Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Era Romantik

2.1.1. Periode

Era Romantik adalah salah satu periode dalam kesusastraan Jerman

yang berlangsung dari tahun 1795 hingga tahun 1835. Era Romantik muncul

sebagai reaksi terhadap rasionalisme yang mengganggap segala sesuatunya

dapat diterangkan dengan akal pikiran. Era Romantik menekankan pada

subjektivitas, daya tarik dan kekuatan imajinasi, perasaan dan irasional.

Motif-motif utama yang menjadi kekhasan era Romantik adalah

ungkapan perasaan kerinduan akan kematian, gairah, keinginan untuk

berkelana, dan rasa cinta pada alam. Menurut sumber dari beberapa situs

online(http://www.homepage.bnv-bamberg.de/gk_deutsch/m-j-

wacht/referate/romantik_referat.htm,http://www.literaturwelt.com/epochen/rom

antik.html, http://www.pohlw.de/literatur/epochen/romantik.htm) era ini terbagi

menjadi tiga periode, yaitu Frühromantik (berpusat di kota Jena),

Hochromantik (berpusat di kota Heidelberg), dan Spätromantik (berpusat di

kota Berlin).

7
8

2.1.1.1. Frühromantik

Frühromantik adalah periode awal era Romantik (1798-1804). Periode

awal ini berpusat di kota Jena dan karenanya dikenal dengan sebutan Jenaer

Romantik. Schlegel bersaudara, yaitu August Wilhelm Schlegel (1767-1845)

dan Friedrich Schlegel (1772-1829), adalah dua tokoh yang membawa

pengaruh besar pada pemikiran romantis. Periode ini masih dipengaruhi oleh

era Sturm und Drang dan Klassik. Jenis karya sastra khas periode ini yaitu

roman bertema sejarah dari Abad Pertengahan, emansipasi wanita, dan cinta

yang bebas. Penyair terkenal dari era ini yaitu Ludwig Tieck dan Novalis.

2.1.1.2. Hochromantik

Era Hochromantik berpusat di kota Heidelberg dan dikenal dengan

sebutan Heidelberger Romantik. Periode ini berlangsung antara tahun 1804-

1835. Penyair-penyair terkenal dari era ini antara lain Joseph Freiherr von

Eichendorff (1788-1857), Achim von Arnim (1781-1831), dan Clemen

Brentano (1778-1842). Brentano dan Arnim muncul dengan karya puisi,

prosa, dan koleksi lagu-lagu rakyat. Jenis karya sastra paling utama pada

periode ini yaitu Märchen (dongeng), di mana batas antara hal-hal nyata dan

tidak nyata menjadi tema utama.

2.1.1.3. Spätromantik

Spätromantik atau Berliner Romantik (1816-1835) adalah periode

romantik akhir dan berpusat di kota Berlin. Penyair terkenal pada saat itu

yaitu Joseph von Eichendorff, Eduard Mörike, Nikolau Lenau, Adelbert von
9

Chamisso, Heinrich Heine, dan E.T.A Hoffmann. Kebanyakan karya sastra

pada periode ini ditulis dalam bentuk novel dan cerita pendek dan memiliki

ketertarikan yang kuat pada hal-hal mistis, menyeramkan, dan irasional.

2.1.2. Latar Belakang Historis

Gerakan Romantik muncul di Jerman dan juga datang dari Inggris dan

Perancis. Di Jerman gerakan ini memiliki pengaruh kuat dalam bidang

kesusastraan. Jenis karya sastra yang paling penting pada era ini adalah

puisi, karena puisi dapat mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan

dan suasana hati. Jenis karya sastra lainnya yang banyak ditulis yaitu novel,

cerita, dan dongeng. Penulis pada era ini berorientasi pada Abad

Pertengahan, sehingga lagu-lagu rakyat, cerita legenda, dan dongeng

kembali populer pada masa itu. Pada era ini juga muncul juga kumpulan

dongeng-dongeng terkenal dari Grimm Bersaudara. (http://www.xn--prfung-

ratgeber-0vb.de/2012/06/romantik-epoche-merkmale-und-literatur/)

Tema-tema yang diangkat dalam karya-karya sastra era Romantik

tentunya berkaitan dengan latar belakang sejarahnya. Revolusi Perancis

(1789-1799) dan Revolusi Industri (1750-1850) menjadi penyebab utama

muculnya gerakan Romantik. Raja Louis XVI memimpin Perancis dengan

sistem pemerintahan monarki absolut. Pajak berjumlah besar dibebankan

kepada rakyat, sedangkan kaum bangsawan, gereja dan kerajaan tidak

dikenakan pajak, bahkan berhak memungut pajak. Uang yang diperoleh tidak
10

dipergunakan untuk membangun negara, namun untuk berfoya-foya dan

hidup bermewah-mewahan dalam lingkungan kerajaan.

Kegelisahan rakyat kala itu menjadi penyebab bergolaknya Revolusi

Perancis. Revolusi ini merupakan pergerakan sosial dan politik yang dimulai

di Perancis untuk menghapus kekuasaan monarki, kaum bangsawan dan

gereja, dan menggantinya dengan prinsip-prinsip baru, yaitu kebebasan,

persamaan dan persaudaraan bagi kaum sipil. Tidak hanya di Perancis,

pergerakan ini meluas ke berbagai negara di Eropa, termasuk Jerman.

Revolusi Industri adalah periode terjadinya perubahan dalam bidang

manufaktur, transportasi, pertanian, pertambangan dan teknologi yang

dimulai di Inggris. Revolusi Industri yang mengandalkan penggunaan mesin,

dan bukan lagi tenaga manusia, mengakibatkan turunnya harga barang

sehingga membuat perusahaan kecil merugi. Akibatnya, terjadi urbanisasi

besar-besaran, sedangkan penggunaan mesin di pabrik-pabrik membuat

upah buruh menjadi rendah, dan muncul kesenjangan antara kaum buruh

dengan kaum pengusaha.

Kemunduran ekonomi kaum buruh memunculkan revolusi sosial.

Pergerakan ini menganut paham sosialis, dengan tokoh terkenal seperti Karl

Marx. Paham sosialis bertujuan memperjuangkan perbaikan nasib kaum

rakyat dan buruh yang memburuk akibat terjadinya Revolusi Industri.


11

2.2. Motif dalam Karya Sastra

Tema dan motif adalah elemen pembentuk dari suatu karya sastra.

Motif diidentifikasi sebagai objek, bahan konsep, ide dasar, dan elemen

tematik yang digunakan dalam karya seni yang mengandung sifat puitis dan

gambaran visual. (lihat Daemmrich, 1995:XIV)

2.2.1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:930), motif memiliki

makna sebagai berikut: pola, corak; salah satu dari beberapa gagasan yang

dominan di dalam karya sastra, yang dapat berupa peran, citra yang

berulang, atau pola pemakaian kata; alasan (sebab) seseorang melakukan

sesuatu. Dalam karya sastra istilah motif pertama kali dipakai dalam bidang

musik seperti yang dinyatakan dalam kutipan berikut ini: Motiv. Der Begriff

wurde zuerst in der Encyclopédie (1765) zur Bezeichnung einer

charakteristischen, melodischen Einheit einer musikalischen Komposition

verwendet. (Daemmrich, 1995:XIV) (Motif. Istilah ini pertama kali muncul

dalam Ensiklopedia (1765) untuk menandai kesatuan khas yang bersifat

melodis dari sebuah komposisi musikal.)

Selanjutnya, Hermes (2004:104) menyatakan bahwa motif adalah

elemen terkecil dalam teks yang muncul secara berulang: Motiv nennt man in

dichterischen Texten das kleinste inhaltliche Element, das sich in der

literarischen Überlieferung zu erhalten vermag und immer wieder aufgegriffen

und in neue Zusammenhänge eingebaut werden kann. (Motif dalam teks-teks


12

puitis disebut elemen isi terkecil dalam tradisi sastra dan muncul berulang kali

dan dibangun ke dalam hubungan-hubungan baru.)

2.2.2. Fungsi

Motif merupakan salah satu elemen dalam karya sastra yang sifatnya

saling berkaitan, sama seperti elemen lainnya. Dibutuhkan hubungan timbal

balik dengan elemen-elemen lainnya agar saling terhubung satu dengan

yang lainnya. Dalam buku Themen und Motiven in der Literatur, Daemmrich

(1995:XVIII) menjelaskan fungsi-fungsi dari sebuah motif sebagai berikut:

(1) Schein. Motive vermitteln entweder den Eindruck anschaulich


erfaβbarer Eigenschaften (Ort/Topos, Objekt/Bild, Vergleich/Metapher,
Figur/Charaktermerkmale) oder übernehmen eine Schaltfunktion in
Relationsfeldern (Handlung/Reaktion: Struktureigenheiten), deren
Signalfolge in Bildfügungen und Handlungsabläufen wahrnehmbar ist.
(Penampilan atau wujud. Motif menyampaikan kesan jelas dari sifat-
sifat konkrit (tempat/topografi, objek/gambar, perbandingan/metafora,
figur/ciri-ciri karakter) atau mengambil alih suatu fungsi dalam bidang-
bidang relasi (perbuatan/reaksi: sifat-sifat struktur), yang urutan
sinyalnya dapat diterima dalam susunan atau alur cerita.)
(2) Stellenwert. Motive haben die Funktion von Schaltelementen. (Nilai.
Motif memiliki fungsi sebagai elemen-elemen penghubung.)
(3) Polarstruktur. Motive werden in Texten verarbeitet, die in der Zahl
konkreter Gestaltungen eine unübersehbare Menge an Information
und Variations möglichkeiten enthalten. (Struktur yang bertentangan.
Motif diolah dalam sebuah teks yang di dalamnya mengandung
penggambaran konkrit tentang informasi dan kemungkinan variasi
dalam jumlah banyak.)
(4) Spannung. Polarstrukturen und Motivreihen (→Fruchbarkeit-
unfruchbarkeit; →Herz-Hand; gerader und krummer →Weg; →Schiff-
Schiffbruch/Hafen) beeinflussen die Struktur der Texte und bewirken
starke Spannungsbögen. (Ketegangan. Struktur polar dan rangkaian
motif (→produktif-tidak produktif; →hati-tangan; lurus dan belok →
jalan; kapal-kapal karam/pelabuhan) mempengaruhi struktur teks dan
menyebabkan busur ketegangan yang kuat.)
(5) Schematisierung. Sowohl die fortgesetzte Wiederaufnahme und
Erneuerung von Motiven in der literarischenTradition als auch die
13

Reduktionstendenzen in der Bearbeitung einzelner Motive begünstigen


schematische Handlungsfolgen. (Skematisasi. Baik meneruskan
kembali atau memperbaharui motif dalam tradisi kesusastraan maupun
kecenderungan mengurangi dalam pengerjaan setiap motif
membutuhkan urutan kejadian skematis.)
(6) Themenverflechtung. Motive stützen, unterstreichen,
vergegenwärtigen und klären die thematische Organisation von
Texten. (Jalinan tema. Motif menopang, menandai, mewakili, dan
menjelaskan suatu organisasi tematis dari teks.)
(7) Gliederung des Textes. Motive sind Bedeutungs und Strukurträger.
(Susunan teks. Motif adalah penopang makna dan struktur.)
(8) Deutungmuster. Motive kennzeichnen existentielle Grundsituationen.
(Pola interpretasi. Motif menandai situasi dasar yang eksistensial.)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa motif berperan

penting dalam pembentukan karakteristik suatu karya. Motif adalah elemen

penguhubung dan berfungsi untuk menyampaikan pesan atau gambaran dari

suatu karya. Motif dan elemen-elemennya lainnya yang saling berkaitan akan

memberikan gambaran isi dari sebuah karya sastra dan apa yang ingin

disampaikan oleh sang penulis.

2.2.3. Motif Kematian dalam Karya Sastra

Motif kematian sering kali muncul sebagai tema, simbol, atau plot

dalam karya sastra dan muncul pada beberapa periode kesusastraan:

Das Weltbild unterschiedlicher Epochen hinterlässt in den literarischen


Todesdarstellungen deutliche Spuren. Die Literatur des Mittelalters,
der Reformationzeit, des Barocks, und der Romantik bewertete den
Tod weitgehend positiv. (Daemmrich, 1995:348)

Pandangan dunia dari berbagai periode kesusastraan meninggalkan


jejak jelas dalam hal penggambaran kematian dalam karya sastra.
Literatur dari Abad Pertengahan, Masa Reformasi, Barok, dan
Romantis menilai kematian sebagai hal yang positif.
14

Selanjutnya Daemmrich menyatakan bahwa motif kematian dapat

menjadi elemen dasar sebuah karya sastra: Der Augenblick des Todes,

zeitlich konzentriert oder auf die gesamte Erzählzeit des Textes ausgedehnt,

kann als Grundelement den Aufbau eines Textes maßgebend beeinflussen.

(Daemmrich, 1995:350) (Momen kematian terkonsentrasi dalam waktu atau

diperluas ke seluruh waktu cerita, dapat memengaruhi elemen dasar

pembangunan sebuah teks secara mendasar.)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008:889), kata

kematian didefinisikan sebagai berikut: memiliki arti perihal mati; menderita

karena salah seorang meninggal; menderita karena sesuatu yang mati.

Sedangkan dalam buku Themen und Motive in der Literatur fenomena

kematian dalam karya sastra dimunculkan secara beragam:

Das Phänomen des Todes gab zu den unterschiedlichsten


literarischen Deutungen Anlaβ. Die Thematik schlieβt ein: das Sterben,
die innere Gewiβheit, aber auch Verneinung der existentiellen
Grenzerfahrung, die Sehnsucht nach dem Tod, den Aufruf zur
Neuorientierung im Dasein und die
Bejahung des Lebens. (Daemmrich, 1995:347)

Ada beragam interpretasi sastra dalam fenomena kematian. Temanya


meliputi: kematian, kepastian batin, penolakan terhadap pengalaman
yang bersifat eksistensial, kerinduan akan kematian, seruan reorientasi
dalam keberadaan dan penegasan hidup.

Dapat disimpulkan bahwa motif kematian telah muncul sejak lama

sebagai bahan penulisan dalam karya sastra dan menjadi salah satu unsur
15

yang banyak digunakan oleh penulis sebagai ungkapan perasaan dan

penggambaran kejadian atau peristiwa yang terjadi pada waktu itu.

Penggambaran kematian di era Romantik menimbulkan makna yang berbeda

apabila dibandingkan dengan era kesusastraan lainnya. Pada era ini

kematian dimaknai sebagai suatu hal yang positif. Penyair pada era ini

memaknai kematian sebagai jalan keluar dari sebuah masalah, tujuan akhir

pengembaraan, maupun jawaban atas pertanyaan mengenai akhir

kehidupan.

2.3. Citraan dalam Puisi

2.3.1. Pengertian

Citraan adalah penggambaran mengenai objek berupa kata, frase,

atau kalimat yang tertuang di dalam puisi. Citraan digunakan untuk

menggambarkan angan sang penyair dan dapat membantu pembaca untuk

menafsirkan makna dari sebuah puisi.

Dalam Kamus Istilah Sastra (Laelasari, 2006:65) citraan diartikan

sebagai berikut:

Citraan adalah daya bayang yang dihasilkan dari pengolahan kata-


kata secara sungguh-sungguh untuk memberikan kesan indah di
dalam suatu puisi; Suatu penggambaran pengalaman yang berkaitan
dengan benda, peristiwa, dan keadaan yang dialami penyair dengan
memakai kata-kata yang bersifat khas agar dapat memberikan
gambaran secara lebih nyata, baik hal-hal yang bersifat kebendaan,
metaforik, ataupun kejiwaan.
16

Dapat disimpulkan, citraan berguna agar pembaca dapat memperoleh

gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh penyair.

2.3.2. Jenis-jenis Citraan

Dalam bukunya yang berjudul Abiturwissen Deutsch: Grundbegriffe

der Literatur von A-Z (2004:27-28), Eberhard Hermes membagi citraan, yang

dalam bahasa Jerman disebut Bildlichkeit, menjadi 5 jenis, yaitu Vergleich

„perbandingan‟, Allegorie „alegori‟, Metapher „metafora‟, Symbol „simbol‟, dan

Personifikation „personifikasi‟.

2.3.2.1. Vergleich ‘Perbandingan’

Vergleich adalah jenis pencitraan yang membandingkan dua hal atau

lebih yang hakikatnya berbeda tetapi dianggap memiliki suatu kesamaan

dengan menggunakan kata wie „seperti‟ atau als ob „seolah-olah‟. Dalam

bukunya, Hermes (2004:148) mendefinisikan Vergleich sebagai berikut:

Der Vergleich ist ein poetisches Verfahren, bei dem Begriffe aus
unterschiedlichen Bedeutungsbereichen aufgrund eines gemeinsamen
Merkmals (L. tertium comparationis) zum Zweck der
Veranschaulichung des Gemeinten in Beziehung gesetz werden.
Vergleich adalah sebuah metode penulisan puisi, di mana istilah-istilah
yang berasal dari berbagai macam bidang memiliki suatu kesamaan
ciri-ciri (bahasa Latin tertium comparationis) yang bertujuan untuk
memberikan ilustrasi dari makna yang dimaksud.
Penggunaan Vergleich terlihat dalam kalimat sie ist schön wie eine

Blume „ia cantik seperti bunga‟. Dalam kalimat tersebut kecantikan seseorang
17

diibaratkan seperti bunga karena bunga adalah simbol keindahan atau

kecantikan. Dalam kalimat tersebut dapat dilihat penggunaan kata wie

sebagai salah satu contoh Vergleich.

2.3.2.2. Allegorie (Alegori)

Alegori adalah jenis citraan yang menyatakan suatu perasaan melalui

kiasan atau penggambaran. Seperti oleh Hermes (2004:10) dijelaskan

bahwa: Die Allegorie gehört zu den klassichen Formen der Bildlichkeit. Sie

dient der Veranschaulichung abstrakter Begriffe und Sachverhalte, die der

Leser oder Betrachter dem Bild entnehmen muss. (Alegori adalah bentuk

klasik dari citraan yang berfungsi untuk menggambarkan konsep-konsep

abstrak dan fakta-fakta yang mengacu pada gambaran pembacanya). Contoh

alegori; dewi Amor=cinta, malaikat maut=kematian, patung Liberty=negara

Amerika Serikat.

2.3.2.3. Metapher (metafora)

Definisi metafora yaitu pengungkapan berupa perbandingan analogis

dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan dan lain-lain.

(Rahmawati, 2015:30). Metafora adalah jenis citraan yang banyak digunakan

dalam bahasa sehari-hari, seperti diungkapkan oleh Hermes (2004:98)

sebagai berikut:
18

Die Metapher ist ein Merkmal der Alltagssprache. Denn es ist


unmöglich, sich ohne Metaphern zu verständigen, sonst müsste man
einfache Sachverhalte umständlich erläutern. Mit der Metapher aber
kann man sie benennen. […] Man kann die Metapher auch nicht als
ein Wort definieren, das für ein anderes eintritt, denn oft gibt es gar
kein ,eigentliches’ Wort, das man für einen bildlichen Ausdrück
einsetzen könnte.
Metafora adalah salah satu ciri dari bahasa sehari-hari. Karena tidak
mungkin saling memahami tanpa metafora, jika tidak orang harus
menjelaskan hal-hal mudah dengan cara panjang-lebar. Tapi dengan
metafora orang dapat menyebutkannya. […] Orang juga tidak dapat
mendefinisikan metafora sebagai sebuah kata, karena seringkali tidak
ada kata sesungguhnya yang bisa menggambarkannya.
Salah satu contoh penggunaan metafora adalah dalam kalimat

Briefkopf „ kepala surat‟. Kepala dalam kata tersebut bukanlah kepala dalam

arti sesungguhnya melainkan bagian atas surat yang berisi keterangan nama,

alamat, dan sebagainya.

2.3.2.4. Symbol (simbol)

Simbol adalah jenis pencitraan yang melukiskan sesuatu melalui

benda, hewan, atau tumbuhan sebagai simbol atau lambang. Seperti

diungkapkan dalam buku Abiturwissen Deutsch: Textanalyse und

Interpretation Lyrik, Drama, Prosa sebagai berikut: Das Symbol ist ein

sichtbares Zeichen, das als Sinnbild für einen abstrakten Sachverhalt

verwendet wird (Gigl, 2005:36). (Simbol adalah sebuah tanda yang dapat

dilihat, yang digunakan sebagai lambang konsep abstrak). Contoh

penggunaan simbol dalam citraan yaitu das Kreuz „salib‟, yang merupakan

simbol untuk ajaran agama Kristen.


19

2.3.2.5. Personifikation (personifikasi)

Jenis citraan personifikasi yaitu membandingkan benda-benda tak

bernyawa seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia. Menurut

Fix/Poethe/Yos (2001:58) personifikasi didefinisikan sebagai berikut:

Personifikation: Spezialfall der M., der Unbelebtem aufgrund von Ähnlichkeit

menschliche Eigenschaften zuschreibt. (Personifikasi: bentuk khusus dari

metafora yang menganggap makhluk tak bernyawa memiliki kemiripan sifat

seperti manusia).

Dapat disimpulkan bahwa personifikasi adalah jenis citraan yang

menggambarkan benda mati seolah-olah bisa berlaku seperti manusia.

Contoh dalam kata die Sonne lacht „matahari tertawa‟. Dalam kata tersebut

digambarkan seolah matahari dapat tertawa seperti manusia.

2.3.3. Makna

Puisi merupakan sistem tanda yang memiliki makna dan

menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Pradopo, 1995:120). Dalam hal

ini diperlukan penelaahan makna, baik makna denotatif maupun makna

konotatif. Seperti diungkapkan oleh Busch dan Stenschke (2007:188): Eine

Wortbedeutung besteht nicht nur aus einem fixen Bedeutungskern, sondern

ist sehr vielschichtig. (Makna tidak hanya terdiri dari satu inti makna,

melainkan sangat kompleks).


20

2.3.3.1. Makna Denotatif

Menurut Waridah (2013:302) makna denotasi adalah makna suatu

kata sesuai dengan konsep asalnya, tanpa mengalami perubahan makna

atau penambahan makna, dan disebut pula makna lugas. Menurut

Rahmawati (2015:24) pada dasarnya, kata memang selalu mengacu pada

makna referensinya, yaitu makna yang ada dalam pikiran pemakainya.

Makna yang demikian itu tertulis dalam kamus. Makna yang demikian disebut

makna denotatif. Contoh, kata kursi maknanya “tempat duduk berkaki dan

bersandaran”.

2.3.3.2. Makna Konotatif

Makna konotasi diartikan sebagai makna suatu kata berdasarkan

perasaan atau pemikiran seseorang, dapat dianggap sebagai makna

denotasi yang mengalami penambahan makna, dan dapat disebut pula

sebagai makna kias atau makna kontekstual (Waridah, 2013:302). Makna

konotatif adalah makna yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang

timbul atau ditimbulkan oleh pembicara atau pendengar. Dengan kata lain,

makna konotatif adalah makna tambahan yang timbul berdasarkan nilai rasa

seseorang (Rahmawati, 2015:25). Contoh: kata hujan dalam kamus berarti

“titik-titik air berjatuhan dari udara lewat proses pendinginan. Tetapi kata

hujan bisa berarti “rahmat” bagi petani dan “petaka” bagi orang Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai