0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan2 halaman
Vaksinasi di Indonesia masih belum mencapai target herd immunity. Vaksinasi di NTT baru mencapai 42,29% untuk dosis pertama dan 22,53% untuk dosis kedua. Salah satu penyebabnya adalah berita yang menyebutkan efikasi vaksin Sinovac menurun setelah 3-6 bulan, padahal vaksin tetap efektif mencegah kematian meski efikasinya menurun. Vaksin dapat melatih sistem kekebalan tubuh untuk men
Vaksinasi di Indonesia masih belum mencapai target herd immunity. Vaksinasi di NTT baru mencapai 42,29% untuk dosis pertama dan 22,53% untuk dosis kedua. Salah satu penyebabnya adalah berita yang menyebutkan efikasi vaksin Sinovac menurun setelah 3-6 bulan, padahal vaksin tetap efektif mencegah kematian meski efikasinya menurun. Vaksin dapat melatih sistem kekebalan tubuh untuk men
Vaksinasi di Indonesia masih belum mencapai target herd immunity. Vaksinasi di NTT baru mencapai 42,29% untuk dosis pertama dan 22,53% untuk dosis kedua. Salah satu penyebabnya adalah berita yang menyebutkan efikasi vaksin Sinovac menurun setelah 3-6 bulan, padahal vaksin tetap efektif mencegah kematian meski efikasinya menurun. Vaksin dapat melatih sistem kekebalan tubuh untuk men
(Tinggal di Ruteng) Saat ini, warga Indonesia yang sudah menerima vaksin pertama sebanyak 121,365,081 dosis (58,27%), sedangkan penerima vaksin dosis kedua sebesar 75,217,214 (36,12%) jiwa dengan total target herd immunity (kekebalan kelompok) mencapai 208,265,720 jiwa. Di NTT, jumlah penerima vaksin dosis pertama sebanyak 1,620,373 (42,29%) jiwa dan penerima vaksin dosis kedua sebanyak 863,209 (22,53%) jiwa dari target 3,831,439 jiwa untuk mencapati target ideal terbentuknya herd immunity (Data vaksinasi Nasional per 2/11/2021). Salah satu kendala yang dapat menghambat penggenjotan vaksinasi saat ini ialah masih ada orang yang membangun pretensi berdasarkan berita di media (health.detik.com), bahwa efikasi vaksin Covid-19 (Sinovac) akan menurun setelah 3-6 bulan divaksin. Jika dalih semacam ini tidak disikapi dengan benar akan menimbulkan resistensi sebagian besar masyarakat lain yang belum divaksin. Memang benar sebagaimana pemberitaan media di atas, bahwa efikasi vaksin (Sinovac) akan menurun setelah 3-6 bulan divaksin. Itu sebabnya tenaga kesehatan memerlukan vaksin ketiga/booster (penguat) untuk meningkatkan kembali imun yang sudah drop. Namun apakah dengan demikian 2 dosis vaksin yang telah disuntikkan ke masyarakat umum tidak efektif sama sekali? Tentu tidak. Patut diingat bahwa, tubuh memiliki sel T memori yang berfungsi mengenali virus yang telah mempresentasikan diri sebelumnya. Hal mendasar yang perlu diketahui sebelum memutuskan untuk divaksin atau tidak ialah, kalau kita vaksin, kita tidak harus sakit (terpapar Covid-19) terlebih dahulu berulah tubuh membentuk antibodi. Namun apabila kita tidak divaksin, kita terkena Covid-19 terlebih dahulu barulah tubuh membentuk antibodi. Covid-19 adalah virus baru yang belum dikenali oleh antibodi tubuh, sehingga ketika seseorang terpapar virus ini, tubuh belum siap membentuk antibodi untuk melawan virusnya. Untuk itu, tubuh butuh vaksin (imunitas spesifik/yang didapat) agar bisa mengaktifkan antibodi tersebut, sehingga sesewaktu ketika kita terpapar Covid-19, tubuh sudah memiliki antibodi untuk melawan virus tersebut. Bagi para penyintas, antibodi mereka sudah terbentuk sehingga ketika mereka terpapar ulang oleh virus yang sama, tubuh sudah mengenali dan mampu melawan virus tersebut. Itulah alasan mengapa para penyintas Covid-19 tidak diperbolehkan untuk divaksin dalam waktu dekat (setelah tiga bulan). Hal ini demikian karena saat terpapar, tubuh sedang mengalami peningkatan sistem imun melalui imunitas non spesifik, sehingga tubuh tidak terlalu membutuhkan imunitas spesifik seperti vaksin. Lagi pula, fokus kita saat ini ialah meningkatkan cakupan vaksinasi secara massal, karena yang mengendalikan pandemi adalah kekebalan komunal (herd immunity), bukan individu. Jadi, tidak ada gunanya seseorang mendapatkan vaksin beberapa kali sementara orang di sekitarnya belum mendapatkan vaksinasi sama sekali. Hingga kini, Indonesia sudah menggunakan lima vaksin, yakni Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, dan Pfizer untuk mencapai herd immunity. Dari kelima vaksin tersebut di atas, ada tiga vaksin yang mampu mencegah penularan Covid-19 ialah, AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer. Namun yang terpenting ialah, semua vaksin dapat mencegah kematian ketika seseorang terpapar Covid-19 tanpa komorbid yang berat. Vaksin merupakan bagian-bagian berbahaya dari patogen (virus) yang dilemahkan dengan tujuan merangsang tubuh untuk mengenal patogen tersebut secara spesifik, sehingga ketika suatu saat tubuh terpapar virus yang sama, sel-sel memori sigap dan siap untuk mengaktifkan antibodi untuk segera menyerang virus tersebut. Ketika seseorang terpapar Covid-19, tubuh akan merespon paparan virus tersebut melalui dua komponen, yakni pertahanan tubuh yang diperantarai antibodi dan pertahanan tubuh yang diperantarai oleh sel. Kedua pertahanan tersebut memberi perlindungan yang berbeda, namun saling melengkapi. Pertahanan tubuh yang diperantarai antibodi atau yang juga disebut imunitas humoral (sirkulasi) memiliki limfosit/sel B, sedangkan pertahanan tubuh yang diperantarai imunitas seluler memiliki sel T. Dalam tubuh kita terdapat dua jenis imunitas, yakni imunitas aktif dan pasif. Pada imunitas aktif, inang membentuk antibodi sebagai respon terhadap antigen alami (mikroorganisme infeksius) dan antigen buatan (vaksin). Saat antigen masuk, sel B teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang mensekresi antibodi dan protein serum yang berhubungan langsung dengan zat asing dan memulai respon untuk menghancurkan antigen. Umumnya virus baru seperti Covid-19 mampu menembus hingga lapisan ketiga dari pertahanan tubuh manusia, yakni imunitas spesifik. Meskipun sistem imun non spesifik (pertahanan lapis pertama dan kedua) mampu memberikan perlawanan terhadap patogen, namun perlawanannya tidak bertahan lama sehingga diperlukan sistem imun spesifik melalui vaksinasi. Sistem imun spesifik menciptakan sistem imun yang lebih kuat hingga terbentuknya memori imunologi. Artinya setiap patogen yang masuk akan terus diingat oleh pengenal antigen. Respon imun spesifik terhadap antigen tertentu membutuhkan pengenalan antigen non-self tertentu pula selama proses yang disebut presentasi antigen. Sistem imun spesifik berkembang karena diaktifkan oleh sistem imun non spesifik dan memerlukan waktu untuk dapat mengerahkan respon pertahanan yang lebih spesifik/kuat. Itu sebabnya terciptanya vaksin dan alasan mengapa kita harus divaksin. Meskipun patogen seperti Covid-19 dapat berevolusi dengan berbagai varian begitu cepat agar terhindar dari identifikasi dan penghancuran oleh sistem imun, namun mekanisme pertahanan tubuh yang divaksin juga mampu berevolusi untuk mengenali patogen tersebut. Jadi, tidak perlu takut divaksin dengan berbagai dalih yang belum terbukti secara klinis. Mengenai kebenaran ini, Rose Mini Agoes Salim pernah berkata, manusia akan melakukan sesuatu secara sukarela bila ia mendapat pemahaman yang jelas dan hal itu akan melekat pada dirinya. Mari sebarkan kebaikan dengan mengajak banyak orang untuk divaksin. Penurunan kasus Covid-19 saat ini adalah juga bukti kesahihan dari vaksinasi. Namun, penurunan kasus Covid-19 saat ini tidak berarti memberi ruang untuk bebas dari protokol kesehatan. Mari nikmati menurunnya kasus Covid-19 dengan tanggung jawab tanpa kebablasan. Mendukung vaksinasi dengan mau divaksin adalah sebuah bentuk tanggung jawab moril terhadap bangsa.