.
Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para
ilmuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini menggunakan langkah-
langkah yang sistematis, teratur, dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan
dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai
kriteria sebagai berikut:
a. Berdasarkan fakta
b. Bebas dari paksaan
c. Menggunakna prinsip-prinsip analisa
d. Menggunakan hipotesa
e. Menggunakna ukuran objektif
f. Menggunakan teknik kuantifikasi
Dengan cara kerja seperti ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan
memiliki karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah yaitu sifat
rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya
merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.
Sifat rasional dan teruji bagi kebenaran ilmiah menghendaki adanya kebenaran
hanya sesuatu yang dapat diakalkan (logiskan) dan dapat teruji. Berarti kebenaran
ilmiah sangat menolak dengan kebenaran mutlak. Sebab kebenaran ini kaitannya
dengan kebenaran yang datang dari tuhan bersumber dari wahyu yang mengikat.
Kebenaran yang datang dari tuhan bersumber dari wahyu yang mengikat. Kebenaran
yang rasional dan teruji akan hanya memaparkan hal-hal empiris.
Jika demikian diatas jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. jika dikaitkan
dengan penjelasan pengertian kebenaran ilmiah dari subjektifitas belum dapat diterima
karena kebenaran ilmiah yang bermuara dari subjektifitas tidak jarang menunjukkan
bukti atau tidak sesuai dengan data empirik dan pembuktian nyata berdasarkan dengan
rasa atau pribadi.
Oleh karena itu kebenaran yang sesungguhnya dalam kajian kebenaran ilmiah
adalah kebenaran yang sedikitnya dipengaruhi oleh unsur subjektifitas.
6. Kebenaran Ilmiah Dari Sudut Pandang Objektifitas
Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-
syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan
bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran
objektif dilapangan.
Kebenaran merupakan kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Objek
adalah sesuatu yang ihwalnya diketahui atau hendak diketahui suatu objek yang ingin
diketahui memiliki berbagai aspek yang amat sulit untuk diungkapkan. Sedangkan yang
lainnya tetap tersembunyi. Sangat jelas bahwa untuk mengetahui objek secara lengkap
sangat sulit.Objek juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat dilihat secara fisik,
disentuh, diindra, sesuatu yang dapat disadari secara fisik atau mental, suatu tujuan
akhir dari kegiatan atau usaha, suatu hal yang menjadi masalah pokok suatu penyelidik.
Menurut Langeverld dalam Muhammad In’am Esha objek pengetahuan
dibedakan menjadi tiga:
a. Objek empiris yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada dan dapat ditangkap
oleh indra lahir dan indera batin
b. Objek ideal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada
berkat akal.
c. Objek transendal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada tetapi berada
diluar jangkauan pemikiran dan perasaan manusia.
Pengetahuan adalah tanggapan subjek terhadap objek yang diketahui dengan
demikian tanggapan merupakan penilaian subjek terhadap objek. Oleh karena itu dalam
hal ini kebenaran ada dua sisi:
a. Benarnya fakta(bukti) adalah kebenaran objek (diluar dunia)
b. Benarnya ide (tanggapan) adalah kebenaran subjek (di dunia luar)
Fakta bersifat objektif, sehingga fakta tidak dapat disalahkan atau
dipersalahkan karena memang demikian adanya sekalipun negatif. Oleh karena itu ada
dua kemungkinan yang terjadi yaitu faktanya benar dan tanggapan subjek benar dan
faktanya benar dan tanggapan subjek salah. Dalam kebenaran ilmiah apakah kebenaran
objektif dapat diterima ? langeveld menjawab kebenaran yang sesungguhnya tidak
lepas dari gabungan subjek dan objek.
Kebenaran ini ia sebut dengan kebenaran dasar yaitu ada hubungan antara
subjek dan objek. Namun, hal ini juga dibantah, kebenaran dasar belum mencapai
tingkat dijamin ilmiah. lantas jika kebenaran sifatnya relatif apa gunanya manusia
berpengatahuan? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diingat kembali tentang teori
pengetahuan. Teori- teori itu dapat menjadi acuan bagi kebenran ilmiah.
Inti dari kebenaran ilmiah adalah penjelasan tentang objek seperti apa adanya
tanpa ada pengaruh sedikitpun oleh keadaan subjek. Objek dijelaskan dibuktikan
dengan nyata dalam keadaan tanpa ada manipulasi atau perubahan tanggapan dari
subjek. Jika terjadi manipulasi maka hal ini jelas keluar dari koridor arti kebenaran
bahwa pengetahuan tidak sesuai dengan keadaan objek, dan ini jelas terjadi kekeliruan
yang jelas pengetahuan ini tidak dapat diterima.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Artinya
pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui . jika pengetahuan
benar adalah pengetahuan obyektif. Sedangkan yang dimaksud kebenaran ilmiah adalah
kebenaran yang sesuai dengan fakta dan mengandung isi pengetahuan.
Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para filosof
bersandar kepada tiga cara untuk menguji kebenaran yaitu koresponden (yakni
persamaan dengan fakta), teori koherensi atau konsistensi dan teori pragmatis. Ketiga
teori kebenran ini kelihatannya tidakbisa dipakai sebagai pedoman untuk mengukur
kebenaran realitas sebagai objek materi pada filsafat ilmu pengetahuan karena masing-
masing mempunyai titik kelemahan. Namun secara ontologis dan epistemologis
tampaknya bisa memberikan jalan keluar bagi pemecahan persoalan yang muncul
dalam realitas itu sendiri.karena ilmu pengetahuan mempunyai aspek yang etis maka
teori koheren, korespondensi, dan pragmatis perlu dipertimbangkan secara berturut-
turut dan bersamaan.
Kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan objek. Pengetahuan
yang tidak sesuai dengan objek pandang “keliru”. Objek adalah segala hal yang dapat
diraba, disaksikan suatu yang menjadi kajian. Objek yang dikaji memiliki aspek yang
banyak dan sulit disebutkan dengan serentak. Kenyataannya manusia(subjek) hanya
mengetahui beberapa aspek dari objek.
Kebenaran ilmiah menghendaki adanya pengetahuan dapat diterima, karena
kebenaran ilmiah muncul melalui syarat-syarat ilmiah, metode ilmiah, didukung teori
yang menunjang serta didasarkan kepada data empiris dan dapat dibuktikan. Sangat
rasional jika kebenran yang semacam ini menghendaki adanya objek dikaji apa adanya
tanpa campur tangan subjek.
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.Ir Soetriono,MP ; Dr.Ir SRDm Rita Hanafi,MP. (2007). Filsafat Ilmu Dan Metode
Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.
http://www.afdhalilahi.com/2014/11/kebenaran-ilmiah.html
https://ilmufilsafat.wordpress.com/category/teori-kebenaran-dalam-perspektif-filsafat-ilmu/
http://petualanganhana.blogspot.co.id/2015/04/teori-kebenaran-koherensi-korespondensi.html
http://rizkie-library.blogspot.co.id/2015/12/teori-teori-kebenaran.html
http://rezzaresita085713.blogspot.com/2016/11/makalah-filsafat-ilmu-teori-
kebenaran.html diakses tanggal 21 november 2020

Anda mungkin juga menyukai