bebas es di Lautan Arktik yang makin banyak dapat dilayari, menurut sejarahnya
menimbulkan berbagai masalah kemiliteran.
Disamping wilayah tundra, kita mengenal pula wilayah taiga, yang suhu
udaranya tak begitu ekstrem dinginnya sehingga wilayahnya berupa hutan – hutan
ppohon berdaun jarum (conifera). Musim dingiinya amat panjang, sedangkan
musim bagi kemungkinan tumbuhnya tanaman bahan pangan terlalu pendek,
sehingga penduduk juga jarang sekali. Hasil kayu dan bahan tambang merupakan
sau – satunya suumbeer ekonomi. Disini dengan sendirinya tak akan tumbuh pusat
– pusat negara yang penting, meskipun mengandung keuntungan bagi Negara
yang memiliki wilayah taiga tersebut.
secara politis penting dan harus diperhitungkan sebagai Negara berwibawa di tepi
Teluk Parsi.
Stepa – stepa merupakan bagian kedua dari wilayah beriklim kering
(semiarid). Dalam sejarahnya, kondisi iklim ini melahirkan penduduk nomadok
yang serba positif mentalitasnya serta jasmaninya dan mampu menggerakkan
munculnya kekuasaan penting setempat dan wilayah sekitarnya yang jauh.
Gerakan, perkembangan serta keagungan negara – negara Islam di masa lampau
perlu dicarikan latar belakang juga pada kondisi geografis itu, dismaping pada
iman pada agama Islam. Berdasarkan pengalaman sejarah, wilayah – wilayah
yang iklimnya lebih menguntungkan, telah jatuh ke tangan para bangsa nomad
yang giat menyerbu ke situ dan mampu memegang kekuasaan di wilayah –
wilayah yang mereka taklukkan.
1. Wilayah lintang tengahan (middle latitudes), yang suhunya serba sejuk dan
terjadi perubahan – perubahan musiman dan badai – badai siklonok.
Kombinasi antara dua itu dinilai mendorong perkembangan politik .
Pemusatan kekuasaan kekuatan politik ada di tiga lokasi tersebut yng
merupakan humid intermediate cimate, kecuali Brazil. Pertama di Amerika
Utara bagian Tengah, kedua di Eropa dan yang ketiga di Timur Jauh. Jika
dijumlah seuruhnya di bumi Selatan Negara – Negara yang menonjol
secara politis adalah Argentina dan Chili di Amerika Selatan, Australia
dan New Zealand serta Uni Afrika Selatan.
2. Wilayah lintang rendahan dan di dataran – dataran tinggi. Contohnya
berbagai republik di Benua Amerika Selatan dan Etiopia di Afrika
memperlihatkan perkembangan politiknya sebagai akibat dari lokasinya di
low latitude.
F. Homogenitas Lawan Kompleksitas
Secara umum dapat dikatakan bahwa homogenitas iklim menguntungkan
bagi kesatuan politis suatu nasion. Tetapi sebaliknya heterogentitas dalam hal
iklim apa lagi yang terlalu ekstrem dapat menciptakan desintegrasi politik di suatu
negara. Negara, asal yang tak terlalu sempit, biasanya memiliki iklim beberapa
tipe iklim di dalamnya. Tetapi biasanya pula salah satu tipe iklim tipe – tipenya
serba kompleks maka terjadilah berbagai campuran antartipe. Pada yang tedahulu
pengaruhnya positif bagi politik, sedang pada yang disebutkan kemudian,
pengaruhnya negatif.
Di masa keagungan impeium Romawi, iklim wilayah kekuasaannya serba
homogeny, karena sama – sama tipe iklim Laut Tengah (Mediteran) yang jenisnya
subtropis. Ciri – cirinya : musim dinginnya (winter) merangkap musim musim
penghujan, sebaliknya musim panasnya (summer) kering udaranya. Namun harus
diakui pula nahwa wilayah kerajaan besar itu yang berupa pantai – pantai Utara
Laut Tengah relative lebih sejuk jika dibandingkan dengan wilayah – wilayah
Selatan Mediteran, misalnya Mesir. Van Valkenburg sehubungan itu menulis
bahwa penduduk di mana –mana masih berbicara dalam’bahasa geografis’ yang
sama. Itulah sebabnya Romawi memerintah berbagai propinsinya dengan mudah.
Padahal memerintah semuaya itu dari pusat yakni Kota Roma. Homogenitas iklim
6
pada giliranya akan meningkatkan suplai pangan dan kegiatan tenaga lerja
penduduk, padahal dua hal tersebut sangat bergantung pada kondisi iklim.
Pentingnya peranan iklim pada masa peperangan dunia I dan II dihayati
oleh Amerika Serikat. Negri ini beruntung karena memiliki wilayah yang luasnya
tipe dengan tipe iklim yang begitu bervariasi banyak, sehingga dapat memenuhi
sendiri kebutuhan akan macam-macam bhan pangan domestic, dan dimedan
perang (front depan), iklim merupakan factor penting untuk diperhitungkan.
Efesiensi pasukan yang bertempur akan bergantung pula pada serdadu dan mutu
pangan yang dikirim dan mutu yang dikirim dari front home. Kemenangan atau
kegagalan strategi perang ada hubunganya dengan kondisi front atau kaawasan
yang diserbu, diduduki atau dipertahankan, tercakup didalamnya kondisi iklimnya
yang selama perjalanan tahun dapat berubah-ubah, sehingga timeing tindakan-
tindakan operasi militer pasti memperhitungkan itu semua. Oleh karna itulah
pengetahuan iklim perlu dimiliki oleh merekayang mencanangkan strategi serta
taktik peperangan selama perang dunia yang berlangsunngnya dapat lama itu.
Pasukan-pasukan jerman dan italia yang mempertahankan kawasan gurun
libra dan mesir misalnya, juga pasukan inggris yang menyerbunya jelas
memerlukan fasilitas pakaian dan pangan yang lain sekali dengan pasukan-
pasukan yang dikirim ke lautan-lautan yang beku pada musim winter.
Pada tahun 1941 kegagalan pasukan-pasukan Hitler masuk Rusia hingga
Moskow disebabkan datangnya musim dingin yang menggigilkan. Persis seperti
pasukan napoleon diabad sebelumnya, sementara menantikan musim semi. Pihak
rusia sudah lebih siap mengatur dirinya untuk memukul mundur musuhnya.
Sebaliknya musim panas pernah mengguntungkan bagi tentara jerman untuk
menerobos masuk dengan sasaran akhir kawasan kaukasus sumber minyak bumi.
Waktu itu rusia mundur untuk melakukan ada yang disebut politik bumi hanggus,
yang membakar lading-ladang gandumnya meski menjelang panen.
I. Climatic Timing
Dari uraian diatas, makin dijelaskan bahwa iklim dalam persebaranya serta
berfariasi permusimanya sepanjang tahun besr pengaruhnya atas sukses atau
gagalnya peperangan baik bagi fihak penyerbu maupun fihak yang
8
Daldjoeni. 1991. Dasar – dasar Geografi Politik. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti
http://andiarif-geo.blogspot.com/2012/10/geografi-politik.html
Srirafika.blogspot.com/2013/04/sosiologi-politik.html