Anda di halaman 1dari 85

JURNAL KIMIA UNAND

ISSN No. 2303-3401

Volume 2 Nomor 4
November, 2013

Media untuk
mempublikasikan
hasil-hasil
penelitian seluruh
dosen dan
mahasiswa
Kimia
FMIPA
Unand

Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Andalas
Tim Editorial Jurnal Kimia Unand
Dr. Syukri
Dr. Adlis Santoni
Prof. Dr. Rahmiana Zein
Prof. Dr. Syukri Arief
Dr. Mai Efdi

Sekretariat
Sri Mulya

Alamat Sekretariat
Jurusan Kimia FMIPA Unand
Kampus Unand Limau Manis, Padang-25163
PO. Box 143, Telp./Fax. : (0751) 71 681
Website Jurnal Kimia Unand = www.jurnalsain-unand.com
Corresponding e-mail = syukri@fmipa.unand.ac.id
srimulya@rektorat.unand.ac.id
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, November
2013

DAFTAR ISI

JUDUL ARTIKEL Halaman

1. STUDI TOKSISITAS FLOROANILIN BERDASARKAN 1-8


HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR AKTIFITAS
(HKSA) BEBERAPA AMINA AROMATIS
Ridhatul Husna, Emdeniz, dan Imelda

2. PENYERAPAN ION LOGAM Cd(II) DAN Zn(II) DARI LARUTAN 9-18


MENGGUNAKAN BIJI BUAH SIRSAK (Annona muricata L)
Ayu Rahmadani, Edison Munaf, dan Rahmiana Zein

3. TRANSPOR DAN PEMEKATAN FENOL MELALUI 19-24


MEMBRAN KLOROFORM DENGAN METODA MEMBRAN
CAIR FASA RUAH SECARA DINAMIS
Aisyah Fitri, Refinel, dan Admin Alif

4. PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium 25-32


guajava L) SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA St.37 DALAM
MEDIUM ASAM KLORIDA
Ayu Kurnia Permata Sari, Yeni Stiadi, dan Emriadi

5. ISOLASI DAN KARAKTERISASI ENZIM LIPASE DARI 33-41


Aspergillus niger YANG DIGUNAKAN SEBAGAI
BIOKATALIS UNTUK PEMBUATAN BIODIESEL
Dedy Setiady, Zulkarnain Chaidir, dan Syukri

6. SEL FOTOVOLTAIK ALIRAN KONTINU DARI SISTEM KI/KI3 42-48


DENGAN MEMBRAN KERAMIK SEBAGAI PEMISAH
Diana Vanika, Admin Alif, dan Olly Norita Tetra

7. OPTIMASI PENENTUAN Fe(III) DAN Co(II) SECARA 49-57


SIMULTAN DENGAN VOLTAMMETRI STRIPPING ADSORPTIF
(AdSV) Deswati, Hamzar Suyani, dan Hinur Awa

8. STUDI SPEKTROSKOPI BLENDING GARAM TRANSISI 58-62


NIKEL(II) KLORIDA PADA ZnO DALAM
ASETONITRIL Eka Mai Sosila Detri, Admi, dan Syukri

9. PRODUKSI BIOETANOL DARI AMPAS SAGU (Metroxylon 63-68


sp) MELALUI PROSES PRETREATMENT DAN METODE
SIMULTANEOUS SACCHARIFICATION FERMENTATION
(SSF) Khairunnisah, Marniati Salim, dan Elida Mardiah

i
10. PENENTUAN Cu DAN Zn PADA BUAH APEL (Malus Sylvestris 69-74
Mill) DAN BUAH MELON (Cucumis melo L) DENGAN METODA
VOLTAMMETRI STRIPPING ADSORPTIF (AdSV)
Nur Afriyanti, Umiati Loekman, dan Yefrida

11. EFEK PENAMBAHAN SURFAKTAN CTAB PADA SINTESIS 75-79


SENYAWA ZnO/KITOSAN DAN KARAKTERISASINYA
Silvi Kurniawan, Yetria Rilda, dan Syukri Arief
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

STUDI TOKSISITAS FLOROANILIN BERDASARKAN


HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR AKTIFITAS
(HKSA) BEBERAPA AMINA AROMATIS
Ridhatul Husna, Emdeniz, dan Imelda
Laboratorium Kimia Komputasi Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: ridhatulhusna@ymail.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

A study on quantitative analysis of structure and activity relationship of aniline


derivatives had been performed by multilinear regression analysis. Structural parameters
were obtained from optimization geometry structure by using semiempiris Austin Model
1 (AM1) and Parametered Model 3 (PM3) methods while the toxic activity of the
experimental was acquired from literature. The dependent variable is toxic activity (-log
IC50) and the independent variables are polarizability (α), log P, dipole moment (μ),
ELUMO and EHOMO. Best QSAR equations based on multilinear regression analysis was
obtained from the PM3 method is as follows:

-log IC50 pred = -6.589 + 0.225 (α) - 1.201 (log P) + 0.120 (μ) - 0,709 (EHOMO) +
1.665 (ELUMO)
With regression parameters: n = 11, R2 = 0,93, SD = 0,42

Flouroaniline toxic activity (-log IC 50) at 2-floroaniline, 4-floroaniline, 3-floroaniline, 2,5-


difloroaniline, 2,4-difloroaniline, 3,4-difloroaniline, 2,4,6-trifloroaniline, 2,3-difloroaniline,
3,4,5-trifloroaniline are 3.85; 3.86; 3.97; 4.10; 4.13; 4.33; 4.34; 4.35; 4.78, respectively.

Keywords: Aromatic Amines, Toxicity, HKSA, AM1, PM3

I. Pendahuluan tentang keberadaan amina aromatis


dalam air telah banyak dilakukan1,2.
Anilin termasuk golongan senyawa
amina aromatis. Amina aromatis banyak Seiring dengan perkembangan sains
digunakan dalam jumlah besar untuk komputasi khususnya untuk pemecahan
keperluan industri pestisida, farmasi, masalah perhitungan molecular yang
plastik, dan industi zat warna. Karena berbasis kimia kuantum, kimia
sifat polaritas serta kelarutannya yang komputasi berkembang dengan cepat
tinggi dalam air, senyawa amina sebagai salah satu cabang ilmu kimia.
aromatis banyak dijumpai dalam Salah satu aplikasi dari kimia komputasi
lingkungan air. Sifat lain dari amina dalam bidang kimia medisinal adalah
aromatis yang sangat mendapat kajian analisis hubungan kuantitatif
perhatian adalah sifat toksik dan struktur dan aktivitas (HKSA). Beberapa
karsinogen. Karena sifat-sifatnya itu HKSA untuk toksisitas bahan kimia
tidaklah mengherankan jika penelitian tunggal telah dikembangkan dalam dua
dekade terakhir. Baru-baru ini, HKSA

1
juga telah digunakan dalam studi menggunakan variabel sifat fisika kimia
toksisitas bersama campuran, dan senyawa yang diperoleh dari struktur
beberapa parameter physiochemical hasil optimasi geometri menggunakan
campuran yang berasal dari percobaan metode semiempirik AM1 dan PM3..
atau perhitungan yang digunakan Tahir melaporkan muatan bersih atom
untuk memprediksi toksisitas sebagai parameter pada kajian HKSA
campuran. Netzeva melaporkan berhasil digunakan. Metode yang sama
penelitian HKSA senyawa amina juga berhasil digunakan untuk kajian
aromatis dimana melakukan analisis HKSA senyawa fenil etil amina. Metode-
terhadap Chorella vulgaris3-7. metode tersebut dapat berhasil baik
untuk memilih variabel bebas yang
Untuk analisis HKSA, diperlukan berpengaruh dan hasilnya dapat
perangkat komputasi guna proses digunakan untuk mendesain senyawa
pengumpulan deskriptor untuk analisis turunan baru11.
kemometri. Pada pengumpulan Parameter yang akan dihitung
deskriptor berupa struktur molekul untuk penelitian ini antara lain:
maka digunakan perhitungan mekanika polaritas (α), log P, momen dipol (μ),
kuantum dan dipilih metode EHOMO dan ELUMO. Hubungan kuatitatif
semiempirik AM1 dan PM33. antara variabel terikat dengan variabel
bebas diolah menggunakan metode
Berdasarkan pada parameter yang statistik multilinear menggunakan
digunakan, analisa HKSA digolongkan program SPSS (Statistical Product and
dalam 3 metode, yaitu metode Hansch, Service Solutions) for windows 17.0.
metode Free-Wilson dan metode 3
dimensi (Comparative Molecular Field Penelitian ini bertujuan untuk
Analysis (CoMFA)). Metode Hansch memperoleh hubungan kuantitatif -log
berkembang dari pemikiran bahwa IC50 dengan parameter struktural, dan
interaksi senyawa dengan reseptor untuk memprediksi nilai toksisitas (-log
terjadi karena adanya efek gaya-gaya IC50) senyawa derivat anilin yang belum
intermolekular seperti interaksi ada nilai aktivitasnya dari hasil
hidrofobik, interaksi polar, interaksi perhitungan secara eksperimen.
elektrostatik dan efek sterik senyawa.
Metode analisis Free-Wilson merupakan II. Metodologi Penelitian
prosedur alternatif dari analisis Hansch. 2.1. Bahan, Peralatan dan instrumentasi
Metode analisis yang juga disebut teori Bahan yang digunakan dalam penelitian
kontribusi gugus atau metode de novo ini ini adalah satu seri senyawa derivat
didasarkan asumsi bahwa sumbangan anilin serta nilai aktivitas toksik (-log
variasi substitusi gugus-gugus dalam IC50) yang diungkapkan dalam yang
struktur senyawa induk memberikan didapatkan dari penelitian Lu GH6.
kontribusi secara linier terhadap Alat-alat yang digunakan yaitu sebuah
aktivitas biologis. Analisis HKSA-3D perangkat keras berupa komputer
dikembangkan sebagai antisipasi dengan Perangkat keras berupa
permasalahan yang terdapat pada komputer dengan processor
metode Hansh, yaitu senyawa-senyawa Intel® AtomTM CPU N2800 1.86 GHz,
enantiomer yang memiliki kuantitas memory
sifat fisikokimia yang sama, tetapi 2.00 GB. Perangkat lunak kimia
memiliki aktivitas biologis berbeda8-10. komputasi: program Hyperchem™ for
windows versi 7.0. Perangkat lunak
Pada penelitian ini dilakukan analisis statistik: program Statistical Package for
studi toksisitas berdasarkan analisis Service Solutions (SPSS) for Windows
Hansch, dimana toksisitas merupakan versi 17.0.
variabel tak bebas sebagai fungsi dari
struktur elektronik. Analisis ini
analisis regresi linier menggunakan
Tabel 1. Nilai Aktivitas Toksik Senyawa perangkat lunak SPSS 17 dengan
Anilin dan Derivat Anilin6. metode enter. Selanjutnya dari 5
Toksisitas variabel bebas yang tersedia dibuat
No Molekul Bakteri variasi variabel bebas, sehingga akan
(mol/L)
didapatkan beberapa bentuk alternative
1 Anilin 3,66 model persamaan. Untuk setiap model
2 2-kloroanilin 3,68 persamaan alternatif didapat beberapa
3 3-kloroanilin 3,83 parameter statistik seperti R, R2, SD dan
F. Dari semua bentuk persamaan yang
4 4-kloroanilin 3,90
didapatkan dipilih beberapa persamaan
5 4-bromoanilin 3,88 yang dianggap baik berdasarkan nilai
6 2,4-dikloroanilin 4,11 parameter statistik. Persamaan yang
diperoleh digunakan untuk menghitung
7 3,4-dikloroanilin 4,41
aktivitas toksik prediksi. Untuk
8 2,5-dikloroanilin 4,30 mengetahui kualitas dan kemampuan
9 2,4,6-trikloroanilin 4,74 memprediksi dari setiap model
persamaan, maka dihitung harga PRESS
10 2,4-dinitroanilin 4,65
(Predicted Residual Sum of Squares) nya.
11 N-metilanilin 3,36
Nilai PRESS didapatkan dari
2.2. Prosedur penelitian persamaan:
Dalam penelitian ini, untuk
menggambarkan struktur yang
sebenarnya setiap senyawa dibuat
model struktur 3D menggunakan paket
program Hyperchem. Proses selanjutnya
adalah melakukan optimasi geometri
molekul berupa minimasi energi
molekul untuk memperoleh konformasi Persamaan yang mempunyai nilai
struktur paling stabil. Perhitungan PRESS terkecil dipilih sebagai
dilakukan dengan metode semiempiris persamaan yang terbaik untuk
AM1 dan PM3 dengan RMS gradient memprediksi nilai aktivitas toksik (–log
0,001 kkal/Å mol dan maximum cycle IC50) menurut metode HKSA. Bila
500. Metode optimasi dilakukan semua parameter statistik dan nilai
berdasarkan algoritma Polak-Ribiero. PRESS belum memberikan gambaran
Keadaan struktur paling stabil ditandai yang nyata untuk memilih model
dengan didapatkan energi total terbaik, maka dilakukan uji statistik
terendah. Untuk mendapatkan luaran antara nilai aktivitas toksik prediksi
data dilakukan perhitungan single point yang dihitung berdasarkan persamaan
terhadap masing-masing molekul yang model dengan nilai –log IC50 ekp yang
telah dioptimasi. Tentukan nilai tercantum pada Tabel 1.
parameter polaritas, log P, momen dipol
(μ), EHOMO, dan ELUMO. Aktivitas toksik III. Hasil dan Pembahasan
hasil eksperimen derivat anilin (-log IC 50 3.1. Optimasi senyawa anilin dan derivat
ekp) terhadap bakteri yang digunakan
anilin
sebagai variabel terikat tercantum pada Optimasi senyawa anilin dan derivat
Tabel 1. anilin didapatkan dari program
hyperchem dengan menggunakan
Tahap selanjutnya dari penelitian ini metode semiempiris AM1 Dan PM3.
adalah menentukan korelasi antara Untuk menentukan variabel-variabel
aktivitas toksik hasil eksperimen (-log bebas yang akan dipilih dalam
IC50 pembentukan model persamaan HKSA
ekp) dengan masing-masing
digunakan analisis multilinear. Sardjoko
deskriptor, dihitung dengan metode
menyatakan bahwa jumlah parameter dengan menggunakan metode AM1 dan
bebas dapat dikurangi atau ditambah 12. PM3. Hasil korelasi dapat dilihat pada
Jumlah variabel bebas yang dianalisis Tabel 2 dan 3. Nilai log P memberikan
dalam penelitian ini berjumlah 5 nilai yang besar terhadap nilai aktivitas
parameter, yaitu polaritas (α), log P, toksik (–log IC50) dimana nilai
momen dipol (μ), EHomo dan ELumo yang korelasinya adalah -0,834. Besaran
dilakukan dengan HKSA properties angka korelasi yang berkisar antara 1
pada program hyperchem. sampai -1 berarti hubungan antara dua
variabel semakin kuat, sebaliknya jika
Polaritas merupakan ukuran kepolaran nilai mendekati 0 berarti hubungan
suatu senyawa. Senyawa yang bersifat kedua variabel semakin lemah13. Tanda
polar maka efek toksiknya akan semakin negatif menunjukkan arah yang
rendah atau semakin non toksik yang berlawanan atau variabel bebas
disebabkan karena senyawa tersebut berbanding terbalik dengan variabel
akan larut dalam tubuh yang dapat terikat (-log IC50). Dan µ memberikan
dikeluarkan melalui keringat atau urin. nilai korelasi yang kecil yaitu 0,482 pada
metode AM1 dan 0,502 pada metode
log P merupakan koefsien partisi n- PM3.
oktanol/air yang merupakan ukuran
kenonpolaran suatu senyawa5. Semakin Tabel 2. Koefisien korelasi antara variabel
non polar suatu senyawa maka efek bebas dan variabel terikat dengan
toksik meningkat yang disebabkan metode AM1
No. Parameter -log IC50
karena senyawa tersebut akan
1 -log IC50 1
mengendap dalam tubuh.
2 α 0,832
5 log P -0,834
Momen dipol masing-masing anilin dan
6 µ 0,482
derivat anilin berbeda-beda. Momen 7 EH -0,705
dipol bertambah dan berkurang karena 8 EL -0,811
adanya pengaruh substituen penarik
elektron. Momen dipol dipengaruhi Tabel 3. Koefisien korelasi antara variabel
oleh struktur molekul. Jika struktur bebas dan variabel terikat dengan
molekul bertambah maka momen metode PM3
dipolnya juga akan berubah. No. Parameter -log IC50
1 -log IC50 1
Pada penelitian ini juga dihitung nilai 2 α 0,832
EHOMO dan ELUMO dan didapatkan selisih 5 log P -0,834
6 µ 0,502
EHOMO dan ELUMO atau celah pita ( E). EH
7 -0,555
Semakin kecil (∆E) suatu senyawa maka 8 EL -0,744
senyawa tersebut akan semakin kurang
stabil dan toksisitasnya semakin besar. Data korelasi tersebut belum cukup kuat
untuk menjawab apakah ada atau
3.2 Korelasi Parameter Senyawa Anilin tidaknya hubungan antara variabel
dan Derivat Anilin dengan Aktivitas Toksik bebas dengan aktivitas toksik. Untuk
Analisis korelasi dilakukan untuk melihat adanya faktor lain yang
mengetahui derajat hubungan linear mempengaruhi signifikansi data perlu
antaraaktivitas toksik (–log IC50) dilakukan analisis multilinear.
senyawa anilin dengan seluruh
parameter. Dimana aktivitas toksik (–log 3.3 Penentuan Model Persamaan HKSA
IC50) bertindak sebagai variabel terikat Terbaik
dan polaritas, log P, momen dipol, EHomo Melalui perhitungan statistik analisis
dan ELumo sebagai variabel bebas.
regresi multilinear menggunakan
Analisis korelasi dilakukan terhadap
program SPSS For Windows 17.0, didapat
parameter struktural yang dihitung
model persamaan HKSA. Nilai Nilai parameter R yang mendekati 1 dan
parameter-parameter statistik (R, R , SD,
2 nilai parameter R2 0,9 atau medekati
dan F) yang didapatkan digunakan angka 1 ataupun sama dengan 1 maka
pengaruh yang diberikan variabel bebas
untuk menentukan model persamaan
terhadap variabel terikat adalah sangat
terbaik dari metode AM1 dan PM3.
baik. Pada metode AM1 nilai R yang
Kemungkinan model persamaan HKSA mendekati nilai 1 terdapat pada model
menggunakan paket program SPSS For persamaan 1, dimana R = 0,965 dan R 2 =
Windows 17.0 dapat dilihat pada Tabel 4 0,932. Begitu juga dengan metode PM3,
dan 5. nilai R yang mendekati nilai 1 terdapat
pada model persamaan 1, dengan R =
Tabel 4. Variabel bebas yang telibat dalam model
0,966 , R2 = 0,933.
persamaan metode AM1
Parameter diatas meskipun secara
No. Variabel yang terlibat PRESS statistik telah mencukupi tetapi belum
1. α, log P, µ, EH, EL 0,129311 dapat gambaran yang rill tentang
2. α, log P, µ 0,147980 kemampuan prediksi dari model
3. α, log P, µ, EH 0,168450 persamaan yang dihasilkan. Untuk
4. α, log P, EH,EL 0,143744 melihat kemampuan prediksi dari
. model persamaan yang dihasilkan dapat
Tabel 5. Variabel bebas yang telibat dalam digunakan parameter statistik lain yaitu
model persamaan metode PM3 PRESS14. Nilai uji PRESS dapat dilihat
No. Variabel yang terlibat PRESS juga pada 6. Semakin kecil nilai PRESS
1. α, log P, µ, EH, EL 0,126871 maka kemampuan memprediksi nilai
2. α, log P, µ 0,155026 aktivitas dari persamaan yang
3. α, log P, µ, EH 0,155905 dihasilkan semakin bagus3. Dari data
4. α, log P, EH, EL 0,153653 tersebut dapat dilihat bahwa nilai
5. α, log P 0,173201 PRESS yang lebih kecil terdapat pada
metode PM3 dengan nilai PRESS
sebesar 0,127 yang menyatakan bahwa
Setelah dilakukan uji PRESS pada model kemampuan persamaan yang dihasilkan
cukup baik untuk memprediksi
persamaan, didapatkan nilai PRESS
toksisitas anilin dan turunannnya.
yang terkecil pada metode AM1 dan
PM3. Selanjutnya dari dua model 3.4 Hasil Analisis Regresi Multilinear
persamaan yang terbaik dari dua Dari hasil persamaan regresi multilinear
metode semiempiris AM1 dan PM3, yang menyatakan hubungan struktur
dipilih satu model persamaan terbaik. elektronik dengan aktivitas toksik (–log
Dari Tabel 6 dapat dilihat perbedaan IC50) yang merupakan variabel terikat
dari kedua metode tersebut. dan polaritas, log P, momen dipol,
EHOMO dan ELUMO sebagai variabel bebas
Tabel 6. Persamaan terbaik AM1 dan PM3 yang dilakukan dengan metode AM1
pada model persamaan 1 dan PM3 maka dapat ditulis persamaan
HKSA sebagai berikut:
Metode Metode
No. Parameter
AM1 PM3 1. Metode AM1
1 R 0,965 0,966 -log IC50 prediksi = -8,831 + 0,206 (pol) –
2 R2 0,932 0,933
1,074 (log P) – 0,030
3 AR2 0,864 0,866
4 SD 0,420 0,421
(μ) – 1,075 (EHOMO)
5 F 13,667 13,949 + 1,318 (ELUMO)
7 PRESS 0,129 0,127 Dengan parameter regresi: n = 11, R2 =
0,932, SD = 0,420
Berdasarkan persamaan regresi
mulitilinear tersebut dapat dilihat grafik
2. Metode PM3 hubungan aktivitas toksik (-log IC50)
-log IC50 prediksi = -6,589 + 0,225 (pol) – prediksi dari senyawa anilin dan derivat
1,201 (log P) + 0,120 anilin yang disajikan pada gambar 1 dan
(μ) - 0,709 (EHOMO) 2.
+ 1,665 (ELUMO)
Dengan parameter regresi : n = 11, R 2 =
0,933, SD = 0,421

Bila ditinjau dari harga R2 pada metode


PM3 yaitu sebesar 0,933 yang hampir
menunjukkan hubungan yang lebih
kuat antara parameter struktural
senyawa anilin dan derivatnya dengan
nilai aktivitas toksik (–log IC50)
dibandingkan dengan metode AM1
yang memiliki nilai R2 adalah 0,932.
Nilai R2 untuk model hubungan yang
bersifat ideal, parameter statistik ini
sudah memenuhi kaidah HKSA secara
umum8. Sedangkan untuk standar Gambar 2. Hubungan nilai –log IC50 eksperimen
deviasi yang diperoleh dari metode dengan nilai –log IC50 prediksi
AM1 yaitu 0,420 dan pada metode PM3 senyawa anilin dan derivat
yaitu sebesar 0,421. Hal ini menyatakan anilin dengan metode PM3
bahwa penyimpangan data kedua
metode relatif kecil. Parameter yang dihitung dengan
menggunakan metode AM1, dari
Berdasarkan persamaan analisis regresi gambar 1 didapatkan persamaan
multilinear dengan metode AM1 dan regresinya yaitu y = 0,931x + 0,275
PM3 didapatkan bahwa ELUMO dengan R² = 0,932. Dan pada gambar 2
memberikan sumbangan energi yang yang data parameternya dengan
besar terhadap nilai aktivitas toksik (– menggunakan metode PM3 didapatkan
log IC50) yaitu sebesar 1,318 pada persamaan regresinya yaitu y = 0,933x +
metode AM1 dan 1,665 pada metode 0,270 dan R² = 0,933. Dari data tersebut
PM3. dapat disimpulkan bahwa metode PM3
relatif tidak berbeda dibandingkan
metode AM1.

Dari analisa parameter statistik untuk


persamaan regresi multilinear serta uji
lanjutan dengan data eksperimen
persamaan regresi linear (Gambar 1 dan
2) dapat disimpulkan metode PM3
relatif lebih baik digunakan untuk
memprediksi aktivitas toksik derivat
anilin.

Setelah didapatkan metode yang relatif


Gambar 1. Hubungan nilai –log IC50 eksperimen baik, maka diuji senyawa derivat
dengan nilai –log IC50 prediksi floroanilin yang belum ada data
senyawa anilin dan derivat eksperimennya dengan parameter
anilin dengan metode AM1 polaritas, log P, momen dipol, EHOMO
dan ELUMO yang nilai data parameternya 3,85839; 3,96501; 4,10363; 4,12618;
didapatkan setelah dihitung dengan 4,33143; 4,33386; 4,35071; 4,77633.
program Hyperchem. Setelah dihitung
parameter struktural tersebut kemudian V. Ucapan terima kasih
Ucapan terima kasih diberikan kepada
dimasukkan dalam persamaan HKSA
analis Laboratorium Kimia Komputasi
untuk parameter PM3 dan didapatkan
Jurusan Kimia FMIPA Unand.
nilai aktivitas toksik (–log IC50)
prediksinya. Nilai aktivitas toksik (–log Referensi
IC50) prediksi senyawa floroanilin dapat
dilihat pada Tabel 7. 1. Sentra Informasi Keracunan
Nasional (SIKerNas) Pusat
Tabel 7. Nilai aktivitas toksik (-log IC50 prediksi) Informasi Obat dan Makana, 2012,
senyawa floroanilin Badan BPOM RI
–log IC50 2. Wibowo, I. Y., 2001, Uji
No Senyawa Floroanilin Keberadaan Amina aromatis Hasil
prediksi

1. 2-floroanilin
Biodegradasi Zat Warna Azo,
3,84634
Bogor.
2. 3-floroanilin 3,96501
3. Puspitasari, N. S., Tahir, I., dan
3. 4-floroanilin 3,85839
4. 2,3-difloroanilin 4,35071
Mudasir, 2006, Aplikasi Principal
5. 2,4- difloroanilin 4,12618 Component Regression Untuk
6. 3,4- difloroanilin 4,33143 Analisis QSAR Senyawa
7. 2,5- difloroanilin 4,10363 Antioksidan Turunan Flavon /
8. 2,4,6-trifloroanilin 4,33386 Flavonol Menggunakan Deskriptor
9. 3,4,5-trifloroanilin 4,77633 Elektronik Hasil Perhitungan
Metode AM1, Berkala MIPA, 16 (3),
19-25.
IV. Kesimpulan 4. Lu, G. H., Yuan, X., dan Wang, C,.
Dari analisa parameter statistik untuk 2003, Quantitative Structure–
persamaan regresi multilinear antara Toxicity Relationships for
aktivitas toksik (–log IC50) dengan Substituted Aromatic Compounds
parameter struktural dan regresi linear to Vibrio fisheri. Bull Environ Contam
antara aktivitas toksik (–log IC50) Toxicol 70:832-838.
prediksi dengan aktivitas toksik (–log 5. Chao, W., Guanghua, L. U.,
IC50) eksperimen didapatkan metode Zhuyun, T., dan Xiaoling, Guo.,
PM3 relatif lebih baik dibandingkan 2008, Quantitative Structure
dengan metode AM1. HKSA toksik Activity Relationship for Joint
derivat anilin dengan parameter Toxicity of Substitued Phenols and
struktural yang didapat dengan Anilins to Scenedesmus obliquus
menggunakan metode PM3 adalah: Structure-Activity. Journal of
Environmental Sciences 20, 115-
-log IC50 prediksi = -6,589 + 0,225 (pol) – 119.
1,201 (log P) + 0,120 6. Lu, G. H., Wang, C., Wang, P. F.,
(μ) - 0,709 (EHOMO) dan Chen, Z. Y., 2009, Joint Toxicity
+ 1,665 (ELUMO) Evaluation and QSAR Modeling of
Aromatic Amines and Phenols to
Nilai aktivitas toksik senyawa Bacteria. Bull Environ Contam
floroanilin meningkat dengan urutan Toxicol 83:8-14.
berikut: 2-floroanilin, 4-floroanilin, 3- 7. Netzeva, T, I., Dearden, D, J.,
floroanilin, 2,5-difloroanilin, 2,4- Edwards, R., Worgan, A. D. P., dan
difloroanilin, 3,4-difloro anilin, 2,4,6- Cronin, M. T. D., 2004,
trifloroanilin, 2,3-difloroanilin, 3,4,5- Toxicological Evaluation and
trifloroanilin yaitu sebesar 3,84634; QSAR Modelling of Amina
Aromatic to Chorella vulgaris, Bull.
Environ. Contam. Toxicol. 73:385-
391.
8. Alim, S., Tahir, I., Pradipta, M. F.,
2000, Terapan Analisis Hansch
Pada Hubungan Struktur Dan
Toksisitas Senyawa Fenol
Berdasarkan Parameter Teoritik.
Makalah Seminar Nasional Kimia
Fisik I, Malang.
9. Tahir, I., Wijaya, K., dan
Widianingsih, D., 2003, Hubungan
Kuantitatif Struktur- Aktivitas
Antiradikal Senyawa Turunan
Flavon/Flavonol Berdasarkan
Pendekatan Free-Wilson, Makalah
Seminar Fisik III, Semarang.
10. Ari, B. S., Quantitative Structure
Activity Relationship,
elisa1.ugm.ac.
id/files/Arie_BS/EcRhowxc/HKS
A. Pdf, download pada 17 Juni
2013.
11. Tahir, I., Wijaya, K., dan
Widianingsih, D., 2003, Terapan
Analisis Hansch Untuk Aktivitas
Antioksidan Senyawa Turunan
Flavon / Flavonol, Makalah Seminar
Khemometri, Jogjakarta
12. Mudasir, Putri, I. D. P. M.,
dan Tahir, I., 2003, Analisis
Hubungan Kuantitatif Antara
Struktur Elektronik dan Aktivitas
Fungisida Turunan 1,2,4-
Thiadiazolin, Indo.J. Chem., 3 (1),
39-47.
13. Priyatno, D., 2010, Paham Analisa
Statistik Data dengan SPSS, Media
Kom, hal. 22, 55-61.
14. Syarifah, N., Iswanto, P., dan Tahir,
I., 2004, Hubungan Kuantitatif Dan
Aktivitas Antikanker Senyawa
Turunan Estradiol Hasil
Perhitungan Metode Semiempiris
AM1, Prosising Seminar Nasional
Kimia XV.
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

PENYERAPAN ION LOGAM Cd(II) DAN Zn(II) DARI LARUTAN


MENGGUNAKAN BIJI BUAH SIRSAK (Annona muricata L)

Ayu Rahmadani, Edison Munaf, dan Rahmiana Zein

Laboratorium Kimia Analisis Lingkungan Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: aiyurahmadani@gmail.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

An investigation of adsorption of metal ions Cd(II) and Zn(II) with using the seed of soursop
(Annona muricata L.) has been achieved. This work has studied some parameters, they are : pH,
contact time, stirring speed, metal ion concentration, biosorben dosage and bicomponent
solution. Langmuir and Freundlich isotherm for such process have been also determinated. The
optimum adsorption capacity of metal ion Cd(II) obtained at concentration 200 mg/L, pH 6,
biosorbent dosage 1 g, stirring speed 150 rpm, contact time 90 minutes is 3.59 mg/g. For metal
ion Zn(II), adsorption capacity obtained at pH 4, metal ion concentration 150 mg/L, contact time
30 minutes, stirring speed 150 rpm, and biosorbent dosage 1 g is 1.92 mg/g.

Keywords: abstract, sorption, metal ion, Annona muricata L

I. Pendahuluan
diatasi. Ada beberapa metoda yang
Pencemaran lingkungan yang disebabkan digunakan dalam mengatasi hal tersebut
oleh logam berat yang dilepaskan ke diantaranya adalah biodegradasi, oksidasi
lingkungan akibat kegiatan manusia seperti kimia, elektrolisis, adsorpsi, pengumpalan
kegiatan pertambangan, produksi energi kimia, dan fotokatalisis. Namun proses
dan bahan bakar, pelapisan logam, adsorpsi merupakan solusi alternativ
pengolahan air limbah dan kegiatan pengolahan limbah yang cukup efektif,
pertanian, menjadi salah satu masalah Metoda ini memiliki beberapa keunggulan
utama lingkungan di beberapa negara seperti biaya yang relatif tidak mahal,
industri1 dan 2. fleksibel, metodanya mudah untuk
dikerjakan, dapat dilakukan regenerasi dan
Air limbah banyak dihasilkan oleh industri sensitiv terhadap logam berat3.
tekstil, penyamakan kulit, kertas, karet,
kosmetik dan makanan yang dikenal Biosorpsi merupakan salah satu teknik yang
sebagai konsumen zat pewarna dan pigmen menjanjikan dalam penghilangan logam
terbanyak. Sebagian besar limbah tersebut berat di lingkungan air, dimana adsorben
bersifat karsinogenik dan mutagenik karena berasal dari bahan lignoselulosa. Pencarian
adanya kandungan bahan kimia yang teknologi baru dalam menghilangkan logam
berbahaya dalam proses pembuatannya. berat dari air limbah diarahkan pada
Oleh karena itu penghilangan bahan kimia biosorpsi, yaitu berdasarkan pada logam
berbahaya dalam limbah merupakan yang terikat pada berbagai bahan biologi.
masalah lingkungan yang penting untuk Biosorpsi berlangsung cepat dan reaksinya
reversibel. Lignoselulosa memiliki

9
kemampuan pertukaran ion dan rotary shaker (Edmund Buhler), pH meter
karakteristik penyerapan yang umum, (Metrohm, Swiss), Atomic Absorption
contohnya selulosa, hemiselulosa, pektin, Spectroscopy (AAS; Varian SpectrAA-400
lignin dan protein. Produk pertanian spectrometer), Fourier Transform Infra Red
memiliki kemampuan yang sangat (Unican Mattson Mod 7000 FTIR
bervariasi dalam menghilangkan logam dari spectrometer using KBr pellets), oven, kertas
larutan. Kemampuan bahan biologi untuk saring, erlenmeyer, labu ukur, pipet takar,
menyerap ion logam mendapat banyak pipet gondok, dan peralatan gelas
perhatian untuk dikembangkan karena laboratorium lainnya.
efisien, bagus dan teknologinya murah
untuk pengolahan air limbah dengan
konsentrasi logam yang rendah yaitu 1 2.2. Prosedur penelitian
mg/L. Dalam beberapa tahun terakhir
perhatian khusus telah difokuskan pada 2.2.1. Perlakuan awal pada biji buah sirsak
bahan penyerap alami sebagai alternatif Biji sirsak dikumpulkan kemudian dicuci
dalam penghilangan logam berat dengan dengan aquadest untuk menghilangkan
pertimbangan pada lingkungan dan pengotor. Kemudian dikeringkan anginkan.
ekonomi. Material alami tersedia dalam Setelah kering, biji dihancurkan dan digiling
jumlah besar atau produk limbah tertentu sampai halus menggunakan Cruisher dan
hasil dari industri atau pertanian memiliki Mortal Grinder. Serbuk biji sirsak kemudian
potensi sebagai bahan penyerap dengan di oven selama 40 jam pada suhu 60oC.
biaya yang murah4. Kemudian direndam dengan asam nitrat
selama 2 jam, disaring dan dicuci dengan
Biosorben dapat tersedia di alam atau dari aquadest dan kemudian dikering anginkan
limbah tanaman. Beberapa biosorben yang dan siap untuk digunakan.
telah digunakan antara lain kulit manggis1,
tongkol dan daun jagung5, alga dan 2.2.2. Penyerapan Batch
biomassa tanaman Reynoutria japonica6, Ke dalam erlenmeyer 50 mL dimasukkan
bentonite alam7, bambu8, abu ampas teh 9, sebanyak 1 gram biomassa dan
kulit durian10, biji mangga dan limbah ditambahkan 25 mL larutan Cd(NO3)2 10
kakao11 dan limbah tanaman lainnya. mg/L. Diatur pH larutan penambahan
Berdasarkan literatur di atas akan dipelajari HNO3 0.1 M atau NaOH 1 M. Kemudian
kemampuan biji buah sirsak (Annona diaduk dengan kecepatan 100 rpm selama
muricata L) sebagai biosorben ion logam 90 menit. Setelah itu disaring dan filtratnya
Cd(II) dan Zn(II). diukur konsentrasinya menggunakan AAS.
Hal yang sama dilakukan untuk larutan
II. Metodologi Penelitian Zn(NO3)2. Penyerapan dilakukan dengan
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi memvariasikan pH, waktu kontak,
kecepatan pengadukan, konsentrasi larutan,
Bahan berat biosorben serta pengaruh larutan
Bahan yang digunakan adalah biji buah bikomponen.
sirsak. Larutan standar Cd(NO3)2 dan
Zn(NO3)2 1000 mg/L, NaOH, HNO3 65% 2.2.3. Analisa data
dan aquadest. Semua reagen yang Untuk menentukan jumlah ion logam yang
digunakan merupakan produksi dari Merk terserap oleh biosorben biji buah sirsak
(Darmstad, Germany). digunakan rumus :

Alat dan instrumentasi


Alat-alat yang digunakan adalah cruisher
(Fritsch, Germany), mortal grinding (Fritsch,
Germany), timbangan analitis (Kern, ABJ),
Dimana adalah konsentrasi awal larutan penyerapan pada pH 2.0 sampai pH 4.0
(mg/L), adalah konsentrasi pada terus meningkat dan pada pH 5.0 mulai
saat setimbang (mg/L), berat biosorben menurun. Kapasitas penyerapan optimum
(g) dan adalah volume larutan (L). ion logam Zn(II) didapatkan pada pH 4.0.
Pada pH yang rendah akan mengakibatkan
permukaan dinding sel biomassa bermuatan
III. Hasil dan Pembahasan
positif, sehingga memperkecil
kemungkinannya untuk mengikat ion
3.1. Pengaruh pH Larutan terhadap Kapasitas
logam yang bermuatan positif, karena
Penyerapan Ion Logam
gugus karboksil cenderung bermuatan
Dalam metoda adsorpsi ion logam salah
netral. Sedangkan jika pH semakin tinggi
satu parameter yang di pelajari adalah pH.
akan mengakibatkan permukaan dinding
pH mempengaruhi kelarutan ion logam,
sel bermuatan negatif, sehingga gugus
konsentrasi logam yang terserap oleh
karboksil dapat mengikat kation logam
adsorben dan derajat ionisasi adsorbat serta
lebih banyak13. Hasil serupa juga
muatan gugus fungsi aktif, seperti gugus
didapatkan pada penyerapan logam Cd(II)
karboksil yang terdapat permukaan
dengan batang jagung12 dan penyerapan
biomassa12.
logam Zn(II) menggunakan serbuk daun
Fiscus Hispida 14.
0.3
3.2. Pengaruh Waktu Kontak terhadap
0.25
Kapasitas Penyerapan Logam
Waktu kontak pada proses penyerapan ion
0.2
logam sangat mempengaruhi jumlah ion
q (mg/g)

0.15 logam yang akan diserap oleh biosorben.

0.1
0.3
0.05 Cd (II)
Zn (II) 0.25

0 0.2
1 2 3 4 5 6 7 8
q (mg/g)

pH 0.15

0.1
Gambar 1 : Pengaruh pH pada penyerapan
0.05
ion logam Cd(II) dan Zn(II) Cd (II)
Zn (II)
menggunakan biji buah sirsak
(Annona muricata L.) : 25 mL 0 30 60 90 120
larutan Cd(II) dan Zn(II) Waktu kontak (menit)
dengan konsentrasi 10 mg/L,
berat biosorben 1 g, waktu Gambar 2 : Pengaruh waktu kontak pada
kontak 90 menit dan kecepatan penyerapan logam Cd(II) dan
pengadukan 100 rpm. Zn(II) menggunakan biji buah
sirsak (Annona muricata L.) :
Pada gambar 1, terlihat kapasitas 25 mL larutan Cd(II) dan
penyerapan ion logam Cd(II) pada pH 2 Zn(II) dengan konsentrasi 10
sampai pH 6 terus mengalami peningkatan mg/L, pH 6 untuk logam
dan pada pH 7.0 kapasitas penyerapan Cd(II) dan pH 4 untuk logam
mulai mengalami penurunan. Sehingga Zn(II), massa biosorben 1 g,
didapatkan kapasitas penyerapan optimum dan kecepatan pengadukan
pada pH 6. Untuk Zn(II) kapasitas 100 rpm.

11
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus 2013

Pada gambar 2, terlihat kapasitas pada kecepatan pengadukan dari 50 rpm


penyerapan ion logam cenderung sampai 150 rpm. Sedangkan untuk ion
meningkat dengan bertambahnya waktu logam Cd(II) perubahan kecepatan
kontak. Interaksi antara biosorben dengan pengadukan tidak terlalu berpengaruh
ion logam Cd(II) dan Zn(II) mencapai terhadap kapasitas penyerapan, dimana
optimum setelah waktu kontak masing- kapasitas penyerapan yang didapatkan
masing 90 menit dengan kapasitas hampir konstan. Kecepatan pengadukan
penyerapan 0.2276 mg/g dan 60 menit optimum yang didapatkan pada
dengan kapasitas penyerapan 0.2220 mg/g. penyerapan ion logam Cd(II) dan Zn(II)
Pada ion logam Zn(II) perbedaan kapasitas adalah 150 rpm dengan kapasitas
penyerapan selama 60 menit dan 30 menit penyerapan 0.240 dan 0.2261 mg/g.
sangat kecil yaitu 0.0056 mg/g. Sehingga Dengan bertambahnya kecepatan
untuk efisiensi waktu, percobaaan pengadukan terlihat bahwa kapasitas
selanjutnya digunakan waktu kontak penyerapan terhadap ion logam Cd(II) dan
selama 30 menit. Zn(II) cenderung meningkat. Ketebalan
Tingkat penyerapan logam dikaitkan lapisan biosorben dapat menurun dengan
dengan daya mengikat permukaan peningkatan kecepatan pengadukan
biosorben dan penerobosan permukaan sehingga lapisan biosorben berkurang.
biosorben. Selain itu berbagai jenis gugus
fungsi yang ada pada biosorben dengan 0.3
afinitas yang berbeda dengan ion logam
biasanya mempengaruhi penyerapan. 0.25
Gugus yang aktif biasanya akan menempati
ion logam dengan afinitas yang tinggi 0.2
q (mg/g)

terlebih dahulu15. Dimana Zn(II) memiliki


nilai afinitas yang lebih tinggi dibandingkan 0.15
dengan Cd(II) sehingga Zn(II) lebih cepat
0.1
mencapai keadaan optimum dibandingkan
dengan Cd(II). Hasil yang sama juga 0.05 Cd (II)
didapatkan pada biosorpsi logam Pb(II) dn Zn (II)
Cd(II) menggunakan Utricularia aurea
(aquatic macrophyte)16 dan penyerapan 0 50 100 150 200 250 300
yang menggunakan daun Shorea Robusta Kecepatan Pengadukan (rpm)
untuk mengadsorpsi logam berat17.

3.3. Pengaruh Kecepatan Pengadukan Gambar 3 : Pengaruh kecepatan pengadukan


terhadap Kapasitas Penyerapan Ion Logam pada penyerapan logam Cd(II)
Kecepatan pegadukan sangat berpengaruh dan Zn(II) menggunakan biji
terhadap proses penyerapan ion logam. buah sirsak (Annona muricata L.)
Dalam sistem penyerapan, kecepatan : 25 mL larutan Cd(II) dan Zn(II)
transfer larutan terhadap partikel dengan konsentrasi 10 mg/L, pH
dipengaruhi oleh ketebalan lapisan cairan 6 untuk logam Cd(II) dan pH 4
yang mengelilingi partikel tersebut untuk logam Zn(II), waktu
Ketebalan lapisan tersebut sangat kontak 90 menit untuk logam
bergantung pada kecepatan pengadukan18. Cd(II) dan 30 menit untuk logam
Pada gambar 3, terlihat bahwa kapasitas Zn(II) dengan massa biosorben
penyerapan ion logam Cd(II) dan Zn(II) 1 g.
mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya kecepatan pengadukan. Namun, dengan bertambahnya kecepatan
Penyerapan ion logam Zn(II) meningkat pengadukan menyebabkan penurunan
dari 0.2218 mg/g menjadi 0.2261 mg/g kapasitas penyerapan yang terlihat pada
gambar 6. Hasil yang sama juga didapatkan

12
pada penyerapan ion logam Pb(II) dan Penurunan jumlah ion logam yang terserap
Zn(II) menggunakan phanerochaete dengan peningkatan konsentrasi
chrysosporium19. Hasil ini juga didapatkan mengambarkan kejenuhan gugus aktif yang
pada penyerapan ion logam Cd(II) terdapat pada biosorben, hal ini
menggunakan ampas tebu18. dikarenakan jumlah ion logam semakin
banyak sementara gugus aktif yang tersedia
3.4. Pengaruh Konsentrasi Larutan terhadap tetap21.
Kapasitas Penyerapan Ion Logam
Konsentrasi ion logam Cd(II) dan Zn(II) Zn(II), hal ini disebabkan oleh
sangat berpengaruh terhadap kapasitas keelektronegatifan dari ion logam tersebut.
penyerapan. Dimana Zn(II) lebih elektronegatif
Pada gambar 4, terlihat bahwa kapasitas dibandingkan dengan Cd(II). Semakin
penyerapan ion logam Cd(II) terus elektronegatif suatu unsur maka daya tarik
mengalami peningkatan dari konsentrasi 5 inti atom terhadap elektron terluar semakin
mg/L sampai 200 mg/L. Sedangkan, pada kuat dan elektron terluar sulit untuk
ion logam Zn(II) kapasitas penyerapan juga dilepaskan. Kapasitas penyerapan optimum
mengalami peningkatan dari konsentrasi 5 dari ion logam Cd(II) dan Zn(II) didapatkan
mg/L sampai 150 mg/L. Jumlah logam pada konsentrasi 200 mg/L dan 150 mg/L.
yang terserap akan meningkat dengan Hasil yang sama dengan penelitian ini juga
meningkatnya konsentrasi awal, hal ini didapatkan pada penyerapan logam
disebabkan karena peningkatan interaksi cadmium dan seng dari larutan
elektrostatik pada ion logam dengan afinitas menggunakan aspergillus niger20.
yang rendah20.
3.5. Pengaruh Berat Biosorben terhadap
4 Kapasitas Penyerapan Ion Logam
3.5 3.5 Jumlah biosorben sangat mempengaruhi
kapasitas penyerapan ion logam, karena
3
semakin besar jumlah biosorben yang
2.5 digunakan, maka semakin banyak gugus
q (mg/g)

2 aktif yang terkandung di dalamnya, sebagai


tempat terjadinya interaksi proses
1.5
penyerapan ion logam.
1

0.5 Cd (II) Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa


Zn (II) penurunan kapasitas terjadi penurunan
0 50 100 150 200 250 300 kapasitas penyerapan pada peningkatan
Konsentrasi awal ion logam(mg/L)
jumlah biosorben. Kapasitas penyerapan
menurun dari 13.2 mg/g sampai 1.673
mg/g untuk ion logam Cd(II) dan Zn(II)
Gambar 4 : Pengaruh konsentrasi larutan dari 4.0875 mg/g sampai 1.371 mg/g dan
logam Cd(II) dan Zn(II) mengalami sedikit peningkatan sebesar
menggunakan biji buah sirsak 0.5502 mg/g kemudian turun lagi menjadi
(Annona muricata L.) : 25 mL 0.5146 mg/g. Jumlah biosorben yang tinggi
larutan Cd(II) pH 6 dan Zn(II) dapat menyebabkan aglomerisasi sel dan
pH 4, waktu kontak Cd (II) = reduksi yang berkesinambungan pada jarak
90 menit dan Zn(II) = 30 antara interseluler yang akan menghasilkan
menit, massa biosorben 1 g screen efek antara lapisan sel yang
dan kecepatan pengadukan mengarah pada perlindungan terhadap
150 rpm. gugus aktif. Penurunan kapasitas
penyerapan ion logam juga dilaporkan
Kapasitas penyerapan dari ion logam Cd(II)
lebih besar dibandingkan dengan ion logam

13
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus 2013

pada penyerapan dengan menggunakan


marine alga sebagai biosorben21. 0.75

0.6
15

q (mg/g)
Cd (II) 0.45
12 Zn (II)
(A)
0.3
9
q (mg/g)

0.15
6 Cd (II)
Zn (II)

3 0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi logam penggangu (mg/L)

0 0.5 1 1.5
Berat Biosorbent (g)
0.6
Gambar 5 : Pengaruh berat biosorben pada
penyerapan logam Cd(II) dan 0.5
Zn(II) menggunakan biji buah
sirsak (Annona muricata L.) : 25 0.4
q (mg/g)

mL larutan Cd(II) 200 mg/L (B)


0.3
dan Zn(II) 150 mg/L dengan
pH 6 untuk logam Cd(II) dan 0.2
pH 4 untuk logam Zn(II),
waktu kontak Cd(II) dan Zn(II) 0.1 Cd (II)
masing-masing 90 dan 30 menit Zn (II)
dan kecepatan pengadukan 150
rpm. 0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi logam penganggu (mg/L)

Gambar 6 : (A) Kurva bikomponen ion


3.6. Pengaruh Larutan Bikomponen terhadap logam. Konsentrasi ion logam
Kapasitas Penyerapan Ion Logam Cd(II) tetap (25 mg/l) dan
Penyerapan ion logam oleh biomaterial konsentrasi ion logam Zn(II)
sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis divariasikan yaitu 0, 10, 15,
ion logam yang terkandung dalam larutan. 20 dan 25 mg/L. (B) : Kurva
Pada gambar 6 (A), terlihat pengaruh dari bikomponen ion logam.
penambahan ion logam Zn(II) dengan Konsentrasi ion logam Zn(II)
variasi konsentrasi 0-25 mg/L pada tetap (25 mg/l) dengan
penyerapan ion logam Cd(II) dengan konsentrasi ion logam Cd(II)
konsentrasi tetap yaitu 25 mg/L. divariasikan yaitu 0, 10, 15, 20
dan 25 mg/L.

Kapasitas penyerapan dari ion logam Cd(II)


mengalami sedikit kenaikan dari 0.4263
mg/g menjadi 0.56 mg/g pada konsentrasi
Zn(II) 0 – 15 mg/L dan kemudian
mengalami penurunan pada konsentrasi
Zn(II) 20 – 25 mg/L. Sedangkan Kapasitas
penyerapan logam Zn(II) dari 0-25 mg/L

14
terus mengalami peningkatan pada (mg/g), b adalah konstanta kesetimbangan
konsentrasi ion logam Cd(II) yang tetap .
Langmuir (L/mg). Kurva linearitas
Hasil ini menunjukan adanya persaingan
antara ion logam Cd(II) dan Zn(II) ketika Langmuir merupakan plot antara versus
dicampurkan.
8.
Perlakuan yang sama juga diberlakukan
untuk ion logam Zn(II), dimana konsentrasi Untuk Isoterm Freundlich dirumuskan
ion logam Zn(II) tetap (25 mg/L) dan sebagai berikut17 :
konsentrasi logam pengganggu Cd(II)
divariasikan dari 0-25 mg/L. Dari gambar 6
(B) dapat dilihat bahwa kapasitas
penyerapan dari ion logam Zn(II) hampir
konstan sedangkan konsentrasi ion logam
Cd(II) terus meningkat. Hal tersebut 40
Cd (II)
mengambarkan tidak adanya pengaruh dari Zn (II)
pencampuran ion logam Cd(II) terhadap
30
kapasitas penyerapan ion logam Zn(II).
Sejumlah tertentu biomassa akan

Ce/qe
menghasilkan jumlah dari situs aktif yang 20
terbatas, beberapa gugus aktif tersebut akan
mengalami kejenuhan akibat adanya
persaingan logam, terutama pada 10
konsentrasi yang tinggi. Selain itu juga
dipengaruhi oleh kemampuan dua ion
logam ini untuk bersaing19. 0 20 40 60 80
Ce
3.7. Penentuan Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi menunjukkan bagaimana Gambar 7 : Kurva linearitas Langmuir pada
terjadinya adsorpsi molekul yang
penyerapan ion logam Cd(II)
terdistribusi antara fasa padat dan fasa cair dan Zn(II)
sewaktu proses adsorpsi mencapai
kesetimbangan. Dalam menentukan isoterm
adsorpsi dapat digunakan beberapa model 2
diantaranya Isoterm Langmuir dan Isoterm Cd (II)
Zn (II)
Freundlich. Isoterm Langmuir 1
mengansumsikan adsorpsi pada monolayer
dan konstanta energy adsorpsi, dimana 0
ln qe

isoterm ini berkaitan dengan penyerapan


yang homogen. Sedangkan pada isoterm -1
Freundlich lebih berkaitan dengan
penyerapan yang heterogen22.
-2
Isoterm Langmuir dapat digambarkan
melalui persamaan berikut8:
-3
-1 0 1 2 3 4 5
ln Ce

Gambar 8 : Kurva linearitas Freundlich


Dimana adalah kapasitas adsorpsi pada penyerapan ion logam
(mg/g) pada kesetimbangan, adalah Cd(II) dan Zn(II)
konsentrasi pada saat setimbang (mg/L),
adalah kapasitas adsorpsi maksimum Kurva linearitas isoterm freundlich
merupakan hubungan antara ln dengan

15
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus 2013

ln . Dimana Kf merupakan konstanta dari penyerapan dan sesudah penyerapan


isotherm Freundlich. terdapat beberapa puncak yang panjang
gelombangnya tidak mengalami perubahan
Gambar 7 dan gambar 8 merupakan kurva yaitu pada panjang gelombang 2925.48 cm -1
linearitas isoterm Langmuir dan Isoterm yaitu gugus C-H sterching dan pada
Freundlich. Koefisien korelasi Langmuir (r) panjang gelombang 1743.33 cm-1 yaitu
didapatkan untuk logam Cd(II) 0.8500 dan gugus C=O keton.
Zn(II) adalah 0.9438. Nilai b yang
didapatkan yaitu 0.0113 untuk ion logam
Cd(II) dan 0.0401 untuk Zn(II). Hasil yang
didapatkan ini cukup bagus dimana
didapatkan nilai b yang < 0.1. Hasil ini juga
menunjukan kemungkinan terjadi ikatan
yang kuat antara ion logam dan biosorben.
Pada isoterm Freundlich, hubungan antara
versus ln menghasilkan garis lurus
dengan koefisien korelasi (r) untuk ion
logam Cd(II) dan Zn(II) masing-masing
adalah 0.8654 dan 0.9604. Dari data yang
didapatkan, antara kedua persamaan ini
didapatkan nilai (r) dari Isoterm Freunlich
yang lebih bagus dari pada pada Gambar 9 : Spektrum FTIR serbuk biji buah
isoterm Langmuir. Hal ini menunjukan sirsak sebelum penyerapan
bahwa penyerapan ion logam Cd(II) dan tetapi telah direndam dengan
Zn(II) menggunakan biji buah sirsak ini HNO3 dan sesudah
lebih mengikuti isoterm adsorpsi penyerapan ion logam.
Freundlich. Ini berarti penyerapan yang
terjadi meerupakan penyerapan yang Pada spektrum sebelum penyerapan
heterogen. Penyerapan ion logam Zn(II) terdapat gugus C-O stretching dengan
dengan tangkai jagung menunjukan data panjang gelombang 1267.25 cm-1 yang
Isoterm Freundlich yang lebih bagus mengalami perubahan panjang gelombang
dibandingkan data Isoterm Langmuir12. menjadi 1048.12 cm-1. Dari spektrum diatas
Hasil yang sama juga didapatkan pada dapat disimpulkan bahwa kemungkinan ion
penyerapan ion logam Cd(II) menggunakan logam terikat pada gugus O-H dan gugus C-
kulit buah pomelo23. O sterching. Gugus O-H merupakan gugus
fungsional terionisasi yang mampu
3.8. Analisa Gugus Fungsi dari Biji berinteraksi dengan kation. Hal ini
Buah Sirsak menggunakan FTIR menunjukan adanya peranan gugus fungsi
pada biomassa terhadap pengikatan dari ion
Analisa ini bertujuan untuk menentukan logam bermuatan positif23.
gugus fungsi yang terdapat di dalam biji
buah sirsak. Dimana gugus fungsi tersebut
sangat berperan sebagai tempat terjadinya IV. Kesimpulan
ikatan dengan ion logam yang akan diserap.
Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa pada Berdasarkan penelitian yang telah
serbuk biji sirsak sebelum penyerapan tetapi dilakukan dapat disimpulkan bahwa biji
telah direndam dengan HNO3 terdapat buah sirsak dapat digunakan sebagai bahan
gugus O-H pada panjang gelombang penyerap dari ion logam Cd (II) dan Zn (II).
3342.03 cm-1. Setelah dilakukan penyerapan Kapasitas penyerapan optimum ion logam
puncak O-H bergeser menjadi 3284.18 cm -1 Cd (II) didapatkan pada pH = 6, waktu
dan 3561.88 cm-1. Pada spektrum sebelum kontak 90 menit, kecepatan pengadukan 150

16
rpm, massa biosorben 1 g dengan Solution Using Algae And Plant
konsentrasi awal 200 mg/L sebesar 3.596 Biomass, Nova Biotechnologica.
mg/g. Sedangkan untuk ion logam Zn (II) 7. F, Ghomri., A, Lahsini., A, Laajeeb and
didapatkan pada pH = 4, waktu kontak 30 Addaou A., 2013, The Removal of
menit, kecepatan pengadukan 150 rpm, Heavy Metal Ions (Copper, Zinc, Nickel
massa biosorben 1 g dengan konsentrasi and Cobalt) by Natural Bentonite,
awal 150 mg/L sebesar 1.9215 mg/g. Larhyss Journal, ISSN 1112-3680, pp 37-
54.
8. Slaiman, Q. J. M., Haweel, C. Kh. And
Ucapan Terima Kasih Abdulmajeed, Y. R., 2010, Removal of
heavy Metals Ions from Aqueous
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Solutions Using Biosorption onto
Analis Laboratorium Kimia Analisis Bamboo, Iraqi Journal of Chemical and
Lingkungan Jurusan Kimia FMIPA, Petroleum Engineering Vol.11 No.3 : 23-
Universitas Andalas 32
9. Kuntakapun. J, Chungsiriporn, J.,
Husaiha, N, and Intamanee, J., 2010,
Referensi Adsorption of Zn(II) Metal Ion from an
Aqueous Solution Using Tea Waste
1. Zein, R., Suhaili, R., Earnestly, F., Char, The Eighth PSU Engineering
Indrawati and Munaf, E., 2010, Conference, Department of
Removal of Pb(II), Cd(II) and Co(II) ChemicalEngineering Prince of Songkla
from aqueous solution using Garcinia University, Songkhla, Thailand.
mangostana L. fruit shell, Journal of 10. Saikaew, W. and Kaewsarnz, P., 2010,
Hazardous Materials 181 : 52-56. Durian Peel as Biosorbent for Removal
2. Rejula, F. A and Dhinakaran, M., 2012. of Cadmium Ions From Aqueous
Removal of Zinc (II) by Non Living Solution, J. Environ. Res., 32 (1), 17-30.
Biomass of Agaricus Bisporus. Research 11. Olu-owolabi, B. I., Oputu, O.U.,
Journal of Recent Sciences, Vol. 1(9), 13- Adebowale, K.O., Ogunsolu, O. and
17. Olujimi, O., 2012, Biosorption of Cd2+
3. Malekbala, M. R., Soultani, S.M., Yazdi, And Pb2+ Ions onto Mango Stone And
S.K., and Hosseini, S., 2012, Cocoa Pod Waste: Kinetic And
Equilibrium and Kinetic Studies of Equilibrium Studies, Scientific Research
Safranine Adsorptionon Alkali-Treated and Essays, Vol. 7(15), 1614-1629.
Mango Seed Integuments, International 12. El-sayed, G.O., Dessouki, H.A., and
Journal of Chemical Engineering and Ibrahiem, S.S. 2011. Removal of Zn(II),
Application Vol. 3, No.3. Cd(II) And Mn(II) From Aqueous
4. Osman, H. E., Badwy, R.K., Ahmad, Solutions By Adsorption On Maize
H.F., 2010, Usage of some agricultural Stalks. The Malaysian Journal of
by-products in the removal of some Analytical Sciences Vol 15 No 1 : 8 – 21.
heavy metals from industrial 13. Komari, N., Sujatmiko, 2010, Biomassa
wastewater, Journal of Phytology, 2 (3): Batang Pisang (musa paradisiaca sp)
51-62. sebagai Biosorben Cd(II), Sains dan
5. C, Igwe J., N, Ogunewe D and A, Abia Terapan Kimia, Vol. 4, No. 2, 191-201.
A. 2005. Competitive Adsorption of 14. Namdeti, R and Pulipati, K., 2013,
Zn(II), Cd(II) and Pb(II) ions from Equilibrium, Kinetic, Thermodynamic
aqueous and non-aqueous solution by Studies onBiosorption of Zinc (II) by
maize cob and husk, African-Journal of Ficus Hispida Leaf Powder. Internationa
Biotechnology, Vol.4(10), pp. 1113-1116. Research Journal of Biotechnology
6. Melcanova, I and Ruzovic, T., 2010, (ISSN:2141-5153), Vol.4(1), 15-26.
Biosorption of Zinc From Aqueous

17
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus 2013

15. Hajar, M., Biosorption of Cadmium


from Aqueous Solution using Dead
Biomass of Brown Alga Sargassum Sp.,
Amirkabir University of Technology
(Tehran Polytechnic), Tehran, Iran.
16. Yoonaiwong, W., Kaewsarn, P and
Reanprayoon, P., 2011, Biosorption of
Lead and Cadmium Ions by Non-
Living Macrophyta, Ulticularia aurea.
Sustain. Environ, Res., 1(6), 369-374.
17. Dash, S. N. And Murthy.Ch.V, R., 2010,
Preparation of Carbonaceous Heavy
Metal Adsorbent from Shorea Robusta
Leaf Litter Using Phosporic Acid
Impregnation, International Journal of
Environmental Sciences, Vol. 1, No. 3.
18. Ibrahim, S. C., Hanafiah, M. A. K. M
and Yahya, M. Z. A., 2006, Removal of
Cadmium Aqueous Solutions by
Adsorption onto Sugarcane Bagasse,
American-Eurasian J.Agric.& Environ.
Sci., 1 (3), 179-184.
19. Marandi, R., Ardejani, F.D. dan Afshar,
H. A., 2010, Biosorption of Lead (II) and
Zinc (II) ions by pre-treated biomass of
phanerochaete chrysosporium,
International Journal of Mining &
Environmental Issues, Vol.1, No.1.
20. Yun-guo, L., Ting, F., Guang-ming, Z.,
Xin, LI., Qing, T., Fei, YE., Ming, Z.,
Wei-Hua, XU dan Yu-e, H., 2006,
Removal of cadmium and zinc ions
from aqueous solution by living,
Aspergillus niger. Trans Nonferrous Met.
Soc., 16, 681-686.
21. Nessim, R. B., Bassiouny, A. R., Zaki,
H. R., Moawad, M. N dan Kandeel, K.
M., 2011, Biosorption of lead and
cadmium using marine algae.
Chemistry and Ecology, Vol. 27, No. 6,
579-594.
22. Ashraf , M. A., Mahmood, K., and
Wajid, A., 2011, Study of low cost
biosorbent for biosorption of heavy
metals. IPCBEE Vol. 9.
23. Saikaew, W., Kaewsarn, P and Saikaew,
W., 2009, Pomelo Peel : Agricultur
waste for Biosorption of Cadmium Ions
from Aqueous Solutions. World
Academy Science of Engineering and
Technology 56.

18
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

TRANSPOR DAN PEMEKATAN FENOL MELALUI MEMBRAN


KLOROFORM DENGAN METODA MEMBRAN CAIR FASA
RUAH SECARA DINAMIS

Aisyah Fitri, Refinel, dan Admin Alif

Laboratorium Foto/Elektrokimia, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: aisyah_fitri37@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

An investigation to study the transport of phenol through bulk liquid membrane with dynamic
distribution of source phase concentration has been achieved. A solution of phenol (2.5 L; 20 ppm)
was transported to a receiving phase of 25 mL NaOH 0.2 M. For 2 L phenol from source phase with
concentration 100 ppm was transported to the receiving phase 21 mL thorugh 150 mL chloroform
membrane. The same process also were done for the one with concentration of 200 and 300 ppm.
To improve the dinamica of the transport process, an aquarium pump with flux 125 mL/ minute
was used. As the result, the remain phenol concentration in the source phase are found to be 45.8%,
62.7% and 85.6% for each phenol concentration 100, 200 and 300 ppm in 24 hours. A highly
remaining amount of phenol in the source phase showed that phenol concentration with bulk
liquid membrane technique and dynamic source phase distribution was unsuccessfully done.

Keywords: phenol, bulk liquid membrane

I. Pendahuluan
Bila ditinjau dari aspek ekonomis metoda ini
Fenol merupakan salah satu bahan kimia kurang efektif karena selain membutuhkan
industri yang termasuk golongan beracun dan bahan-bahan kimia relatif banyak juga waktu
berbahaya serta bersifat karsinogenik dalam pemisahan yang lama. Oleh hal tersebut maka
tubuh manusia maupun hewan. Di dalam dicari suatu alternatif lain untuk proses
perairan, jumlah fenol yang tinggi dapat pemisahan, yang salah satunya adalah teknik
menurunkan kadar oksigen terlarut sehingga membran cair.
fenol dianggap sebagai polutan1.
Membran cair bersifat selektif permiabel
Pada hakikatnya senyawa fenol di alam dengan cara memanfaatkan pelarut organik
ditemukan dalam keadaan bercampur. Metoda tertentu yang berfungsi sebagai lintasan
pemisahan senyawa fenol dari larutan air atau transpornya. Keselektifan membran cair
campurannya yang lazim digunakan adalah terhadap komponen yang akan ditranspor
metoda ekstraksi pelarut. Metoda ini dapat diperoleh dengan menambahkan zat
didasarkan pada pemisahan ion atau molekul aditif tertentu sebagai mediator dan pengaruh
dengan cara mengekstraknya dari pelarut air kondisi operasi yang tepat saat pemakaian
ke dalam pelarut organik dan kemudian membran sehingga tidak terjadi reaksi atau
diekstraksi kembali ke dalam pelarut air. transpor bolak balik3.
Untuk itu diperlukan sekali suatu teknik
Pemanfaatan fasa cair sebagai membran untuk
pemisahan agar dapat memisahkan senyawa
memisahkan senyawa fenol dalam air tanpa
fenol dari air limbah baik sebagai air buangan
menggunakan zat pembawa telah
industri ataupun pencemaran lingkungan
dikembangkan sebelumnya oleh Refinel dkk
lainnya2.
pada tahun 1995, sedangkan pada tahun 2000,
Deryandri dkk menggunakan zat pembawa
(carrier) untuk melakukan pemisahan fenol. Ekstraksi senyawa fenol dalam air telah
19
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013
berhasil dilakukan oleh kedua peneliti dengan 2.2. Prosedur penelitian
teknik membran cair emulsi. Karena membran
2.2.1. Pembuatan Larutan Fasa Sumber
cair emulsi tidak stabil, maka pada tahun 2011,
Aziz dkk melakukan pemisahan transpor fenol Fenol ditimbang 0,2508 g (Mr = 94 g/mol)
dengan metoda membran cair fasa ruah dan dilarutkan dengan aquabides sampai
dengan jumlah fenol yang tertranspor dari fasa tanda batas dalam labu ukur 2500 mL.
sumber ke fasa penerima mencapai 93% dalam Larutan yang diperoleh adalah larutan fenol
waktu dua jam dengan perbandingan volume dengan konsentrasi 500 ppm. Dari larutan
fasa sumber dengan fasa penerima (1 : 2).
tersebut diambil sebanyak 100 mL, kemudian
Dalam sejumlah penelitian sebelumnya
perbandingan volume fasa sumber dengan ditambahkan HCl 1 N sebanyak 25 mL untuk
fasa penerima yang digunakan juga (1 : 2) 4 - 8. memberikan suasana asam, lalu diencerkan
dengan aquades dalam labu ukur 2500 mL
Pada penelitian ini dikembangkan teknik sampai tanda batas sehingga diperoleh
membran cair fasa ruah untuk pemisahan dan larutan fenol dengan konsentrasi 20 ppm.
pemekatan senyawa fenol dalam air dengan
Sedangkan untuk larutan fenol dengan
perbandingan volume fasa sumber dengan
fasa penerima (100 : 1), diharapkan akan konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm,
terjadi proses pemekatan di fasa penerima. di ambil sebanyak 400 mL, 800 mL dan 1200
Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan mL. Kemudian ditambahkan HCl 1 N
antara lain cara pembuatan yang mudah dan sebanyak 20 mL untuk memberikan suasana
praktis bahkan lebih mudah bila dibandingkan asam (pH 2), lalu dienecerkan dengan
dengan teknik emulsi membran cair,
aquades dalam labu 2000 mL.
mempunyai selektifitas dan efisiensi yang
tinggi. Selain pelarut organik dapat didaur
ulang begitupun proses ekstraksi dan ekstraksi 2.2.2. Pembuatan Fasa Membran
balik (stripping) senyawa fenol berlangsung Larutan yang digunakan sebagai fasa
dalam satu tahap sehingga memungkinkan membran adalah kloroform sebanyak 150 mL.
proses ekstraksi dengan teknik membran cair
fasa ruah ini lebih ekonomis dibandingkan 2.2.3. Pembuatan Larutan Fasa Penerima
dengan teknik ekstraksi pelarut. Ditimbang sebanyak 0,8 gram NaOH (BM = 40
g/mol) dan dilarutkan dengan akuades dalam
II. Metodologi Penelitian
labu ukur 100 mL sampai tanda batas. Larutan
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
Bahan yang digunakan pada penelitian ini fasa penerima yang diperoleh berupa NaOH
yaitu fenol (C6H5OH), kloroform (CHCl3), dengan konsentrasi 0,2 M.
natrium hidroksida (NaOH), asam klorida
(HCl), amonium hidroksida (NH4OH), buffer 2.3. Penentuan transpor fenol dengan teknik
phospat pH 6,8 (campuran K2HPO4 dan membran cair fasa ruah
Proses transpor dilakukan dengan
KH2PO4), 4-aminoantipirin, kalium ferrisianida
menyiapkan gelas piala 600 mL (diameter
(K3Fe(CN)6) serta aquades.
dalam 18,2 cm) dan dimasukkan fasa
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini membran berupa 150 mL kloroform. Dalam
adalah Spektrofotometer UV-Visible larutan fasa membran ini dicelupkan sebuah
spektronik 20 D, pH meter Hanna, Neraca tabung kaca silindris (diameter dalam 2,17
Analitik Ainsworth, sel membran cair fasa cm) dan dipipetkan larutan fasa penerima
ruah, magnetik stirer, pompa aquarium, selang NaOH 0,2 M. Secara bersamaan, diluar tabung
plastik, kran air, gelas piala 600 mL dan alat- gelas dipipetkan fasa sumber (fenol) dimana
alat gelas kimia lainnya. volume larutan yang masuk ke gelas piala
dibantu oleh pompa aquarium yang
diletakkan di dalam wadah yang berisi fasa
sumber fenol. Pada dinding bagian atas gelas
piala yang telah dilubangi dan dihubungkan
dengan selang agar fasa sumber fenol
mengalir kembali ke wadah dengan adanya
tarikan dari pompa aquarium dan terjadi pemekatan konsentrasi yaitu mulai dari
secara kontinu. Proses dilakukan dengan konsentrasi 100 ppm kemudian dilanjutkan
20
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013
dengan konsentrasi 200 dan 300 ppm.
2 mL fenol 20 ppm dimasukkan ke dalam 2
Teknis operasi dilakukan melalui pengadukan tabung reaksi. Masing-masing tabung
dengan memakai magnetik stirer pada ditambahkan 5 mL aquades dan 5 mL NaOH
kecepatan 250 rpm dengan laju alir 125 kemudian diukur nilai absorbannya dengan
mL/menit selama 2-24 jam. Setiap 2 jam fasa variasi waktu 0 dan 5 jam dengan
sumber fenol diambil untuk diukur jumlah menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
konsentrasi fenol yang terkandung di
dalamnya dengan Spektrofotometer UV-
Visible.
III. Hasil dan Pembahasan

Untuk fenol dengan konsentrasi 20 ppm, 3.1 Pengaruh variasi waktu terhadap transpor dan
teknis operasinya sama dengan fenol pemekatan fenol
konsentrasi 100, 200 dan 300 ppm dengan Dalam penelitian ini dapat diketahui
waktu transpor selama 3 jam. Rangkaian sel pengaruh variasi waktu terhadap transpor
membran cair fasa ruah sistem dinamis dapat dan pemekatan fenol untuk konsentrasi 20
dilihat pada Gambar 1. ppm di dalam fasa sumber. Maksud
pemekatan fenol disini adalah volume fenol di
fasa sumber lebih banyak dari pada volume
NaOH di fasa penerima. Penentuan
konsentrasi fenol untuk proses transpor dalam
sel membran cair dilakukan dengan metoda 4-
aminoantipirin. Hasil percobaan dapat dilihat
dari Gambar 2.

Keterangan:

1. Fasa sumber fenol


2. Fasa penerima NaOH
3. Magnetik bar
4. Membran kloroform
5. Standar
6. Kran air Gambar 2. Pengaruh variasi waktu transpor
terhadap persentase fenol di fasa
7. Pipa
sumber dan fasa penerima untuk
8. Selang plastik konsentrasi fenol awal di fasa
9. Pompa aquarium sumber 20 ppm
10. Magnetik stirer
Kondisi percobaan: Fasa sumber 2500 mL fenol 20
Gambar 1. Rangkaian sel membran cair fasa ruah ppm, pH fasa sumber 2, fasa membran 150 mL
sistem dinamis kloroform dan fasa penerima 25 mL NaOH 0,2 M,
waktu transpor 30-180 menit, kecepatan
pengadukan 250 rpm, laju alir di fasa sumber 125
mL/menit.
2.4. Uji kestabilan fenol
Dari Gambar 2 dapat dilihat perbandingan
antara persentase fenol yang tertinggal di fasa
sumber dengan persentase fenol yang masuk
ke dalam fasa penerima dengan variasi waktu
0, 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Hasil
menunjukkan bahwa persentase fenol yang
tertinggal di fasa sumber mengalami penurunan yang cukup besar yaitu pada
21
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013
waktu transpor 180 menit persentase fenol sisa
Fenol akan tertranspor secara kontinu dari
di fasa sumber 65,147% sedangkan persentase
fasa sumber ke fasa membran kemudian
fenol di dalam fasa penerima masih sangat
masuk ke fasa penerima sebagai natrium
sedikit yaitu 0,012%. Hasil penelitian ini
fenolat yang tidak stabil dalam waktu yang
berbeda jauh dengan hasil penelitian
lama. Dari penelitian optimasi pengaruh lama
sebelumnya dimana persentase fenol sisa di
pengadukan terhadap transpor fenol
fasa sumber setelah transpor selama 2 jam
sebelumnya diperoleh waktu optimum selama
sebanyak 3 % dan persentase fenol di fasa
2 jam5.
penerima cukup banyak yaitu 93 %. Hal ini
disebabkan karena berubahnya warna pada Pada penelitian ini waktu yang dibutuhkan
fasa penerima dari bening menjadi untuk transpor fenol dari fasa sumber ke fasa
kekuningan yang tidak bereaksi dengan 4- penerima untuk tujuan pemekatan larutan
aminoantipirin setelah waktu transpor lebih fenol membutuhkan waktu yang lebih lama
dari 2 jam. Hal ini menandakan fenol yang dari 2 jam. Dari Gambar 3 dapat dilihat 2 mL
berkontak dengan NaOH pada fasa penerima fenol 20 ppm dan 5 mL NaOH 0,2 M setelah
dalam waktu yang lama tidak lagi berupa dicampurkan langsung diidentifikasi
senyawa fenolat tetapi diduga telah berubah absorbannya dengan menggunakan
menjadi kuinon. Dari data ini dapat spektrofotometer UV-Vis pada panjang
disimpulkan bahwa metoda 4-aminoantipirin gelombang 287,03 nm dengan absorban 0,154.
tidak dapat digunakan untuk penentuan Kemudian campuran tersebut didiamkan
senyawa fenol yang berada dalam suasana selama 5 jam terukur absorbannya 0,126
basa bila telah berkontak cukup lama. Oleh dengan panjang gelombang yang sama.
sebab itu dilakukan uji kestabilan fenol dalam Sedangkan fenol di dalam aquabides sebelum
larutan NaOH5,9. dan sesudah pendiaman selama 5 jam
absorban yang terukur nilainya tetap sebesar
3.2. Uji kestabilan fenol di dalam NaOH 0,085 pada panjang gelombang 269,43 nm.
Uji kestabilan fenol di dalam NaOH dapat Campuran fenol dengan NaOH membentuk
dilihat dari Gambar 3.
natrium fenolat yang tidak stabil dalam waktu
yang lama. Oleh karena itu pada penelitian
selanjutnya hanya absorban di fasa sumber
yang dikur sedangkan absorban di fasa
penerima tidak diukur.

3.3. Pengaruh Variasi Waktu Transpor dan


Pemekatan Fenol Terhadap % Fenol Sisa
dalam Fasa Sumber
Transpor fenol pada proses membran cair fasa
ruah berlangsung secara difusi. Oleh karena
itu, sangat ditentukan oleh lama pengadukan.
Waktu transpor bisa ditentukan dari lamanya
pengadukan yang dilakukan dalam
mentranspor fenol dari fasa sumber ke fasa
penerima. Pengadukan ini sangat
mempengaruhi interaksi antar molekul
Gambar 3. Spektrum serapan fenol dalam larutan dengan fasa membran dalam mempercepat
NaOH 0,2 M terjadinya proses transpor. Penentuan
a. Awal
pengaruh lama pengadukan transpor fenol ini
b. Setelah disimpan selama 5 jam
dilakukan dengan variasi waktu 2-24 jam
Kondisi percobaan: Campuran 2 mL fenol 20 ppm pada konsentrasi fasa sumber yang berbeda.
dengan 5 mL NaOH 0,2 M dengan variasi lama Kondisi proses transpor menggunakan pH 2
pendiaman 0 dan 5 jam
(pH optimum) pada fasa sumber dan
konsentrasi optimum NaOH pada fasa
penerima dari penelitian terdahulu5.
3.3.1. Perbandingan Pengaruh Variasi Waktu Perbandingan pengaruh variasi waktu
Transpor Terhadap Fenol dalam Fasa terhadap konsentrasi fenol sisa dalam fasa
Sumber Konsentrasi 100, 200 dan 300 ppm sumber 100, 200 dan 300 ppm dapat dilihat

22
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013
pada Gambar 4.
(fenol) yang berkontak dengan membran
sekitar ± 329 mL sedangkan volume total fasa
sumber (fenol) sebanyak 2 L.

IV. Kesimpulan

Transpor dan pemekatan telah dilakukan


terhadap fasa sumber (fenol) dengan
konsentrasi 20, 100, 200 dan 300 ppm melalui
teknik membran cair fasa ruah. Persentase
fenol yang tertinggal di fasa sumber setelah
Gambar 4. Perbandingan pengaruh variasi waktu transpor selama 24 jam sebesar 45,765 %,
transpor terhadap persentase fenol 62,669 %, 85,561 % untuk fasa sumber (fenol)
sisa di fasa sumber untuk konsentrasi konsentrasi 100, 200 dan 300 ppm. Sedangkan
fenol awal di fasa sumber 100, 200 untuk fasa sumber (fenol) 20 ppm persentase
dan 300 ppm fenol sisa di fasa sumber 65,146 % selama
waktu transpor 3 jam. Nilai persentase fenol
Kondisi percobaan: Fasa sumber 2000 mL fenol
100,200 dan 300 ppm, pH fasa sumber 2, fasa yang cukup besar di fasa sumber ini
membran 150 mL kloroform dan fasa penerima 21 menunjukkan bahwa proses transpor dan
mL NaOH 0,2 M, waktu transpor 2-24 jam, pemekatan fenol melalui metoda membran
kecepatan pengadukan 250 rpm, laju alir di fasa cair fasa ruah dengan aliran fasa sumber
sumber 125 mL/menit. secara dinamis tidak berhasil dilakukan.

Dari Gambar 4 menunjukkan perbandingan V. Ucapan terima kasih


pengaruh variasi waktu transpor terhadap
persentase fenol di fasa sumber konsentrasi Penulis mengucapkan terima kasih kepada
100, 200 dan 300 ppm. Pada kondisi ini analis Laboratorium Elektrokimia FMIPA
didapatkan persentase fenol 100 ppm yang Universitas Andalas yang telah membantu
tertinggal di fasa sumber dalam waktu 24 jam dalam menyelesaikan penelitian ini.
sebesar 45,765 %, persentase fenol 200 ppm
yang tertinggal di fasa sumber dalam waktu 24
jam sebesar 62,669 %, persentase fenol 300
ppm ke yang tertinggal di fasa sumber dalam Referensi
waktu 24 jam sebesar 85,561 %. Dari hasil
perbandingan ketiga variasi konsentrasi fenol 1. Refinel, Kahar, Z., dan Rahmayeni, 1999,
terlihat bahwa persentase fenol yang tertinggal Optomasi Kestabilan Emulsi Sebagai
di fasa sumber yang paling besar adalah fenol Membran Cair Untuk Ekstraksi Fenol
konsentrasi 300 ppm setelah itu 200 dan 100 Dalam Air, J.Kimia Andalas, 5(2), 104 –
ppm. Hal ini disebabkan karena terbatasnya 109.
kemampuan kloroform sebagai membran cair. 2. Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar
Kemampuan membran cair ditentukan oleh Kimia Analitik, UI Press, 71-83.
konstanta distribusi fenol dalam dua pelarut 3. Mulder, M., 1991, Basic Principle of
yaitu air dan kloroform. Persentase fenol sisa Membrane Technology, Kluwer
dalam fasa sumber cukup besar yaitu > 45 %, Academic Publisher, Dordrencht, 244-
hal ini disebabkan larutan fenol yang 259.
berkontak dengan membran selama proses 4. Deryandri, 2002, Optimasi Penggunaan
transpor tidak kontinu. Volume fasa sumber N,N dimetilasetamida Sebagai Pembawa
Pada Pemisahan Fenol Dalam Air
Dengan Teknik Membran Cair Emulsi, J.
Kimia Universitas Andalas, Vol. 8 No. Hal
54 – 58.
5. Refinel, Alif, A., dan Setiawan, M. A.,
2011, Optimasi Transpor Fenol Melalui
Membran Kloroform dalam Teknik

23
Membran Cair Fasa Ruah, Prosiding
Seminar Nasional. Universitas Riau, hal 393-
399.
6. Reddy,T., R, Jayshree., S, Chandra
mouleswaran, 2010, Selective transport of
copper across a bulk liquid membrane
using 8-hydroxy quinoline as carrier, J.
Membrane Science, hal 11-15.
7. Zaharia, I., and Diaconu, I., 2012,
Transport and separation through bulk
liquid membrane of some biologic active
compounds, 53-57.
8. Kazemi, S, Y., M, Shamsipur, 2005,
Selective Transport of Lead(II) through a
Bulk Liquid Membrane Using a
Cooperative Carrier Composed of
Benzylaza-12-crown-4 and Oleic Acid, vol
6, 930-934
9. Elvers, B. Hawkins, S. and Schulz, G.,
Ullmann’s Encyclopedia of Industrial
Chemistry. Fifth,Completely Revised Edition.
Vol A19 : Parkinsonism Treatment to
Photoelectricicity.
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L)


SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA St.37
DALAM MEDIUM ASAM KLORIDA

Ayu Kurnia Permata Sari, Yeni Stiadi, Emriadi

Laboratorium Elektro/Fotokimia, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: ayu_kurniapermatasari@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

Extract of guava leaves (Psidium guajavaL) as corrosion inhibitor for steel St. 37 in hydrochloric
acid medium had been studied using weight loss, potentiodynamic polarization method and
analysis photo optic. Weight loss results showed that the corrosion rate decreases with the
addition of guava leaf extract (Psidium guajava L). Inhibition efficiency increased further with
increasing extract concentration and decrease swith increasing temperature. Value of inhibition
efficiency highest is 88.76% at a concentration of HCl 1.0N with extract concentration of 5%.
Potentiodynamic polarization showed that guava leaf extract can act as an inhibitor. Analysis
photo optic showed that the morphological differences steels immersed in solution without
inhibitor and with guava leaf extract.

Keywords : corrosion, corrosion inhibitor, Psidium guajava L, potensiodynamic polarization,


weight loss, HCl

I. Pendahuluan digunakan untuk melindungi logam dari


kerusakan korosi adalah penambahan zat
Baja banyak digunakan di sebagian besar yang dapat menginhibisi laju korosi.
industry karena harganya relatif murah dan Pengurangan laju korosi oleh inhibitor
ketersediaannya yang banyak seperti dilakukan dengan cara mengadsorpsi ion
reservoir untuk pendingin dan pipa. Korosi atau molekul pada permukaan logam,
baja ringan merupakan masalah akademik meningkatkan atau mengurangi reaksi
dan industry dasar yang telah menerima katoda atau reaksi anoda, mengurangi laju
cukup banyak perhatian. Korosi pada difusi komponen reaktan ke permukaan
struktur baja menyebabkan penurunan logam, mengurangi hambatan listrik pada
kinerja dari baja.Salah satu efek utama permukaan logam. Suatu inhibitor korosi
korosi yang berbahaya adalah pengurangan dapat menurunkan reaksi dari logam dalam
ketebalan logam yang menyebabkan berbagai medium korosif.Umumnya
hilangnya kekuatan mekanik. Oleh karena senyawa organik yang digunakan sebagai
itu, diperlukan penanganan terhadap inhibitor adalah golongan surfaktan,
pengaruh kerusakan korosi ini.1,2,3 polimer dan umumnya yang banyak
mengandung atom oksigen, nitrogen, fosfor
Pengaruh kerusakan korosi perlu ditangani dan senyawa aromatik atau mengandung
dengan baik. Salah satu metode yang ikatan rangkap.4,5,6

25
60oC.Setelah kering, baja ditimbang dan
Penggunaan bahan alam untuk hasil penimbangan dinyatakan sebagai berat
menghambat korosilogam dalam awal.
lingkungan asam dan basa yang telah
dilaporkan oleh beberapa kelompok
B. Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji
penelitian seperti penggunaan ekstrak
(Psidium guajava L)
bawang putih, ekstrak kulit buah pisang,
Daun jambu biji segardipotong kecil-kecil
dan ekstrak daun nanas. Dalam penelitian
kemudian dikering-anginkan sampai kering
inidicoba untuk mengetahui apakah ekstrak
lalu dihaluskan. Letakkan di dalam gelas
dari daun jambu biji (Psidium guajava L.)
kaca dan direndam dengan metanol.
juga dapat berperan sebagai inhibitor korosi
Campuran metanol dan daun jambu biji
yang ramah lingkungan.7,8,9,10
kering dimaserasi selama 3 hari. Ekstrak
yang didapat disaring dan diuapkan
Ekstrak daun jambu biji mengandung
pelarutnya dengan menggunakan rotary
metabolit sekunder, terdiri dari tanin,
evaporator. Ekstrak pekat yang didapat
polifenolat, flavonoid, monoterpenoid,
diletakkan ke dalam beaker gelas 100 mL
siskuiterpen, alkaloid, kuinon dan saponin.
untuk dibuat larutan inhibisi dengan
Komponen utama dari daun jambu biji
konsentrasi yang berbeda. Ekstrak pekat
adalah tanin yang besarnya mencapai 9-
daun jambu biji diuji kualitatif dengan
12%. Tanin memiliki atom O yang memiliki
FeCl3.
pasangan elektron bebas.Adanya atom O
yang mengandung pasangan elektron bebas
dapat berfungsi sebagai ligan. Dalam hal ini C.Uji Kualitatif Tanin
ligan akan membentuk senyawa kompleks Sebanyak 1 tetes ekstrak pekat daun jambu
dengan ion logam.11 biji dilarutkan dengan 5 mL akuabides.
Kemudian ditetesi dengan pereaksi spesifik
II. Metodologi Penelitian FeCl3 beberapa tetes sampai memberikan
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi perubahan warna menjadi hijau kehitaman.
Bahan yang digunakan yaitu : Baja St.37,
Daun jambu biji kering, Aseton p.a (Merck), D. Pembuatan Medium Korosif
Akuabides, sam klorida (HCl) p.a (Merck), Larutan induk 5 N HCl digunakan untuk
Metanol (C2H5OH) teknis dan Besi (III) membuat HCl dengan variasi konsentrasi
klorida (FeCl3) p.a (Merck). 0,5 N; 1,0 Ndan 1,5 N. Diencerkan dengan
akuabides dalam labu ukur 50 mL.
Peralatan yang digunakan yaitu Neraca
analitik, jangka sorong digital caliper Inoki, Sebanyak 4 buah baja yang diameternya ±
2,5 cmdan ketebalan ± 0,5 cm dimasukkan
ampelas besi, oven, Potensiostat eDAQ,
Carton Stereo Trinoculer Photo Optic, Rotary ke dalam medium korosif yang divariasikan
tersebut sebagai pengujian.
evaporator, Hotplate danalat-alat gelas.
E. Pembuatan Larutan Medium Korosif
2.2. Prosedur penelitian
DenganAdanya Penambahan Ekstrak
A.Pengerjaan Awal
DaunJambu Biji (Psidium guajava L)
Baja
Ekstrak pekat daun jambu biji yang telah
Baja berbentuk batangan dengan diameter ±
didapatkan selanjutnya divariasikan
2,5 cm dan dipotong dengan ketebalan ±0,5
konsentrasinya, yaitu 0,5%; 1,5%; 5% dari
cm. Kemudian dibersihkan dan dihaluskan
konsentrasi 10% dan variasi konsentrasi
permukaannnya dengan menggunakan
tersebut dicampur dengan larutan HCl
ampelas besi dan dibilas dengan akuabides.
konsentrasi 0,5 N; 1,0 Ndan 1,5 N.
Baja diukur diameter dan ketebalannya
Selanjutnya diencerkan dengan akuabides
kemudian direndam dalam aseton untuk
dalam labu ukur 50 mL. Sebanyak 16 buah
menghilangkan lemak yang mungkin
baja yang berukuran diameter ± 2,5 cmdan
menempel pada spesimen. Selanjutnya baja
ketebalan ± 0,5 cm dimasukkan ke dalam
dikeringkan dalam oven dengan suhu
medium korosif yang divariasikan tersebut Penambahan pereaksi FeCl3 memberikan
sebagai pengujian.
perubahan warna dari ekstrak daun jambu
biji dari warna kuning kecoklatan menjadi
F. Analisis Kehilangan Berat
biru kehitaman.Perubahan warna ini
Baja direndam dalam 50 mL larutan
menandakan adanya kandungan tanin
medium korosif HCl pada berbagai
dalam ekstrak daun jambu biji (Psidium
konsentrasi, dengan adanya penambahan
guajava L.).Senyawa metabolit sekunder
ekstrak daun jambu biji dan tanpa adanya
inilah yang diharapkan dapat berperan
ekstrak daun jambu biji dengan variasi hari
sebagai inhibitor korosi baja St.37 dalam
yaitu 1, 2, 4, 6, 8 dan 10 hari. Kemudian
medium HCl karena mengandung gugus N
dibersihkan, dicuci dan dikeringkan dalam
dan O yang dapat teradsorpsi di permukaan
oven suhu 60oC.Setelah kering, baja
baja.
ditimbang dan hasil penimbangan
dinyatakan sebagai berat akhir (m2).
3.2 Metode Kehilangan Berat
A. Pengaruh Konsentrasi HCl (N) Terhadap
G. Penentuan Energi Aktivasi Laju Korosi Baja St.37 dengan Variasi
Baja direndam konsentrasi medium HCl Waktu Perendaman
1,0N dengan adanya ekstrak 0,5% dan tanpa
adanya ekstrak. Kemudian dilakukan
variasi suhu, yaitu 30oC, 35oC, 40oC, 45oC
dan 50oC.Setelah kering, baja ditimbang dan
hasil penimbangan dinyatakan sebagai berat
akhir (m2).

H. Pengukuran Polarisasi Potensiodinamik


Elektroda yang digunakan yaitu : elektroda
Pt sebagai elektroda pembantu, elektroda
Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding,
dan baja sebagai sebagai elektroda kerja. Gambar 1. Pengaruh konsentrasi medium
Pengukuran polarisasi potensiodinamik korosif HCl terhadap laju korosi baja
dilakukan dalam medium HCl 1,0 M, St.37 dengan variasi waktu
perendaman.
medium HCl yang mengandung
konsentrasi yang berbeda dari inhibitor 0,5;
Penentuan laju kosrosi baja St.37 dalam
1,5; 5% dan medium HCl yang mengandung
medium korosif HCl dilakukan dengan
campuran konsentrasi inhibitor 0,5 ; 1,5 ;
metode kehilangan berat. Dari Gambar
5%. Ketiga elektroda dicelupkan ke dalam
1.memberikan informasi bahwa seiring
bejana berisi medium korosif HCl tanpa dan
dengan meningkatnya konsentrasi medium
dengan adanya perbedaan konsentrasi
korosif yang digunakan maka nilai laju
inhibitor.Kemudian dihubungkan dengan
korosi dari baja yang dihasilkan juga
potensiostat dan diatur potensial sehingga
semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh
diperoleh kurva hubungan antara potensial
meningkatnya jumlah ion H+ dan ion Cl-
(E) Vs arus (I).
dalam larutan yang mendegradasi baja
tersebut. Akibatnya, akan semakin banyak
I. Analisis Foto Optik
permukaan baja yang terkorosi.
Baja direndam dalam 1,0 N HCl tanpa
Peningkatan konsentrasi HCl menyebabkan
ekstrak dandengan adanya ekstrak 0,5%.
semakin banyaknya atom Fe dari baja yang
Kemudian dikeringkan dan difoto dengan
terlepas sehingga laju korosi dari baja akan
Carton Stereo Trinoculer Foto Optic.
semakin besar.
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Uji Kualitatif Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L.)
Gambar 3. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun
jambu biji terhadap laju korosi baja
St.37 dalam medium korosif HCl 0
N, 0,5 N, 1,0 N dan 1,5 N selama 48
jam waktu perendaman.

Gambar 3. memberikan informasi bahwa


nilai laju korosi baja St.37 menurun seiring
dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak
daun jambu biji yang digunakan. Hal ini
disebabkan karena inhibitor ekstrak daun
jambu biji dapat membentuk lapisan pasif
Gambar 2. Pengaruh waktu perendaman 1, 2, 4, berupa lapisan tipis atau film dipermukaan
6, 8 dan 10 hari terhadap laju korosi material yang berfungsi sebagai penghalang
baja St.37 dengan variasi konsentrasi antara logam dengan medium yang
medium HCl . korosif.Terbentuknya lapisan film ini dapat
memutus mata rantai korosi dengan
Gambar 2. diperlihatkan juga pengaruh memisahkan logam dari medium korosif.
variasi waktu perendaman terhadap laju
korosi baja St.37. Semakin lama perendaman
baja dalam medium korosif maka semakin
meningkat pula nilai laju korosinya.Akan
tetapi pada hari ke empat sampai dengan
sepuluh nilai laju korpsi baja ini cenderung
tidak berbeda jauh, bahkan ada beberapa
yang cenderung menurun.Hal ini
disebabkan karena terbentuknya karat yang
relatif lebih banyak.Karat yang terbentuk
pada permukaan baja ini mengindikasikan
makin banyak baja yang teroksidasi dan Gambar 4. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun
jambu biji (%) terhadap efisiensi
jumlah baja yang ada semakin
inhibisi korosi baja dalam
berkurang.Sehingga pada penentuan mediumkorosif HCl selama 48 jam
berikutnya yaitu analisis kehilangan berat waktu perendaman.
baja dengan penambahan inhibitor
dilakukan pada waktu perendaman 2 hari. Gambar 4. memperlihatkan pengaruh
ekstrak daun jambu biji (%) terhadap
efisiensi inhibisi (%) dengan variasi
B. Pengaruh Penambahan Inhibitor Ekstrak konsentrasi medium korosif HCl. Dari
Daun Jambu Biji (%) Terhadap Laju Korosi Baja Gambar terlihat bahwa dengan
St.37 bertambahnya konsentrasi inhibitor yang
digunakan, maka nilai efisiensi inhibisi
semakin meningkat. Nilai efisiensi inhibisi
korosi tertinggi diperoleh pada konsentrasi
medium korosif HCl 1.0 N dengan
konsentrasi ekstrak 5% yang bernilai sebesar
88.76%.

Peningkatan nilai efisiensi dan penurunan


laju korosi dengan adanya penambahan
inhibitor ekstrak daun jambu biji pada
berbagai variasi konsentrasi disebabkan
oleh adanya penyerapan molekul ekstrak
daun jambu biji pada permukaan dilakukan pada suhu ±300C, ±350C, ±400C,
baja.Peningkatan nilai efisiensi dan ±450C dan ±500C.
penurunan laju korosi ini menunjukkan
bahwa senyawa yang terdapat pada ekstrak
daun jambu biji memiliki potensi sebagai
inhibitor korosi baja St.37 dalam suatu
medium korosif.

Gambar 6. Pengaruh suhu terhadap laju korosi


dalam medium HCl 1,0 N tanpa
penambahan ekstrak dan dengan
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun penambahan ekstrak daun jambu biji
jambu biji (%) terhadap derajat 0,5%.
penutupan baja dalam medium
korosif HCl selama 48 jam waktu
Data yang diperoleh menunjukkan dengan
perendaman.
meningkatnya suhu, maka laju korosi juga
Nilai derajat penutupan permukaan pada semakin meningkat. Hal ini disebabkan
baja St.37 dilihat dari pengaruh dengan meningkatnya suhu maka energi
penambahan ekstrak dalam berbagai variasi kinetik partikel juga semakin besar sehingga
konsentrasi dalam medium korosif HCl laju korosi semakin
ditunjukkan oleh Gambar 5.Dari Gambar meningkat.
dapat dilihat bahwa nilai derajat penutupan
permukaan baja terbesar terdapat pada
konsentrasi medium korosif 1 N dengan
konsentrasi 5%, yaitu sebesar 0,88755.
Gambar 5.juga memperlihatkan bahwa
dengan bertambahnya konsentrasi inhibitor
ekstrak daun jambu biji yang diberikan
maka derajat penutupan permukaan baja
semakin bertambah pula. Hal ini
dikarenakan oleh permukaan baja hampir
seluruhnya tertutupi oleh ekstrak daun
jambu biji sehingga medium korosif
terhalang untuk merusak permukaan baja. Gambar 7. Pengaruh suhu terhadap efisiensi
inhibisi baja St.37 dalam medium
C. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Korosi korosif HCl selama 7 jam
waktuperendaman.
Dan Efisiensi Inhibisi Korosi Baja St.37
Pada Gambar 7. terlihat bahwa peningkatan
Pengukuran kehilangan berat dengan
temperatur memiliki pengaruh terhadap
adanya variasi suhu dilakukan untuk
nilai efisiensi inhibisi ekstrak daun jambu
menentukan kekuatan lapisan ekstrak
biji sebagai inhibitor korosi. Hal ini terlihat
absorbat ekstrak daun jambu biji pada
dengan penambahan ekstrak dengan
absorben permukaan baja. Pengukuran
konsentrasi 0,5% pada temperatur ±350C,
±400C, ±450C dan ±500C nilai efisiensinya
cenderung menurun. Akan tetapi pada suhu dengan permukaan baja. Data yang
350C efisiensinya meningkat, hal ini apat diperlukan untuk penentun isoterm
dikarenakan interaksi antara molekul adsorbsi ini adalah nilai derajat penutupan
ekstrak dengan permukaan baja masih permukaan (θ) dengan adanya penambahan
relatif stabil. Namun pada suhu ±400C, ekstrak daun jambu biji dalam medium
±450C dan ±500C nilai efisiensi inhibisinya asam klorida 1,0 N dan konsentrasi ekstrak
menurun, karena interaksi antara molekul daun jambu biji yang digunakan. Gambar 9.
ektrak dengan permukaan baja terganggu menunjukkan hubungan antara nilai
akibat adanya peningkatan suhu. Nilai laju konsentrasi ekstrak daun jambu biji
korosi baja dalam medium korosif HCl 1,0 terhadap nilai konsentrasi ekstrak daun
N tanpa dan dengan adanya penambahan jambu biji dibagi dengan nilai derajat
ekstrak daun jambu biji pada variasi suhu penutupan permukaan baja (C/θ). Grafik
tersebut digunakan untuk menentukan nilai yang diperoleh berupa garis lurus. Garis
energi aktivasi. lurus yang terbentuk dari gambar
memperlihatkan bahwa adsorbsi dari
Hubungan antara log v dengan 1/T inhibitor ekstrak daun jambu biji mengikuti
menghasilkan garis lurus yang terlihat pada tetapan isoterm Langmuir, yang
Gambar 8. Nilai kemiringan dari grafik mengasumsikan bahwa molekul ekstrak
tersebut menghasilkan nilai Ea/2,303R. daun jambu biji teradsorbsi membentuk
suatu lapisan pada permukaan baja.
Akibatnya, interaksi permukaan baja
dengan molekul lain berkurang.31

Gambar 8. Kurva Arrhenius 1/T (oK) terhadap


log v

Tabel 1. Nilai energi aktivasi tanpa dan dengan


adanya penambahan ekstrak daun Gambar 9.Hubungan isoterm adsorpsi Langmuir
jambu biji untuk adsorpsi ekstrak daun jambu biji
Energi Aktivasi dalam medium HCl 1,0 N
No Medium
(kJ/mol)
HCl 1,0 N 3.4Pengukuran Polarisasi Potensiodinamik
1. 108.98
HCl 1,0 N + 0,5%
2. 90.66
ekstrak

Tabel 1. memperlihatkan bahwa energi


aktivasi lebih rendah dengan adanya
inhibitor dibandingkan dengan tanpa
adanya inhibitor. Hal ini menunjukkan
bahwa sistem inhibisi mengindikasikan
terjadinya mekanisme adsorpsi kimia.
Gambar 10. Kurva polarisasi potensiodinamik
ada dan tanpa penambahan
3.3 Isoterm adsorpsi ekstrak daun jambu biji
Isoterm adsorpsi dapat memperlihatkan
interaksi antara ekstrak daun jambu biji
Pada Gambar 10. dapat dilihat kurva larutan 1,0 N HCl + 0,5% ekstrak
polarisasi potensiodinamik tanpa dan selama 48 jam
dengan adanya penambahan ekstrak daun
jambu biji dalam medium HCl. Kurva Gambar 11(a). memperlihatkan foto
polarisasi potensiodinamik menunjukkan permukaan baja pada 100x perbesaran yang
adanya interaksi antarmuka antara larutan terlihat masih belum terkorosi karena belum
dengan elektroda. Interaksi ini adanya interaksi dengan medium korosif
menimbulkan polarisasi dan arus yang
semakin menurun. Kurva polarisasi
diekstrapolasikan dengan metode Tafel
untuk menentukan nilai arus korosi (Ikorosi),
potensial korosi (Ekorosi) dan efisiensi inhibisi
(% EI). Nilai arus korosi (Ikorosi) ini
sebanding dengan kenaikan laju korosi.
Pada Tafel flot di atas terlihat bahwa
pergeseran Ikorosi dan
Ekorosiinhibitormengarah keanodik dari
katodik dibandingkan dengan blanko.Hal
ini menandakan laju korosi baja semakin
berkurang seiring dengan meningkatnya
konsentrasi ekstrak daun jambu biji.

Tabel 2. Nilai potensial dan arus korosi baja dari


ekstrapolasi Tafel plot tanpa dan adanya
penambahan ekstrak daun jambu bijji
pada medium HCl
Konsentrasi E Ikorosi EI (%)

ekstrak (%) korosi (mA/cm2)


(mV)
0 -0.41
0.0436515 -
0,5 -0.30 0.0177827 59.2621
1,5 -0.29 0.0158489 63.6921
5 -0.28 0.0117489 73.0848

3.5 Analisis Foto Optik

a b c
Gambar 11 Hasil foto optik permukaan baja
dengan perbesaran 100x a. tanpa
perlakuan b. pada larutan 1,0 N
HCl selama 48 jam c. Pada larutan
HCl. Hal ini dapat dilihat dari bentuk
permukaan baja yang tidak berlubang dan
tidak berpori. Gambar
11(b).merupakanfoto permukaan baja yang
telah direndam dengan 1,0 N HCl. Baja
tersebut mengalami korosi yang ditandai
dengan terdapatnya karat yang berwarna
coklat dan kerusakan pada permukaan baja
dengan terbentuknya lubang-lubang besar.
Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi
dari H+ dan Cl- pada permukaan baja.
Gambar 11(c). dapat terlihat bahwa lapisan
permukaan baja yang direndam dalam
medium korosif yaitu 1,0 N HCl dengan
adanya penambahan ekstrak daun jambu
biji 0,5% tidak mengalami kerusakan yang
lebih dibandingkan baja yang direndam
dengan medium korosif saja. Hal ini
disebabkan oleh inhibitor teradsoprsi pada
permukaan baja yang membentuk suatu
lapisan pelindung sehingga hanya sedikit
dari baja yang mengalami korosi.

IV. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa nilai laju korosi baja
semakin menurun dan nilai efisiensi
inhibisi korosi baja semakin meningkat
dengan adanya ekstrak daun jambu biji
(Psidium guajava L.). Nilai efisiensi inhibisi
tertinggi adalah 88.76% pada konsentrasi
HCl 1,0 N dengan konsentrasi ekstrak 5%,
sedangkan dengan metoda polarisasi
potensiodinamik diperoleh 73.08 % dalam
medium HCl 1,0 N.Analisis polarisasi
potensiodinamik menunjukkan bahwa nilai
arus korosi menurun dari 0.0436 menjadi
0.0117 mA/cm2dengan adanya
penambahan ekstrak daun jambu biji dan
potensial korosi bergeser ke anodik.
Analisis permukaan
baja
memperlihatkan bahwa terjadinya
perubahan morfologi baja sebelum
perendaman, perendaman tanpa ekstrak
dan adanya penambahan ekstrak daun
jambu biji.

V. Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih diberikan kepada
Asisten Laboraorium Elektrokimia
Universitas Andalas yang telah membantu Mild Steel in Acid Medium, Int. J.
penulis selama penelitian berlangsung. Electrochem.Sci, 5, 978-993.
Referensi 8. Gunavathy, N. and Murugavel, S. C.,
1. Hmamou, D., Ben S. R., Zarrouk, A., 2012, Corrosion Inhibition Studies of
Hammouti, B., Al-Deyab S. S., Bazzi, Mild Steel in Acid Medium Using Musa
Lh., Zarrok, H., Chakir, A., and Bammo, Acuminata Fruit Peel Extract,E-Journal
L,2012,Corrosion Inhibition of Steel in 1 of Chemistry,9(1),487-495.
M Hydrochloric Acid Medium by
Chamomile Essential Oils.Int. J. 9. Eddy, N. O. And Ebenso, E. E., 2008,
Electrochem. Sci., 7,2361 – 2373 Adsorption and inhibitive properties of
Ethanol Extracts of Musa sapientum
2. Egbedi, N.O., Essien, K. E., Obot, I. B. Peels as a Green Corrosion Inhibitor for
and Ebenso, E. E., 2011, 1,2- Mild Steel in H2SO4, African Journal of
Diaminoanthraquinone as Corrosion
Pure and Applied Chemistry, 2 (6), 046 –
Inhibitor for Mild Steel in Hydrochloric
054
Acid: Weight Loss and Quantum
Chemical Study,Int. J. Electrochem. Sci.,
10. Ekanem, U. F., Umoren, S. A., and
6, 913 – 930
Udousoro, I. I, 2010, Inhibition of Mild
Steel Corrosion in HCl Using pineapple
3. Rizwan, H. R., 2011, Electrochemical
leaves (Ananas comosus L.) Extract, J.
Experimental Measurement of
Mater. Sci., 45, 5558 – 5566
Macrocell Corrosion Half-cell Potential
Replicating the Re-corrosion of Actual
11. Rosidah, Mahita dan Wila A., 2012,
Refurbished Works in RC
Potensi Ekstrak Daun Jambu Biji
Structures,International Journal Of
Sebagai Antibakterial Untuk
Electrochemical Science, 6,199 – 205.
Menanggulangi Serangan Bakteri
Aeromonas Hydrophila PadaIkan
4. Shyamala, M., Kasthuri, P. K., 2011, A
Gurame (Osphronemus Gouramy L),
Comparative Study of the Inhibitory
Jurnal Akuatika, III (1),19-27.
Effect of the Extracts of Ocimum
sanctum, Aeglemarmelos, and
Solanumtrilobatum on the Corrosion
ofMild Steel in Hydrochloric
AcidMedium, International Journal of
Corrosion.

5. Amitha, R., and BharathiBai, J. B., 2012,


Green Inhibitors for Corrosion
Protection of Metals and Alloys: An
Overview, Int. J. Corrosion, 380-217.

6. Ebenso, E. E. and Obor, I. B., 2010,


Quinoline and its Derivative as Effective
Corrosin Inhibitors for Mild Steel in
Acidic Medium, Int. J. Electrochem.
Sci., 5, 1574-1586.

7. Peter C., Okafor, Ebenso E. E., and


Udofot. J. E., 2010, Azadirachta
IndicaExtracts as Corrosion Inhibitor for
ISOLASI DAN KARAKTERISASI ENZIM LIPASE DARI Aspergillus niger
YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BIOKATALIS UNTUK PEMBUATAN BIODIESEL

Dedy Setiadya, Zulkarnain Chaidira, dan Syukrib

aLaboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas


bLaboratorium Kimia Material Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: dsetiady4994@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

This research is purpose to determine the ability lipase enzyme from Aspergillus niger that used to
production of biodiesel with interesterification reaction by using methyl acetate as substitution of
methanol. Production of lipase has been done by fermentation method for 24 hours. The
optimum time of fermentation to produce lipase at 12 hours. The fermentation result was
sentrifugated by 4000 rpm for 20 minutes, supernatant was taken as crude lipase enzyme. The
crude enzyme that obtained was characterized to get optimum pH and optimum temperature.
The optimum pH was 6, optimum temperature was 30 oC and the activity was 1,104 U/ml. And
then crude enzyme was fractionated by ammonium sulphate to increase lipase activity. From
variation of fractionation was obtained fractionation (80-100%) as the highest activity with 1,542
U/ml. The enzyme fractionation then conducted a preliminary test in the production of biodiesel
with interesterification reaction. The result was analyzed with GC-MS and was obtained methyl
decanoate.

Keywords : Aspergillus niger, lipase, fractionation with ammonium sulphate, biodiesel, interesterification

I. Pendahuluan yang berpotensi sebagai sumber


hidrokarbon atau sumber energi. Namun
Melihat kondisi kebutuhan manusia akan minyak tersebut tidak bisa digunakan secara
energi semakin meningkat sejalan dengan langsung karena memiliki viskositas yang
laju pertumbuhan ekonomi dan tinggi, angka setan yang rendah, adanya
pertambahan penduduk membuat manusia asam lemak bebas, volatilitas yang rendah,
berlomba-lomba dalam mengemukakan ide- adanya gum dan terbentuknya endapan
ide kreatifnya untuk menghasilkan sumber yang tinggi bila digunakan sebagai bahan
energi. Biodiesel merupakan sumber energi bakar secara langsung. Oleh karena itu,
alternatif yang dapat diperbaharui yang harus diubah ke bentuk lain yaitu menjadi
memiliki beberapa keunggulan. alkil ester (biodiesel).(2)
Keunggulan utama dari biodiesel sebagai
bahan bakar yang dapat diperbaharui yaitu Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah
memiliki emisi gas buang jauh lebih baik minyak yang berasal dari industri rumah
dibandingkan dengan menggunakan bahan tangga yang sudah tidak dapat digunakan
bakar fosil.(1) kembali. Dari segi komposisi kimianya,
minyak jelantah mengandung senyawa
Pembuatan biodiesel dari minyak nabati yang bersifat karsinogenik yang terjadi
telah banyak dikaji bahkan diproduksi selama proses penggorengan. Pengolahan
secara komersial oleh luar negeri. Minyak biodiesel dari minyak jelantah merupakan
nabati merupakan salah satu hasil tanaman cara yang paling efektif untuk menurunkan
harga jual biodiesel karena murahnya bahan Dari berbagai jenis mikroorganisme, jamur
baku yang digunakan. Selain itu Aspergillus niger dikenal secara luas sebagai
pemanfaatan limbah minyak goreng dapat sumber enzim lipase yang baik karena
juga mengatasi masalah pembuangan umumnya jamur memproduksi enzim
limbah minyak dan mengatasi masalah ekstraseluler, yang memudahkan recovery
kesehatan masyarakat.(3) enzim dari media fermentasi. Beberapa
Dalam penelitian yang dilakukan ini, jamur yang menghasilkan lipase komersial
produksi biodiesel (fatty acid methyl ester) adalah Rhizopus arrhizus, Rhizopus japanicus,
dilakukan melalui beberapa proses Mucor Miehei, Aspergillus niger, Rhizopus
diantaranya adalah produksi enzim lipase, niveus, Candida rugosa, Aspergillus terreus,
penyaringan minyak jelantah dan sintesis Penicillium sp, dan Aspergillus sp.(4)
biodiesel dengan reaksi interesterifikasi.
Enzim lipase digunakan sebagai biokatalis Reaksi interesterifikasi merupakan reaksi
untuk mempercepat terbentuknya biodiesel. pembentukan biodiesel yang tidak
Enzim lipase yang diproduksi berasal dari menggunakan alkohol sebagai penyuplai
Aspergillus niger. Lipase dari spesies gugus alkilnya. Reaksi non alkohol ini
Aspergillus seperti Aspergillus niger dan dilakukan dengan cara mengganti alkohol
Aspergillus oryzae memiliki massa molekul dengan alkil asetat, yaitu metil asetat, yang
200.000 sampai 250.000 dengan pH sama-sama berfungsi sebagai penyuplai
optimum 6,5 smapai 7,5 dapat alkil. Karena biokatalis yang digunakan
menghidrolisis minyak kelapa, minyak berasal dari enzim, maka reaksi ini
zaitun dengan yield 48-93%. Penyaringan bertujuan agar biokatalis tidak terdeaktivasi,
minyak jelantah bertujuan untuk sebab biokatalis akan mudah terdeaktivasi
menghilangkan kotoran dan sisa hasil secara cepat dan stabilitasnya dalam
penggorengan dari minyak, sehingga mengkatalisis reaksi menjadi buruk jika
didapatkan minyak yang jernih untuk mengunakan reaksi alkohol. Apabila
pembuatan biodiesel. Reaksi non alkohol biokatalis telah mengalami deaktivasi, maka
merupakan reaksi interesterifikasi, dimana biokatalis ini tidak dapat dipakai ulang. Hal
reaksi ini menggantikan fungsi metanol ini mengakibatkan produksi biaya yang
dengan metil asetat.(4,5) tinggi sehingga produksi biodiesel
menggunakan biokatalis ini belum efisien.(5)
Lipase (triasilgliserol asilhidrolase,
E.C.3.1.1.3 ) merupakan enzim yang dapat Berdasarkan penelitian yang telah
mengkatalis reaksi hidrolisis dari dilakukan oleh Du (2004) dengan
triasilgliserol menjadi asam-asam lemak melakukan pemodelan kinetika terhadap
jenuh, monogliserol dan digliserol. lipase dalam mengkatalis reaksi
Meskipun fungsi alami lipase adalah untuk interesterfikasi produksi biodiesel rute non-
mengkatalis hidrolisis dari triasilgliserol, alkohol menggunakan pemodelan Ping
lipase juga dapat berperan sebagai katalis Pong Bi Bi. Pada tahun (2005) Xu
dalam proses esterifikasi.(6) Penelitian melanjutkan penelitian oleh Du dengan
mengenai enzim lipase yang berkembang melakukan studi perbandingan antara
pada saat ini banyak ditunjukkan kepada produksi biodiesel melalui rute alkohol dan
kemampuan enzim dalam mengoptimalkan rute non-alkohol menggunakan substrat
berbagai reaksi dengan hasil produk yang minyak kedelai dan Novozym 435 sebagai
lebih sederhana. Pengoptimalan ini biokatalis, sehingga diperoleh %-yield metil
dilakukan dengan mengkarakterisasi enzim ester mencapai 92% dengan menggunakan
pada substrat, pH, maupun suhunya, rute non-alkohol. Pada tahun (2009)
sehingga didapatkan kemampuan enzim Hermansyah melakukan penelitian
lipase yang bekerja pada suhu dan pH yang produksi biodiesel dengan menggunakan
relatif ekstrim dengan menghasilkan minyak kelapa sawit dan Candida Rugosa
aktivitas yang besar. lipase terimobilisasi sebagai katalis melalui
rute non alkohol mendapatkan konversi 4000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang
trioleat yang dihasilkan sebesar 82%.(5,7,8) diperoleh merupakan crude enzim.
Kemudian hitung aktivitas enzim lipasenya.
II. Metodologi Penelitian (9,10)
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
Alat yang digunakan adalah 2.2.1.3 Pengujian aktivitas enzim lipase
spektrofotometer UV-Vis (GENESYS20), gas Pengujian aktivitas enzim dari Aspergillus
chromatograph-mass spectroscopy (GCMS- niger dilakukan dengan metoda
QP2010 Plus), autoklaf, inkubator, enkas, titrimetri.(10,11) Sebanyak 2 gram minyak
timbangan analitis, buret, shaker, water goreng sawit ditimbang dalam labu
batch shaker, hot plate, peralatan gelas, erlenmeyer 100 ml. Tambahkan 1 ml larutan
tabung reaksi, jarum ose, spiritus, mikro enzim encer hasil fermentasi yang telah
sentrifuge. disentrifuge dan 4 ml larutan buffer fosfat
0,05 M, pH 5,5; 6; 6,5; 7. Campuran diaduk
Bahan-bahan yang digunakan adalah dengan menggunakan water batch shaker
minyak kelapa sawit komersial (Tropical), selama 1 jam dan suhu divariasikan pada
jamur Apergillus niger, potatoes dextrose suhu 25oC, 30oC, 35oC, 40oC dan 45oC.
agar (PDA), aseton, natrium hidroksida Kemudian tambahkan 10 ml aseton-alkohol
(NaOH) 0,5 N, larutan buffer posfat pH 5,5; (1:1) dan diaduk hingga homogen. Ke dalam
6;6,5;7, magnesium sulfat hidrat larutan yang telah diaduk tambahkan 2-3
(MgSO4.7H2O), kalium hidrogen posfat tetes indikator pp (phenolphthalein).
(KH2PO4), dikalium hidrogen posfat Kemudian di titrasi dengan menggunakan
(K2HPO4), kalium hidroksida (KOH), asam KOH 0,05 N. Titrasi dihentikan pada saat
oksalat (H2C2O4..5 H2O), natrium nitrat warna larutan menjadi merah jambu dan
(NaNO3), yeast ekstrak, pepton, glukosa, tidak hilang. Catat volume titrasinya.
bovin serum albumin (BSA), aquades, Untuk larutan blanko dibuat dengan cara
minyak jelantah 2x pemakaian dari minyak yang sama dengan sampel, tetapi larutan
kelapa sawit komersial (Tropical). aseton–alkohol (1:1) ditambahkan pada
jam ke-0, sebelum diaduk, untuk
2.2. Prosedur penelitian mematikan enzim. Aktivitas enzim
2.2.1 Produksi dan Pengujian Aktivitas dihitung dengan rumus
Enzim Lipase
2.2.1.1 Persiapan Jamur Aspergillus niger
Jarum ose dibakar ke lampu spiritus
kemudian dibiarkan dingin setelah itu
diambil biakan Aspergillus niger yang telah Dimana : A= ml KOH untuk titrasi sampel
ada, kemudian digoreskan ke medium PDA B= ml KOH untuk titrasi blangko, 1000=
dalam tabung reaksi, ditutup dengan kapas konversi dari mmol ke µmol, 60= waktu
yang telah dibalut dengan kain kasa. Kerja reaksi
dilakukan di dalam laminar flaw dan di atas
spiritus. Didiamkan selama 5 hari. 2.2.2 Karakterisasi Enzim Lipase
Karakterisasi enzim lipase yang ditentukan
2.2.1.2 Produksi Enzim Lipase pada penelitian ini adalah suhu optimum
Aspergillus niger yang telah diremajakan dan pH optimumnya. Untuk mendapatkan
selama 5 hari dalam medium agar miring suhu optimum dilakukan pengujian
ditambahkan dengan 10 mL aquades steril. aktifitas enzim lipase dengan variasi 25 oC,
Kemudian dicampurkan dalam 100 ml 30oC, 35oC dan 40oC pada saat diinkubasi
media fermentasi dan dilakukan fermentasi selama 1 jam. Sedangkan untuk
menggunakan shaker dengan waktu mendapatkan pH optimumnya dilakukan
bervariasi 6,12,18 dan 24 jam. Hasil pengujian aktifitas enzim lipase dengan
fermentasi di sentrifugasi dengan kecepatan
penambahan buffer posfat 0,05 M dengan III. Hasil dan Pembahasan
variasi pH 5,5; 6; 6,5; 7.(12)
3.1. Peremajaan Aspergillus niger
2.2.3 Fraksinasi dan Penentuan Aktivitas Peremajaan Aspergillus niger yang dilakukan
Spesifik Enzim Lipase ini adalah untuk mendapatkan jamur yang
Supernatan yang merupakan crude enzim bagus tumbuhnya karena Aspergillus niger
ditambahkan ammonium sulfat dengan yang telah lama hidup telah mendekati fase
kejenuhan (40-60%), (60-80%), (80-100%). kematian. Disini peneliti memakai
Kemudian didinginkan dengan suhu ≤ 13 oC Aspergillus niger yang telah hidup 5 hari
dan di sentrifugasi dengan kecepatan 4.000 karena jamur ini optimum tumbuh setelah 5
rpm selama 30 menit. Endapan yang di hari diremajakan. Aspergillus niger ini
dapat tambahkan buffer posfat pH 6,0 nantinya digunakan untuk memproduksi
sampai larut. Hitung aktifitas enzim lipase.
lipasenya.Aktivitas spesifik enzim
ditentukan dengan mengukur kadar
proteinnya. Penentuan kadar protein enzim
dilakukan dengan cara memipet 1 ml crude
enzim dan enzim yang telah diendapkan
dengan ammonium sulfat. Kemudian
tambah 5 ml reagen Lowry C, kocok selama
5 menit dan didiamkan selama 20 menit.
Kemudian tambah 1 ml reagen Lowry D,
kocok selama 5 menit dan didiamkan
selama 30 menit. Ukur absorbannya dengan
spektofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang 750 nm. Tentukan kadar protein
enzim dengan menggunakan kurva standar Gambar 1. Aspergillus niger diremajakan 5
BSA. Aktivitas spesifik enzim (U/mg) hari
diperoleh dengan rumus(13,14,15)
Dari gambar 1. dapat dilihat dengan jelas
bahwa hasil peremajaan Aspergillus niger
yang di dapat memenuhi ciri-ciri umum
dari jamur ini, yaitu warna konidia hitam.
2.2.4 Pembuatan Biodiesel dengan Katalis Suhu peremajaan yang dilakukan yaitu
Lipase Sebanyak 58 ml dari minyak jelantah
pada suhu kamar, hal ini disebabkan karena
kelapa sawit komersial (Tropical) disaring apabila suhu terlalu tinggi untuk
dan dipanaskan untuk menghilangkan
inkubasinya, maka akan menyebabkan
kadar air pada minyak.(16) Kemudian jamur ini tidak tumbuh dan akan semakin
ditambah 60,1 ml metil asetat dan enzim
dekat dengan fasa kematian sedangkan
lipase ditambahkan 20% (v/v) dari jumlah apabila terlalu rendah juga tidak baik untuk
pencampuran minyak tambah metil asetat.
pertumbuhan jamur, karena dapat
Inkubasi dan shaker dalam water batch memperlambat jamur untuk tumbuh. Pada
shaker selama 38 jam pada suhu 30oC
bagian atas dari media miring PDA ini
dengan kecepatan 150 rpm.(17) Hasil yang ditutupi dengan kapas yang dibalut dengan
didapat kemudian dipisahkan dengan
kain kasa, hal ini dilakukan bertujuan agar
corong pisah. Lapisan yang terbentuk dalam oksigen tetap dapat masuk ke dalam tabung
corong pisah ada 2. Lapisan paling atas
reaksi untuk membantu pertumbuhan
kemudian diambil dan dianalisis dengan Aspergillus niger, karena Aspergillus niger
GC-MS.
bersifat aerobik dalam pertumbuhannya.

3.2 Produksi Enzim Lipase


Produksi enzim lipase dilakukan dengan Pada waktu fermentasi 6 jam aktivitas
memvariasikan waktu fermentasi dari 6 enzim lipase yang diperoleh lebih rendah
sampai 24 jam untuk mendapatkan waktu dari 12 jam karena pada saat ini jamur
fermentasi optimum dalam produksi enzim. masih berada pada fase pertumbuhan dan
Enzim yang dihasilkan dalam media belum mencapai puncak pertumbuhannya.
fermentasi diukur aktifitasnya dengan Kemudian turunnya aktivitas enzim lipase
metoda titrimetri pada suhu pengujian 30oC setelah waktu fermentasi 12 jam disebabkan
dengan pH 7, sehingga didapatkan aktivitas karena Aspergillus niger sudah memasuki
lipasenya yang dapat dilihat pada gambar 2. fase stationer, dimana nutrisi dalam
medium sudah habis sehingga produksi
enzimnya berkurang.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Falony pada tahun (2006),
dimana waktu optimum fermentasi yang
dilakukan dengan Submerged Fermentation
(SmF) mendapatkan waktu optimum
fermentasi yaitu selama 24 jam. Kemudian
penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyu
Murni pada tahun (2011) menggunakan
metoda Submerged Fermentation (SmF)
Gambar 2. Pengaruh Waktu Fermentasi memiliki waktu optimum fermentasi yaitu
Terhadap Aktivitas Lipase selama 12 jam. Sedangkan pada penelitian
pada suhu 30oC dengan pH 7 ini didapatkan waktu optimum fermentasi
dengan metoda Submerged Fermentation
Dari gambar 2. terlihat bahwa aktivitas (SmF) yaitu selama 12 jam dengan aktifitas
enzim pada waktu 12 jam merupakan sebesar 0,479 U/ml.(9,10)
aktivitas optimum dari fermentasi. Hal ini
disebabkan karena pada waktu 12 jam 3.3 Karakterisasi Enzim Lipase
aktivitas lipasenya lebih besar daripada Untuk melihat pengaruh suhu dan pH
aktivitas lipase pada waktu yang lain. Ini terhadap enzim lipase dilakukan proses
menunjukkan bahwa produksi enzim lipase pengujian. Pengujian dilakukan pada saat
oleh Aspergillus niger lebih banyak pada saat enzim lipase diukur aktivitasnya dengan
itu. Produksi lipase pada waktu 12 jam juga metoda titrimetri, dimana suhu dan pH di
ditunjukkan dengan tumbuhnya biomassa uji pada waktu di inkubasi selama 1 jam.
yang berwarna hitam lebih banyak daripada
waktu produksi lainnya. Berikut ini adalah 3.3.1 Pengaruh Variasi Suhu
gambar biomassa Aspergillus niger yang Berdasarkan gambar 4. didapatkan bahwa
memproduksi enzim lipase 12 jam. suhu 30oC merupakan suhu puncak dari
grafik tersebut. Aktifitas suhu 30oC pada pH
7 adalah 0,479 U/ml. Aktifitas lipase
terendah terdapat pada suhu 40oC. Hal ini
terjadi karena enzim lipase mengalami
kerusakan pada suhu yang lebih tinggi.
Enzim merupakan protein, maka suhu yang
tinggi dapat menyebabkan denaturasi
protein, yaitu kerusakan pada struktur
tersier protein.

Gambar 3. Biomassa pada fermentasi


lipase selama 12 jam
atau rendah memungkinkan terjadinya
denaturasi dan ini akan mengakibatkan
menurunnya aktifitas enzim. Karena enzim
merupakan protein, perubahan pH akan
menyebabkan ionisasi pada molekul protein
berubah pula. Perubahan ini akan
mengakibatkan struktur tiga dimensinya
berubah sehingga fungsi katalitiknya
terganggu. Hasil penelitian yang
didapatkan pada penelitian ini sama yang
dilakukan oleh Falony pada tahun (2006),
Gambar 4. Pengaruh suhu terhadap dimana pada pH 6 enzim lipase yang
aktifitas enzim lipase didapatkan mencapai optimum dengan
Aspergillus niger pada pH 7 aktivitas sebesar 1,416 U/ml.(9)

3.4 Hasil Fraksinasi dan Aktivitas Spesifik


Enzim Lipase
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini
Crude enzim yang di dapat, kemudian
sama dengan penelitian yang dilakukan
diendapkan dengan ammonium sulfat
oleh Wahyu Sri Murni (2011) dimana enzim
dengan konsentrasi (40-60%), (60-80%), (80-
lipase Aspergillus niger memiliki suhu
100%). Hal ini dilakukan bertujuan untuk
optimum yaitu 30oC. sedangkan Falony
mengendapkan protein dan meningkatkan
(2006) mendapatkan suhu optimum adalah
aktifitas enzim. Aktifitas enzim ini akan
40oC.(9,10) meningkat karena menurunnya jumlah
kontaminan yang menghalangi sisi aktif
3.3.2 Pengaruh Variasi pH enzim untuk berikatan dengan substrat.
Untuk mengukur pengaruh pH, digunakan
suhu optimum yaitu 30oC. Kemudian pH Penambahan ammonium sulfat
divariasikan dan didapatkan data yang berpengaruh terhadap protein yang
dialurkan dalam grafik berikut: terendapkan selama proses pengendapan.
Ion-ion garam ammonium sulfat akan
berkompetisi dengan protein untuk menarik
molekul air. Ion-ion garam memiliki
kelarutan lebih besar dibandingkan dengan
protein sehingga ion garam akan menarik
molekul air dari protein enzim. Protein-
protein enzim ini akan berinteraksi
membentuk gumpalan dan mengendap.
Proses ini berlangsung pada suhu 10oC
dimana terjadinya proses sentrifugasi
selama 30 menit, hal ini dilakukan agar
protein tidak mengalami denaturasi. Berikut
adalah tabel aktifitas yang di dapat setelah
diendapkan dengan ammonium sulfat.
Gambar 5. Pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim lipase
Aspergillus niger Suhu 30oC

Berdasarkan gambar 5. terlihat bahwa pada


pH 6 merupakan pH optimum dari enzim
lipase, dimana aktivitas pada pH 6
mencapai 1,104 U/ml lebih besar daripada
variasi pH lain yang diuji. Pada pH tinggi
Tabel 1. Tabel aktivitas enzim pada tahap dari lipase dan metil asetat juga dapat
fraksinasi bekerja menyumbangkan gugus metilnya
Tahapan Kadar Aktivitas Aktivitas Tingkat
Protein Lipase Spesifik Kemurnian dalam kondisi tersebut. Hasil yang
(mg/ml) (U/ml) (U.mg) didapatkan kemudian dikarakterisasi
Crude 1,381 1,104 0,799 1 dengan GC-MS. Berikut adalah hasil
enzim identifikasi biodiesel dengan GC-MS.
Fraksinasi 0,708 1,250 1,766 2,21
(40-60%)
Berdasarkan gambar 6. peak area metil ester
Fraksinasi 0,655 1,333 2,035 2,55
(60-80%) yang didapat adalah sebesar 26,83%.
Fraksinasi 0,538 1,542 2,866 3,59 Dimana 3,47% berasal dari puncak metil
(80-100%) asetat pada waktu 1.040 menit, 15,17%
berasal dari puncak metil asetat pada waktu
1,252 menit dan 8,19% berasal dari metil
Berdasarkan tabel 1. terlihat bahwa kadar
dekanoat pada waktu 11,493 menit. Akan
protein akan semakin menurun setelah
tetapi biodiesel yang merupakan fatty acid
diendapkan dengan ammonium sulfat,
methyl ester (FAME) hanya metil dekanoat
sedangkan aktifitas spesifik akan naik. Hal
dengan luas puncak 8,19% yang muncul
ini terjadi karena protein yang terdapat
pada waktu 11,493 menit.
pada crude enzim masih memiliki pengotor,
sehingga ketika sampel tersebut dilewatkan
Hasil biodiesel yang didapat tidak begitu
dengan sinar UV-Vis, maka pengotor dan
signifikan, hal ini kemungkinan karena
protein akan menyerap sinar yang lewat,
kemampuan aktivitas lipasenya dalam
sehingga kadar protein yang didapat pada
mengkonversi asam-asam lemak menjadi
crude enzim lebih besar. Sedangkan setelah
(FAME) belum terlalu aktif. Sehingga luas
diendapkan dengan ammonium sulfat,
puncak biodiesel yang didapatkan hanya
maka protein yang terendap telah terpisah
8,19%. Berdasarkan penelitian yang
dengan pengotor, sehingga ketika di ukur
dilakukan oleh Mirza (2009), dimana
dengan spektrofotometer, sinar yang lewat
menggunakan reaksi interesterifikasi dalam
hanya diserap oleh protein dan didapatkan
pembuatan biodieselnya, dimana
hasilnya lebih kecil. Dari data di atas dapat
menggunakan biokatalis lipase dari Candida
disimpulkan bahwa semakin besar aktifitas
rugosa mendapatkan %yield biodiesel
spesifik maka kadar protein akan semakin
sebesar 40,16%.
menurun sedangkan tingkat kemurnian
akan lebih besar dari keadaan semula.

3.5 Pembuatan Biodiesel dengan Katalis Lipase


Enzim lipase yang telah diendapkan
kemudian diuji sifat katalitiknya dalam
pembuatan biodiesel. Dimana 58 ml minyak
jelantah kelapa sawit yang telah melewati
proses pretreatment, yaitu proses
penyaringan untuk menghilangkan kotoran
pada minyak dan pemanasan untuk
menghilangkan kadar air pada minyak,
ditambah dengan 60,1 ml metil asetat.
Penambahan biokatalis sebanyak 20% (v/v)
dari jumlah total minyak ditambah dengan
metil asetat. Proses reaksi ini dilakukan
dalam water batch shaker selama 38 jam pada
suhu 30oC dengan kecepatan 150 rpm.
Proses reaksi ini dilakukan karena pada
suhu 30oC merupakan aktivitas optimum
lipase dari Aspergillus niger mampu untuk
mengkatalisis trigliserida dan metil asetat
untuk membentuk biodiesel. Biodiesel yang
dihasilkan menggunakan reaksi
interesterifikasi dengan menggunakan metil
asetat sebagai pengganti metanol yang
diukur dengan GC-MS adalah metil
dekanoat dengan luas puncak area sebesar
8,19%. Jamur Aspergillus niger menghasilkan
enzim lipase maksimum pada waktu
fermentasi 12 jam. Enzim lipase dari
Aspergillus niger mempunyai pH optimum 6
dan suhu optimum 30oC. Aktivitas enzim
lipase paling tinggi didapatkan pada fraksi
ammonium sulfat (80-100%) yaitu 1,542
U/ml dan aktivitas spesifik 2,866 U/mg.

V. Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih diberikan kepada
penguji, analis, Bu Elida Mardiah MS, DIKTI
atas dana hibahnya dan rekan-rekan yang
Gambar 6. Hasil identifikasi biodiesel telah membantu dalam melakukan
dengan GC-MS penelitian ini.

Hal ini disebabkan karena pada penelitian


tersebut menggunakan katalis dalam bentuk Referensi
padatan, sedangkan pada penelitian ini
menggunakan katalis dalam bentuk cair. 1. Ognjanovic, N.D., Saponjic, S.V.,
Sehingga mempengaruhi dalam Bezbradica, D.I., and Knezevic, Z.D.,
pemebntukan biodiesel. Pada penelitian ini 2008, Lipase-Catalyzed Biodiesel
menggunakan katalis cair dimana antara Synthesis with Different Acyl Acceptors,
fasa katalis sama dengan fasa substrat Vol. 39, Hal. 161-169.
sehingga menyebabkan sulit terpisahnya 2. Ma, F. and Hanna M.A., 1999, Biodiesel
katalis lipase dengan produk yang production: areview. Vol. 70, Hal. 1-15
dihasilkan dan pada penelitian ini juga Bioresource Technology.
tidak dilakukan proses pemurnian lebih 3. Zhang, Y., Dube, M.A., McLean, D.D.,
lanjut, sehingga hasil yang didapatkan lebih and Kates, M., 2003, Biodiesel Production
kecil. Sedangkan pada penelitian yang from Waste Cooking Oil: Process Design
dilakukan oleh Mirza (2009) katalis yang and Technological Assessment, Vol. 89,
digunakan adalah katalis padatan, sehingga Hal. 1-16. Bioresource Technology.
antara produk dan katalis mudah 4. Ozturk, B., 2001, Immobilization of
terpisahkan dan produk tidak teracuni Lipase from Candida rugosa on
dengan keberadaan katalis. Jumlah katalis Hydrophobic and Hydrophilic Supports.
yang digunakan pada penlitian ini sama Dissertation Master of Science Izmir
dengan penelitian yang dilakukan oleh Institute of Technology.
Mirza (2009) yaitu sebanyak 20%.(17) 5. Hermansyah, H., Marno, S., Arbianti, R.,
Utami, T.S., dan Wijanarko, A., 2009,
IV. Kesimpulan Interesterifikasi Minyak Kelapa Sawit
Dari penelitian yang telah dilakukan maka Dengan Metil Asetat Untuk Produksi
dapat diambil kesimpulan bahwa enzim Biodiesel Menggunakan Candida rugosa
Lipase Terimobilisasi, Vol. 8, No. 1, Hal Reagent. Vol. 193, Hal 265-275, J.Biol
24-32, Jurnal Teknik Kimia Indonesia. chem.
6. Hosseinpour, M.N., Najafpour, G.D., 14. Ji, Q., Xiao, S., He, B., and Liu, X., 2010.
Younesi, H., Khorrami, M., and Vaseghi, Purification and characterization of an
Z., 2012, Lipase Production in Solid State organic solvent-tolerant lipase from
Fermentation Using Aspergillus niger: Pseudomonas aeruginosa LX1 and its
Response Surface Methodology, Vol. 25, application for biodiesel production, Vol.
No. 3, Hal. 151-159. International 66, Hal 264-269, Journal of Molecular
Journal of Engineering. Catalysis B: Enzymatic.
7. Du, W., Xu, Y., Liu, D., and Zeng, J., 15. Nurhasanah dan Herasari, D., 2008,
2004, Comparative Study on Lipase- Pemurnian Enzim Lipase dari Bakteri
Catalyzed Transformation of Soybean Lokal dan Aplikasinya dalam Reaksi
Oil for Biodiesel Production with Esterifikasi, Prosiding Seminar Nasional
Different Acyl Acceptors, Vol. 30, Hal Sains dan Teknologi-II.
125-129 Journal of Molecular Catalysis B: 16. Maceiras, R., Vega, M., Costa, C., Ramos,
Enzymatic. P., and Márquez, M.C., 2009, Effect of
8. Xu, Y., Du, W., and Liu, D., 2005, Study Methanol Content on Enzymatic
on The Kinetics of Enzymatic Production of Biodieselfrom Waste
Interesterification of Triglycerides for Frying Oil, Vol. 88, Hal. 2130-2134, Fuel.
Biodiesel Production with Methyl 17. Akbar, M.M., 2009, Pemanfaatan Whole
Acetate as The Acyl Acceptor, Vol.32, Cell Candida rugosa sebagai Biokatalis
Hal 241-245, Journal of Molecular Catalysis Untuk Sintesis Biodiesel Melalui Rute
B: Enzymatic. Non-Alkohol, Skripsi, Fakultas Teknik,
9. Falony, G., Armas, J.C., Mendoza, J.C.D., Universitas Indonesia.
and Hernández, J.L.M., 2006, Production
of Extracellular Lipase from Aspergillus
niger by Solid-State Fermentation. Vol.
44, No. 2, Hal 235-240, Food Technol,
Biotechnol.
10. Wahyu, S.M., Kholisoh, S.D., Tanti, D.L,
dan Petrissia, E.M., 2011, Produksi,
Karakterisasi, dan Isolasi Lipase dari
Aspergillus niger, Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia UPN “Veteran”
Yogyakarta.
11. Linfield,W.M., O’Brien, D.J., Serota, S.,
and Barauskas, R.A., 1984, Lipid-Lipase
Interaction I. Fat Splitting with Candida
rugosa. Vol. 61, No. 6, Hal 1067-1071.
JAOCS.
12. Zusfahair, Setyaningtyas, T., dan Fatoni,
A., 2010, Isolasi, Pemurnian dan
Karakterisasi Lipase Bakteri Hasil
Skrining dari Tanah Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel
Banyumas, Vol. 12, No. 2, Hal 124-129.
Jurnal Natur Indonesia.
13. Lowry, OH., Rosebrough, NJ., Farr, AL.,
and Randall, RJ., 1951, Protein
Measurement with The Folin Phenol
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

SEL FOTOVOLTAIK ALIRAN KONTINU DARI SISTEM KI/KI 3


DENGAN MEMBRAN KERAMIK SEBAGAI PEMISAH

Diana Vanika, Admin Alif, dan Olly Norita Tetra

Laboratorium Elektrokimia/ Fotokimia Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: dvanika@rocketmail.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

Research of photovoltaic cell flow of continuous from KI/KI 3 system with ceramic membrane as a
separator has been done. This study aims to investigate the performance of photovoltaic cells to
generate electricity as well than see the effect of KI concentration of electrolyte solution and the
influence of irradiation time. Current and voltage were measured in two conditions, inside and
outside the room (at 10:00 am to 02:00 pm). The results showed that the optimum current and
voltage in electrolyte solution of KI concentration 0.125 N at 12.00 am. The value of the
parameters of the solar cell output derived from the curve of current versus voltage relationship
(IV) is the short circuit current, open circuit voltage, maximum current, maximum voltage, and
fill factor in a row for indoors, at 1.2 mA, 85.3 mV, 0.83 mA, 60.7 mV, 0.492, and for the outdoors
that is 1.5 mA, 103.4 mV, 0.77 mA, 49.0 mV, 0.243. The maximum power that can be used indoors
have a greater value than the outdoors, in the amount of 50.361 mWatt and 37.689 mWatt.

Keywords : Photovoltaic Cells , electrolyte solution of KI , ceramic membranes

I. Pendahuluan efisiensinya dalam mengubah energi


Kebutuhan energi saat ini semakin matahari menjadi energi listrik. Energi ini
meningkat seiring dengan tingkat kemajuan telah banyak dimanfaatkan oleh belahan
umat manusia, terutama energi listrik. Saat dunia lain dan jika diekploitasi dengan
ini listrik bisa dikatakan merupakan salah tepat, maka energy ini akan mampu
satu kebutuhan primer masyarakat, mulai menyediakan kebutuhan energi dalam
dari perkotaan hingga kepelosok desa. waktu yang lama.1,2,3
Pemanfaatan energi konvensional seperti
bahan bakar fosil memiliki biaya Di Indonesia potensi energi surya sangat
operasional yang murah, tetapi sumbernya besar yaitu sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara
semakin berkurang dan dapat menimbulkan dengan 112.000 GWP yang didistribusikan
polusi lingkungan hidup. Oleh karena itu, sepanjang tahun. Kepulauan Sulawesi,
untuk memenuhi kebutuhan energi listrik Papua, Nusa Tenggara, dan Maluku
yang semakin meningkat tersebut, berbagai memiliki rata-rata penyinaran surya yang
upaya telah dilakukan untuk mendapatkan lebih tinggi. Oleh karena itu, energi listrik
energi alternatif seperti sel surya atau sel alternatif untuk Indonesia perlu
fotovoltaik. dikembangkan dengan memanfaatkan
sumber energi matahari. Hal ini dapat
Perangkat sel surya ini sangat menjanjikan dilakukan dengan menggunakan sel
untuk energi alternatif, karena sel surya fotovoltaik.4
merupakan perangkat yang sangat tinggi

43
Berdasarkan penelitian Mia (2011), tersebut dari ujung atas sampai ujung
dilaporkan bahwa nilai efisiensi pasangan bawah dengan menggunakan pisau,
elektroda CuO/Cu tunggal sebesar 2,09 x sehingga didapatkan bagian karbon dari
10-3 watt/m2, pasangan elektroda CuO/Cu pensil.
serabut sebesar 1,45x10-3 watt/m2,
sedangkan nilai efisiensi pasangan elektroda Penyiapan Larutan Elektrolit (KI dan KI3)
2.2.2
CuO tunggal/Stainless Steel dan CuO
Larutan elektrolit KI 0,5 N dibuat dengan
serabut/Stainless Steel berdasarkan luas
cara menimbang 41,650 gram KI dan
permukaan stainless steel dan luas
diencerkan dalam labu 500 mL. Sedangkan
permukaan anoda adalah sebesar 1,77 x 10 -3
larutan KI 1,5 N dibuat dengan cara
watt/m2, 6,26 x 10-3 watt/m2, 3,96x10-3
menimbang 62,475 gram KI dan diencerkan
watt/m2 dan 4,37x10-3 watt/m2. Dari
dalam labu 250 mL, kemudian sebanyak 50
penelitian tersebut dapat disimpulkan
mL dari larutan KI 1,5 N diambil lalu
bahwa dengan meningkatnya konsentrasi
ditambahkan 0,5 gram I2, sehingga
elektrolit, maka besar tegangan dan kuat
diperoleh larutan KI3. Konsentrasi larutan
arus yang dihasilkan juga meningkat.
Namun sel fotovoltaik ini hanya bisa KI yang divariasikan adalah pada larutan
digunakan selama beberapa hari secara KI3. Setiap variasi konsentrasi larutan KI (1,0
berturut-turut karena semakin lama N, 0,5 N, 0,25 N, 0,125 N, 0,0625 N), dibuat
pasangan elektroda akan teroksidasi dan sebanyak 50 mL larutan KI yang diperoleh
tidak dapat lagi menghasilkan arus. dari pengenceran larutan KI 1,5 N dan
masing-masing ditambah 0,5 gram I2.
Kemudian telah dilakukan juga penelitian
oleh Nila (2012) dengan mengganti larutan 2.2.3 Pengukuran Arus dan Tegangan yang
elektrolit dengan natrium sulfat dan Dihasilkan Sel Fotovoltaik Aliran
elektroda Cu dengan C. Sel fotovoltaik Kontinu dari Sistem KI/KI3
dengan menggunakan pasangan elektroda
CuO/C ini dapat digunakan lebih lama, Setengah sel fotovoltaik yang dipisah oleh
tetapi arus yang dihasilkan masih kecil. membran keramik masing-masing diisi
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dengan larutan KI 0,5 N dan larutan KI3
dilakukan modifikasi agar arus yang (I2dalam KI). Kemudian sel fotovoltaik yang
dihasilkan lebih besar, yaitu dengan telah berisi elektroda karbon dan KI/KI3
menggunakan sel fotovoltaik aliran kontinu tersebut disinari dengan cahaya.
dari sistem KI/KI3 dengan membran Pengukuran arus yang dihasilkan dilakukan
keramik sebagai pemisah. di dalam dan di luar ruangan dalam waktu
pengukuran dari pukul 10.00 sampai 14.00
II. Metodologi Penelitian WIB. Tiap 1 jam besar arus dan tegangan
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi yang dihasilkan diukur dengan
Bahan yang digunakandalam penelitian ini menggunakan alat multimeter. Pengukuran
yaitupensil 2B (faber castell), kalium iodida dilakukan untuk setiap variasi konsentrasi
(KI) p.a., iodium (I2) p.a., dan akuades. Alat- KI 1,5; 1,0; 0,5; 0,25; 0,125; 0,0625 N dengan
alat yang digunakan yaitu neraca analitis, perlakuan yang sama.
multimeter (Heles), potensiometer, penjepit
buaya, lem kaca, water mur, membran 2.2.4 Penentuan Daya yang Dihasilkan Sel
keramik, dan alat-alat gelas. Fotovoltaik Aliran Kontinu Dari Sistem
KI/KI3
2.2. Prosedur penelitian Penentuan daya pada sel fotovoltaik
2.2.1 Penyiapan Elektroda Karbon ditentukan berdasarkan kuat arus dan
Elektroda karbon diperoleh dari pensil 2B tegangan yang dihasilkan, yaitu dengan
dengan merek Faber Castle. Caranya yaitu rumus:
dengan membuka bagian kayu dari pensil P=I.V
Dimana, P = daya (mWatt), I = arus (mA), V
= tegangan (mV).

III. Hasil dan Pembahasan


4.1 Pengaruh Konsentrasi Larutan Elektrolit
Terhadap Besar Arus dan Tegangan dari
Sel Fotovoltaik

Pengaruh konsentrasi terhadap kuat arus


dapat dilihat pada Gambar 1.

(WIB)
(b)
Gambar 1. Kurva pengaruh konsentrasi larutan
elektrolit KI terhadap kuat arus (a)
dalam ruangan; (b) luar ruangan

Hal ini juga terjadi pada penelitian


sebelumnya dengan menggunakan larutan
elektrolit Na2SO4, dimana semakin kecil
konsentrasi larutan elektrolit, arus yang
dihasilkan semakin tinggi. Namun setelah
konsentrasi optimum, yaitu pada
konsentrasi larutan elektrolit yang lebih
(WIB) besar, arus semakin menurun. Hal ini
(a) disebabkan karena konsentrasi larutan
elektrolit yang lebih pekat, menyebabkan
pergerakan ion-ion dalam larutan menjadi
lambat.
Gambar 1 (a) memperlihatkan bahwa arus di
dalam ruangan relatif meningkat dari Sedangkan tegangan yang dihasilkan relatif
konsentrasi yang lebih besar (1,5 N) sampai konstan dan tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi 0,125 N tetapi arus mulai konsentrasi elektrolit tetapi dipengaruhi
menurun pada konsentrasi 0,0625 N, oleh temperatur. Temperatur yang
sedangkan dari Gambar 1 (b) dapat dilihat menghasilkan panas disekitar sel
arus yang dihasilkan di luar ruangan juga fotovoltaik, berbanding terbalik dengan
semakin meningkat dari konsentrasi1,5 N tegangan yang dihasilkan. Semakin tinggi
sampai konsentrasi 0,25 N akan tetapi arus temperatur, maka tegangan yang dihasilkan
mulai menurun pada konsentrasi 0,125 N. akan menurun.8

Pengaruh konsentrasi elektrolit terhadap


tegangan yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 2. Tegangan yang dihasilkan
cenderung meningkat pada konsentrasi
elektrolit KI yang kecil baik di dalam larutan elektrolit KI dilihat dari hasil
maupun di luar ruangan, tetapi peningkatan pengukuran kuat arus dan tegangan di
ini tidak terlalu signifikan dan mulai dalam ruangan, karena di dalam ruangan
konstan pada konsentrasi elektrolit KI sel fotovoltaik sudah dapat menghasilkan
0,25N. arus dan kondisi di dalam ruangan juga
bersifat homogen dibanding di luar
ruangan. Selain itu, kuat arus dan tegangan
yang dihasilkan antara di dalam dan di luar
ruangan juga tidak jauh perbedaan nilainya.
Oleh karena itu, dari hasil pengukuran arus
dan tegangan dengan adanya variasi
konsentrasi larutan elektrolit KI, maka
konsentrasi optimum larutan elektrolit KI
adalah 0,125 N.

4.2 Penentuan Daya yang Dihasilkan Dari Sel


Fotovoltaik Tiap Variasi Konsentrasi
Elektrolit KI
Daya dipengaruhi oleh arus dan tegangan.
Jika arus dan tegangan yang dihasilkan
tinggi, maka daya yang dihasilkan juga
(WIB) akan tinggi pula, begitu pula sebaliknya.
(a) Selain itu, daya juga dipengaruhi oleh
intensitas cahaya matahari. Semakin besar
intensitas cahaya matahari, maka makin
besar pula daya yang dihasilkan, begitu
pula sebaliknya. Intensitas tertinggi adalah
sekitar pukul 11.00-13.00 WIB.27,28

(WIB)
(b)
Gambar 2. Kurva pengaruh konsentrasi larutan
elektrolit KI terhadap tegangan (a) dalam
ruangan; (b) luar ruangan
(WIB)
Berdasarkan pengaruh konsentrasi larutan (a)
elektrolit KI terhadap kuat arus dan
tegangan yang dihasilkan sel fotovoltaik Dari Gambar 3 dapat dilihat pada setiap
yang diukur di dalam dan di luar ruangan, variasi konsentrasi larutan elektrolit KI,
maka penentuan konsentrasi optimum daya yang dihasilkan sel fotovoltaik lebih
besar pada saat intensitas matahari matahari dalam satu hari sangat bervariasi.
tertinggi. Pada siang hari, sinar matahari memiliki
intensitas yang lebih besar di bandingkan
dengan pagi dan sore hari.Menurut
Faslucky A. dan Farid S.H. (2012), pada
suhu normal (25 °C) arus, tegangan, dan
daya yang dihasilkan berbanding lurus
dengan intensitas sinar matahari yang
mengenai permukaan sel fotovoltaik.
Semakin tinggi intensitas cahaya matahari
yang mengenai permukaan sel fotovoltaik
maka semakin banyak foton yang diterima
oleh sel fotovoltaik sehingga banyak
pasangan elektron dan hole yang dihasilkan
yang mengakibatkan semakin banyaknya
arus yang mengalir dan sebaliknya, semakin
rendah intensitas cahaya matahari maka
foton yang dapat diterima sel fotovoltaik
juga sedikit, sehingga kuat arus yang
dihasilkan semakin kecil.27,28

(WIB) Dari kondisi di atas, maka diperoleh


(b) konsentrasi optimum larutan elektrolit KI
Gambar 3. Kurva daya yang dihasilkan sel dalam menghasilkan arus yang paling besar
fotovoltaik tiap variasi konsentrasi elektrolit KI
adalah 0,125 N yang diukur pada pukul
(a) di dalam ruangan; (b) di luar ruangan.
12.00 WIB.

4.3 Pengaruh Penyinaran dan Waktu


Penyinaran IV. Kesimpulan
Pada penelitian ini, nilai kuat arus dan Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat
tegangan yang dihasilkan oleh sel disimpulkan bahwa sel fotovoltaik aliran
fotovoltaik di luar ruangan lebih besar kontinu sistem KI/KI3 dengan
daripada di dalam ruangan tanpa adanya menggunakan membran keramik sebagai
sinar matahari langsung. Berdasarkan pemisah dapat digunakan untuk mengubah
penelitian oleh Faslucky A. dan Farid S.H. energi cahaya menjadi energi listrik.
(2012), hal ini disebabkan oleh intensitas
matahari yang mengenai permukaan sel Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
fotovoltaik. Arus dan tegangan menurun konsentrasi optimum larutan elektrolit KI
seiring berkurangnya intensitas cahaya adalah pada konsentrasi 0,125 N dan waktu
matahari yang mengenai permukaan sel penyinaran optimum dalam menghasilkan
fotovoltaik. Di luar ruangan lebih banyak arus listrik adalah pada pukul 12.00 WIB.
intensitas matahari yang mengenai Dimana daya maksimum yang dihasilkan
permukaan sel fotovoltaik daripada di sel fotovoltaik di dalam ruangan lebih besar
dalam ruangan sehingga nilai arus dan dari pada daya maksimum yang dihasilkan
tegangan lebih besar di luar ruangan di luar ruangan, yaitu sebesar 50,361 mWatt
daripada di dalam ruangan. dan 37,689 mWatt.

Pada variasi waktu pengukuran, kuat arus


yang dihasilkan mengalami peningkatan
dan penurunan. Hal ini disebabkan karena
sel fotovoltaik menerima penyinaran
V. Ucapan Terima Kasih Akhir, Jurusan Kimia, FMIPA, ITSN,
Ucapan terima kasih diberikan kepada Surabaya.
Asisten Laboratorium Elektrokimia/
Fotokimia Universitas Andalas yang telah 7. Santoso, M. D. (2011), Strategi Aplikasi
membantu penulis selama penelitian Sel Surya (Photovoltaic Cells) Pada
berlangsung. Perumahan dan Bangunan Komersial,
Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Referensi
8. Rahmi, E., Admin A., dan Imelda
(2012), Penggunaan Elektroda Karbon
1. Ariswan (2010), Prospek Penelitian dan
dan Semikonduktor CuO dalam Sel
Aplikasi Fotovoltaik Sebagai Sumber
Fotovoltaik Berbentuk Plat yang
Energi Alternatif di Indonesia,
Dipasang Secara Paralel dalam Larutan
Universitas Negeri Yogyakarta,
Elektrolit Na2SO4, Jurnal Kimia Unand,
Yogyakarta.
Vol. 1, No.1.
2. Karimah, H. A., Wan M. K., and Hasiah
9. Gratzel, M. (2003), Dye-Sensitized Solar
S. (2012), Synthesis, Caracterization and
Cells, Journal of Photochemistry and
Electrochemical Properties of Single
Photobiology A: Chemistry, Vol. 4, 145-
Layer Thin Film of N-Octyxyphenyl-
153.
N’-(4-Chlorobenzoyl) Thiourea-
Chlorophyll As Potential Organic
10. Hidayat, R., Annisa A., Priastuti W.,
Photovoltaic Cells, International Journal
dan Herman, (2011), Karakteristik
of Electrochemical Science, 7, 499-515.
Fotodioda dan Sel Surya Hibrid
Berbasis Polimer Polialkiltiofen, Jurnal
3. Firahayu, M. (2011), Sel Fotovoltaik
Material danEnergi Indonesia, Vol. 01,
Pasangan CuO/Cu Dan CuO/Stainless
No. 01, 40 – 46.
Steel Dalam Bentuk Tunggal Dan
Serabut Dengan Elektrolit NaCl, Skripsi
11. Priatman, J. (2000), Perspektif
Sarjana Kimia, Universitas Andalas,
Arsitektur Surya di Indonesia, Dimensi
Padang.
Teknik Arsitektur, Vol. 28, No. 1 , 1-7.
4. Sitompul, R. (2011), Teknologi Energi
12. Denny, M. S. (2012), Analisa
Terbarukan Yang Tepat Untuk Aplikasi
Karakteristik Electrick Modul
Di Masyarakat Perdesaan, PNPM
Photovoltaic Untuk Pembangkit Listrik
Support Facility, Jakarta.
tenaga Surya Skala Laboratorium,
Prosiding SNST, Fakultas Teknik
5. Sukma, M. W. K. dan Gontjang P.
Universitas Wahid Hasyim Semarang.
(2012), Studi Awal Fabrikasi Dye
Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan
13. Gusra, H., Akhiruddin M., dan M. Nur
Menggunakan Ekstraksi Daun Bayam
I. (2013), Pembuatan Sel Fotoelektro
(amaranthus hybridus l.) Sebagai Dye
kimia Padat dengan Struktur ITO/
Sensitizer dengan Variasi Jarak Sumber
CdS/ Elektrolit/ ITO, Skripsi Jurusan
Cahaya pada DSSC, FMIPA ITSN,
Fisika, Institut Pertanian Bogor.
Surabaya.
14. Andiko, B. dan Akhiruddin M. (2003),
Deposisi Elektroforetik dan Sifat
6. Ramadhani, K. dan Syafsir A. (2009),
Fotoelektrokimia Elektroda Zincum
Pengaruh Hubungan Seri-Paralel Pada
Oxide (ZnO), Skripsi Jurusan Fisika,
Rangkaian Sel Surya Pewarna
Institut pertanian Bogor.
Tersensitisasi (SSPT) Terhadap Efisiensi
Konversi Energi Listrik, Prosiding
Tugas
15. Miessler, G. L. and Donald A. T, Pertemuan Ilmiah XXV HF, Jateng &
Inorganic Chemistry, 3-nd, St. Olaf College DIY, 163-166.
Northfield, 262-263.
25. Suriadi, Mahdi S. (2010), Perencanaan
16. Chamber, C. and Holliday A. K. (1975), Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Modern Inorganic Chemistry. (PLTS) Terpadu Menggunakan
Butterworth & Co Ltd.: London, 163- Software PVSYST Pada Komplek
165. Perumahan di Banda Aceh, Jurnal
Rekayasa Elektrika, 9, 2.
17. Saito, T. dan Ismunandar (1996), Buku
Teks Online Kimia Anorganik 26. Ekasari, V., Gatut Y. (2013), Fabrikasi
(terjemahan), Iwanami Publishing Dssc dengan Dye Ekstrak Jahe Merah
Company, 63. (Zingiber Officinale Linn Var. Rubrum)
Variasi Larutan TiO2 Nanopartikel
18. Vogel (1985), Buku Teks Analisis
Berfase Anatase dengan Teknik
Anorganik Kualitatif Makro dan
Pelapisan Spin Coating, Jurnal Sains dan
Semimikro (terjemahan). PT. Kalman
Seni Pomits, Vol. 2, No. 1.
Media Pustaka: Jakarta, 7.
27. Sari, N., Admin A., dan Zulhajdri
19. Thoyyibatun, A. N. dan Gontjang P.
(2012), Penggunaan Pasangan
(2012), Fabrikasi dan Karakterisasi Dye
Elektroda CuO/C dalam Sel
Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan
Fotovoltaik Berbentuk Plat yang
Menggunakan Ekstraksi Daging Buah
Dipasang Secara Seri dengan Larutan
Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus)
Elektrolit Na2SO4, Jurnal Kimia Unand,
Sebagai Dye Sensitizer, Jurnal Sains dan
Vol. 1, No.1.
Pomits, Vol. 1,1-6.
28. Afifudin, F. dan Farid S. H. (2012),
20. Ratri, E. N. W. (2007), Iodimetri. Jurusan
Optimalisasi Tegangan Keluaran Dari
Kimia, FMIPA, Universitas Brawijaya.
Solar Cell Menggunakan Lensa
Pemfokus Cahaya Matahari, Jurnal
21. Meabe E., J. Lopetegui, J. Ollo, S.
Neutrino, Vol. 4, No. 2.
Lardies (2013), Ceramic Membrane
Bioreactor: potential applications and
29. Pancaningtyas, L. dan Syafsir A. (2011),
challenges for the future.
Peranan Elektrolit Pada Performa Sel
Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT),
22. Haria, R., Hermansyah A., Admin A.
FMIPA ITS, Surabaya.
(2012), Pengggunaan Membran
Keramik Dimodifikasi Dengan Titania
Yang Dilengkapi Dengan Prefilter
Dalam penjernihan Air Rawa Gambut,
Tesis Jurusan Kimia, Program
Pascasarjana, Universitas Andalas.

23. Baker, Richard W. (2004), Membrane


Technology and Aplications, 2-nd, John
Wiley & Sons Ltd., 128-129.
24. Karina A. dan Satwiko S. (2011), Studi
Karakteristik Arus-Tegangan (Kurva I-
V) Pada Sel Tunggal Polikristal Silikon
serta Permodelannya, Prosiding
OPTIMASI PENENTUAN Fe(III) DAN Co(II) SECARA SIMULTAN
DENGAN VOLTAMMETRI STRIPPING ADSORPTIF (AdSV)

Deswati, Hamzar Suyani, Hinur Awa

Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: deswati_ua@yahoo.co.id
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

ABSTRACT

A selective and sensitive adsorptive stripping voltammetric (AdSV) procedure for the
simultaneous determination of iron and cobalt was conducted. The aim of this research is to get
optimum condition for simultaneous determination of iron and cobalt. Adsorptive stripping
voltammetry has been used for determination of trace amount of Fe(III), and Co(II) by using
calcon as a complexing agent. The parameters studied were variation of calcon concentration,
pH, accumulation potential and accumulation time. In this study, the optimum conditions were
calcon concentration of 0.5 mM, pH = 5.0, accumulation potential of -0.6 V and accumulation time
of 60 sec. At the optimum conditions, the relative standard deviation were 0,84% for Fe(III) and
0,86% for Co(II) respectively for 10 replicates (n = 10) measurements of 10 μg/L mixed standard
solution of Fe(III) and Co(II). The method was applied to the direct simultaneous determination
of Fe(III) and Co(II) in crane water, river water of Batu Busuk and sea water around Bungus,
Padang City. Concentration of Fe(III) and Co(II) in samples crane water were equal to 585 µg/L
for Fe(III) and 225 µg/L for Co(II), in the river water a Batu Busuk are 465 µg/L for Fe(III) and
594 µg/L for Co(II) and from the sea water of Bungus Padang are 325 µg/L for Fe(III) and 634
µg/L for Co(II) with recovery of 118% for Fe(III) and 82% for Co(II), respectively.

Keywords : Simultaneous, Cobalt, Iron, Adsorptive Stripping Voltammetry.

1. Pendahuluan media yang dapat digunakan untuk


penyebaran logam berat ke lingkungan1,2.
Hasil kegiatan manusia selalu menghasilkan Uji kualitas bahan biasanya dilakukan
limbah. Di samping limbah yang dengan analisis kandungan logam berat
mengandung bahan-bahan organik, limbah dalam bahan dengan metode tertentu.
dapat juga mengandung unsur logam berat, Voltammetri stripping adsorptive adalah
terutama limbah yang berasal dari kegiatan metoda yang sangat sensitive dan selektif
industri. Beberapa unsur yang termasuk sehingga dapat digunakan untuk
dalam kategori logam berat seperti Co dan menganalisa spesies dalam larutan dalam
Fe berasal dari limbah industri dan hasil konsentrasi yang sangat kecil3.
aktivitas penduduk, khususnya dikota Awalnya penentuan besi dan kobal dalam
besar. Adanya logam-logam berat dalam bermacam-macam sampel dilakukan
lingkungan termasuk bahan makanan dengan metoda inductively coupled plasma
sangat berbahaya, karena mempunyai atomic emision spectrophotometry (ICP-AES).
tingkat toksisitas yang tinggi dan apabila Namun, teknik ini sangat mahal dan
masuk kedalam tubuh manusia mempunyai membutuhkan waktu yang relatif lama.
kecenderungan terkumpul dalam organ Spektroskopi Serapan Atom (SSA)
tubuh, tidak bisa keluar lagi melalui proses merupakan teknik lain yang digunakan
pencernaan. Air, tanah dan udara adalah untuk penentuan besi. Akan tetapi, batas

50
deteksi logam Fe dengan SSA adalah mg/L, peralatan gelas yang biasa digunakan
sedangkan keberadaan Besi di alam sangat laboratorium.
kecil. Selain itu, SSA tidak bisa menganalisa Bahan-bahan yang digunakan pada
spesies apakah Fe(II) atau Fe(III) karena penelitian ini adalah kalkon, HNO3 pekat,
keduanya membentuk atom Fe di dalam
CoCl2.6H2O dan FeCl3.6H2O, KCl, NH4OH,
nyala4,5.
CH3COOH, CH3COONH4, metanol, gas N2,
Voltammetri dipilih sebagai alternativ
metoda karena memiliki banyak kelebihan akuabides dan sampel.
antara lain : kadar garam yang tinggi dari
air laut tidak mengganggu dalam analisis, 2.2. Prosedur penelitian
memiliki sensitivitas tinggi, limit deteksi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
rendah pada skala ug/L (ppb), penggunaan mendapatkan kondisi optimumdari
mudah dan preparasi sampel yang mudah, masing–masing ion logam Fe(III) dan Co(II)
analisis cepat, infra struktur yang murah6-8. secara Voltammetri Stripping Adsorbtif.
Penggunaan teknik voltammetri striping Oleh sebab itu dipelajari pengaruh dari
adsorptif telah digunakan untuk studi beberapa parameter berikut yaitu, pengaruh
optimasi penentuan besi dan kobal sehingga variasi konsentrasi kalkon yaitu dari 0,2 mM
diperoleh kondisi optimum masing-masing sampai 0,9 mM, variasi pH larutan dari pH
logam berdasarkan parameter pH (6 dan 7), 3 sampai pH 9, potensial akumulasi dari -0,1
konsentrasi pengompleks (0,6 mM dan 0,6 V sampai -1,2 Vdan variasi akumulasi dari
mM), jenis pengomplek (kalkon), waktu 10 detik sampai dengan 120 detik. Untuk
akumulasi (50 s dan 70 s), potensial melihat ketelitian dan ketepatan metoda
akumulasi (-0,7 V dan -0,4 V) dan jenis juga ditentukan standar deviasi relative dan
elektrolit pendukung (KCl 0,1 M)9. perolehan kembali (recovery).
Pada metoda AdSV, telah dilakukan
penentuan logam Fe dan Co secara serentak 3. Hasil dan Pembahasan
berdasarkan parameter pH, konsentrasi
pengompleks (DMG dan catechol) dan 3.1. Variasi Konsentrasi Kalkon
potensial akumulasi10. Dalam penelitian ini dilakukan penentuan
Penentuan optimasi penentuan logam hubungan antara konsentrasi kalkon
Fe(III) dan Co(II) secara simultan dengan dengan arus puncak terhadap larutan
AdSV dilakukan berdasarkan beberapa standar campuran Fe(III) dan Co(II) 10
parameter berikut: konsentrasi pengomplek μg/L dengan potensial akumulasi -0,2 Volt,
(kalkon), pH, potensial akumulasi, dan waktu akumulasi 60 detik dan pH 7.
waktu akumulasi larutan yang merupakan Adapun variasi konsentrasi kalkon : 0,2mM,
faktor penting dalam pengukuran dengan 0,3mM, 0,4 mM, 0,5 mM, 0,6 mM, 0,7 mM,
metoda AdSV, serta penentuan Standar 0,8 mM, 0,9 mM. Hasilnya dapat dilihat
Deviasi Relatif (SDR) dan nilai perolehan pada Gambar 1.
kembali.

2. Metodologi Penelitian

2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi


Alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah Metrohm 797 Computerace dengan
elektroda kerja HMDE, elektroda
pembanding berupa Ag/AgCl/KCl 3M,
danelektroda Pt sebagai elektroda
pendukung, pH meter Griffin model 80 dan
neraca analitis Mettler AE 200, serta

51
600 3.2. Variasi pH Larutan
Pada penelitian ini ditentukan kondisi
500 optimum pH larutan Fe(III) dan Co(II) yang
konsentrasinya 10 µg/L. pH berperan dalam
400 meningkatkan jumlah senyawa kompleks
Ip (nA)

atau ion asosiasi yang terbentuk pada


300 proses adsorpsi pada elektroda HMDE.
Dari Gambar 2 terlihat pengaruh pH
200 terhadap arus puncak (Ip) pada analisa
Fe(III) dan Co(II) didapatkan kondisi
100 optimum pada pH 5. Pada pH 5 ini
terbentuk kompleks yang stabil antara ion
0
Fe(III) sedangkan untuk Co(II) sampai pada
0 0.5 1 pH 7. Hal ini disebabkan karena semakin
konsentrasi kalkon meningkatnya pH larutan, maka semakin
Gambar 1. Kurva hubungan konsentrasi kalkon banyak bentuk ion–ion bebasnya. Akibatnya
(mM) Vs arus puncak (nA). Larutan ion–ion tersebut membentuk kompleks
standar Fe(III) 10 µg/L ( ) dan pada elektroda kerja sehingga dapat
Co(II) 10 µg/L ( ). meningkatkan arus puncak. Pada pH yang
lebih kecil dari 5 arus puncak lebih kecil
Dari Gambar 1, dapat dilihat bahwa arus karena masih terdapat kelebihan proton
puncak mengalami peningkatan dengan yang dapat berkompetisi dengan ion Fe(III)
bertambahnya konsentrasi kalkon, di bawah
500
0,6 mM untuk Co(II) arus puncak yang
dihasilkan sangat kecil sekali. Ini terjadi
400
karena masih terdapat ion Co(II) yang
belum membentuk senyawa komplek
Ip (nA)

300
dengan kalkon. Sedangkan untuk Fe(III)
arus yang dihasilkan sudah cukup besar
200
berarti sudah terbentuk komplek antara
ion–ion logam tersebut dengan kalkon.
100
Pada konsentrasi kalkon 0,4 mM sampai 0,5
mM terjadi peningkatan arus puncak untuk
0
Fe(III). Sedangkan untuk Co(II) adalah 0,6
mM. Hal ini menandakan sudah 0 5 10
terbentuknya komplek antara ion–ion pH
logam tersebut dengan kalkon dan
teradsorpsi pada elektroda kerja (HMDE). Gambar 2. Kurva hubungan pH larutan Vs arus
puncak (nA). Larutan standar Fe(III)
Konsentrasi kalkon diatas 0,7 mM untuk
Co(II) dan Fe(III) terjadi penurunan arus 10 µg/L ( ) dan Co(II) 10 µg/L
puncak. Hal ini disebabkan karena ( ).
terjadinya kompetisi antar ligan untuk
teradsorpsi pada permukaan elektroda dan dan Co(II) membentuk kompleks lain.
membentuk kompleks dengan ion logam. Sebaliknya, pada pH yang lebih besar dari
Semakin tinggi konsentrasi kalkon yang pH 7 terjadi penurunan nilai arus puncak
diberikan semakin sulit komplek logam- adanya ion H+, serta ion OH- sehingga
ligan direduksi sehingga arus puncak yang menyebabkan ion logam membentuk
dihasilkan semakin kecil. Untuk itu hidroksidanya sehingga arus yang terukur
konsentrasi kalkon 0,5 mM dipilih sebagai akan menurun. Untuk itu pH 5 dipilih
kondisi optimum6. sebagai kondisi optimum dalam analisa
selanjutnya6.

52
3.3. Variasi Potensial Akumulasi. dibutuhkan oleh analit untuk melakukan
Dalam penelitian ini dilakukan penentuan deposisi ke elektroda kerja. Hasil yang telah
hubungan antara potensial akumulasi dan didapat dapat dilihat pada Gambar 4.
arus puncak yang diuji pada rentang -0,1 V
sampai dengan -1,0 V. Potensial akumulasi
adalah potensial pada saat analit terdeposisi 400
pada elektroda kerja. Hasilnya dapat dilihat 350
pada Gambar 3.
300
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada

Ip (nA)
setiap variasi potensial akumulasi yang 250
diuji, memberikan nilai arus puncak yang 200
berbeda. Pada potensial -0,7 sampai -0,9 V
150
kurva naik secara signifikan untuk logam,
hal ini menyatakan terjadi proses deposisi 100
kompleks analit pada permukaan elektroda 50
kerja yang belum mencapai maksimum.
0
Pada potensial -0,7 V sampai -1 V kurva
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan 0 50 100
karena terjadi proses reduksi kompleks waktu akumulasi (s)
analit selama proses deposisi berlangsung,
sehingga arus puncak yang didapatkan Gambar 4. Kurva hubungan waktu akumulasi (s)
Vs arus puncak (nA). Larutan standar
pada saat pengukuran menjadi menurun.
Jadi terjadi proses deposisi kompleks analit Fe(III) 10 µg/L ( ) dan larutan
standar Co(II) 10 µg/L ( ).
pada permukaan elektroda kerja yang
mencapai maksimum di -0,6 V untuk Fe(III)
Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa arus
dan Co(II)10.
puncak meningkat mulai dari 10 s sampai
120 s. Pengukuran 10 s sampai 50 s terjadi
500 kenaikan arus puncak secara signifikan hal
450 ini disebabkan karena ion – ion Fe(III) dan
400 Co(II) yang terakumulasi masih sedikit.
350 Arus puncak menurun pada waktu 70 s. Hal
ini terjadi karena adanya kejenuhan pada
Ip (nA)

300
elektroda kerja sehingga pada saat proses
250
deposisi berlangsung, kompleks analit akan
200 sulit untuk tereduksi yang mengakibatkan
150 arus puncak yang dihasilkan kecil. Pada
100 waktu akumulasi 60 s, semua analit telah
50 terdeposisi sempurna sehingga
0 menghasilkan arus puncak yang tinggi.
0 0.5 1
potential akumulasi (V) 3.5. Standar Deviasi Relatif (SDR)
SDR dilakukan untuk menentukan
Gambar 3. Kurva hubungan potensial akumulasi ketelitian suatu metoda pada kondisi yang
(-V) Vs arus puncak (nA). Larutan sama dengan jarak waktu yang tidak terlalu
standar Fe(III) 10 µg/L ( ) dan berbeda. Pengukuran SDR dilakukan 10 kali
Co(II) 10 µg/L ( ). pengulangan (n = 10), dimana konsentrasi
campuran logam Fe(III) dan Co(II) adalah 10
3.4. Variasi Waktu Akumulasi. µg/L. Kondisi penentuan yang digunakan
Waktu akumulasi yang diberikan pada adalah kondisi optimum yang telah didapat
penelitian dimulai dari 10 s sampai 120 s. sebelumnya, yaitu: potensial akumulasi
Waktu akumulasi adalah waktu yang optimum -0,6 V, waktu akumulasi optimum
60 s, konsentrasi kalkon optimum 0,5 mM,

53
dan pH optimum larutan yaitu 5. Hasilnya Pada Tabel 1, nilai rata-rata untuk logam
dapat dilihat pada Tabel 1. Fe(III) dan Co(II) masing-masing adalah 357
nA dan 178,4 nA. Standar Deviasi Relatif
Tabel 1. Hasil pengukuran larutan standar (SDR) dari masing-masing logam adalah
campuran Fe(III) 10 µg/L dan Co(II)
0,84% untuk Fe(III) dan 0,86% untuk Co(II).
10 µg/L
Metoda yang digunakan dalam penelitian
dapat dikatakan memiliki ketelitian sangat
Pengulangan Arus Arus tinggi karena menurut metoda Association of
Punca Puncak Official Analytical Chemist (AOAC), nilai SDR
k
(nA) Fe(III) (nA) Co(II) untuk konsentrasi larutan standar 10 µg/L
1 359,3 180,2 adalah kecil dari 15%.
2 354,5 176,1
3 351,6 178,1 3.6. Aplikasi Pada Sampel
4 357,3 178,4 Metode ini diaplikasikan pada sampel
5 360,4 179,9 untuk penentuan Fe(III) dan Co(II) secara
6 358,8 178,6 langsung dalam air kran, sungai Batu
7 355,1 176,9 Busuk, air laut Bungus Padang. Pengukuran
8 355,9 179,4 sampel dilakukan dengan standar adisi.
9 355,8 176,1 Gambar 5, 6 dan 7 adalah voltamogram
10 361,5 179,7 hasil pengukuran sampel air kran, sungai
Rata-rata 357,0 178,4 Batu Busuk dan air laut Bungus Padang
SD 3,020 1,538 dengan dua kali adisi standar dengan
menggunakan kondisi optimum yang telah
SDR 0,84% 0,86% didapatkan sebelumnya.
sampel air keran

-800n Fe(III)

Adisi 2
Adisi 1
-600n
Sampel
I (A)

-400n Co

-200n

0
0.00 -0.25 -0.50 -0.75 -1.00 -1.25
U (V)
Gambar 5. Voltamogram dari sampel air kran dengan dua kali adisi standar Fe dan Co 10 mg/L.

54
sampel air sungai

-600n
Fe(III)

Adisi 2
-500n
Adisi 1 Sampel

-400n
I (A)

-300n
Co

-200n

-100n

0.00 -0.25 -0.50 -0.75 -1.00 -1.25


U (V)
Gambar 6. Voltamogram dari sampel air sungai Batu Busuk dengan dua kali adisi standar Fe dan Co
10 mg/L.
sampel air laut

Fe(III)
Adisi 2
-600n

Adisi 1

Sampel
I (A)

-400n

-200n
Co

0.00 -0.25 -0.50 -0.75 -1.00 -1.25


U (V)
Gambar 7. Voltamogram dari sampel air laut Bungus Padang dengan dua kali adisi standar Fe dan Co
10 mg/L.

Gambar 5, 6, dan 7 menunjukkan pada sampel air kran, air sungai Batu Busuk
adanya kenaikan arus puncak setelah dan air laut Bungus Padang dapat dilihat
ditambahkan 0,2 mL larutan standar 10 dari kurva pada Gambar 8, 9 dan Gambar 10
mg/L. Konsentrasi logam Fe(III) dan Co(II) di bawah ini.

55
Fe(III) Co
c = 585.686 ug/L c = 225.207 ug/L
+/- 68.499 ug/L (11.70%) +/- 102.552 ug/L (45.54%)

-300n

-600n -250n

-200n
I (A)

I (A)
-400n
-150n

-100n
-200n
-50.0n
-0.00056 -0.00022
0 0
-6.00e-4 -4.00e-4 -2.00e-4
-2.00e-4 -1.00e-4 0 1.00e-4
0
c (g/L) c (g/L)

Gambar 8. Kurva konsentrasi Fe(III) dan Co(II) yang terkandung dalam sampel air kran

Fe(III) Co
c = 465.648 ug/L c = 594.080 ug/L
+/- 120.845 ug/L (25.95%) +/- 137.601 ug/L (23.16%)
-500n
-200n

-400n
-150n
-300n
I (A)

I (A)

-100n
-200n

-50.0n
-100n
-0.00045 -0.00057
0 0
-5.00e-4-4.00e-4-3.00e-4-2.00e-4-1.00e-4 0
-6.00e-4 -4.00e-4 -2.00e-4 0
1.00e-4
c (g/L) c (g/L)

Gambar 9. Kurva konsentrasi Fe(III) dan Co(II) yang terkandung dalam sampel air sungai Batu Busuk
Padang.

Fe(III) Co
c = 325.097 ug/L c = 634.236 ug/L
+/- 80.208 ug/L (24.67%) +/- 265.529 ug/L (41.87%)
-150n
-500n
-125n
-400n
-100n
I (A)

-300n
I (A)

-75.0n

-200n
-50.0n

-100n -25.0n
-0.00031 -0.00061
0 0
-3.00e-4 -2.00e-4 -1.00e-4 0 1.00e-4
-6.00e-4 -4.00e-4 -2.00e-4 0
c (g/L)
56
c (g/L)
Gambar 10. Kurva konsentrasi Fe(III) dan Co(II) yang terkandung dalam sampel air laut Bungus Padang.

57
Tabel 2. Data kandungan logam Fe(III) dan Co(II) pada air kran, air sungai Batu Busuk, air laut Bungus
Padang.

No. Daerah Pengambilan Sampel Fe(III) µg/L Co(II) µg/L


1. Air kran 585 225
2. Air sungai Batu Busuk 465 594
3. Air laut Bungus Padang 325 634

Pada Tabel 2 dapat dilihat konsentrasi suatu metoda. Perolehan kembali ini
logam Fe(III) dan Co(II) yang terkandung di ditentukan dengan cara menambahkan
air kran yaitu 585 µg/L dan 225 µg/L. larutan standar dengan konsentrasi tertentu
Konsentrasi logam Fe(III) dan Co(II) yang ke dalam larutan sampel yang telah
terkandung di air sungai Batu Busuk diketahui konsentrasinya dengan metoda
padang yaitu 465 µg/L untuk Fe(III) dan standar adisi. Berikut adalah data perolehan
594 µg/L untuk Co(II). Konsentrasi logam kembali yang diperoleh dengan
Fe(III) dan Co(II) yang terkandung di air menambahkan 1 mL larutan standar 10
laut Bungus Padang berturut turut yaitu 325 mg/L Fe(III) dan Co(II) ke dalam 100 mL
µg/L dan 634 µg/L. sampel air laut. Hasil perolehan kembali
logam Fe(III) dan Co(II) dapat dilihat pada
3.7. Recovery Tabel 3 di bawah ini.
Penentuan nilai perolehan kembali
bertujuan untuk melihat ketepatan dari

Tabel 3. Data perolehan kembali Fe(III) dan Co(II) dengan Metoda AdSV

Fe(III) Co(II)
No. Perolehan Perolehan
A B C A B C
kembali kembali
(µg/L) (µg/L) (µg/L) (µg/L) (µg/L) (µg/L)
(%) (%)
1 325 310 99 73 634 725 99 98
2 325 521 99 123 634 478 99 65
3 325 661 99 155 634 598 99 81
Jumlah 352 245
Rata-rata 118 82

Rumus : dengan metoda stripping voltammetri


% perolehan kembali = B/(A+C) x100 % adsorptif tersebut memiliki ketepatan dan
Ket : A = Konsentrasi sampel yang ketelitian yang bagus karena masih berada
diketahui dalam rentang standar perolehan kembali
B = Konsentrasi sampel yang Association of Official Analytical Chemist
diperoleh (AOAC) yaitu 75% - 120%11.
C = Konsentrasi standar yang
ditambahkan 4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai perolehan
dapat disimpulkan pengukuran kondisi
kembali dengan metoda stripping
optimum dari beberapa parameter yaitu:
voltammetri adsorptif dari Fe(III) adalah
potensial akumulasi -0,6 V, waktu
118% dan Co(II) adalah 82%. Nilai
akumulasi 60 s, konsentrasi kalkon 0,5 mM,
perolehan kembali dari Fe(III) dan Co(II)
dan pH larutan 5. Hasil pengukuran standar

58
deviasi relatif yang didapat dengan 10 kali 6. Deswati., Hamzar, S., and Safni., 2012,
pengulangan untuk logam Fe(III) dan Co(II) The Method of the development of
yaitu 0,84% dan 0,86%. analysis Cd, Cu, Pb and Zn in sea water
Metoda ini diaplikasikan secara langsung by adsorptive stripping voltammetry
pada sampel air kran dan air sungai Batu (AdSV) in the presence of calcon as
Busuk, Air laut Bungus Padang. Konsentrasi complexing agent, Indo. J. Chem., 12 (1),
logam Fe(III) dan Co(II) yang terkandung di 20-27.
sampel air kran berturut-turut yaitu 585
µg/L dan 225 µg/L. Konsentrasi logam 7. Ensafi, A, A., Abbasi, S., Mansour, R, H.,
Fe(III) dan Co(II) yang terkandung di air 2001, Differential pulse adsorption
sungai Batu Busuk padang berturut-turut stripping voltammetric determination of
yaitu 465 µg/L dan 594 µg/L. Konsentrasi copper(II) with 2-mercaptobenzimidazol
logam Fe(III) dan Co(II) yang terkandung di at Hanging Mercury-Drop Electrode,
air laut Bungus padang berturut-turut yaitu Anal. Sci., 17, 609-612.
325 µg/L dan 634 µg/L. Nilai perolehan
kembali yang telah didapat untuk logam 8. Zang, S., and Huang, W., 2001,
Fe(III) adalah 118% dan Co(II) adalah 82%. Simultaneous determination of Cd(II)
and Pb(II) using a chemically modified
5. Ucapan Terima Kasih electrode, Anal. Sci., 17, 983-985.
Ucapan terima kasih ditujukan kepada
Analis laboratorium Analitik Jurusan Kimia, 9. Deswati., Hamzar, S., Umiati, L dan Hilfi,
FMIPA, Univeritas Andalas. P., 2013, Optimasi Penentuan Besi, Kobalt
dan Nikel dalam Air Laut secara
Referensi Voltammetri Stripping Adsorptif(AdSV).
1. Apriliani, R., 2009, Studi Penggunaan Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Kurkumin Sebagai Modifier Elektroda Lampung.
Pasta Karbon Untuk Analisis Timbal (II)
Secara Stripping Voltametry. Skripsi 10. Santos., and Echeandía., 2001, Direct
Sarjana Kimia. Universitas Sebelas Maret. simultaneous determination of Co, Cu,
1-4. Fe, Ni and V in pore waters by means of
adsorptive cathodic stripping
2. Saryati., dan Wardiyaty, S., 2008, voltammetry with mixed ligands.
Aplikasi Voltametri Untuk Penentuan Talanta. 85, 506–512.
Logam Berat Dalam Bahan Lingkungan.
Indo. J. Mater. Sci, Edisi khusus 11. Association of Official Analytical
Desember, 265-270. Chemists. 2002, Official methods of
analysis, 17th ed., Gaithesburg: AOAC.
3. Jugade, R., and Joshi, A, P., 2006, Highly
sensitive adsorptive stripping
voltammetric method for the ultra trace
determination of chromium(VI)., Anal
Sci., 22, 571-574.

4. Khopkar, S, M., 1990, Konsep dasar kimia


analitik, UI-Press, Jakarta.

5. Richard, J, C., and Brownmartin, J, t, M.,


2005, Analytical Technique for Trace
ElementAnalysis : an Overview. Anal.
Chem., 24(3), 266-270.

59
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

STUDI SPEKTROSKOPI BLENDING GARAM TRANSISI


NIKEL(II) KLORIDA PADA ZnO DALAM ASETONITRIL

Eka Mai Sosila Detri, Admi, dan Syukri

aLaboratorium Kimia Material Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: syukri.darajat@yahoo.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

It has been investigated to prepare a heterogeneous catalyst by bending a Ni(II) on ZnO. The catalyst was
use to transesterification of palm oil to produce biodiesel. The parameter is atomic ratio Ni(II) : Zn = 1:100,
5:100, and 10:100. ZnO-Ni(II)asetonitrilklorida was characterized by using FT-IR and AAS methods. The
FTIR analysis indicate occure interaction between catalyst and suppot. In this reaserch the atomic ratio Ni(II)
: Zn = 10 : 100 was gave the high metal loading level and low metal leaching level. The stability of catalyst
can be seen by Ni(II) loading and metal leaching value. The value of Ni(II) loading and metal leaching were
5,9% and 0,26%, respectively.

Keywords: Heterogeneous catalyst, ZnO-Ni(II) acetonitril chloride, ZnO, Blending,

I. Pendahuluan dipilih karena mudah dipisahkan dan tidak


meracuni produk hasilnya.
Kebutuhan akan energi semakin meningkat
dengan meningkatnya jumlah populasi Usaha alternatif yang terus dikembangkan
manusia di dunia. Kebutuhan akan bahan yaitu dengan mengamobilisasi suatu katalis
bakar ini selalu mengalami peningkatan pada suatu material support sehingga
seiring berjalannya waktu, namun jumlah menghasilkan jenis katalis heterogen.
bahan bakar yang tersedia di bumi semakin material support yang biasa digunakan yaitu
lama mengalami penurunan karena sumber support organik seperti Poly-4-vinylpyridine
bahan bakar ini tidak dapat diperbaharui (P4PV)4 maupun pada support anorganik
(unrenewable).1 Senyawa katalis sebagai Mobile Crystaline Material (MCM 41).5 Selain
salah satu unsur terpenting dalam proses itu penggunaan support anorganik yang
sintesis, baik organik maupun anorganik dimodifikasi juga telah dilakukan seperti
akan sangat menarik untuk diteliti dan silika yang dimodifikasi dengan
dimodifikasi, sehingga kegunaanya dapat penambahan anilin (C6H5NH2) dan
ditingkatkan dan efek samping yang aluminium triklorida (AlCl3) yang
ditimbulkan ke lingkungan dapat ditekan tujuannya dapat meningkatkan kepositifan
seminimal mungkin.2 dari atom pusat. Dari hasil uji aktivitas
katalitik katalis tersebut didapatkan bahwa
Senyawa komplek logam transisi telah katalis dengan material support yang
banyak dipelajari sebagai katalis dalam dimodifikasi dapat digunakan sebagai
beberapa reaksi organik, baik sebagai katalis katalis dalam reaksi transesterifikasi.6
homogen maupun katalis heterogen.3 Telah
banyak kombinasi katalis dikembangkan Penelitian mengenai ZnO sebagi katalis
untuk meningkatkan hasil dalam reaksi dalam reaksi transesterifikasi sudah banyak
biodisel. Katalis heterogen lebih banyak dilakukan, baik ZnO sendiri menjadi katalis

60
maupun ZnO yang digabung dengan oksida
˚C selama 5 jam. Proses pemanasan ini
lain seperti TiO2-ZnO, CaO-ZnO, ZnO-
dihentikan apabila didapatkan perubahan
La2O3, dan ZnO-Al2O3.7,8 Dari penelitian
berat yang tidak signifikan antara
tersebut didapatkan bahwa katalis-katalis penimbangan kedua dengan penimbangan
tersebut mampu menjadi katalis dalam ketiga. NiCl2 hidrat kemudian disimpan
reaksi transesterifikasi. NiCl2 telah banyak
didalam botol tertutup sehingga dapat
diaplikasikan sebagai katalis dalam reaksi digunakan untuk perlakuan berikutnya.
organik, contohnya dalam mensintesis α-
Aminonitrils.9 Namun, penggunaan garam
logam NiCl2 belum diaplikasikan sebagai 2.2.3 Sintesis blending ZnO-Ni (II) aetonitril
katalis dalam reaksi transesterifikasi. klorida

Pada penelitian kali ini disintesis katalis Suatu deret rasio mol NiCl2 terhadap ZnO
yang dihasilkan dari blending NiCl2 dengan disiapkan menurut urutan antara Ni : Zn =
ZnO dalam pelarut asetonitril yang 1:100, 5:100, dan 10:100. NiCl2 anhidrat
ditujukan untuk reaksi transesterifikasi ditambahkan 30 mL ligan solvent asetonitril
untuk sintesis biodisel. didalam labu alas bulat dan dilakukan
refluks pada suhu 60 ºC selama 30 menit.
II. Metodologi Penelitian Selanjutnya ZnO ditambahakan secara
2.1 Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi perlahan-lahan kedalam labu. Setelah
seluruh ZnO ditambahkan proses refluks
Bahan yang digunakan adalah seng oksida diteruskan selama 2 jam. Refluks dihentikan
serbuk (ZnO) (Merck), nikel klorida dan setelah dingin padatan dipisahkan
(NiCl2.6H2O) (Merck), dan asetonitril secara sederhana menggunakan corong
(CH3CN) (Merck). Buchner dan kertas saring Whatman.
Padatan yang diperoleh kemudian dicuci
dengan asetonitril. Residu yang diperoleh
Peralatan yang digunakan diantaranya
(ZnO-Ni(II)asetonitrilklorida) disimpan
adalah beberapa peralatan gelas, magnetic
didalam desikator untuk dilakukan
stirrer, neraca analitis, oven, labu alas bulat,
karakterisasi FT-IR. Hal yang sama juga
kondensor, corong Buchner, desikator, dan
dilakukan pada sintesis blending ZnO-
nanomiling. Instrumen yang digunakan
Ni(II)asetonitrilklorida dengan
adalah FT-IR (JASCO FT-IR 460 plus) dan
perbandingan mol Ni : Zn = 5:100 ; dan
AAS (Younglin 8020 AAS).
10:100.
2.2 Prosedur penelitian
2.2.4 Penentuan Kandungan Nikel dari ZnO-
Ni(II)asetonitrilklorida
2.2.1 Perlakuan terhadap ZnO
Perlakuan pertama yang dilakukan
Filtrat yang diperoleh pada percobaan 2.2.3,
terhadap ZnO adalah penghalusan dengan
selanjutnya dibawa ke Laboratorium
menggunakan nanomiling selama 1 jam.
Analisa Air Jurusan Teknik Lingkunan FT,
Setelah dilakukan penghalusan (miling),
Universitas Andalas untuk ditentukan
ZnO diaktifasi pada suhu 200 ºC selama 5
kadar nikelnya dengan AAS. Dari selisih
jam. Pada saat diaktifasi ZnO diaduk
jumlah nikel mula-mula yang diblending
dengan menggunakan magnetic stirrer serta
dengan jumlah nikel yang ditemukan pada
dibantu pengadukan manual dengan
filtrat, maka jumlah nikel yang tertahan
menggunakan batang pengaduk.
pada ZnO bisa dikalkulasi.
2.2.2 Perlakuan Terhadap NiCl2. 6H2O
Perlakuan pertama pada NiCl2.6H2O yaitu
pemanasan. Cawan penguap yang berisis
NiCl2 kemudian dipanaskan pada suhu 110
2.2.5 Penentuan Tingkat Leaching Nikel dari ZnO dengan variasi rasio mol Ni : Zn =
ZnO-Ni(II)asetonitrilklorida 1:100; 5:100; dan 10:100.
Dicampurkan ZnO-Ni(II)asetonitrilklorida Gambar 1.a. merupakan spektrum ZnO
0,25 g dengan 15 mL asetonitril dalam yang menunjukkan adanya pita serapan
erlenmeyer dan distirer selama 24 jam. karakteristik disekitar 400-450 cm-1 yang
Filtrat yang diprediksi mengandung ion merupakan vibrasi ulur dari Zn-O. Pada
Ni(II) dipisahkan dari padatannya dengan daerah 1250-1750 cm-1 terdapat vibrasi dari
penyaringan untuk ditentukan jumlah Zn-O-Zn. Kemunculan pita yang cukup
nikelnya dengan AAS. Berdasarkan tajam antara 3250-3750 cm-1
kandungan nikel yang diperoleh pada mengindikasikan adanya vibrasi ulur O-H
percobaan 2.2.4 dan jumlah nikel pada filtrat dari gugus hidroksil permukaan dari ZnO.
yang diperoleh pada pengukuran dengan
AAS maka tingkat leaching bisa ditentukan. Gambar 1.b, c, dan d merupakan hasil
analisis FTIR kompleks ZnO-Ni(II)
III. Hasil dan Pembahasan asetonitrilklorida dengan perbandingan Ni :
Zn = 1:100; 5:100; dan 10:100. Pita serapan
3.1. Karakterisasi katalis teramobilisasi tajam pada bilangan gelombang 2357 cm-1
dengan Fourier Transform Infra Red (FT- yang mengindikasikan vibrasi CN stretcing
IR) dari CH3CN yang terikat pada atom logam
pusat yang telah mengalami pergeseran pita
Karakterisasi FT-IR Dari ZnO dan katalis serapan. Kemunculan pita serapan CN pada
Ni(II)asetonitrilklorida yang diblending variasi mol 5:100 sangat lemah karena
pada ZnO diukur pada daerah dengan asetonitril merupakan ligan lemah sehingga
angka gelombang serapan 400 – 4000 cm-1. molekulnya sangat mudah lepas. Selain itu,
muncul pula pita serapan pada bilangan
gelombang 2926 cm-1 mengidentifikasikan
vibrasi C-H asetonitril dari kompleks yang
terbentuk. Pita serapan yang muncul pada
bilangan gelombang 3455 cm-1 merupakan
pita serapan O-H dari gugus hidroksi
permukaan.

Gambar 1.e merupakan spektrum IR dari


NiCl2. Terlihat pelebaran puncak pada
bilangan gelombang 3400 cm-1 yang
merupakan vibrasi ulur O-H dari molekul
air. Selain itu, muncul serapan pada
bilangan gelombang 1634 cm-1 yang
mengindikasikan H-O-H bending dari
molekul H2O. Pita serapan pada bilangan
gelombang 631 cm-1 mengindikasikan
adanya vibrasi dari gugus halida (Cl),
dimana pita serapan gugus fungsi halida
Gambar 1. Spektrum FTIR a) ZnO b) c) d) Katalis
berkisar antara 550-850 cm-1.
blending ZnO-Ni(II)asetonitrilklorida
variasi 1:100; 5:100; 10:100 e) NiCl2
Dari pola spektra pada gambar 1 dapat
disimpulkan bahwa ikatan yang terjadi
Pada penelitian ini, analisis FTIR dilakukan
antara kompleks Ni(II)asetonitrilklorida
untuk ZnO, nikel klorida anhidrat, dan
dengan ZnO adalah interaksi fisika. Hal ini
senyawa komplek Ni(II)asetonitrillorida
ditandai dengan tidak berubahnya
yang telah diblending pada permukaan
spektrum dari ZnO jika kompleks tersebut pada Ni(II)asetonitrilklorida dengan ZnO
telah terikat pada ZnO. berupa interaksi fisika. Katalis heterogen
ZnO-Ni(II)asetonitrilklorida termasuk
3.2. Karakterisasi dengan Atomic Absorption katalis yang baik karena memiliki nilai
Spectroscopy (AAS) metal loading yang tinggi dan metal
leaching yang cukup kecil.
Analisis menggunakan AAS pada sintesis
katalis ini bertujuan untuk menentukan V. Ucapan terima kasih
kadar logam nikel yang terdapat pada
amobilat sebelum dan sesudah uji stabilitas.
Ucapan terima kasih ditujukan kepada
Sebelum dilakukan uji stabilitas banyaknya
analis laboratorium kimia material dan Staf
kadar logam Ni yang berikatan dengan
laboratorium jurusan kimia Universitas
support disebut dengan metal loading dan
Andalas.
kadar logam Ni yang lepas kepelarut setelah
uji kestabilan disebut dengan metal leaching.
Referensi
Dari tabel uji persentase metal loading dan
1. Universitas Sumatra Utara, Proses
persentase metal leaching logam Ni,
pembuatan biodiesel turunan minyak
didapatkan bahwa nilai metal loading dari Ni
kacang tanah menggunakan katalis KOH,
cukup tinggi yaitu diatas 1%. Dari nilai
CaO dan cosolvent eter dengan lamanya
metal leaching dapat dilihat kestabilan dari
reaksi 3 jam pada suhu 65 oC.
blending Ni(II)asetonitrilklorida pada ZnO,
dimana semakin sedikit ion logam Ni yang 2. Syukri, Hijazi, A. K., Sakthivel, A., Al-
terlepas maka semakin kecil nilai metal Hmaideen, A. I., and Kühn, F. E., 2006,
leaching. Heterogenization of Solvent-Ligated
Copper(II) Complexes on Poly(4-
Tabel 1. Nilai Metal Loading dan Metal Leaching vinylpyridine) for the Catalytic
logam Ni dari katalis ZnO- Cyclopropanation of Olefins, Inorganica
Ni(II)asetonitrilklorida Chimica Acta, 360
3. Hillion, G., Delfort, B., Pennec, D. L.,
Metal Loading pada Bournay, L., Chodorge, J. A., 2003,
Metal Metal
amobilat setelah uji
Loading pada leaching Biodiesel Production by a Continuous
Metal leaching
amobilat (%) (%) Process Using a Heterogeneous
(%)
Catalyst, Prepr. Pap.-Am. Chem. Soc.,
1,70 % 1,69 % 0,38 %
Div. Fuel Chem. Vol 48(2),636.
3,06 % 3,05 % 0,26 %
5,09 % 5,88 % 0,25 % 4. Putri, A., Syukri, Rilda, Y., 2011,
“Sintesis, Karakterisasi, dan Uji
Interaksi yang terjadi antara kompleks Katalitik Mn yang Diamobilisasi pada
Ni(II)asetonitrilklorida dengan ZnO cukup P4PV”, Skripsi Sarjana Jurusan Kimia
stabil. Dari data nilai metal leaching dapat FMIPA UNAND
dikatakan bahwa metal leaching yang 5. Syukri, S., Fischer, C. E., Hmaideen, A.
didapatkan sudah baik karena tidak A., Li, Y., Zheng, Y., Kühn, F. E., 2007,
melebihi angka 10%, sehingga dapat Modified MCM-41-supported
dikatakan bahwa katalis blending memiliki acetonitrile ligated copper(II) and its
kestabilan yang tinggi. catalytic activity in cyclopropanation of
olefins, Microporous and Mesoporous
IV. Kesimpulan Materials 113 (2008) 171–17
6. Pratikha, R. S., Syukri, Admi, 2013,
Dari hasil penelitian mengenai sintesis Syinthesis and Characterization of
blending ZnO-Ni(II)asetonitrilklorida dapat Acetonitrile Ligated Cu(II) Complex
disimpulkan bahwa interaksi yang terjadi and Its Catalytic Application for
Transesterification of Frying Oil in
Heterogeneous Phasa. Indo. J. Chem., 13
(1), 72 – 76.

7. De, Surya Kanta, 2005, Nickel (II)


Chloride catalyzed one-pot synthesis of
α-aminonitrils, Journal of Molecular
Catalysis A: Chemical 225.
8. Ibrahim, 2013, Advancement in
Heterogeneous Catalysis of
Triglycerides for Biodiesel Production,
International Journal of Engineering and
Computer Science ISSN:2319-7242, Vol 2,
No. 1426-1433.
9. Mukenga, Mbala, 2012, Biodiesel
Production over Supported Zinc Oxide
Nanoparticles, A thesis submitted to the
faculty of Engineering and the Built
Environment, University of Johannesburg,
in partial fulfillment of the reguirements
fot the degree of Magister Technologiae.
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

PRODUKSI BIOETANOL DARI AMPAS SAGU (Metroxylon sp) MELALUI


PROSES PRETREATMENT DAN METODE SIMULTANEOUS
SACCHARIFICATION FERMENTATION (SSF)

Khairunnisah, Marniati Salim, dan Elida Mardiah

Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail : justuun@gmail.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

Sago waste is one of biomass lignocellulose that potential to produce bioethanol. Lignocellulose
material consist of three major component such as cellulose, hemicellulose and lignin. The
available of lignin become inhibitor for enzymatic process it must removed by pretreatment.
Research for bioethanol production from sago waste through pretreatment process by using a
variation of alkaline solution; 1% NaOH, 8% NH4OH, 1% NaOH + 4% NH4OH and 1% NaOH
+ 8% NH4OH with a ratio solid to liquid 1:10 (w/v) after that, followed by SSF method
involved two kind of fungi like Trichoderma viride strain T1 sk for saccharification and
Saccharomyces cerevisiae for fermentation process. The optimum conditions for the reduction of
samples obtained after pretreatment at concentration of 1% NaOH + 8% NH4OH at 49,3017%
with a long incubation period of 3 days with a temperature 50 0C. Result of determination
cellulase enzyme activity from Trichoderma viride strain T1 sk by 0.1% CMC is 0,1144 unit and
the highest glucose yield is 921,25 µg/mL from 0,9 gram substrate of sago waste while the
optimum time for the saccharification process obtained in 75 minutes. Ethanol content was
analyzed by GC/MS resulted 12.99% (% area) or equal with 0,38 mL ethanol yield for 168 hours
of fermentation .

Keywords : Sago waste, bioethanol, alkaline pretreatment, SSF

I. Pendahuluan
Bioetanol (C2H5OH) merupakan etanol pemarutan atau pemerasan isi batang sagu.
hasil fermentasi biomassa yang hadir Ampas sagu belum banyak dimanfaatkan
sebagai bahan bakar alternatif, memiliki sampai saat ini, sehingga banyak yang
keunggulan karena mampu menurunkan dibuang begitu saja sebagai limbah.
emisi CO2 hingga 18% dibandingkan Ketersediaan ampas sagu pada tahun 2006
dengan emisi bahan bakar fosil seperti di daerah Mentawai, Sumatera Barat cukup
minyak tanah. Bioetanol dapat dibuat dari melimpah yaitu sebesar 14.000 ton yang
bahan nabati yang mengandung gula (nira diperkirakan dari produksi tepung sagu
tebu, aren, molases), pati (ubi kayu, ubi 3500 ton (ratio tepung sagu dan ampas
jalar, sorgum, jagung) atau lignoselulosa sagu adalah 1 : 4) yang kondisinya telah
(jerami padi, tongkol jagung, tandan mencemari lingkungan. Di daerah
kosong kelapa sawit, bambu, kayu).1 Sumatera Barat selain di daerah mentawai,
ampas sagu juga banyak ditemukan di
Salah satu biomassa lignoselulosa yang daerah Pesisir Selatan dan Pariaman. Pada
berpotensi sebagai biofuel yaitu tanaman tahun 2003 di daerah Pesisir Selatan
sagu (Metroxylon sp) yang sudah berupa terdapat ampas sagu sebanyak 3000 ton.
ampas. Ampas sagu terdiri dari serat-serat Semakin banyak produksi tepung sagu,
empulur yang diperoleh dari hasil

65
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

semakin banyak pula ampas sagu yang


dan water-bath shaker.
dihasilkan.2
2.2. Prosedur penelitian
Ampas sagu mengandung 58.21% pati,
a. Pretreatment sampel
22.45% selulosa, 11.8% hemiselulosa, 1.6%
Sampel ampas sagu halus direndam
senyawa ekstraktif, dan 8.95% lignin.
berbagai variasi larutan basa NaOH 1%,
Berdasarkan komposisi ini ampas sagu
NH4OH 8%, NaOH 1% + NH4OH 4% dan
masih banyak kandungan senyawa lain
seperti hemiselulosa, lignin dan senyawa NaOH 1% + NH4OH 8% dengan
ekstraktif yang harus dihilangkan untuk perbandingan padatan (sampel) : cairan
memaksimalkan produksi bioetanol (larutan basa) 1:10 (w/v). Variasi lama
dengan cara melakukan proses perlakuan perendaman selama 1, 2 dan 3 hari pada
awal (pretreatment).3 suhu 500C. Hasil pretreatment disaring
dengan kertas saring dan dicuci dengan
Pretreatment terhadap ampas sagu untuk menggunakan akuades sampai pH netral
menghilangkan senyawa-senyawa yang (pH 7). Endapan yang diperoleh
tidak dperlukan seperti, pati, lignin, dikeringkan pada suhu 500C dalam oven
hemiselulosa dan senyawa ekstraktif selama 2 hari.
lainnya dengan menggunakan larutan basa
NaOH dan NH4OH. 4 b. Uji kualitatif lignin
Uji lignin dilakukan dengan mengambil
Proses sakarifikasi dan fermentasi dalam beberapa tetes air hasil saringan/filtrat
penelitian ini akan dilakukan secara pretreatment kemudian ditambahkan
serentak dalam satu batch dengan dengan larutan FeCl3. Uji positif adanya
melibatkan jamur Trichoderma viride strain lignin pada air sisa saringan ditandai
T1 sk sebagai penghasil enzim selulolitik dengan perubahan warna larutan menjadi
dan xyloglukanolitik untuk sakarifikasi dan merah bata pada larutan sampel5.
Saccharomyces cerevisiae untuk konversi gula
menjadi bioetanol metode ini dikenal c. Pengujian aktivitas enzim selulase
dengan metode SSF. Biakan jamur Trichoderma viride strain T1 sk
yang telah diremajakan, diinkubasi pada
II. Metode Penelitian suhu kamar selama 7 hari dan biakan siap
2.1. Bahan, peralatan dan instrumentasi digunakan.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah sampel ampas sagu yang dibuat Sebanyak 2 tabung reaksi biakan
dari perasan empulur sagu diperoleh dari Trichoderma viride strain T1 sk yang
penjual sagu potong kelurahan kapalo koto ditambahkan dengan 10 mL akuades steril,
Padang. Bahan lain kertas saring, akuades, disuspensikan ke dalam 100 mL medium
akuabides, FeCl3, jamur Trichoderma viride produksi enzim dan diinkubasi pada suhu
strain T1 sk (Laboratorium Fitopatologi 30oC selama 7 hari. Setelah 7 hari, ke dalam
Fakultas Pertanian Universitas Andalas), medium tersebut ditambahkan 0,2 mL
ragi dari fermipan yang dibeli di Pasar tween 80 0,1% dan disaring. Kemudian,
Raya Padang, ammonium hidroksida, hasil supernatan disentrifus 4000 rpm pada
natrium hidroksida, pepton, ekstrak ragi , suhu 5oC, selama 30 menit. Supernatan
glukosa, dan PDA keluaran Merck. yang diperoleh digunakan sebagai ekstrak
kasar enzim. Uji aktivitas enzim selulase
Alat yang digunakan pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode
adalah spektrofotometer UV-Vis Somogy-Nelson dengan variasi jumlah
(Genesys20), Kromatografi Gas (GC-MS ampas tebu dengan lama sakarifikasi.
2010 Shimadzhu), laminar air flow, autoklaf,
inkubator, neraca analitik, hot plate, d. Produksi bioetanol
peralatan gelas, cawan petri, jarum ose, Sebanyak 0,9 g ampas sagu ditambahkan
spiritus, penggiling, oven, ayakan, sentrifus dengan 1 g ekstrak ragi dan 2 g pepton,
ditempatkan dalam erlenmeyer 250 mL.
Selanjutnya 80 mL buffer sitrat 50 mM pH 5 dimasukkan ke dalam erlenmeyer tersebut dan

66
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

disterilisasi pada 121oC selama 15 menit.


ikatan eter atau dikenal dengan lignin
Setelah medium dingin, 10 mL ekstrak
carbohydrate complexes (LCC) yang terdapat
kasar enzim selulase dan 10 mL inokulum
pada hemiselulosa dan selulosa.6
Saccharomyces cerevisiae, disuspensikan ke
dalam medium dan diinkubasi dalam
Dari gambar 1, dapat dilihat kondisi
water-bath shaker 110 rpm pada suhu kamar
optimum pretreatment ampas sagu pada
selama 168 jam. Hasil fermentasi disaring
variasi konsentrasi campuran basa NaOH
dan supernatan yang diperoleh didestilasi.
1% + NH4OH 8% dengan lama perendaman
Destilat yang didapatkan diukur dengan
kromatografi gas. selama 3 hari pemakaian suhu 500C dan
pengurangan jumlah sampel sebesar
49,3017%.
III.Hasil dan Pembahasan
a. Pretreatment sampel b. Uji kualitatif lignin
Dari hasil pretreatment yang telah dilakukan
Analisis keberadaan lignin dengan
penambahan larutan FeCl3.
diperoleh data tabel pengurangan T = jumla
500 C h
ampas sagu dengan penambahan berbagai
variasi konsentrasi larutan basa NaOH dan
NH4OH.
1 2 3 1 2 3

(a) (b)

Gambar 2. Uji Kualitatif Lignin dengan Variasi


pH (a) sebelum ditetesi FeCl3 (b)
setelah ditetesi dengan FeCl3.

1. Hasil penyaringan dan pencucian


endapan setelah 2 hari pH 10
2. Hasil penyaringan dan pencucian
endapan setelah 4 hari pH 8
3. Hasil penyaringan dan pencucian
Gambar 1. Kurva persentase kehilangan jumlah
endapan setelah 6 hari pH 7
sampel setelah pretreatment
Lignin yang bereaksi dengan basa
Lama perendaman ampas sagu dengan
membentuk garam fenolat (pH 11) dibuang
NaOH dan NH4OH ini dibuat variasi
dengan melakukan pencucian dengan
waktu selama 1, 2 dan 3 hari dengan suhu akuades hingga pH netral pencucian
500C. Suhu disini juga dapat bertindak diharapkan dapat menghilangkan pengotor
sebagai katalis untuk mempercepat reaksi agar tidak menghambat proses enzimatik
karena dibandingkan dengan asam, selanjutnya. Penyaringan dan pencucian
pretreatment basa membutuhkan waktu hasil pretreatment ampas sagu ini kemudian
proses yang lama. Akan tetapi, jika suhu hanya menyisakan sebagian hemiselulosa
yang digunakan terlalu tinggi akan dan selulosa yang tidak dapat larut dalam
menyebabkan terdegradasinya gula air. Lignin yang terlarut ditandai dengan
fermentasi (gula sederhana). Semakin lama warna coklat kehitaman pada larutan (black
waktu perendaman tekstur dari ampas liquor) hal itu menunjukkan keberadaan
sagu semakin encer dan warna juga senyawa lignin yang memiliki gugus
menjadi lebih gelap. Tekstur yang semakin kromofor, yaitu etilena dan karbonil, serta
encer dapat diasumsikan dengan semakin gugus auksokrom yang dapat
meluasnya permukaan sampel akibat telah meningkatkan intensitas warna, yaitu
terjadinya pemutusan beberapa ikatan yang alkoksil dan hidroksil.7
kompleks dalam lignoselulosa seperti
jika filtrat yang ditambahkan FeCl3 memberikan
Reaksi positif filtrat mengandung lignin perubahan warna merah hingga keunguan.
Hasil yang diperoleh pada filtrat dengan pH 10
67
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

terjadi perubahan warna yang semula


Pengaruh jumlah ampas sagu terhadap
berwarna coklat pekat menjadi merah bata
konsentrasi glukosa
(gambar. 2.b.1) sedangkan pada filtrat
dengan pH 7 terjadi perubahan warna yang
Kemampuan enzim selulase Trichoderma
semula bening menjadi kuning (gambar.
viride strain T1 sk menghasilkan glukosa
2.b.3) setelah ditambahkan larutan FeCl3.
dari substrat ampas sagu telah dilakukan
Hal ini disebabkan pada filtrat pH 10,
dengan membuat variasi jumlah ampas
garam fenolat bereaksi dengan FeCl3 dan sagu 0,1 hingga 1 gram. Pada variasi ini
membuktikan bahwa lignin telah larut diperoleh penyerapan tertinggi pada berat
bersama air hasil penyaringan sedangkan, 0,9 gram dengan kadar glukosa 921,25
pada filtrat pH 7 tidak ada garam fenolat µg/ml dan menurun kembali pada berat 1
yang bereaksi dengan FeCl3 karena hanya gram (Gambar.3).
terdapat akuades tidak ada lagi garam
fenolat yang terlarut dari hasil pencucian
endapan.5

c. Pengujian aktivitas enzim


Untuk pengujian aktifitas enzim dilakukan
proses sakarifikasi dengan bantuan ekstrak
kasar enzim selulase dari Trichoderma viride
strain T1 sk yang kemudian dilakukan
pengujian terhadap substrat CMC 0,1%
dalam buffer asetat 0,1 M pH 5,0.
Konsentrasi glukosa ditentukan dengan Gambar 3. Kurva hubungan jumlah ampas sagu
cara memasukkan nilai absorban yang terhadap konsentrasi glukosa yang
terukur ke dalam persamaan regresi yang dihasilkan
diperoleh dari perhitungan kurva standar
Hal ini dikarenakan sifat kerja enzim yang
glukosa. Aktivitas enzim yang diperoleh
spesifik, pada jumlah ampas sagu 0,1 gram
terhadap substrat CMC 0,1% ini yaitu
hingga 0,9 gram mengalami peningkatan
0,1144 Unit.
glukosa dikarenakan jumlah enzim selulase
yang bekerja sesuai dengan banyaknya
Aktivitas enzim yang diperoleh sangat kecil
substrat sedangkan pada jumlah ampas
karena CMC merupakan substrat yang
sagu 1 gram mengalami penurunan
hanya memiliki sifat amorf saja sehingga
disebabkan jumlah substrat terlalu banyak
bagian enzim selulase yang bekerja hanya
dari enzim selulase yang tersedia untuk
endoglukanase sementara enzim selulase
mengkonversi selulosa menjadi glukosa.
dari Trichoderma viride strain T1 sk
tergolong enzim lengkap untuk
Proses sakarifikasi juga dipengaruhi oleh
mendegradasi substrat berbahan amorf
lamanya waktu hidrolisis. Lama
(endoglukanase), kristalin (eksoglukanase)
sakarifikasi dibuat variasi 0, 30, 45, 60, 75,
dan selubiosa (-glukosidase).8
90, 105 dan 120 menit. Lama sakarifikasi
yang optimum terdapat pada waktu 75
menit dengan konsentrasi glukosa tertinggi
882,50 µg/mL (Gambar.4).
Hubungan lama sakarifikasi terhadap tersedia sehingga memungkinkan peningkatan
konsentrasi glukosa dapat dilihat pada kurva di kerja enzim untuk terjadi peningkatan kadar
bawah ini : glukosa, namun pada waktu 80 hingga 120
menit mengalami penurunan kadar glukosa
Pada waktu 0 hingga 75 menit jumlah dikarenakan semakin lamanya waktu hidrolisis
substrat ampas sagu masih cukup banyak jumlah substrat ampas sagu akan semakin
sehingga dengan semakin lamanya waktu berkurang karena telah banyak yang
hidrolisis, glukosa yang dihasilkan juga terhidrolisis sehingga glukosa yang dihasilkan
meningkat selain itu juga dapat disebabkan cenderung menurun atau konstan.
gula sebagai sumber nutrisi masih banyak

68
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

Pada waktu inilah kondisi sesuai untuk


Saccharomyces cerevisiae mengkonversi
glukosa jadi etanol. Saat jumlah substrat
sebanding dengan jumlah enzim. Menurut
Kunaepah (2008), ada banyak faktor yang
mempengaruhi fermentasi antara lain
substrat, suhu, pH, oksigen, dan mikroba
yang digunakan. Berbeda kondisi akan
menghasilkan hasil yang berbeda pula.

Gambar 4. Kurva pengaruh lama sakarifikasi Senyawa yang diperoleh dari hasil
terhadap konsentrasi glukosa yang pengukuran GC-MS pada masing-masing
dihasilkan lama fermentasi terdapat jenis alkohol lain
seperti metanol, butanol dan isopropanol.
Menurut literatur, Saccharomyces cerevisiae
d. Produksi bioetanol bersifat homofermentatif yang
Konsentrasi etanol ditentukan dengan menghasilkan produk fermentasi dominan
menggunakan GC-MS (kromatografi gas- berupa alkohol saja, dan apabila waktu
spektroskopi massa). Sebelum sampel fermentasi ditambah akan semakin banyak
diukur dengan GC-MS, hasil fermentasi alkohol terbentuk. Selain itu, dihasilkannya
yang telah disentrifus didestilasi terlebih jenis alkohol lain diduga selama proses
dahulu agar mendapatkan etanol yang destilasi terjadi kelebihan suhu pemanasan
murni. Hasil pengukuran dengan GC-MS yang menyebabkan terbawanya senyawa-
diperoleh rendemen etanol dalam 12,99% senyawa yang memiliki titik didih diatas
(% area) sebesar 0,38 mL pada lama etanol begitupula senyawa-senyawa
fermentasi 168 jam (Gambar.5). dibawah titik didih etanol juga ikut
terdeteksi seperti CO2 dan metanol.9

Kadar etanol yang terlalu rendah bisa


disebabkan karena proses fermentasi
Gambar 5. Spektrum GC-MS menunjukkan terlalu lama menghasilkan senyawa-
identifikasi senyawa etanol senyawa asam organik seperti asam asetat,
asam karbamat, asam format dan gas CO 2
yang merupakan senyawa samping hasil
fermentasi etanol sehingga senyawa-
senyawa ini akan menghentikan kerja
enzim invertase dari saccharomyces cerevisiae
untuk memproduksi etanol lebih banyak.
Selain itu, bisa juga dipengaruhi oleh
kondisi pretreatment yang diberikan
penelitian ini.

IV.Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa lignin dapat
dilepaskan dari ampas sagu dengan
menggunakan metode pretreatment alkali
NaOH 1% + NH4OH 8% dengan persentase
penurunan berat sampel sebesar 49,3017%,
dengan perbandingan padatan (ampas
sagu) : cairan (NaOH-NH4OH) (1:10)
selama 3 hari pada 50oC. Konsentrasi
glukosa maksimum yang dihasilkan oleh
enzim selulase dari Trichoderma viride strain T1 sk adalah sebesar 921,25 µg/mL dari 0,9 g

69
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, Agustus
2013

ampas sagu dengan lama sakarifikasi 75


6. Octavia. S,. H. Soerawidjaja, T.,
menit. Aktivitas enzim selulase itu sendiri
Purwadi, R dan I.D.G. Putrawan, A.,
terhadap substrat murni CMC 0,1% adalah
2011, Pengolahan Awal Lignoselulosa
0,1144 unit. Sedangkan etanol yang
Menggunakan Amoniak untuk
dihasilkan dengan metode SSF dalam
Meningkatkan Perolehan Gula
12,99% persen area sebesar 0,38 mL.
Fermentasi. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”,
V. Ucapan terima kasih
Yogyakarta, B13(2)-B13(6), 1693 – 4393.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
analis Laboratorium Biokimia FMIPA
Universitas Andalas dan Laboratorium 7. Julfana, S.R., Anita, Z.T., dan Idiawati,
Kesehatan Padang yang telah membantu N., 2007, Hidrolisis Enzimatik Selulosa
dalam menyelesaikan penelitian ini. dari Ampas Sagu Menggunakan
Referensi Campuran Selulase dari Trichoderma
Reesei dan Aspergillus Niger. JKK, 2(1),
1. Komarayati, S., dan Gusmailina, 2010, 52-57.
Prospek Bioetanol sebagai Pengganti
Minyak Tanah. Pusat Penelitian dan 8. Bagus, W. G. I., Redi, A.W., dan Bagus
Pengembangan Hasil Hutan. N. S. D.I., 2011, Produksi Selulase
Kasar dari Kapang Trichoderma viride
dengan Perlakuan Konsentrasi
2. De, I.D., Salim, M., dan Mardiah, E.,
Substrat Ampas Tebu dan Lama
2012, Produksi Bioetanol dari Ampas
Fermentasi. Jurnal Biologi, XV(2), 29-33.
Sagu dengan Proses Hidrolisis Asam
dan Menggunakan Saccharomyces
cerevisiae. Jurnal Kimia Unand, 1(1), 34- 9. N. Azizah., A.N. Al- baarri dan
39. S.Mulyani., 2012, Pengaruh Lama
Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol,
pH, dan Produksi Gas Pada Proses
3. Hisyam, 2012, Isolasi Selulosa Ampas Fermentasi Bioetanol dari Whey
Sagu dengan Delignifikasi dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal
Menggunakan Hidrogen Peroksida. Aplikasi Teknologi Pangan, 1(2), 72-77.
Skripsi Sarjana Sains, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

4. Zuo, Z., Tian, S., Chen, Z. and Li, J.,


2012, Soaking Pretreatment on Corn
Stover for Bioethanol Production
Followed by Anaerobic Digestion
Process. Appl Biochem Biotechnol, 167,
2088-2102.

5. Tristianti, S.Y. Sarjono, P.R dan


Mulyani, N.S., 2013, Aktivitas
Fusarium Oxysporum dalam
Menghidrolisis Eceng Gondok
(Eichhornia Crassipes) dengan Variasi
Waktu Fermentasi. Jurnal Chem Info,
1(1), 265 – 274.

70
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, November
2013

PENENTUAN Cu DAN Zn PADA BUAH APEL (Malus


Sylvestris Mill) DAN BUAH MELON (Cucumis melo L)
DENGAN METODA VOLTAMMETRI STRIPPING
ADSORPTIF (AdSV)
Nur Afriyanti, Umiati Loekman, dan Yefrida

Laboratorium Analisis Terapan Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

e-mail: nurafriyanti28@gmail.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

A simple and reliable method was developed to determinate Cu and Zn in apple (Malus
Sylvestris Mill) and melon (Cucumis Melo L) by Adsorptive Stripping voltammetry.
Studied accumulation potential and accumulation time as the optimum parameters used
in this method. The results were obtained optimum conditions 0,3 V accumulation
potential and accumulation time of 120 seconds. At the optimum conditions obtained
relative standard deviation of Cu 1,0228% and Zn 4,4298%. This method was applied to
the determination of Cu and Zn on apple fruit and melon fruit. After the measurements
of the two samples, found in apple 0,0089 ug/g Cu and 0,0160 ug/g Zn, the melon fruit
is 0,0107 ug/g Cu and 0,0087 ug/g Zn. Limit of detection (LOD) of Cu and Zn is equal
to 0,179 ug/g and 0,1591 ug/g while quantitation limit (LOQ) for Cu and Zn is 0,596
ug/g and 0,5304 ug/g .

Keywords: copper, zinc, adsorptive stripping voltammetry.

I. Pendahuluan
tidak melebihi batas maksimum yang
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dibutuhkan oleh tubuh.1
pentingnya Cu dan Zn di dalam tubuh
manusia dalam konsentrasi tertentu. Ion Penentuan logam telah banyak
logam Cu dan Zn adalah dua dari dilakukan dalam berbagai metoda
beberapa ion logam yang terkandung analisis seperti metode spektrofotometri
dalam buah-buahan. Salah satu fungsi serapan atom, spektrometri serapan
dari ion logam tersebut adalah atom elektrotermal setelah pre-
membantu tubuh dalam menciptakan konsentrasi,2 ICP-OES yang diikuti
hubungan dengan jaringan otot, tulang, dengan langkah pre-konsentrasi,3 solid
dan gigi, pembuluh darah. Selain phase extraction dan HPLC,4 analisis
memiliki beberapa fungsi yang stripping potensiometri5 dan
bermanfaat bagi tubuh, ion logam Cu voltammetri stripping adsorptif
dan Zn jika masuk ke dalam tubuh (AdSV).6 Diantara semua metoda
dalam jumlah yang berlebih dapat tersebut, voltammetri stripping
berdampak buruk bagi tubuh, seperti merupakan salah satu metoda yang
gagal ginjal atau kerusakan hati. Jadi paling baik dalam analisa logam, karena
konsumsi buah-buahan yang hampir semua metoda penentuan
mengandung ion Cu dan Zn sebaiknya tembaga dan seng dalam jumlah yang
sangat kecil memerlukan waktu yang
71
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, November
2013

cukup lama pada tahap pre-konsentrasi untuk beberapa saat (sekitar 10-15 detik)
sebelum pengukuran. Voltammetri
dan membiarkan sistim mencapai
stripping adsorptif dipilih sebagai kesetimbangan. c). Stripping (tahap
alternatif metode analisis karena
pelepasan) dimana pada tahap ini,
memiliki sensitivitas tinggi, terjadi pelepasan elektron kembali.
penggunaannya mudah, preparasi
Artinya, analit yang sudah menempel
sampel yang mudah, selektif, harga atau teradsorpsi dilepaskan kembali
murah, dan juga dapat dilakukan
dari elektroda kerja dengan
pengukuran secara simultan karena memberikan potensial sangat cepat
dalam pengukuran dapat ditentukan
sekali. Pada metode ini, terdiri dari
lebih dari satu jenis analit yang beberapa langkah yaitu: pembentukan
ditentukan tanpa pemisahan terlebih
kompleks antara logam dengan ligan,
dahulu. Pada voltammetri sripping adsorpsi kompleks pada permukaan
adsorptif tahap pre-konsentrasinya
elektroda, reduksi kompleks dan
waktunya lebih singkat, umumnya pengukuran arus dengan scan potensial
kurang dari 1 menit. 7
secara anoda atau katoda. Jumlah logam
yang terakumulasi berbanding lurus
Penentuan logam Cu dan Zn dengan
dengan waktu akumulasi yang
metoda voltammetri stripping adsorptif diberikan.9
ini dipengaruhi oleh berbagai variasi
yaitu variasi potensial akumulasi dan
Penelitian ini bertujuan untuk
variasi waktu akumulasi pada larutan
mengetahui kandungan Cu dan Zn di
standar. Dengan variasi potensial dalam buah apel dan buah melon.
akumulasi dan variasi waktu akumulasi
Keakuratan dari metoda yang
pada larutan standar, didapatkan digunakan untuk menganalisis
kondisi optimum yang nantinya akan di
kandungan Cu dan Zn tersebut
aplikasikan di dalam sampel yang akan didasarkan pada parameter sebagai
di tentukan konsentrasi ion logam Cu
berikut yaitu standar deviasi relatif,
dan Zn yaitu buah apel dan buah nilai batas deteksi dan batas
melon.
kuantisasi.10
Kelebihan dari voltrametri stripping ini
adalah pengukurannya sangat sensitif
II. Metodologi Penelitian
yaitu bisa mengukur berkisar antara 10-9
– 10-11 M dan bisa menganalisa berbagai 2.1.Bahan kimia, peralatan dan
macam unsur. Logam-logam yang bisa instrumentasi
dianalisis adalah Bi3+ , Cd2+, Cu2+, Ga2+, Bahan-bahan yang digunakan pada
Ge2+, In3+, Ni2+, Pb2+, Sb3+, Sn2+, Tl+, Zn2+ penelitian ini adalah sebagai berikut,
dengan menggunakan elektroda buah Apel, buah Melon, Asam sulfat
HMDE.8 (H2SO4) 96% (Merck), Asam peroksida
(H2O2) 30% (Merck), gas nitrogen,
Teknik voltammetri stripping terdiri Natrium Hidroksida (NaOH) (Merck),
atas beberapa tahap, yaitu : a). aquabides, tembaga(II) sulfat
Deposition step (tahap prekonsentrasi) pentahidrat (CuSO4.5H2O) p.a (Fluka),
dimana, pada tahap ini ion logam seng (II) sulfat heptahidrat
dalam larutan tereduksi dan (ZnSO4.7H2O) p.a (Fluka).
terkonsentrasi pada elektroda kerja
dengan cara memberikan potensial Alat yang digunakan pada penelitian ini
terkontrol (Edep) yang jauh lebih adalah Voltammeter (Metrohm 797
negative dibandingkan dengan E1/2 Computerace) dengan elektroda kerja
dari ion logam tersebut b). Quiet step HMDE, elektroda pembanding berupa
(tahap tenang) dimana pada tahap ini, Ag/ AgCl/ KCl 3 M, dan elektroda Pt
proses pengadukan larutan dihentikan sebagai elektroda pendukung, dan
neraca analitis (Mettler AE 200, Toledo

72
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, November
2013

OH-USA), Heavy Metal Digestion, serta berwarna cokelat, ditambahkan 1 mL


peralatan gelas yang biasa digunakan
H2O2 30% .Setelah reaksi selesai dan
laboratorium.
larutan akan berwarna cokelat lagi, lalu
2.2. Prosedur penelitian
ditambahkan 1 mL H2O2 30%.
Penentuan kondisi optimum dengan
variasi potensial akumulasi Kemudian campuran dipanaskan
Dilakukan pengukuran larutan dengan hingga suhu 350 sampai 400 °C.
variasi potensial akumulasi 0 V; 0,1 V; Penambahan H2O2 diulangi pada
0,2 V; 0,3 V; 0,4 V dan 0,5 V, dengan temperatur ini sampai larutan berwarna
waktu akumulasi 60 detik. Kemudian bening. Jumlah penambahan H2O2
dialurkan kurva antara potensial sebanyak 5 mL untuk menyempurnakan
akumulasi Vs arus puncak (Ip) dan proses destruksi sampel.
didapatkan potensial akumulasi
optimum . Setelah didinginkan, larutan dalam labu
destruksi diencerkan dalam labu ukur
Penentuan kondisi optimum dengan 100 mL dengan aquabides. Larutan
variasi waktu akumulasi sampel siap digunakan untuk
Diatur potensial akumulasi optimum penentuan logam menggunakan
yang didapatkan. Selanjutnya dilakukan Voltammeter.
pengukuran larutan dengan variasi
waktu akumulasi 30, 60, 90, 120, 150, 180 Analisis sampel
detik. Kemudian dialurkan kurva antara Dilakukan pengukuran sampel dengan
potensial akumulasi Vs arus puncak menggunakan waktu akumulasi
(Ip) dan didapatkan waktu akumulasi optimum dan potensial akumulasi
optimum. optimum, yang didapatkan pada kedua
prosedur di atas. Kemudian dilakukan
pengukuran dengan menggunakan
Penentuan standar deviasi relatif metoda standar adisi untuk
Dilakukan pengukuran larutan standar mendapatkan konsentrasi Cu dan Zn
dengan menggunakan potensial dan dalam sampel.
waktu akumulasi optimum yang
didapatkan dengan pengulangan III. Hasil dan Pembahasan
sebanyak 8 kali. Kemudian ditentukan
nilai standar deviasi relatif. Pada penelitian ini dilakukan penentuan
hubungan antara potensial akumulasi
Batas deteksi dan batas kuantisasi dengan arus puncak dari Cu dan Zn
Penentuan batas deteksi dan batas yang diuji pada variasi potensial 0 V; 0,1
kuantisasi dari Zn dan Cu dilakukan V; 0,2 V; 0,3 V; 0,4 V dan 0,5 V. Potensial
dengan pengukuran dari masing- akumulasi adalah potensial pada saat
masing larutan standar dengan rentang analit terdeposisi pada elektroda kerja11
konsentrasi yaitu 10 ppb hingga 10,8 , dimana pada setiap variasi potensial
ppb dengan pengulangan sebanyak 2 akumulasi yang diuji, memberikan nilai
kali untuk setiap larutan standar. arus puncak yang berbeda. Potensial
Kemudian ditentukan batas deteksi dan akumulasi optimum yang didapatkan
batas kuantisasinya. sebesar 0,3 V.

Destruksi sampel Waktu akumulasi adalah waktu pada


Ditimbang dengan teliti 5 g sampel dan saat analit terakumulasi atau terdeposisi
dimasukkan kedalam labu destruksi. pada permukaan elektroda kerja berupa
Kemudian ditambahkan 4 mL H2SO4 Elektroda Merkuri Tetes Menggantung
96% dan dicampurkan dipanaskan (HMDE).12 Semakin lama waktu
hingga suhu 200°C. Ketika semua air akumulasi maka semakin banyak analit
telah menguap dan campuran telah yang terakumulasi atau terdeposisi
pada elektroda merkuri, sehingga arus

73
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, November
2013

yang dihasilkan besar. Waktu deposisi telah didapatkan, yaitu pada potensial
berpengaruh pada saat tahap
akumulasi 0,3 V dan waktu akumulasi
akumulasi. Pada tahap prekonsentrasi 120 detik. Pengukuran sampel
waktu akumulasi berguna untuk
dilakukan dengan menggunakan
meningkatkan sensitivitas dan metoda standar adisi. Hasil pengukuran
menurunkan limit deteksi.9 Variasi
sampel untuk penentuan Cu dan Zn
waktu akumulasi yang diberikan pada pada buah apel dan buah melon dapat
penelitian ini yaitu 30 s, 60 s, 90 s, 120 s,
dilihat pada Gambar :
150 s dan 180 s.
Analisa Ion Logam Cu & Zn Dalam Sampel Apel
Standar deviasi relatif dilakukan untuk Sampel Apel
menentukan ketelitian suatu metoda
Cu
pada kondisi yang sama dengan jarak 1.50n

waktu yang tidak terlalu berbeda.


Zn
Pengukuran SDR dilakukan 8 kali

I (A)
1.00n

pengulangan, dimana konsentrasi Cu


adalah 10 µg/L dan konsentrasi Zn 500p

adalah 15 mg/L. Kondisi pengukuran


yang digunakan adalah kondisi 0
-1.00 -0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00
optimum Cu dan Zn secara simultan U (V)
yang telah didapat sebelumnya, yaitu:
potensial akumulasi optimum 0,3 V dan Gambar 1. Voltammogram sampel buah
waktu akumulasi optimum 120 s. Dari apel, dengan metoda standar
hasil perhitungan didapatkan standar adisi
deviasi relatif metoda voltammetri
striping anoda untuk larutan standar Zn Gambar 1 memperlihatkan
15 mg/L sebesar 4,4298 %, sedangkan voltammogram pengukuran sampel
standar deviasi relatif metoda buah apel dengan metoda standar adisi
voltammetri striping adsorptif untuk mengunakan alat voltammeter Methrom
larutan standar Cu 10 µg/L didapatkan 797 Computrace, dengan kondisi
sebesar 1,0228 %. pengukuran yang diatur sesuai dengan
kondisi optimum yang telah didapatkan
Dari hasil perhitungan diperoleh batas sebelumnya yaitu potensial akumulasi
deteksi Cu dan Zn adalah adalah 0,3 V dan waktu akumulasi 120s. Dari
sebesar 0,179 ppb dan 0,1591 ppb Gambar 1 dapat dilihat bahwa terjadi
sedangkan batas kuantisasi untuk Cu kenaikan arus setelah penambahan
dan Zn adalah 0,596 ppb dan 0,5304 adisi larutan standar Cu dan Zn. Hal ini
ppb. membuktikan bahwa sampel tersebut
mengandung Cu dan Zn. Konsentrasi
Aplikasi pada sampel larutan sampel buah apel yang
didapatkan dari kurva kalibrasi standar
Aplikasi metoda ini dalam penentuan adisi yaitu Zn sebesar 0,802 μg/L dan
Cu dan Zn dilakukan pada sampel buah Cu sebesar 0,449 μg/L. Kemudian dari
apel dan buah melon yang telah konsentrasi larutan sampel tersebut
didestruksi terlebih dahulu dapat dihitung kandungan masing-
menggunakan alat Heavy Metal Digester. masing logam Zn dan Cu dalam sampel
Proses destruksi membutuhkan waktu buah apel yaitu sebesar 0,0160 μg/g Zn
selama satu jam, hingga menghasilkan dan 0,0089 μg/g Cu.
sampel berupa larutan bening tanpa
serat. Larutan sampel dianalisa
kandungan logam Cu dan Zn
menggunakan voltammeter dengan
kondisi optimum pengukuran yang
5.00n 3.00n
I (A)

4.00n 2.00n

74
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 2 Nomor 4, November
2013

1.00n
Analisa ion logam Cu & Zn dalam sampel melon adalah 0,0160 μg/g dan 0,0089 μg/g
0 sampel melon
dan konsentrasi Cu dan Zn yang
Cu
didapatkan dalam sampel buah melon
Zn adalah 0,0087 μg/g dan 0,0107 μg/g.
Nilai batas deteksi Cu dan Zn adalah
sebesar 0,008 ppb dan 0,026 ppb,
sedangkan batas kuantisasi Cu dan Zn
adalah 0,596 ppb dan 0,496 ppb.
-1.20 -1.00 -0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00
U (V)
Gambar 2. Voltammogram sampel buah V. Ucapan terima kasih
melon, dengan metoda
standar adisi Terkait dengan selesainya penelitian ini
Gambar 2 memperlihatkan penulis mengucapkan terima kasih
voltammogram pengukuran sampel kepada analis laboratorium analisis
buah melon dengan metoda standar terapan.
adisi mengunakan alat voltammeter
Methrom 797 Computrace, dengan kondisi Referensi
pengukuran yang diatur sesuai dengan
kondisi optimum yang telah didapatkan 1. Handayani, E. H., Oginawati, K.,
sebelumnya yaitu potensial akumulasi dan Santoso, M., 2010, Analisa
0,3 V dan waktu akumulasi 120s. Dari Logam Cu dan Zn pada Jajanan
gambar dapat dilihat bahwa terjadi Anak Sekolah Dasar di Bandung
kenaikan arus setelah penambahan dengan Metode Spektrofotometri
adisi larutan standar Cu dan Zn. Hal ini Serapan Atom (Ssa), Skripsi, Institut
membuktikan bahwa sampel tersebut Teknologi Bandung.
mengandung Cu dan Zn. 2. Stafilov, T., and Cuparigova, F., 2011,
Determination of Selenium in
Konsentrasi larutan sampel buah melon Human Blood Serum by
yang didapatkan dari kurva kalibrasi Electrothermal Atomic Absorption
standar adisi Zn sebesar 0,439 μg/L dan Spectrometry, Chemical Sciences
Cu sebesar 0,536 μg/L Cu. Kemudian Journal, Vol. 2 : CSJ-46.
dari konsentrasi larutan sampel tersebut 3. Bobrowski, A., Chochorek, A.,.
dapat dihitung kandungan masing- Kiralyova, Z., and Mocak, J., 2010,
masing logam Zn dan Cu dalam sampel ICP-OES Determination of Select
buah melon yaitu sebesar 0,0087 μg/g Metals in Surface Water – a
Zn dan 0,0107 μg/g Cu. Metrological Study, Polish J. of
Environ. Vol. 19. 59-64.
Nilai konsentrasi yang diperoleh dari 4. Jikai, L., Hu, Q., Yang, G,. and Ma,
buah apel dan buah melon lebih besar J., 2003. Simultaneous Determination
dari nilai batas kuantisasi (LoQ), of Tin, Nickel, Lead, Cadmium and
sehingga dapat dinyatakan bahwa Mercury in Cigarette Material by
metoda ini memiliki kriteria cermat dan Solid Phase Extraction and HPLC,
seksama. Bull korean chem, soc, Vol 24.
5. Kalicanin, B., and Nikolic, R., 2008,
IV. Kesimpulan The Application of the
Potentiometric Stripping Analysis to
Dari penelitian yang telah dilakukan Determine Traces of M(II) Metals
didapatkan potensial akumulasi 0,3 V (Cu, Zn, Pb and Cd) in Bioinorganic
dan waktu akumulasi 120 detik. Standar and Similar Materials, University of
deviasi relatif untuk larutan standar Cu Nis/Faculty Of Scinences, Serbia.
dan Zn adalah sebesar 1,0228 %dan 6. Vladimirovna, Z. A., 2006, The
4,4298 %. Konsentrasi Cu dan Zn yang Improvement of Anodic Stripping
didapatkan dalam larutan sampel apel Voltammetric (ASV) Method of

75
Cadmium and Mercury
Detemination, Master’s Thesis.
7. Amini, M. K., and M. Kabiri, 2005,
Determination of trace amounts of
nickel by differential pulse
adsorptive cathodic stripping
voltmmetry using calconcarboxylic
acid as a chelating agent, Journal of
the Iranian Chemical Society.2: 32-39.
8. Putri, R. V., 2006, Penentuan
Antimon Secara Voltametri
Stripping, Skripsi Universitas
Andalas, Padang. Hal 2.
9. Wang, J., 2000, Analytical
Electrochemistry. 2nd –ed. A John
Willey and Sons, Inc., Publication, New
York, pp. 81-84 and 108-110.
10 Harmita., 2004, Petunjuk
Pelaksanaan Validasi Metode dan
Cara Perhitungannya, Majalah Ilmu
Kefarmasian. Vol 1: No 3 : 117-135..
11 Hilfi, P., 2012, Optimasi Penentuan
Pb dan Cu secara Serentak dengan
Voltammetri Stripping Adsorptif
(Adsv). Skripsi. Universitas Andalas.
Padang.
12 Deswati, Hamzar S, Yunita S.
Ritonga dan Citra B,. 2012,
Optimation of Determination Cd(II),
Cu(II) and Pb(II) in the Sea Water
Using Calcon as complexing agent
by Voltammetri Stripping Adsorptif
(AdSV). Article. Universitas Andalas.
Padang.
EFEK PENAMBAHAN SURFAKTAN CTAB PADA
SINTESIS SENYAWA ZnO/KITOSAN DAN
KARAKTERISASINYA

Silvi Kurniawan, Yetria Rilda, dan Syukri Arief

Laboratorium Kimia Material Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas.

e-mail: cipykurnia@gmail.com
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract

A mixture of ZnO-chitosan have been successfully synthesized using hydrothermal method with
variation of chitosan and CTAB surfactant. This composite is characterized by FTIR when the
change in the intensity of the absorption band between 400-4000 cm-1. Increasing the number of
chitosan and a surfactant in a mixture resulting in a decrease in the degree of crystallinity as can be
observed in the XRD spectra of the composite sample. Similarities particle size and the porosity
seen in this composite, as shown in the SEM photos. Analysis with EDX showed that the elements
forming the ZnO-chitosan composite was detected.

Keyword :ZnO, Hydrothermal, Chitosan, surfactant CTAB

1. Pendahuluan memodifikasi morfologi dari ZnO sehingga


Pada abad ke-21, nanoteknologi merupakan mempengaruhi karakter produk yang
ilmu yang terus dikembangkan untuk dihasilkan. Jenis dopant yang banyak
menghasilkan produk berukuran nanometer, digunakan untuk meningkatkan
mengingat aplikasi sangat luas dari material konduktivitas ZnO adalah atom-atom trivalen
berskala nano seperti dalam bidang medis, (atom yang memiliki tiga elektron valensi)
industri, tekstil, dan lingkungan. seperti unsur-unsur golongan III A (Al, In,
Nanoteknologi merupakan suatu teknik Ga) melalui substitusi kation3.
untuk merekayasa suatu material dan
menciptakan material dalam struktur Salah satu contoh senyawa organik yang
nanometer, sehingga diperoleh suatu material sudah digunakan adalah kitosan4. Kitosan
yang memiliki sifat istimewa jauh merupakan turunan biopolimer dari kitin.
mengungguli raw material1. Senyawa kitin merupakan polimer dari N-
asetil-D-glukosamin yang merupakan
Nanomaterial ZnO merupakan suatu senyawa komponen utama dinding sel jamur, serta
semikonduktor yang banyak digunakan eksoskeleton hewan intervetebrata laut seperti
sebagai katalis dengan aktifitas fotokatalitik udang (crustaceae) dan kepiting. Kitosan
yang cukup tinggi, tidak beracun, dan mudah mempunyai gugus fungsi hidroksil dan amin
diperoleh2. Untuk meningkatkan aktifitas sehingga mudah berikatan dengan senyawa
fotokatalitiknya maka perlu dilakukan lain melalui hibridisasi dengan ikatan
berbagai modifikasi proses sintesis seperti hidrogen dan kovalen.
pengaturan kondisi optimasi (suhu, pH),
penambahan zat pengompleks, dan Kitosan mengandung enzim lisosim dan
pemanasan. Untuk meningkatkan kinerja dari gugus aminopolisakarida yang dapat
ZnO biasanya dilakukan pendopingan menghambat pertumbuhan mikroba. Kitosan
dengan senyawa-senyawa organik dan juga memiliki polikation bermuatan positif
anorganik. Senyawa dopant dapat
yang mampu menekan pertumbuhan bakteri Mengingat kedua senyawa baik kitosan
dan kapang5. maupun ZnO masing-masingnya mempunyai
keunggulan maka dalam penelitian ini
dilakukan sintesis ZnO/Kitosan dengan
penambahan CTAB yang berfungsi sebagai
senyawa aditif untuk menghomogenkan
distribusi partikel agar tersebar merata
sehingga dapat meningkatkan kinerja dari
ZnO sebagai katalis dengan metoda
hidrotermal7. Produk yang dihasilkan
dikarakterisasi dengan Spektoskopi
Transformasi Fourier inframerah (FT-IR),
Difraksi sinar-X (XRD), dan Spektroskopi
Gambar 1. Struktur molekul senyawa kitosan4. mikroskop elektron – dispersi energi sinar-X
(SEM – EDX.)
Molekul kitosan memiliki kemampuan untuk
berinteraksi dengan senyawa pada 2. Metodologi Penelitian
permukaan sel bakteri kemudian teradsorbi 2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
membentuk semacam layer (lapisan) yang Bahan yang digunakan adalah kitosan
menghambat saluran transportasi sel sehingga komersil (C6H11NO4)n, ZnO (Merck), NaOH
sel mengalami kekurangan substansi untuk (Merck), asam asetat (Merck), Cetyl
berkembang dan mengakibatkan matinya sel5. Trimethylammonium Bromide (CTAB)
(Merck), aquadest.
Zat aktif permukaan disebut juga Surfaktan
merupakan senyawa aktif, bersifat Peralatan yang digunakan adalah: beberapa
menurunkan tegangan permukaan (surface peralatan gelas, pH meter, magnetic stirrer,
active agent) dan mempunyai struktur bipolar. sentrifus, neraca analitik. Instrumen yang
Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian digunakan adalah oven, FTIR (JASCO FT-IR
ekor bersifat hidrofobik, sehingga surfaktan 460 plus), XRD (Phillips X’pert Powder,
cenderung berada pada antarmuka antara dua PANalytical) dengan sumber target CuKα),
fase yang berbeda polaritas dan ikatan dan SEM – EDX (Phenom, Pro-X).
hidrogen seperti minyak dan air. Kegunaan
surfaktan antara lain untuk menurunkan 2.2. Prosedur penelitian
tegangan permukaan, tegangan antarmuka, 2.2.1. Aktivasi prekursor ZnO
meningkatkan kestabilan partikel yang Perlakuan pertama yang dilakukan terhadap
terdispersi dan mengontrol jenis formasi ZnO adalah penghalusan dengan
emulsi6. Salah satu contoh surfaktan adalah menggunakan nanomiling selama 1 jam
CTAB. CTAB dalam larutan akan terionisasi sehinggga diharapkan mendapatkan ZnO
menjadi CTA+ dan Br-. Ujung yang bersifat yang homogen. Setelah dinanomilling, ZnO
hidrofilik atau sering disebut sebagai kepala diaktifasi pada temperatur 200 ºC selama 5
adalah gugus amonium dan ujung yang jam, dengan tujuan untuk menghilangkan
bersifat hidrofobik atau disebut sebagai ekor fisisorbsi yang menempel pada permukaan
adalah rantai hidrokarbonnya yang tersusun ZnO dan untuk membuka pori sehingga
atas gugus setil. permukaan dari ZnO lebih aktif serta tidak
banyak pengotor. Pada saat diaktifasi ZnO
harus diaduk dengan menggunakan magnetic
stirrer serta dibantu pengadukan manual
dengan menggunakan batang pengaduk yang
tujuannya untuk mempercepat proses
Gambar 2. Molekul surfaktan CTAB pelepasan fisisorbsi.

78
2.2.2. Sintesis ZnO/Kitosan gambar 3 dijelaskan bahwa Kitosan
Bubuk ZnO ditimbang sebanyak 1 g dan tersubtitusi pada ZnO. Hal ini dapat dilihat
dilarutkan dalam 25 mL aquadest. Distirer dari spektrum ZnO/Kitosan yaitu adanya
sampai homogen kemudian ditambahkan gugus C=O pada bilangan gelombang sekitar
surfaktan CTAB dengan variasi konsentrasi 1658 cm-1 sampai 1630 cm-1 untuk kitosan dan
(5, 10, 15 %) terhadap ZnO. Dihomogenkan terdapat gugus Zn-O pada bilangan
selama 20 menit, ditambahkan larutan kitosan gelombang sekitar 408,835 cm-1 sampai
yang telah dilarutkan dalam asam asetat 5% 471,151 cm-1 untuk oksida seng. Gugus O-H,
dengan variasi konsentrasi 20%. Distirer C-H, N-H amida dan N-H amina dari kitosan
selama 30 menit dan pH diatur dengan NaOH dan CTAB juga masih dapat ditemukan pada
1M sampai menjadi pH 10. Campuran spektrum ZnO/Kitosan untuk semua variasi
tersebut diautoclave pada suhu 180o C selama konsentrasi CTAB namun hanya mengalami
3 jam. Selanjutnya campuran disentrifuge dan pergeseran bilangan gelombang dan
endapan dicuci dengan aquadest dan perubahan intensitas serapan akibat
dikeringkan dalam oven selama 1 hari pada terjadinya interaksi antara kitosan dan CTAB
suhu 60oC. Kemudian powder ZnO/Kitosan dengan seng pada nanokomposit
dikarakterisasi dengan FT-IR, XRD, dan SEM- ZnO/Kitosan.
EDX
Dari hasil interprestasi gugus fungsi spektra
3. Hasil dan Pembahasan inframerah dapat dilihat bahwa pada semua
3.1. Analisis FT-IR serbuk ZnO-kitosan muncul serapan di
Analisis FTIR dapat digunakan untuk daerah sekitar (3000–3750) cm-1, ini
mengetahui gugus fungsi pada suatu senyawa menandakan bahwa terdapat gugus hidroksil
organik maupun senyawa polimer pada (-OH) dan NH2 (amin primer) yang
daerah sidik jari 400-4000 cm-1. merupakan gugus aktif pada kitosan. Pada
daerah serapan 2900–2930 cm-1 muncul
serapan yang menandakan adanya vibrasi
rentangan -CH (metilen). Pada daerah
serapan sekitar 1375-1450 cm-1 muncul
serapan yang mengindikasikan adanya gugus
metil (-CH3 ). Pada daerah serapan sekitar
1600–1655 cm-1 muncul serapan menandakan
adanya vibrasi tekuk -NH amida.
Berdasarkan data di atas, dapat juga dilihat
serapan Zn-O. Pada ZnO/kitosan variasi
Angka gelombang (cm-1) serapan Zn-O muncul pada serapan sekitar
420 cm-1.

326 Analisis XRD


Karakterisasi XRD memberikan informasi
tentang kristalinitas dari sampel, berupa jenis
fasa kristal, kualitas kekristalan dan ukuran
Gambar3. Spektrum FTIR (a)ZnO-kitosan20%- kristal dalam sampel. Informasi tentang
CTAB5%,(b)ZnOkitosan20%CTAB10% kristalinitas sangat diperlukan mengingat
,c)ZnO-kitosan20%-CTAB15%,(d)ZnO- reaksi fotokatalitik sangat bergantung kepada
kitosan25%-CTAB15%,(e)ZnO-kitosan kualitas dan kuantitas dari jenis fasa kristal
30%-CTAB15%. wurtzite dari ZnO.

Serbuk ZnO-kitosan dikarakterisasi dengan


FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsi
yang terdapat dalam serbuk ZnO-kitosan dan
menentukan spektrum Zn-O. Dari gugus-
gugus fungsional yang ditunjukkan pada

79
e

Gambar 5. Hasil SEM sampel ZnO/Kitosan a.


b ZnO-CTAB, b. ZnO-CTAB15%-kitosan30%.

Secara umum morfologi ZnO-kitosan


a memiliki permukaan berpori. Pola distribusi
komposit ZnO-kitosan lebih merata dan
0 20 40 60 80 100
homogen dengan semakin banyaknya
ditambahkan surfaktan CTAB. Pada Gambar
Gambar 4. Spektrum XRD dengan variasi CTAB. 5 di atas terlihat perbedaan bahwa dengan
(a) ZnO (b) ZnO-kitosan, (c) ZnO- penambahan kitosan bongkahan yang
CTAB, (d) ZnO- CTAB 10%-Kitosan
dihasilkan lebih besar dan berpori karena
30%, (e) ZnO- CTAB 15%-Kitosan30%
terjadinya interaksi antara ZnO dengan
kitosan sehingga agregatnya lebih tinggi.
Hasil uji XRD diatas menunjukkan bahwa
hubungan dengan semakin bertambahnya
Peran CTAB dengan variasi konsentrasi pada
konsentrasi CTAB intensitas yang dihasilkan
ZnO/Kitosan pada gambar menampilkan
semakin menurun. Pola XRD sampel
permukaan yang semakin homogen dengan
ZnO/kitosan memperlihatkan adanya puncak
distribusi partikel yang semakin merata. Hal
milik ZnO yang dibandingkan dengan data
ini disebabkan karena CTAB berfungsi
JCPDS. Untuk ZnO didapat dengan
sebagai senyawa aditif yang berguna sebagai
membandingkan dengan data JCPDS No. 01-
pendistribusi partikel sehingga tersebar
073-8765. Pola-pola puncak yang muncul
merata dan homogen. Dari gambar 6 dapat
untuk variasi CTAB ini sama, namun yang
terlihat bahwa dengan semakin banyaknya
membedakan di antara keduanya terletak
konsentrasi CTAB semakin banyak pula
pada intensitasnya. Dapat disimpulkan
tertutupi molekul ZnO oleh kitosan dan bisa
bahwa dengan ditambahkannya CTAB
dikatakan reaksi semakin sempurna.
tingkat kristalinitasnya semakin tinggi namun
Penambahan dopan kitosan dengan
ketika ditambahkan kitosan tingkat
konsentrasi yang lebih besar menghasilkan
kristalinitasnya berkurang Namun dengan
struktur berpori dimana kitosan lebih banyak
semakin bertambahnya konsentrasi dari
menempel pada permukaan ZnO.
CTAB tidak memberikan perubahan yang
signifikan terhadap ukuran kristal yang
dihasilkan. 4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada sintesis
3.3 Analisis SEM komposit ZnO-kitosan dengan metode
Karakterisasi SEM digunakan untuk hidrotermal dapat disimpulkan bahwa
melakukan analisis struktur/morfologi dari penambahan CTAB tidak mempengaruhi
sampel. Morfologi ZnO-kitosan dapat dilihat ukuran kristal secara signifikan tetapi dengan
pada Gambar 5. semakin banyak komposisi CTAB yang
ditambahkan maka distribusi partikel kitosan
semakin merata dan homogen.

80
5. Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penelitian
ini.

Referensi

1. Behera, O. 2010. Synthesis and 5. Arik, Buket, Necdet Seventekin. 2011.


Characterization of ZnO Nanoparticles of Evaluation of Antibacterial and Structural
Various Sizes and Applications in Properties of Cotton Fabric Coated by
Biological Systems. Thesis. Department of Chitosan/Titania and Chitosan/Silica
Biotechnology and Medical Engineering Hybrid Sol-Gel Coating. Journal of
National Institute of Technology Biochemistry, 21, 1-9.
Rourkela. 6. Salarian, M., M. Solati Hashjin, S. Sara
2. Abdelhady, M.M. 2012. Preparation and Shafiei, dkk. 2009. Surfactant-assisted
Characterization of Chitosan/Zinc Oxide synthesis and characterization of
Nanoparticles for Imparting Hydroxyapatite Nanorods Under
Antimicrobial and UV Protection to Hydrotermal Condition. Journal of
Cotton Fabric. International Journal of Materials Science, 27, 961-971.
Carbohydrate Chemistry, 10, 1-6. 7. B. Liu and H.C. Zeng. 2003. Hydrothermal
3. Song, D. 2005. Zinc Oxide TCOs Synthesis of ZnO Nanorods in Diameter
(transparent Conductive Oxides) and Regime of 50 nm. Journal of the American
Polycrystalline Silicon Thin-films for Chemical Society, 125, 4430-4431.
Photovoltaic Applications. University of
New South Wales, 2005.
4. Al – Sagher, F. Muslim. 2009. S. Thermal
and Mechanical Propertis of
Chitosan/SiO2 Hybrid Composite. Journal
Of Nanomaterial, 10, 1-7.

81

Anda mungkin juga menyukai