Anda di halaman 1dari 9

HERD IMMUNITY VERSUS COVID-19

Ari Baskoro 1
1
Divisi Alergi-Imunologi Klinik
Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam FKUA/RS Dr. Soetomo Surabaya

Sejak dilahirkan, manusia hidup dalam lingkungan yang penuh dengan


mikroba. Agar manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka niscaya
sistem imunnya akan terus berhadapan dengan berbagai macam mikroba, baik yang
bersifat komensal maupun yang patogen. Seseorang yang sedang mengalami infeksi oleh
suatu mikroba,bisa dikatakan sistem imunitasnya sedang mengalami "kekalahan"
menghadapi mikroba tersebut. Ibarat seorang petinju yang akan menghadapi suatu
pertandingan, maka dia harus berlatih terus menerus secara berkesinambungan
menghadapi lawan latih tanding untuk meningkatkan kemampuannya dalam
mengalahkan lawan yang sesungguhnya dalam suatu pertandingan. Seorang pelatih tinju
seharusnya sudah bisa memprediksi kemampuan anak asuhnya dalam menghadapi
lawan, akankah dia kalah atau mungkin bisa mengungguli lawan. Saat ini lingkungan
hidup manusia telah "dihadiri" SARS-CoV-2 sebagai etiologi Covid-19 yang
kemampuan patogenisitasnya belum secara keseluruhan dipahami dengan baik. Akankah
sistem imun manusia mampu mengungguli virulensi mikroba ini? Untuk itu akan dibahas
pola interaksi antara virus tersebut dengan sistem imun host.

HERD IMMUNITY

Untuk lebih mudah memahami tentang herd immunity, akan diuraikan


ilustrasinya dalam bentuk gambar dibawah ini.

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 1


Warna biru adalah suatu populasi dalam bentuk alamiah yang semua
anggotanya dalam keadaan sehat, namun belum dilakukan imunisasi terhadap agen
penyebab infeksi tertentu. Populasi ini karena belum mempunyai kekebalan, maka agen
penyebab infeksi tersebut akan dapat menyebar melalui penularan antar anggota
populasi tersebut (warna merah). Pada gambar dibawahnya, beberapa anggota populasi
tersebut telah mendapatkan imunisasi (warna kuning), sehingga penularan infeksi hanya
terjadi pada sekelompok orang saja yang belum dilakukan imunisasi. Sedangkan gambar
yang paling bawah memperlihatkan, apabila mayoritas anggota populasi tersebut (warna
kuning) telah menjalani imunisasi, maka penularan infeksi dapat dihindarkan.

Herd immunity atau kekebalan kelompok/komunitas adalah suatu bentuk


imunitas terhadap suatu penyakit menular yang dapat terjadi, jika sebagian besar
populasi menjadi kebal terhadap infeksi, baik karena dilakukan vaksinasi (imunisasi
aktif) atau setelah sembuh dari infeksi alamiah sebelumnya. Semakin besar proporsi
individu yang mempunyai imunitas, semakin kecil pula peluang individu yang tidak

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 2


kebal untuk tertular, sehingga individu tersebut akan terlindungi. Bila cakupan vaksinasi
pada ambang tertentu telah tercapai, imunitas kelompok secara bertahap akan dapat
menghilangkan penyakit infeksi menular dari suatu populasi. Bila keadaan ini meliputi
seluruh dunia, maka tidak akan terjadi lagi penularan yang disebut sebagai keadaan
eradikasi. Sebagai contoh klasik adalah vaksin cacar yang telah mampu mengeradikasi
penyakit ini pada tahun 1977.

SISTEM IMUN

Sejak dilahirkan, kemampuan sistem imun manusia dibangun oleh beberapa


komponen ( lihat gambar dibawah ini).

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 3


Bagaikan seorang petinju yang tangguh, berbagai komponen penentu
"kekuatan" sistem imun, saling berinteraksi, seperti misalnya kualitas dan lamanya
menyusui, cara kelahiran bayi ( pervaginam atau sectio caesarea), riwayat penggunaan
antibiotika maternal selama masa kehamilan, pola/kualitas nutrisi selama kehamilan,
jumlah anggota dari suatu keluarga disatu sisi, sedangkan sisi lainnya adalah konsumsi
susu formula, riwayat terjadinya infeksi sebelumnya, vaksinasi yang telah dijalani dan
(seringnya) penggunaan antibiotika yang tidak proporsional dan faktor lingkungan
(paparan mikroba hewan peliharaan) . Secara bertahap namun pasti, sistem imun yang
telah terbangun, akan dapat menentukan kapasitas imunitas seseorang.( lihat gambar
dibawah ini)

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 4


Sistem imun dengan dominasi respon limfosit T helper 1 (TH1), terbentuk
karena relatif seringnya terpapar dengan mikroba (khususnya bakteri atau virus) dan
vaksinasi, akan banyak mensekresi Interferon gamma, sehingga akan
mengarahkan/deviasi terbentuknya imunitas seluler dan IgG1 yang dikatakan lebih
mempunyai kapasitas dalam menghadapi mikroba intraseluler ( misalnya : virus). Disisi
lain, "jarangnya" terpapar oleh mikroba atau relatif sering terpapar alergen, akan terjadi
deviasi kearah respon TH2 dengan sitokin yang dominan adalah IL-4. Pola respon yang
demikian ini, akan memberikan kecenderungan seorang individu menderita alergi atau
respon imunitas terhadap mikroba intraseluler menjadi relatif berkurang. Walaupun tidak
secara keseluruhan dapat menjawab pola imunitas seseorang, namun teori hipotesis
higiene yang telah diuraikan tadi ,masih banyak dianut oleh para ahli.

Saat ini pola respon imun seorang individu terbentuk atas 4 komponen yang
dalam keadaan homeostasis. Masing-masing akan diaktifkan tergantung spesifikasi
antigen atau mikroba yang akan dihadapi.(lihat gambar dibawah ini).

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 5


RESPON IMUN COVID-19

Untuk bisa memahami bagaimana antibodi bisa menyingkirkan/ menetralisir


SARS-Cov-2, sehingga terjadi penyembuhan, perlu diketengahkan lebih dahulu
bagaimana respon imun terhadap SARS-Cov-2 ini. Gambar diatas menerangkan saat
virus ini endositosis pada suatu sel yang mengekspresikan ACE-2, maka sel dendritik
(DC) sebagai APC, "memerintahkan" sel limfosit T (sel T) menjadi aktif dan
berpolarisasi kearah respon TH1 (CD4,TH1), dimana sitokin-sitokinnya, khususnya
interferon gamma mampu meningkatkan kemampuan mekanisme sitolitik oleh CD8
(CTL) terhadap suatu sel yang telah terinfeksi SARS-Cov-2. Disisi lain,sebagai respon
imun humoral, sel limfosit B (sel B), membentuk antibodi melalui sel plasma. Dalam hal
ini,sel B juga membentuk sel memory yang dapat menimbulkan respon anamnestik
humoral, dengan dibentuknya antibodi spesific dalam waktu yang sangat cepat serta
dalam kualitas dan kuantitas yang optimal. Antibodi ini bisa menetralisir virus yang
belum memasuki suatu sel atau membantu mekanisme sitolitik dengan mekanisme
opsonisasi ( Antibody-Dependent Cell-mediated Citotoxicity=ADCC).

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 6


Sebelum respon adaptif bereaksi, lantas bagaimana bentuk sistem imun
innate yg kokoh dan dapat menandingi bahkan mampu melibas virus ini? Dikatakan
bahwa imun respon innate sebagai garda terdepan yg efektif menghadapi Sars Cov-2 ini,
sangat tergantung pada terbentuknya IFN tipe 1 yang secara kaskade berkulminasi pada
hambatan replikasi virus dan menginduksi terbentuknya respon imun adaptif.
Disebutkan, individu yg mampu mensekresikan IFN tipe 1 ini dengan cepat dapat segera
mengakhiri replikasi virus serta menghambat terjadinya viremia pada stadium yg sangat
dini. Pada individu usia lanjut, obesitas, DM, hipertensi dan penyakit kardiovaskular,
dilaporkan sangat lambat merespon terbentuknya IFN tipe-1 ini. Sebaliknya pada dewasa
muda yg sehat, respon imun innate sangat efektif dan dengan demikian bisa dipahami
bahwa sangat jarang terjadi kasus yg berat pada mereka. Sebaliknya pada kasus-kasus
dengan penyakit dasar yang telah disebutkan sebelumnya tadi, cenderung memerlukan
perawatan intensif yang tidak jarang menimbulkan penyulit dan kematian.

MUNGKINKAH MENERAPKAN HERD IMMUNITY ALAMIAH DI INDONESIA?

Sebelum ditemukannya vaksin sebagai sarana prevensi yang ampuh atau


obat-obatan anti Covid-19 untuk tujuan kuratif, maka untuk menghadapi virulensi
SARS-Cov-2, diperlukan sistem imun yang bekerja sempurna (immunocompetent). Dari
sisi epidemiologi, apabila kita memperhatikan tampilan klinis Covid-19, kasus-kasus
yang memerlukan perawatan intensif adalah sekitar 15% kasus ( 10% kasus yang berat
dan 5% kasus kritis yang memerlukan perawatan di ICU atau menggunakan ventilator).
Sedangkan sebagian besar kasus (85%) merupakan kasus yang bergejala ringan sampai
sedang, bahkan yang 30% kasus adalah tanpa gejala. Sangat mungkin mayoritas (85%)
yang terinfeksi Covid-19 tersebut adalah dalam keadaan immunocompetent.Dari data
tersebut, belum diketahui dengan pasti, berapa persen kematian yang betul-betul murni
karena Covid-19. Sebagian besar kematian yang terjadi adalah karena faktor usia lanjut
dan adanya penyakit-penyakit yang melatar belakanginya. (lihat gambar dibawah ini)

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 7


Bagaimana data di Indonesia? Saat ini Indonesia merupakan negara di Asia
yang menempati angka kematian tertinggi (8,9%), hampir dua kali lipat kasus kematian
secara global (4,8%), menurut data pada akhir Maret 2020. Apakah kasus- kasus yang
dilaporkan meninggal tersebut bisa dipilah, benarkah murni karena Covid-19 ataukah
lebih menonjol karena penyakit yang mendasarinya. Untuk ini diperlukan data yang
lebih akurat. Disisi lain, seandainya lebih banyak pemeriksaan yang bisa dilakukan
secara masal, akan didapatkan data yang relatif lebih baik pada orang tanpa gejala
(OTG). OTG mencerminkan bentuk kompetensi sistem imun,tapi juga berdampak
sebagai sumber penularan, terutama pada orang-orang dengan immunocompromised.

RINGKASAN

Memang tidak mudah untuk menerapkan herd immunity alamiah, karena bisa
memantik risiko angka kematian yang tinggi pada suatu periode tertentu, disamping
karena Covid-19, penyakit yang mendasarinya atau karena fasilitas perawatan yang
melebihi kapasitas, sehingga tidak mendapatkan akses perawatan yang lebih optimal.
Orang-orang dengan kondisi immunocompromised sebaiknya lebih waspada agar
terhindar dari penularan, karena prognosisnya lebih buruk. Dilain sisi individu yang
tergolong immunocompetent, tidak perlu terlalu risau, namun harus patuh pada aturan-
aturan yang telah diterapkan pemerintah, khususnya agar tidak bertindak sebagai sumber
penularan.

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 8


REFERENSI

1. D'Souza G, Dowdy D. What is herd immunity and how can we achieve it covid-19?.
Published on line April 10, 2020.http://www.jhsp.edu.articles.ac
2. Kwok KO. Herd immunity-estimating the level required to halt the covid-19 epidemics in
affected countries. J Infect. 2020. Published on line March 21, 2020.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov.pub.
3. Bradford A. What is the hygiene hypothesis? Published on line March 17,
2016.http://www.livescience.com.
4. Gross VA, Mutch M, Preisig M. A step beyond the hygiene hypothesis-immune mediated
classes determined a population-based study. Research article. Published on line April 09,
2019.http://bmcmedicine.biomedcentral.com.
5. Bretscher P. On analyzing how the TH1/Th2 phenotype of an immune response is
determined: classical observations must be ignored. Frontiers in Immunology. Published on
line 2019.http://www.ncbi.nlm.nih.gov.pmc.
6. Bretscher PA. On the mechanisms determining the TH1/TH2 phenotype of an immune
response and its pertinence to strategies for the prevention and the treatment of certain
infectious diseases. Published on line March 31,2014.http://doi.org/10.1111/sji.12175.
7. Shi Y, Wang Y, Melino G. Covid-19 infection: the perspective on immune responses. Cell
Death & Differentiation. Published on line March23, 2020.http://www.nature.com.articles
8. Hamblin J. Why some people get sicker than others. Health. Published on line April 21,
2020.http://www.theatlantic.com
9. Yu T, Xu X. Association between clinical manifestations and prognosis in patients with
covid-19. Clinical Therapeutic. Published on line April
27,2020.http://doi.org/10.1016/j.clinthera.

COVID 19 REVIEW | PAPDI SURABAYA | 13 MEI 2020 | VOL 15 Hal 9

Anda mungkin juga menyukai