Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 1 Stroke

1. Bagaimana pencegahan stroke dilihat dari ilmu gizi?


Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan ;
a. Peningkatan Aktifitas fisik karena di indonesia 26,1 % Penduduk kurang aktifitas fisik
sehingga menyebabkan obesitas yang merupakan faktor penyebab stroke
b. Peningkatan perilaku hidup sehat karena 36,3% penduduk usia>15 thn yg merokok dan
perempuan usia>10 thn 1,9%
c. Penyediaan pangan sehat & percepatan perbaikan gizi karena 93,5% Penduduk>10 thn
kurang konsumsi buah & sayur yang merupakan sumber serat dan antioksidan ; 4,6%
Penduduk>10 thn minum minuman beralkohol
d. Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit
e. Peningkatan kualitas lingkungan ; dan
f. Peningkatan edukasi hidup sehat
2. Kenapa hormon esterogen dapat menurunkan resiko arterosklerosis?
Wanita memiliki hormon estrogen yang dapat meningkatkan kadar HDL sehingga hormon
estrogen merupakan hormon protektif pada wanita yang berfungsi menurunkan kadar
kolesterol LDL. Estrogen menjaga elastisitas pembuluh darah, termasuk pembuluh darah
jantung, sehingga wanita terlindungi dari pembentukan plak aterosklerosis yang menjadi awal
dari serangan jantung. Namun, perlindungan ini menurun ketika kadar estrogen berkurang
seiring dengan meningkatnya usia, apalagi setelah masa menopause.
3. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada subjek?
Data dikumpulkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan klinis dengan pemeriksaan
neurologis terperinci bersama dengan penyelidikan yang sesuai. Kuesioner terstruktur
digunakan untuk mendapatkan data riwayat keluarga diabetes melitus, riwayat hipertensi,
penyakit dulu dan sekarang, pola makan, adiksi dan pengobatan. Sampel darah diambil untuk
pemeriksaan KB, gula darah puasa dan post prandial, HbA1c yang dimana untuk mengecek
jika subjek tidak mengalami diabetes, urea darah, kreatinin serum, profil lipid puasa
(Kolesterol total serum, Trigliserida serum, Lipoprotein densitas tinggi Serum, Lipoprotein
densitas sangat rendah Serum, Lipoprotein densitas rendah serum), Elektrolit serum, EKG,
CT scan otak / MRI otak untuk memastikan agar tidak ada tumor otak dan permasalahan pada
bagian otak subjek.
4. Bagaimana keadaan pasien emboli jantung dan subaraknoid?
Pada stroke emboli penyumbatan disebabkan oleh suatu embolus yang dapat bersumber
pada arteri serebral, karotis interna, vertebra basiler, arkus aorta asendens ataupun katup serta
endokardium jantung Pendarahan subaraknoid adalah pendarahan pada ruang subaraknoid
yang umumnya terisi oleh cairan serebrospinal, misalnya sistem sisterna dan sulcii.
Pendarahan subaraknoid umumnya disebabkan oleh aneurisma (75%-80%). Namun demikian,
dapat juga disebabkan oleh trauma dan tumor.
5. Pembentukan kolesterol dalam darah sebagian besar dari metabolisme sedangkan
faktor dari asupan makanan hanya sekitar 15-20% saja. Pada penelitian tersebut
apakah kadar kolesterol dikaitkan dg asupan kolesterol atau bagaimana?
Pada penelitian ini memang dilakukan anamnesa riwayat makan subjek namun data
tersebut tidak disajikan dalam jurnal sehingga kita tidak tahu asupan atau riwayat makan
subjek pada penelitian sehingga pada penelitian ini tidak melihat pengaruh asupan terhadap
kolesterol dimana hanya menghubungkan antara peningkatan/penurunan profil lipid pada
pasien stroke dan juga peneliti ingin menunjukan bahwa pasien dengan tidak diabetes juga
memiliki risiko untuk mengalami stroke.
Kelompok 2: Diabetes Melitus dan Sistem Imun
1. Apakah tujuan penelitian ini juga mengukur probiotik?
Penelitian ini tidak bertujuan untuk mengukur probiotik saja namun bertujuan untuk
mengukur efektivitas black garlic yang dipadukan dengan probiotik, karena kedua bahan
tersebut terbukti memiliki khasiat yang baik pada pasien DM. Probiotik berkaitan dengan
diabetes melitus karena berpengaruh pada sensitifitas insulin.

2. Bisakah dijelaskan tahapan dari penelitian ini?


Penelitian ini terkesan rumit dan detail terkait pada tahap persiapan sebelum pemberian black
garlic pada sampel. Persiapan diawali dengan mempersiapkan bawang putih segar yang
kemudian difermentasi. Setelah itu proses dilanjutkan dengan pengembang biakan probiotik
dan kemudian memadukan black garlic dan probiotik. Pengukuran dilakukan pada kadar
polisakarida dalam bawang putih dan kemampuan antioksidannya dengan berbagai teknik.
1. Polisakarida
Kandungan polisakarida dalam bawang putih dideteksi dengan metode LC-MS, Fourier
Transform Infrared (FTIR) & C resonansi magnetic Nuklir (NMR).
2. Kapasitas antioksidan
Kapasitas antioksidan diukur dengan T-AOC sedangkan kemampuan menghalau radikal
bebas hidroksil didieteksi dengan metode Feton.
3. Adakah perbedaan takaran pemberian dosis?
Dalam penelitian ini tidak ada perbedaan takaran dalam pemberian black garlic. Dalam
penelitian ini peneliti ingin mengetahui perbedaan kapasitas antioksidan dan efeknya pada
pasien gestasional diabetes melitus sebelum dan setelah mengkonsumsi black garlic. Takaran
pemberian sama pada kelompok perlakuan (black garlic dan L. bulgaricus) maupun kelompok
kontrol (black garlic) yaitu 5 gram black garlic.
4. Apakah saran atau tindak lanjut dari penelitian ini?
Pemberian black garlic bisa menjadi salah satu makanan alternatif untuk kelompok
gestasional diabetes melitus namun perencanaan diet dan aktifitas fisik tetap menjadi fokus
penting yang perlu diperhatikan pada kelompok gestasional diabetes melitus.
Gestasional diabetes melitus bisa ditangani dengan pengobatan farmakologis, edukasi dan
perencanaan diet, serta aktifitas fisik. Salah satu aktifitas fisik yang nyaman dan aman untuk
dilakukan oleh ibu hamil adalah senam hamil. Senam hamil secara tidak langsung mampu
menurunkan resistensi insulin dengan cara memicu adaptasi lokal dalam otot-otot terutama
dalam meningkatkan aktifitas enzim oksidatif dan kapilarisasi dari otot sehingga mampu
meningkatkan sensitifitas insulin (Marcheya et. al. 2018).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Shepherd et. al. 2017, menunjukkan bahwa terdapat
penurunan risiko GDM dan operasi Caesar dengan kombinasi diet dan intervensi olahraga
selama kehamilan, dibandingkan dengan perawatan standar.
5. Apakah faktor asupan ibu juga dikendalikan dalam penelitian ini?
Asupan makan pada ibu hamil juga diamati selama 24 jam menggunakan metode recall.
Recall asupan dilakukan pada kelompok perlakuan dan kontrol selama trimester 1 dan 3
karena menurut penelitian perubahan berat badan pada trimester pertama mampu
mempengaruhi berat badan lahir bayi lahir sedangkan trimester 3 dipilih secara random
(Walter et. al., 2015).
6. Bagaimanakah hubungan GDM dengan kejadian makrosomia dan apa dampaknyaa
bagi ibu dan anak?
Pasien gestasional diabetes melitus mengalami resistensi insulin, sehingga glukosa dalam
dalam darah ibu gagal masuk ke sel ibu. Saat kadar glukosa darah meningkat dalam darah
maka glukosa darah ibu akan ditransfers ke janin. Kemudian janin akan menyerap glukosa
tersebut untuk proses pertumbuhannya sehingga janin akan tumbuh lebih besar. Selain itu,
hormon insulin selama kehamilan juga erat kaitannya dengan pertumbuhan janin. Selama
kehamilan, kadar glukosa darah pada ibu hamil sering kali tidak terkontrol sehingga
mengakibatkan sekresi insulin berlebihan. Hal ini sering terjadi pada trimester 2 dan 3
sehingga mampu meningkatkan resiko kejadian makrosomia. (Uta et. al. 2017).
Kelompok 3: Obesitas dan Sistem Imun
1. Obesitas oleh para pakar disebut otomatis sebagai prediabetes, mengapa?
Karena obesitas itu penumpukan lemak berlebih dan otomatis berisiko foam sel juga
tinggi sehingga mengganggu reseptor sel, maka insulin kesulitan membawa glukosa masuk ke
sel sehingga glukosa darah meningkat.
2. Hubungan orang obesitas sulit memiliki anak / infertil ?
Menurut penelitian Afrida tahun 2015, mengatakan ada hubungan antara obesitas
dengan infertilitas. Karena lemak memiliki peran penting dalam produksi dan penyimpanan
hormon reproduksi, seperti esterogen. Wanita yang kelebihan berat badan dan obesitas
memiliki kadar lemak lebih tinggi. Hal ini akan menyebabkan lebih banyak hormon estrogen
yang terbentuk. Jumlah estrogen yang berlebihan ini dapat mengganggu sistem reproduksi
wanita. Itulah sebabnya, banyak wanita yang memiliki berat badan berlebih dan obesitas
mengalami menstruasi yang tidak teratur. Selain itu juga, kelebihan berat badan dapat
menurunkan tingkat kesuksesan program bayi tabung (in vitro fertilization). Bahkan, obesitas
berkaitan dengan kondisi PCOS yang menjadi salah satu penyebab menurunnya tingkat
kesuburan wanita.
3. Bagaimana patofisiologi orang normal menuju obesitas?
 Leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan -> Sumber utama
leptin -> Jaringan adiposa yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah ->
Kemudian menembus sawar darah otak menuju hipotalamus
 Peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah
• Merangsang anorexigenic center (ventromedial hypothalamic/ VMH) di
hipotalamus
• Menurunkan produksi neuropeptide Y (NPY)
• Terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makan
 Kebutuhan energi > asupan energi
• Massa jaringan adiposa berkurang
• Terjadi rangsangan pada feeding center/ orexigenic center di hipotalamus
• Terjadi peningkatan nafsu makan dan asupan makan
4. Mengapa dinamakan obesitas android dan gynoid?
Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi:
a. Obesitas tubuh bagian atas (upper body obesity) Obesitas tubuh bagian atas merupakan
dominansi penimbunan lemak tubuh di trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan
lemak pada trunkal, yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum,
intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak
didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai “android obesity”.
Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit
kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah.
b. Obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity) Obesitas tubuh bagian bawah
merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe
obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Tipe
obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita (David D, 2004).
Kelompok 4: Hipertensi (Heat Shock) dan Imun
1. Kenapa penelitian ini menggunakan ht esensial bukan ht bawaan?
Dikarenakan peneliti ingin mengetahui penanda independen pada ht esensial yang merupakan
jenis hipertensi tanpa penyakit penyerta, yang dimana akan lebih banyak bias. Dijelaskan juga
dalam jurnal bahwa pada penelitian sebelumnya belum ada penelitian apakah ditemukan juga
ekspresi gen HSP70 yang bersirkulasi pada tingkat mRNA dan protein pada Hipertensi
esensial.
2. Kenapa meliat ekspresi gen secara semi kuantitatif itu harus dengan cDNA kenapa gak
langsung dari RNA saja?
Dikarenakan cDNA lebih stabil dibandingkan dengan RNA agar lebih mudah dianalisis.
Namun tidak ada penjelasan lebih di dalam jurnal mengapa peneliti lebih memilih
menggunakan cDNA.
3. Apakah ada tindak lanjut jurnal dari kesimpulan secara gizi?
Pada hipertensi esensial perlu dilakukan pengendalian berat badan, komposisi lemak dan
masa otot. Sedangkan untuk dietnya pemlu pembatasan lemak, natrium dan cukup kalium
(Natrium : Kalium = 1 : 3)
4. Hsp70 itu spesifikasi untuk hipertensi atau bisa digunakan untuk keadaan stress
lainnya?
Heat Shock Protein tidak hanya sebagai penanda inflamasi pada hipertensi saja. Karena semua
stress dapat menginduksi HSP, dimana HSP sendirimerupakan protein sitoproteksi yang
meawan berbagai macam stres. HSP sendiri dihasilkan karena adanya Heat Shock Response
(HSR). Dimana merupakan respon sel terhadap berbagai macam gangguan, baik bersifak
fisiologis maupun dari lingkungan.
Kelompok 5: Covid dan Imun
1. Kenapa sekarang pemerintah indonesia mengutamakan rapid antigen drpd pcr?
Karena pemerintah sedang mengencarkan untuk memutus rantai covid-19 dengan
melakukan tes yg cepat dan tepat yg tentu saja dapat membaca hasil diagnosis sementara
pasien salah satunya dengan rapid tes antigen, kenapa rapid test antigen? karena spesimen
diambil dari swab orofaring/nasofaring dan hanya dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan yang memiliki biosafety cabinet dan hasilnya cepat keluar dengan
membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit. Namun, untuk diagnistik tetap menggunakan
SWAB PCR.
2. Kenapa jumlah antibody dapat menjadi penanda prognosis pada pasien covid?
Jumlah ab (antibodi total) dapat sebagai penanda prognosis dikarenakan jumlah ab
menandakan tingkat kekritisan kondisi pasien covid sehingga dapat menandakan
prognosisnya lebih mengarah kemana apakah dubia ad sanam yaitu akan cenderung
sembuh atau dubia ad malam atau cenderung memburuk. Misalnya pasien yang nilai ab
nya sangat tinggi berarti kondisi pasien tersebut parah atau kritis sehingga prognosisinya
dubia ad malam atau cenderung memburuk.
3. Bagaimana jika hasil menunjukkan swab pcr -, antigen -, igm NR dan igGnya
reaktif?
 Bisa saja orang tersebut sudah pernah terinfeksi covid19 dan saat ini sudah sembuh.
 IgM menandakan fase akut, jadi jika igM nya NR berarti sudah tidak ada reaksi
antibodi terhdap virus di fase akut. Sedangkan igG menandakan fase kronik sehingga
mungkin masih bisa terdeteksi.
 Jadi, jika pasien yg sudah pernah terinfeksi mendapatkan hasil tes seperti itu maka bisa
dinyatakan telah sembuh jika sudah tidak bergejala
4. Jika tes antibody terdeteksi lebih dulu, kenapa pada rapid antibody tidak menjadi
patokan untuk mendiagnosis pasien ?
Sebenarnya kepastian untuk diagnosis infeksi covid ini sepenuhnya bergantung pada tes
swab atau RNA virus. Selain itu rapid antibody yang digunakanpun bukan titer Ab tetapi
IgM dan IgG. Dan dari hasil penelitian ini igM dan IgG terdeteksinya lebih lama
dibandingkan titer Ab dalam artian berarti sensitivitasnya lebih tinggi ab sehingga peneliti
ini menyarankan untuk menggabungkan tes RNA (PCR) dan antibody total untuk lebih
meningkatkan sensitivitasnya terhdap virus covid, tapi jika untuk diagnosisnya tetap
menggunakan Real Time PCR karna dia mendeteksi antigen covidnya langsung.
5. Kan habis ini kita semua akan dilakukan vaksinasi virus covid-19, apakah setelah
melakukan itu kita dapat hidup bebas atau masih tetap menjaga protocol
kesehatan?
Tetap harus menjaga kesehatan dengan salah satunya menerapkan 3M itu, vaksinasi hanya
untuk membantu tubuh kita melawan patogen seperti virus ataupun bakteri dengan cara
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan apabila ketika kekebalan tubuh kita melemah
dan kita tidak menerapkan 3M maka bisa jadi kita dapat tertular virus tersebut
6. Kenapa pemberian vaksin covid ada kriteria usianya?
Karena mayoritas kandidat vaksin di dunia saat ini baru diuji cobakan pada usia 18-59
tahun yg sehat, dan akan membutuhkan waktu uji klinis tambahan untuk bisa
mengidentifikasi kesesuaian vaksin covid-19 untuk kelompok usia lain dan dengan
penyakit penyerta. Oleh karena itu, saat ini uji klinis vaksin covid-19 dibatasi pd umur 18-
59 tahun yang merupakan kelompok usia terbanyak terpapar covid19. Pengembangan
vaksin untuk anak-anak dan >60 tahun masih direncanakan pada beberapa kandidat
vaksin.
7. Apa saja yang terdapat pada antibody total yang dimaksud pada penelitian ini?
Antibody total yang dimaksud pada penelitian ini adalah semua antibody yang terdapat
didalam tubuh.
8. Dalam hasil lab pemeriksaan PCR kan ada CT value, kenapa jika hasil dibawah 30
harus opname tetapi kalau diatas itu bisa isolasi mandiri?
Yang menentukan opname/tidak itu bukan berdasarkan CT value tapi berdasarkan
beratnya gejala dan foto thorax dari pasien. CT value menunjukan daya tular, jadi semakin
rendah CT value maka peluang pasien menularkan virus semakin besar, oleh karena itu
pasien dengan CT value yang rendah diharuskan untuk isolasi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia menyabutkan cut off
untuk CT value adalah 40.
9. Bagaimana patofisiologi virus dapat menginfeksi manusia?
Terdapat beberapa level:
• Level 1 (ringan) dimulai dari infeksi dini. Tahap awal terjadi pada saat inokulasi dan
awal pembentukan penyakit. Bagi kebanyakan orang, ini melibatkan periode inkubasi
yang terkait dengan gejala ringan dan sering nonspesifik seperti malaise, demam dan
batuk kering. Selama periode ini, Covid 19bertempat tinggal di dalam host, terutama
berfokus pada sistem pernapasan. Serupa dengan kerabat yang lebih tua, SARSCoV
(bertanggung jawab untuk wabah SARS 2002-2003), SARS-CoV-2 berikatan dengan
target menggunakan angiotensinmengkonversi enzim 2 (ACE2) reseptor pada sel
manusia. reseptor ini berlimpah hadir pada paru-paru manusia dan epitel usus kecil, serta
endotelium vaskular. Diagnosis pada tahap ini dapat dikonfirmaasi menggunakan PCR,
tes serum untuk SARS-CoV-2 IgG dan IgM, bersama dengan foto thorax, jumlah darah
lengkapdan tes fungsi hati. Tes darah lengkap dapat mengungkapkan limfopenia dan
neutrophilia tanpa kelainan yang signifikan lainnya. Pengobatan pada tahap ini terutama
ditargetkan terhadap bantuan simptomatik. Jika terapi anti-virus yang layak (seperti
remdesivir) terbukti bermanfaat digunakan untuk meminimalkan penularan dan
mencegah perkembangan keparahan. Pasien yang dapat menjaga virus terbatas pada
tahap ini COVID-19, prognosis dan pemulihan yang sangat baik.
• Level II (moderat) terdapat keterlibatan paru dengan hipoksia. Penyakit paru yang
terbentuk akibat penggandaan virus dan peradangan lokal di paru. Selama tahap ini,
pasien mengalami batuk, demam dan mungkin hipoksia (didefinisikan sebagai
PaO2/FiO2 dari < 300 mmHg). Pencitraan dengan roentgenogram dada atau CT scan
menggambarkan infiltrasi bilateral atau opasitas ground glass. Tes darah menunjukkan
meningkatnya limfopenia. Penanda peradangan sistemik meningkat, tetapi tidak begitu
signifikan, pada tahap ini sebagian besar pasien dengan COVID-19 akan perlu dirawat di
rawat inap untuk pengamatan dan manajemen dekat. Pengobatan terutama akan terdiri
dari tindakan suportif dan tersedia terapi anti-virus. Penggunaan kortikosteroid pada
pasien dengan COVID-19 dapat dihindari.Namun, jika hipoksia terjadi kemudian, ada
kemungkinan bahwa pasien akan membutuhkan ventilasi mekanik dan dalam situasi itu,
penggunaan terapi antiinflamasi seperti dengan kortikosteroid mungkin berguna dan
dapat bekerja dengan baik.
• Level III (berat) terdapat peradangan sistemik. Beberapa pasien COVID-19 akan beralih
ke tahap ketiga yang paling parah dari seluruh stadium yang sindrom hiperperadangan
sistemik ekstra-paru. Tahap ini, penanda peradangan sistemik tampak meningkat.
Penelitian telah menunjukkan bahwa sitokin inflamasi dan biomarker seperti interleukin
(Il)-2, Il-6, Il-7, faktor granulosit-koloni merangsang, makrofag protein inflamasi 1-α,
tumor nekrosis faktor-α, C-reaktif protein, feritin, dan D-dimer secara signifikan
meningkat pada pasien dengan manifestasi yang lebih parah. Bentuk mirip dengan
hemophagocytic lymphohistiocytosis (sHLH) dapat terjadi pada pasien di stadium lanjut
penyakit ini. Keterlibatan organ sistemik, bahkan dapat terjadi selama tahap ini. Terapi
disesuaikan pada kondisi pasien pada tahap ini.
Kelompok 6: Stress Oksidativ dan Imun

1. Apa dan bagaimana quality diet index dan apa maksud dari combination of quality
diet index?Apakah metode RFS sama dengan FFQ?
Ya, hampir sama. RFS adalah sebuah metode pengukuran konsumsi salah satu jenis bahan
makanan atau zat gizi dengan prinsip skoring yang hampir sama dengan FFQ/SQFFQ.
Bahan makanan yang berkaitan dengan zat gizi yang diteliti dibuat “list”. Penjelasan lebih
lanjut dapat mengunjungi laman:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5579681/#B13-nutrients-09-00888 yang
menggambarkan sedikit tentang persamaan dan perbedaan RFS dengan FFQ.

2.
Apa alasan mengambil parameter karetonoid plasma sebagai alat ukur asupan
antioksidan, kenapa bukan recall?
Didalam jurnal dikemukakan alasannya mengapa tidak mengambil recall, menurut peneliti
survei konsumsi seperti recall itu kurang sensitif untuk menggambarkan antioksidan yg
dikonsumsi, diserap, dan digunakan, sehingga peneliti lebih memilih untuk menggunakan
parameter kadar karotenoid dalam di dalam tubuh.
3. Stress oksidatif berhubungan dengan kesehatan seperti sindrom metabolik, penyakit
kardiovaskular, serta kanker, bgmn kita dapat mencegah perkembangan penyakit ini
melalui intervensi gizi?
Mencukupi kebutuhan antioksidan di dalam tubuh dengan mengonsumsi makanan tinggi
antioksidan yaitu makanan tinggi vitamin A, C, dan E yang berperan dalam memperbaiki
kondisi stress oksidatif.
- Catatan: Pemberian asam lemak tidak jenuh pada kondisi pasien jantung koroner juga perlu
diperhatikan, Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) dalam Buku Penuntun dan
Terapi Diet Edisi 3 menyatakan bahwa konsumsi asam lemak tidak jenuh hanya disarankan
10% dari total kalori karena asam lemak tak jenuh berpeluang tinggi untuk teroksidasi
didalam tubuh akibat stress oksidatif yang sering terjadi pada pasien. Pemilihan bahan
makanan dengan mengutamakan sumber protein rendah lemak seperti ikan (lebih
diutamakan untuk mengonsumsi ikan setiap hari), daging ayam tanpa kulit, serta
mengonsumsi sumber protein hewani lemak sedang yaitu tiga sampai dengan empat kali
dalam satu minggu seperti konsumsi bakso, telur ayam, daging sapi, hati ayam, telur puyuh,
dan telur bebek. Disamping itu lebih membatasi sumber protein lemak tinggi seperti kulit
ayam, jeroan, daging asap, dan makanan kaleng lainnya. Perlu diperhatikan juga untuk
mengonsumsi buah dan sayuran setiap hari, sayuran selalu dihidangkan pada piring makan
kita.
4. Stress oksidatif berhubungan dengan kesehatan seperti sindrom metabolik, penyakit
kardiovaskular, serta kanker, bgmn kita dapat mencegah perkembangan penyakit ini
melalui intervensi gizi?
- Mencukupi kebutuhan antioksidan di dalam tubuh dengan mengonsumsi makanan tinggi
antioksidan yaitu makanan tinggi vitamin A, C, dan E yang berperan dalam memperbaiki
kondisi stress oksidatif.
- Catatan: Pemberian asam lemak tidak jenuh pada kondisi pasien jantung koroner juga
perlu diperhatikan, Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) dalam Buku
Penuntun dan Terapi Diet Edisi 3 menyatakan bahwa konsumsi asam lemak tidak jenuh
hanya disarankan 10% dari total kalori karena asam lemak tak jenuh berpeluang tinggi
untuk teroksidasi didalam tubuh akibat stress oksidatif yang sering terjadi pada pasien.
Pemilihan bahan makanan dengan mengutamakan sumber protein rendah lemak seperti
ikan (lebih diutamakan untuk mengonsumsi ikan setiap hari), daging ayam tanpa kulit,
serta mengonsumsi sumber protein hewani lemak sedang yaitu tiga sampai dengan empat
kali dalam satu minggu seperti konsumsi bakso, telur ayam, daging sapi, hati ayam, telur
puyuh, dan telur bebek. Disamping itu lebih membatasi sumber protein lemak tinggi
seperti kulit ayam, jeroan, daging asap, dan makanan kaleng lainnya. Perlu diperhatikan
juga untuk mengonsumsi buah dan sayuran setiap hari, sayuran selalu dihidangkan pada
piring makan kita.
5. Apakah terjadinya resiko stress oksidatif hanya akan terjadi karena kurangnya
konsumsi sumber makanan antioksidan seperti karotenoid, atau karena peroksidasi
lipid dll? Bagaimana dengan olahraga yg berlebihan?
- Pada keadaan tertentu, produksi radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif melebihi
sistem pertahanan tubuh menyebabkan stress oksidatif. Ketika kita melakukan aktifitas
fisik/ olahraga yg berlebihan dpt menyebabkan stress oksidatif khususnya ketika olahraga
dgn intensitas tinggi. Hal tersebut karena meningkatnya proksidan karena efek
peningkatan konsumsi oksigen yg meningkat dibandingkan biasanya dan antioksidan yg
relatif tidak mencukupi. Jadi dengan meningkatnya konsumsi oksigen tersebut dapat
menyebabkan pembentuan ROS sehingga menyebabkan stress oksidatif.
6. Dari responden yg terekslusi itu kan ada karena penyakit lain, maksud dari penyakit
lain ini apa dan jelaskan?
Dalam hal ini peneliti hanya meneliti penyakit-penyakit seperti obesitas, Diabetes
mellitus, hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular/neurovaskuler atau kanker.
Selain penyakit itu peneliti mengekslusi sampel yang memiliki penyakit lain.

Anda mungkin juga menyukai