Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Latar Belakang

Industri perkebunan kelapa sawit dan industri minyak kelapa sawit

merupakan salah satu industri strategis, karena berhubungan dengan sektor

pertanian (agro-based-industry) yang banyak berkembang di negara tropis seperti

Indonesia. Kehadiran perkebunan kelapa sawit secara ekonomis telah memberikan

harapan yang besar bagi para pemilik modal. Perluasan lahan perkebunan kelapa

sawit terus meningkat. Perluasan tanpa kontrol dimana hutan, lahan pertanian,

bahkan pantai pun di eksploitasi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia banyak terdapat di Pulau Sumatera dan

salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara. Di Sumatera Utara saat ini tercatat

luas areal perkebunan kelapa sawit sekitar 600.000 hektar dengan jumlah buruh

sekitar 132,000 buruh (Kementrian Perindustrian, 2007).

Persaingan industri kelapa sawit di Indonesia yang semakin ketat,

menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki

dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi. Kualitas produk yang dihasilkan

tidak terlepas dari peranan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki tiap

perusahaan. SDM sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah-masalah yang

berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya selama bekerja. Setiap aktivitas

yang melibatkan faktor manusia, mesin, dan bahan serta melalui tahap-tahap

proses, memiliki risiko bahaya dengan tingkat risiko yang berbeda-beda di tiap

bagian yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akan

merugikan berbagai pihak dari segi ekonomi negara, kerugian yang diterima oleh

1
2

pekerja sehingga akan meningkatkan angka ketergantungan (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menjelaskan bahwa setiap

perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja.

Sebelumnya peraturan mengenai keselamatan kerja sudah lebih dulu diatur dalam

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang mencakup keselamatan disemua tempat

kerja, di darat, tanah, permukaan air maupun di udara. Undang-Undang ini juga

mengatur tentang pemberian pertolongan, pencegahan, dan mengendalikan

timbulnya penyakit, pemeriksaan kesehatan secara berkala, pemberian alat atau

perlengkapan untuk menunjang pekerjaannya (Kurniawidjaja, 2012).

Menurut ILO, di Indonesia rata-rata per tahun terdapat 99.000 kasus

kecelakaan kerja. Dari total jumlah itu, sekitar 70% berakibat fatal yaitu kematian

dan cacat seumur hidup. Dari data BPJS Ketenagakerjaan akhir tahun 2015

menunjukkan telah terjadi kecelakaan kerja sejumlah 105.182 kasus dengan

korban meninggal dunia sebanyak 2.375 orang. Tahun 2014 yaitu 24.910 kasus

kecelakaan kerja dan Tahun 2013 yaitu 35.917 kasus kecelakaan kerja.

Mengingat kecelakan kerja terus terjadi dan ancaman kecelakaan kerja

masih tetap sering terjadi maka Pemerintah Republik Indonesia telah

memperlakukan beberapa Perundang-undangan maupun Peraturan mengenai

ketenagakerjaan yang salah satunya dalam “Konvensi International Labour

Organization (ILO) No. 120 Tahun 1964 mengenai Hygiene dalam perniagaan

dan kantor-kantor”. Pada pasal 17 konvensi ILO menyatakan bahwa “Para pekerja

harus dilindungi dengan tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan terhadap
3

bahan, proses, dan teknik yang berbahaya, tidak sehat atau beracun atau untuk

suatu alasan penguasa yang berwenang harus memerintahkan penggunaan alat

pelindung diri (Suma’mur, 2013).

Cara yang terbaik untuk mencegah kecelakaan kerja adalah dengan

menghilangkan risikonya atau mengendalikan sumber bahayanya secara teknis

dan apabila mungkin perusahaan perlu menyediakan Alat Pelindung Diri yang

sesuai bagi pekerja yang berisiko dan mewajibkan penggunaannya, sesuai dengan

UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Bab IX pasal 13 yang

menyatakan “Barangsiapa akan memasuki suatu tempat kerja diwajibkan menaati

semua petunjuk Keselamatan Kerja dan memakai alat pelindung diri yang

diwajibkan” (Wibowo, 2010)

Penerapan APD merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No.08/Men/VII/2010. Pasal 1 dalam Peraturan Menteri ini yang

dimaksud dengan APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh

dari potensi bahaya di tempat kerja. Perlindungan yang memadai terhadap risiko

kecelakaan atau cedera pada kesehatan, termasuk paparan kondisi buruk, dengan

memperhatikan jenis pekerjaan dan risiko.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan tahap akhir dari

metode pengendalian kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Meskipun

demikian, penggunaan APD akan menjadi sangat penting apabila pengendalian

secara teknis dan administratif telah dilakukan secara maksimal namun potensi

risiko masih tergolong tinggi. Besarnya manfaat dari penggunaan APD ini pada
4

saat bekerja tidak menjamin semua pekerja akan memakainya, karena ternyata

masih banyak juga pekerja yang tidak menggunakannya. Keefektifan penggunaan

APD terbentuk dari tenaga kerja sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi

perilaku pekerja dalam kepatuhan penggunaan APD yang telah disediakan oleh

perusahaan yaitu pengetahuan, sikap, kondisi APD, pengawasan dan lingkungan

sosial (Sinaga, 2017). Pada akhirnya, pelaksanaan K3 terletak di tangan masing-

masing individu dalam organisasi.

Bagaimanapun baiknya sistem manajemen K3, lengkap dengan

dokumentasi dan prosedur kerja, namun jika tidak dijalankan oleh masing-masing

individu, K3 tidak akan berhasil (Ramli, 2010).

Kebun Bagerpang Estate adalah salah satu Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

milik PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk yang terletak di Bagepang,

Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Pabrik ini didirikan pada tahun

2002 dan mulai beroperasi pada tanggal 9 juli 2003. Bagerpang POM (Palm Oil

Mill) mengolah buah kelapa sawit dai Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak

sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan inti biji sawit atau Palm Kernel. Kebun

Bagerpang Estate memiliki 7 divisi diantaranya Batu Lokong (BL), Naga Timbul

(NT), Namorambe (NR), Kongsi Two (KT), Kongsi Four (KF), Timbang Serdang

(TS), dan Batu Gingging (BG).

Proses pemanenan tandan buah kelapa sawit di PT. PP London Sumatera

Indonesia ini meliputi kegiatan pemotongan tandan buah matang, pengutipan

brondolan, pemotongan pelepah, dan pengangkutan hasil. Alat-alat yang

digunakan dalam kegiatan panen adalah dodos kecil dan besar, pisau egrek,
5

tangkai dodos, tangkai egrek, angkong, gala, kapak, ganco, batu gosok. Apabila

terjadi kerusakan pada alat panen, pekerja harvesting dapat langsung

menggantinya di kantor divisi masing-masing.

Dodos digunakan untuk memotong tandan buah dari pohon yang masih

muda dengan tinggi sekitar dua meter. Sedangkan pisau egrek untuk pohon yang

sudah tua dan tinggi tiga meter. Setelah buah jatuh ketanah, ganco digunakan

untuk menyusun tandan buah kelapa sawit. Lalu pekerja menggunakan kapak

untuk mengikis batang yang berlebihan atau tidak diperlukan pada buah. Setelah

tandan buah dirapikan, setiap buah diberi tanda atau nomor menggunakan pensil

untuk mengetahui berapa banyak buah yang dipanen oleh setiap satu orang

pekerja. Kemudian dengan menggunakan ganco, buah dinaikkan keatas angkong

untuk dibawa ke truk pengangkutan dan dipindahkan menggunakan tajok.

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan, perusahaan telah

menyediakan APD yang diperlukan pada pekerja harvesting, yaitu berupa helm,

kaca mata pelindung, sarung tangan dan sepatu boot. Setiap karyawan

mendapatkan jatah APD 2 kali dalam setahun dan semua bersertifikasi SNI.

Dalam melindungi keselamatan tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaan di

tempat kerja dan memastikan bahwa tenaga kerja memakai Alat Pelindung Diri

yang diwajibkan oleh perusahaan, PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk

memiliki SOP dalam penggunaan APD. Mandor dan Assistant dari masing-

masing factory juga melakukan pengawasan kepada pekerja untuk memastikan

pelaksanaan panen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mandor pada setiap

divisi berjumlah 5 orang, dan pada saat proses panen 2 sampai 3 orang mandor
6

turun ke lapangan untuk mengawasi proses panen. Pengawasan dilakukan setiap

hari pada pukul 10.00 WIB.

Pada saat melakukan pekerjaannya, masih ditemukan para pekerja

harvesting yang tidak lengkap dalam penggunaan APD. Masih ditemukan pekerja

yang tidak menggunakan kaca mata pelindung. Tidak sedikit pula pekerja di

lapangan mengalami kecelakaan kerja, salah satunya adalah mata yang terkena

serpihan buah kelapa sawit karena tidak memakai kaca mata pelindung yang telah

disediakan oleh perusahaan. Salah satu kecelakaan kerja yang pernah terjadi

adalah pekerja yang sedang mengutip berondolan buah sawit dan melihat keatas,

tiba-tiba berondolan buah sawit jatuh dan mengenai mata sebelah kanan sehingga

mengakibatkan mata merah dan berair. Beberapa pekerja juga mengatakan bahwa

mereka merasa tidak nyaman dan mengganggu pekerjaan pada saat bekerja,

padahal APD yang disediakan sudah tepat dengan kondisi lapangan mereka dan

APD juga sudah berstandar SNI.

Meskipun masih ditemukan peristiwa kecelakaan kerja di lapangan, tetapi

masih banyak pekerja yang tidak mengindahkan penggunaan APD walaupun

sudah disediakan oleh perusahaan. Agar tujuan dari kebijakan keselamatan dan

kesehatan kerja dapat tercapai dengan baik maka pekerja haruslah dapat mematuhi

kebijakan K3 yang ada khususnya dalam hal pemakaian APD. Dengan demikian,

risiko untuk terkena kecelakaan kerja akan menurun.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Penggunaan


7

Alat Pelindung Diri Pada Peker ja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun

2018”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja

harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018.

Tujuan Penelitan

Tujuan umum. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung

Diri (APD) pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

Tujuan khusus. Tujuan khusus dalam penelitian ini terbagi menjadi 5,

yaitu :

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan

APD pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan kepatuhan penggunaan APD pada

pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate .

3. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD

pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

4. Untuk mengetahui hubungan pelatihan K3 dengan kepatuhan penggunaan

APD pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

5. Untuk mengetahui hubungan pengawasan dengan kepatuhan penggunaan

APD pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.


8

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi 3, yaitu :

1. Bagi penulis, untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan APD pada pekerja

harvesting.

2. Bagi Perusahaan, untuk memberikan informasi pada pekerja harvesting akan

pentingnya penggunaan APD dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat

melakukan pekerjaan dengan baik dan aman.

3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai