Anda di halaman 1dari 8

Tugas SIRS

Nama : Arni Melati

NIM : 1911212003

1. Bagaimanakah implementasi pengelolaan SIRS di Indonesia?


Jawaban : SIRS yang diimplementasi terdiri dari beberapa modul yang setiapnya didesain untuk
mendukung proses bisnis spesifik. Proses bisnis yang didukung termasuk manajemen keuangan,
inventori, farmasi, rekam medis, asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Setiap RS
memilih beberapa modul yang diimplementasikan.

Implementasi pengelolaan SIRS di Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut,

 Untuk dapat menggunakan aplikasi SIRS ONLINE , setiap rumah sakit wajib melakukan
registrasi pada Kementerian Kesehatan.

 Registrasi digunakan untuk pencatatan data dasar rumah sakit pada Kementerian Kesehatan
untuk mendapatkan Nomor Identitas Rumah Sakit yang berlaku secara Nasional.

 Registrasi dilakukan secara online pada situs resmi Direktorat Bina Upaya Kesehatan.

2. Apa sajakah masalah dalam system informasi rumah sakit?


Jawaban : Masalah dalam system informasi rumah sakit, adalah sebagai berikut
 Data.
Meskipun pendataan di RS telah bersifat digital akan tetapi terdapat beberapa kendala untuk
melakukan migrasi data dasar sebagai penunjang SIRS. Data transaksi/proses bisnis RS tidak
terpusat, tetapi tersebar di banyak divisi. Karenanya, data tidak mengalir sesuai dengan proses
bisnis yang ada. Perbedaan format dan media penyimpanan data juga menghambat proses
integrasi. Karena teknologi untuk melakukan konversi data spesifik secara massal tidak
tersedia, sebagian proses migrasi data dilakukan secara manual. Penelitian ini menemukan, RS
yang telah bekerja sama dengan BPJS memiliki sistem Indonesian Case Based Groups (INA
CBGs) dalam mengelola tarif layanan untuk pasien. Konektivitas antarsistem yang sudah ada
dengan SIRS harus dijamin untuk menjaga integritas data. Temuan ini menguatkan penelitian
sebelumnya7 . Soh et al. (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa format dan hubungan
data yang tersedia membutuhan upaya ‘mlipir’ (workaround) untuk menjadikan kompatibel
dengan sistem enterprises resource planning (ERP).
 Teknologi.
Infrastruktur jaringan dan komputer yang belum terpasang secara merata di seluruh bagian RS,
merupakan masalah yang ditemui pada tahapan pra-implementasi SIRS. Faktor teknologi
lainnya yaitu kesiapan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) baik dari sisi
server dan komputer terminal (client). Masalah ini mengharuskan proses baru, yakni pengadaan
barang yang melibatkan pihak manajemen sebagai pengambil keputusan.
 Proses bisnis.
Tiap RS memiliki karakteristik dan tingkat kompleksitas yang berbeda. Hal itu tercermin dalam
modul SIRS yang diimplementasikan. Adanya permintaan modifikasi SIRS menjadi hal yang
lumrah dan harus dilakukan agar sistem dapat berjalan sesuai dengan proses bisnis yang
diinginkan oleh di RS tersebut. Namun demikian, kebutuhan rekayasa ulang proses bisnis pada
sistem enterprise dapat dilakukan namun tetapi dengan tetap dengan biaya yang minimum.
Kurangnya dukungan dari pihak RS untuk menyediakan team khusus sebagai jembatan
komunikasi dalam proses rekayasa ulang SIRS mengakibatkan lambatnya proses penyesuaian
proses bisnis SIRS.
 Kognisi personel.
Paradigma berpikir dari personel RS adalah melayani pasien dan kegiatan administratif telah
terbiasa dengan penggunaan media fisik yaitu menggunakan kertas/buku. Resistensi yang
muncul pada implementasi SIRS disebabkan oleh enggannya banyak pegawai RS dalam
mengbah cara kerjanya dari proses manual ke pemanfaatan teknologi, menggunakan SIRS.
Domain kognisi personel ini sangat berkaitan erat dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pihak manajemen khususnya kebijakan penghargaan (reward and punishment).
 Kapabilitas personel.
Model jam kerja di RS, baik di RS pemerintah maupun swasta, terdiri atas dua kategori besar:
manajemen administratif dan pelayanan. Kategori pertama meliputi pegawai yang memiliki jam
kerja tetap, sedangkan kategori kedua terdiri dari petugas medis yang memiliki jam kerja
bergiliran (shift), yang terbagi atas tiga giliran tiap harinya. Kendala dalam proses pelatihan
yakni terbatasnya waktu yang ada baik bagi personel manajemen administratif maupun personel
pelayanan. Hal ini mengakibatkan proses pelatihan perlu dilakukan berulang-ulang sampai
dirasa pegawai telah memahami penggunaan SIRS dengan baik. Masalah lainnya adalah
minimnya keterampilan teknologi informasi yang dimiliki oleh personel calon pengguna SIRS.
Hal ini terlihat secara jelas pada proses pelatihan dan pendampingan penggunaan sistem.
 Manajemen.
Masalah yang terdapat pada sisi manajemen RS sangat kompleks. Meyakinkan pihak
manajemen sebagai pengambil keputusan membutuhkan usaha yang cukup besar. Manajemen
tidak selalu ‘satu kata’ dalam setiap keputusan. Tidak semua manajemen juga mau
mendelegasikan pekerjaan, seperti terkait dengan pemilihan administrator dan operator yang
akan melakukan aktivitas rutin di SIRS. Masalah semakin rumit ketika personel RS tidak siap
menerima delegasi. Selain itu, di beberapa RS, manajemen tidak melakukan proses sosialisasi
SIRS dan mobilisasi personel untuk mendukung penggunaan SIRS secara memadai. Tidak
adanya kebijakan penghargaan (reward and punishment) membuat para personel RS
menganggap ‘enteng’ penggunaan SIRS. Penelitian juga menemukan bahwa dari lima RS,
hanya satu (SR) yang melakukan evaluasi SIRS.
 Lingkungan.
Dalam domain ini, terdapat dua masalah penting, yaitu ketersedian utilitas dasar (yaitu
ketersediaan pasokan listrik) dan jarak beberapa RS yang tidak dekat dengan vendor. Ketiadaan
pasokan listrik yang mencukupi, mempengaruhi implementasi dan operasi SIRS. Jarak
geografik yang cukup jauh, membuat kunjungan vendor tidak semudah yang dilakukan pada RS
yang lebih dekat. Hal ini mempunyai respons atas masalah yang memerlukan kunjungan fisik
tidak dapat dengan cepat diselesaikan.

3. Bagaimanakah implementasi SIMPUS di Indoneia


Jawaban :
Implementasi SIMPUS adalah proses serta tahapan dari pembuatan kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah, yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan
sebelumnya. Implementasi menurut George C. Edward III dilihat dari beberapa faktor sebagai berikut :
a. Komunikasi, informasi yang diberikan aparat kepada pegawai.
Secara tahapan bahwa pelaksanaan program SIMPUS itu sudah dilaksanakan di setiap daerah bagian,
yang dimana SIMPUS ini dilakukan untuk menunjang kualitas pelayanan kesehatan yang secara efektif
dan efisien, oleh karena itu hal ini juga disampaikan Kepala Puskesmas tentang sejauh mana tahapan
pelaksanaan program SIMPUS ini dilakukan di Puskesmas.
b. Sumber Daya Manusia, SDM yang bertanggung jawab pada SIMPUS .
Pelatihan yang diperlukan dalam menunjang efektifitas kinerja pegawai untuk meningkatkan kualitas
pegawai dalam melaksanakan tugasnya seharusnya adanya pelatihan dan sosialisasi yang rutin
sehingga produktivitas pegawai dapat meningkat dan kualitas pelayanan yang diberikan juga akan
meningkat. Hal ini juga disampaikan Kepala Puskesmas terkait Pelatihan yang diberikan dalam
menjalankan Program SIMPUS online.
c. Disposisi, bentuk komitmen antara petugas yang bertanggung jawab dalam SIMPUS
Pelaksanan SIMPUS pastinya memiliki SOP ( Standart Operasional Procedure ) yang sudah diatur
dasar hukum yang sudah ditentukan, yang memiliki proses tahap awal hingga evaluasi laporan, sejauh
ini sebagai implementor kebijakan pelaksanaan SIMPUS tetap sesuai SOP dan petunjuk pelaksanaan
setiap pekerjaan yang di lakukan Implementor. Atas dasar SOP kita dapat melihat sejauhmana kualitas
pelayanan yang diberikan aparat kepada masyarakat khususnya pada Program SIMPUS.
d. Struktur Birokrasi, yang harus jelas tugas fungsi pokok dari tiap tiap pegawai.
Pada penerapan SIMPUS pasti memiliki susunan atau struktur birokrasi yang dijalankan melalui tahap
awal pencatatan dan pelaporan hingga akhir evaluasi laporan juga berisikan tugas – tugas dan tanggung
jawab setiap pegawai dalam menjalankan program SIMPUS baik secara online maupun manual.
Struktur birokrasi pada dasarnya memiliki fungsi dan tanggung jawab sehingga kita dapat mengetahui
siapa – siapa saja yang mengerjakan, bertanggung jawab dalam menjalankan proses implementasi
SIMPUS yang tetap pada SOP ( Standart Operasional Procedure ) yang dikerjakan.

4. Bagaimanakah implementasi SIKDa dan Siknas ?


Jawaban :
 Implementasi SIKDA
Aplikasi “SIKDA Generik” merupakan implementasi penerapan standarisasi Sistem Informasi
Kesehatan, sehingga diharapkan dapat tersedia data dan informasi kesehatan yang cepat, tepat dan
akurat dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan
keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan. Dengan berlakunya sistem otonomi daerah, maka
pengelolaan SIK merupakan tanggung jawab dan wewenang masing-masing pemerintah daerah:
a) Pemerintah pusat/Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab dalam pengembangan system
informasi kesehatan skala nasional dan fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah.
b) Pemerintah daerah provinsi/dinas kesehatan provinsi, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem
informasi kesehatan skala provinsi.
c) Pemerintah daerah kabupaten/kota / dinas kesehatan kab/kota, bertanggung jawab dalam
pengelolaan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota.Dampak dari otonomi daerah tersebut,
setiap pemerintah daerah melakukan pengelolaan dan pengembangan SIK berbasis teknologi informasi
yang berbeda- beda sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sehingga saat ini terdapat berbagai
jenis SIK yang berbeda- beda di tiap daerah, baik itu berbeda dari sisi system operasi, bahasa
pemrograman maupun data basenya.
 Implementasi SIKNAS
Implementasi SIKNAS dilakukan melalui langkah sebagai berikut,
1. Meninjau kembali sistem yang telah berjalan, dengan prinsip bahwa jangan merubah sistem yang
ada dan bangun kekuatan-kekuatan yang ada serta pelajari kelemahan-kelemahan dari sistem yang telah
ada.
2. Menggambarkan kebutuhan- kebutuhan data yang relavan dari unit -unit dalam sistem kesehatan,
dengan prinsip, dengan prinsip tingkatan administrasi yang berbeda dalam suatu sistem kesehatan
mempunyai peran- peran yang berbeda – beda pula, oleh karena itu keperluan data berbeda – beda pula.
Tidak semua data yang dibutuhkan siap dalam pengumpulan data rutin. Data yang tidak sering
dibutuhkan atau diperlukan hanya untuk bagian dari populasi dapat dihasilkan melalui studi-studi
khusus dan survey sampel.
3. Menentukan sebagian besar data yang tepat dan aliran data yang efektif, dengan prinsip bahwa
tidak semua data yang dikumpulkan pada suatu tingkatan tertentu diperlukan dan disampaikan ke
tingkat yang lebih tinggi. Kebanyakan data yang lebih rinci pencariannya langsung ke sumber data, dan
persyaratan pelaporan ke tingkatan yang lebih tinggi sebaiknya dicari ke tingkatan yang lebih rendah.
4. Melakukan desain pengumpulan data dan perangkat pelaporan, dengan prinsip kemampuan
pengumpul data yang akan ditugaskan dengan mengisi formulir yang harus dipertimbangkan dalam
mengembangkan pengumpul data. Kebanyakan pengumpulan data yang efektif dan perangkat
pelaporan adalah yang sederhanan dan lebih singkat.
5. Mengembangkan prosedur dan mekanisme untuk pengolahan data, dengan prinsip bahwa arah
data sistem informasi manajemen kesehatan adalah prosesnya sebaiknya konsisten dengan sasaran
untuk pengumpulan data dan perencanaan untuk analisis data erta pemanfaatannya.
6. Mengembangkan dan melaksanakan program pelatihan untuk penyedia data dan pengguna data,
dengan prinsip program-program pelatihan dirancang sesuai dengan kebutuhan dan tingkatan kelompok
yang akan dilatih.
7. Melakukan pre test dan jika diperlukan melakukan perancangan ulang sistem untuk pengumpulan
data, aliran data, proses dan pemanfaatan data, dengan prinsip sebelum sistem diuji sistem harus
menggambarkan kondisi yang nyata dan umum selama pelaksanaannya.
8. Melakukan monitoring dan evaluasi sistem yang ada, dengan prinsip bahwa hasil akhir dari
monitoring dan evaluasi tidak bersifat menghukum atau mencari-cari kesalahan, dan lebih mencari hal-
hal yang positif yang dapat membuat sistem bekerja, serta mengidentifikasi apa yang menjadi penyebab
masalah sebagai dasar untuk meningkatkan sistem.
9. Mengembangkan penyebaran data yang efektif dan mekanisme umpan balik, dengan prinsip
bahwa suatu cara yang efektif untuk memberikan motivasi kepada penghasil data agar terus menerus
menyediakan data adalah dengan memberikan feedback yang positif dan negative mengenai keadaan
data yang mereka berikan.
10. Meningkatkan sistem informasi manajemen kesehatan, dengan prinsip bahwa pengembangan
sistem informasi kesehatan adalah selalu berusaha memberikan kemajuan., hal ini merupakan suatu
usaha yang dinamis di mana para manajer dan para pekerja berusaha memberikan kemajuan terus
menerus.

5. Bagaimana strategi pengembangan SIKDA dan SIKNAS?


Jawaban :
 Pengembangan SIKDA
Bentuk-bentuk Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA)
1. Kegiatan Sistem Informasi Kesehatan di Tingkat Puskesmas
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Puskesmas mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang berupa:
a) Mencatat dan mengumpulkan data baik kegiatan dalam gedung maupun luar gedung
b) Mengolah data
c) Membuat laporan berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota d) Memelihara arsip/file/ bank data
Puskesmas e) Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen pasien dan manajemen
unit Puskesmas f) Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya (stakeholders) di wilayah kerjanya.

2. Kegiatan Sistem Informasi Kesehatan di Tingkat Rumah Sakit


Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Rumah Sakit mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang berupa:
a) Memantau indikator kegiatan-kegiatan penting rumah sakit (penerimaan pasien, lama rawat,
pemakaian tempat tidur, mortalitas, waktu tunggu, dan lain-lain)
b) Memantau kondisi finansial rumah sakit (cost recovery)
c) Memantau pelaksanaan sistem rujukan
d) Mengolah data
e) Mengirim laporan berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota/ Provinsi/ Pusat
f) Memelihara bank data
g) Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen pasien dan manajemen unit rumah
sakit
h) Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya (stakeholders) di wilayah kerjanya

3. Kegiatan Sistem Informasi Kesehatan di Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.


Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mempunyai tanggung jawab
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berupa:
a) Ada Mengolah data dari unit-unit pelayanan kesehatan dan sumbersumber lain Menyelenggarakan
survei/penelitian bilamana diperlukan
b) Membuat Profil Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian
Kabupaten/Kota Sehat
c) Mengirim laporan berkala/Profil Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi setempat
dan Pemerintah Pusat.
d) Memelihara bank data
e) Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen klien, manajemen unit, dan
manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
f) Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya (stakeholders) di wilayah kerjanya
g) Melakukan bimbingan dan supervisi kegiatan informasi kesehatan di unit-unit kesehatan.

4. Kegiatan Sistem Informasi Kesehatan di Tingkat Dinas Kesehatan Propinsi.


Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Dinas Kesehatan Propinsi mempunyai tanggung jawab untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berupa:
a) Mengolah data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, unit-unit pelayanan kesehatan milik Daerah
Provinsi, dan sumber-sumber lain
b) Menyelenggarakan survei/penelitian bilamana diperlukan
c) Membuat Profil Kesehatan Provinsi untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian Provinsi Sehat
d) Mengirim laporan berkala/Profil Kesehatan Provinsi ke Pemerintah Pusat e) Memelihara bank data
f) Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen unit dan manajemen Sistem
Kesehatan Provinsi
g) Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya (stakeholders) di wilayah kerjanya.
h) Melakukan bimbingan dan supervisi kegiatan informasi kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan unit-unit pelayanan kesehatan milik Daerah Provinsi.

 Pengembangan SIKNAS
Berdasarkan analisis situasi dan kebijakan yang telah ditetapkan, maka Strategi Pengembangan Sistem
Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) meliputi:
1. Integrasi Sistem Informasi Kesehatan yang ada.
2. Penyelenggaraan Pengumpulan dan Pemanfaatan Bersama Data dan Informasi yang Terintegrasi.
3. Fasilitasi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah
4. Pemngembangan Pelayanan Data dan Informasi untuk Manajemen
5. Pengembangan Pelayanan Data dan Informasi untuk Masyarakat
6. Pengembangan Teknologidan Sumber Daya Informasi

Anda mungkin juga menyukai