Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah
suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerus,
selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna dan bermakna serta
mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait
dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasionalnya.
Kemampuan warganegara suatu negara, untuk hidup berguna dan bermakna serta
mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa depannya, memerlukan
pembekalan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-
nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut menjadi
panduan dan mewarnai keyakinan serta pegangan hidup warganegara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Melalui pendidikan secara bertahap dan berkelanjutan akan dapat dilahirkan generasi
yang sadar dan terdidik. Pendidikan dimaksud mengarah pada 2 (dua) aspek. Pertama,
pendidikan untuk memberi bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, keterampilan
profesional, ketajaman dan kedalaman intelektual, kepatuhan pada nilai-nilai atau
kaidah-kaidah ilmu (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk
kepribadian atau jatidiri menjadi sarjana atau ilmuwan yang selalu komited kepada
kepentingan bangsa (it is matter of being). Aspek being ini maknanya sangat penting,
dan tidak kalah pentingnya dari aspek having. Ketrampilan, profesionalisme dapat saja
kita cari dengan menyewa tenaga asing, namun adalah suatu kemustahilan untuk
membentuk jatidiri bangsa dengan mengambil oper nilai-nilai dari luar. Untuk itu tidak
ada alternatif lain kecuali kita harus mengacu kepada nilai-nilai budaya kita sendiri
sebagaimana termanifestasikan dalam Pancasila sebagai dasar negara. Mengacu pada
apa yang dinyatakan oleh The Internasional Commision on Education for 21 st century,
bahwa pendidikan hendaknya memasukkan 4 (empat) pilar yaitu:
a. learning to know,
b. learning to do,
c. learning to be,