Anda di halaman 1dari 7

Nama : Asha Sakinah

UPT : Lapas Kelas IIA Pamekasan

Angkatan / gelombang : XXXIV / 1

Kelompok / absen : 4 / 39

JAWABAN TUGAS 1 PEMBINAAN SIKAP PERILAKU

1. FUNGSI ASN :
a. Pelaksana Kebijakan Publik
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara, salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelaksana kebijakan public.
Thomas R. Dye dalam bukunya berjudul Understanding Public Policy yang
diterbitkan pada tahun 1981 menyebutkan bahwa kebijakan public adalah apaun
yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Definisi ini
mencakup pengertian yang sangat luas. Segala hal yang merupakan tindakan
pemerintah maupun diamnya pemerintah terhadap sesuatu disebut sebagai
kebijakan publik.
Dalam artian sebagai ASN pemerintah atau sebagai aparatu sipil negara memiliki
kewajiban melaksanakan kebijakan public. Dengan kata lain, ASN adalah aparatur
pelaksana (eksekutor) yang melaksanakan segala peraturan perundang-undangan
yang menjadi landasan kebijakan publik di berbagai bidang dan sektor
pemerintahan.
Menurut Anderson (1975) adlaah pemegang otoritas, yaitu ia yang bergelut dalam
keseharian system politik yang diakui oleh anggoatanya sebagai penanggung
jawab yang mengambil suatu tidnakan yang diterima anggota-anggotanya dan
mengikat untuk dilaksanakan sebagai bagian dari suatu peran. Singkatnya,
kebijakan publik adalah sesuatu yang diproduksi oleh aparatur pemerintah.
Sifat-sifat kebijakan publik harus dimengerti oleh ASN sebagai pelaksana
kebijakan public untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu, sebagai pelaskana, ASN harus mempertimbangkan aspek penting
dalam upaya pencapaian tujuan dimaksud. ASN juga dituntut sebagai pelaksana
kebijakan publik untuk memberikan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan
publik.
Maksud dari fungsi ini adalah PNS ataupun ASN harus mendukung berbagai
kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan. Kebijakan yang ditetapkan tersebut
memang sudah seharusnya dilaksanakan karena sebelum kebijakan tersebut
dikeluarkan sudah melalui berbagai pertimbangan.
Namun demikian tidak jarang dari berbagai kebijakan yang sudah ditetapkan ada
kalanya dianggap tidak mencerminkan keseimbangan bagi publik, bahkan bagi
sebagian publik menganggap tidak berkeadilan. PNS pun memiliki fungsi sebagai
pelayan publik, dengan maksud bahwa PNS  harus mampu melayani publik atau
masyarakat dengan sebaik-baiknya.
ASN selain memiliki fungsi di atas juga harus memiliki kompetensi, yaitu
Kompetensi Manajerial, Kompetensi Teknis dan Kompetensi Sosial Kultural.
Dalam Kompetensi Sosial Kultural berarti ASN harus mampu memandang dan
memahami kebiasaan termasuk etika, kebudayaan, adat istiadat serta berbagai
tradisi lainnya di dalam masyarakat.
Pengetahuan akan hal ini dapat membantu ASN ketika melaksanakan kebijakan
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah lebih mudah mengatur pelaksanaannya
sehingga tidak membuat benturan antara kebijakan pemerintah dengan
masyarakat.
b. Pelayan Publik
Seperti yang tercantum dalam Perpres RI No. 81 Tahun 2010, Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025 menargetkan tercapainya 3 (tiga) sasaran hasil
utama, yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah yang
bersih dan bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik. Hermawan (2020)
menyampaikan perubahan perilaku pejabat publik adalah kunci dalam pelayanan.
Perubahan mindset perilaku pejabat publik mencakup 3 (tiga) aspek penting,
yaitu :
1. Mengubah dari “Penguasa” menjadi “Pelayan” masyarakat.
2. Mengubah dari “Wewenang” menjadi “Peranan”.
3. Menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah yang harus
dipertanggungjawabkan, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat.
Perubahan mindset mendukung terwujudnya good governance sesuai 8 (delapan)
area perubahan dalam program reformasi birokrasi, yaitu bekerja untuk melayani,
menjadi role model yang baik, taat kepada peraturan, menjalankan pekerjaan
sesuai dengan Sasaran Kerja Pegawai (SKP), paham teknologi, mengerti struktur
organisasi, proaktif dalam setiap pekerjaan, menolak pemberian terkait dengan
pekerjaan.

Apabila diuraikan lebih lanjut, arti kata pelayanan atau service memiliki nilai-nilai
berikut:

1. Self-awareness : ASN harus memiliki kepedulian dan kesadaran diri,


memahami posisi sebagai pelayan publik yang berjiwa melayani
pelanggannya, baik internal maupun eksternal.
2. Enthusiasm : melakukan pelayanan dengan semangat yang kuat dan penuh
antusias dalam pemberian layanannya.
3. Reform : pelayan publik yang baik memiliki inovasi dan kreatifitas yang
melebihi ekspektasi penerima layanannya sehingga dapat memperbaiki kinerja
layanannya secara berkelanjutan.
4. Value : memberikan manfaat atau nilai tambah bagi penerima layanannya.
5. Impressive : tampil dengan perilaku yang tidak kaku dan mengesankan
penerima layanannya.
6. Care : peduli terhadap kebutuhan penerima layanan dan memberikan
perhatian secara optimal.
7. Evaluation : pelaksanaan layanan harus dievaluasi secara rutin oleh pemberi
layanan agar dapat menyempurnakan layanan yang diberikan.

ASN sudah mengikatkan diri kepada Birokrasi, maka dia harus loyal terhadap
janjinya, loyal kepada public, dan loyal melayani masyarakat tanpa melihat
latar belakang politiknya. Sikap netral atau impartial itu wajib, tugas utama
ASN adalah pelayanan publik. Ini harus diberikan secara adil dan tidak
memihak. Perubahan besar akan dapat terjadi ketika tercipta ASN profesional
dalam melaksanakan kewajiban sebagai pelayan masyarakat. Dalam konsepsi
negara demokratis, netralitas ASN adalah salah satu prasyarat mutlak
mewujudkan tata Kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Ketidaknetralan
ASN berpengaruh pada tidak optimalnya tugas pelayanan publik dan dapat
terjadi polarisasi ASN ke dalam kutub-kutub kepentingan politik praktis, yang
dapat memicu timbulnya benturan dan konflik kepentingan.

Pada dasarnya profesi ASN adalah pekerjaan sebagai pelayan adalah


pekerjaan yang mulia sebagai bagian ibadah jika diamalkan sepenuhnya dan
selurus-lurusnya sesuai dengan sumpah PNS yang telah diucapkan. Seorang
ASN harus menyiapkan hati dan mental untuk menjadi Pelayan Publik yang
berintegritas, professional, dan handal karena tugas Pelayanan Publik juga di
pertanggungjawabkan kepada negara, rakyat, terutama di hadapan Tuhan
Yang Maha Esa.

c. Perekat Pemersatu Bangsa


Peningkatan jumlah konten internet yang berpotensi memecah belah persatuan
dan kesatuan Indonesia. Aparatur Sipil Negara (ASN) harusnya tidak
menyumbang konten demikian dan justru melakukan perannya sebagai perekat
dan pemersatu bangsa sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Sipil Negara No. 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan
ASN.
Di samping kompetensi manajerial, kita juga wajib memiliki kompetensi sosial
kultural. Ini penting di situasi pandemi di mana jarak komunikasi jadi tidak
terbatas. Banyak isu yang dikembangkan justru membuat perpecahan. Kita sering
menerima konten yang memecah belah persatuan bangsa.
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku
yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman
berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya,
perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang
harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai
dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Terdapat lima definisi Kompetensi Sosial Kultural yang harus diperankan ASN.
Yang pertama, peka memahami dan menerima kemajemukan; kedua, aktif
mengembangkan sikap saling menghargai, menekankan persatuan dan persamaan;
ketiga, mempromosikan dan mengembangkan sikap toleransi dan persatuan;
keempat, mendayagunakan perbedaan secara konstruktif dan kreatif untuk
meningkatkan efektivitas organisasi; dan lima, menjadi wakil pemerintah dalam
membangun hubungan sosial psikologis.
Di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi nomor 38 Tahun 2017 disebutkan bahwa Kompetensi Sosial Kultural
terdiri atas Kompetensi Perekat Bangsa. Pengertian Kompetensi Perekat Bangsa
adalah kemampuan dalam mempromosikan sikap toleransi, keterbukaan, peka
terhadap perbedaan individu atau kelompok masyarakat dan membangun
hubungan sosial psikologis dengan masyarakat di tengah kemajemukan Indonesia,
sehingga menciptakan kelekatan yang kuat antasa ASN dan para pemangku
kepentingan itu sendiri, menjaga, mengembangkan, dan mewujudkan rasa
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara Indonesia.
Kompetensi Perekat Bangsa yang harus dimiliki oleh para ASN adalah hal yang
sangat penting, karena setiap individu ASN merupakan wakil pemerintah dalam
membangun hubungan dengan masyarakat yang sangat heterogen. Pada level
jabatan tertentu sebagai ASN dituntut untuk mampu mengkomunikasikan dampak
risiko yang teridentifikasi dan merekomendasikan tindakan korektif berdasarkan
pertimbangan perbedaan latar belakang, agama/kepercayaan, suku, gender, sosial
ekonomi, preferensi politik untuk membangun hubungan jangka panjang. Bahkan
ASN juga harus mampu membuat kebijakan yang mengakomodasi perbedaan
latar belakang, agama atau kepercayaan, suku, gender, sosial ekonomi, preferensi
politik yang berdampak positif secara nasional.
Kompetensi perekat Bangsa dijelaskan di dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 38 Tahun 2017,
memiliki 5 tingkatan yaitu: Level 1, Mengumpulkan informasi untuk bertindak
sesuai kewenangan. Pada level ini, diukur dengan indikator-indikator perilaku,
yaitu mampu mengumpulkan dan mempertimbangkan informasi yang dibutuhkan
dalam mencari solusi, mampu mengenali situasi atau pilihan yang tepat untuk
bertindak sesuai kewenangan, mampu mempertimbangkan kemungkinan solusi
yang dapat diterapkan dalam pekerjaan rutin berdasarkan kebijakan dan prosedur
yang telah ditentukan.
Level 2, Menganalisis masalah secara mendalam. Pada level ini, diukur dengan
indikator-indikator perilaku, yaitu mampu melakukan analisis secara mendalam
terhadap informasi yang tersedia dalam upaya mencari solusi, mampu
mempertimbangkan berbagai alternatif yang ada sebelum membuat kesimpulan;
mampu membuat keputusan operasional berdasarkan kesimpulan dari berbagai
sumber informasi sesuai dengan pedoman yang ada.
Level 3, Membandingkan berbagai alternatif, menyeimbangkan risiko
keberhasilan dalam implementasi. Pada level ini, diukur dengan indikator-
indikator perilaku yaitu mampu membandingkan berbagai alternatif tindakan dan
implikasinya, mampu memilih alternatif solusi yang terbaik, membuat keputusan
operasional mengacu pada alternatif solusi terbaik yang didasarkan pada analisis
data yang sistematis, seksama, mengikuti prinsip kehati-hatian, mampu
menyeimbangkan antara kemungkinan risiko dan keberhasilan dalam
implementasinya.
Level 4, Menyelesaikan masalah yang mengandung risiko tinggi, mengantisipasi
dampak keputusan, membuat tindakan pengamanan; mitigasi risiko. Pada level
ini, diukur dengan indikator-indikator perilaku, yaitu mampu menyusun dan/atau
memutuskan konsep penyelesaian masalah yang melibatkan beberapa/seluruh
fungsi dalam organisasi, mampu menghasilkan solusi dari berbagai masalah yang
kompleks, terkait dengan bidang kerjanya yang berdampak pada pihak lain,
mampu membuat keputusan dan mengantisipasi dampak keputusannya serta
menyiapkan tindakan penanganannya (mitigasi risiko).
Level 5, Menghasilkan solusi dan mengambil keputusan untuk mengatasi
permasalahan jangka panjang/strategis, berdampak nasional. Pada level ini, diukur
dengan indikator-indikator perilaku yaitu mampu menghasilkan solusi yang dapat
mengatasi permasalahan jangka panjang, mampu menghasilkan solusi strategis
yang berdampak pada tataran instansi/nasional, mampu membuat keputusan atau
kebijakan yang berdampak nasional dengan memitigasi risiko yang mungkin
timbul.
Oleh karena itu, posisi ASN di dalam pergaulan masyarakat harus mampu menjadi
contoh baik dalam menjaga integritas serta menebarkan rasa nasionalisme di
tengah-tengah masyarakat yang majemuk. ASN diharapkan mampu menjadi
perekat masyarakat bukan justru menjadi sekat yang membelah persatuan. ASN
harus mampu menjadi katalisator persatuan dan kesatuan, bukan justru menjadi
provokator yang menebar kebencian antar golongan. ASN harus bisa berlaku
sebagai penyejuk, bukan malah menjadi “sumber api” dalam situasi sosial
masyarakat yang memanas.
2. korupsi yang menjerat Wali Kota Madiun serta korupsi PT Tradha yang dikendalikan
oleh Bupati Kebumen. Keduanya dihukum berdasarkan Pasal 12 huruf I Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang konflik kepentingan dalam
pengadaan. Bahkan jika melihat pola korupsi suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh
pejabat publik, sebagian besar di antaranya berkaitan erat dengan dimensi konflik
kepentingan. Sebut saja beberapa kasus korupsi di sektor perizinan sumber daya alam
yang didorong akibat konflik kepentingan pribadi pejabat publik dengan menerima
hadiah (gratifikasi) atau uang suap. Begitu pula modus korupsi jual beli jabatan yang
sebagian bersifat politik dinasti yaitu dengan mengedepankan kepentingan afiliasi
keluarga atau kelompok politik. Berdasarkan pada fenomena ini, maka tidak
berlebihan jika konflik kepentingan disebut sebagai akar dari praktik korupsi pejabat
publik.

Anda mungkin juga menyukai