Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) Merupakan Salah Satu Masalah
Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) Merupakan Salah Satu Masalah
PENDAHULUAN
Kejadian gawat darurat bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan juga pada siapa saja.
pertama pada korban dalam keadaan henti jantung . Dalam hal ini salah satu keadaan gawat
darurat yang pravelensinya tinggi adalah penyakit kardiovaskular. Banyak korban yang
mengalami Heart Attack (serangan jantung) terlambat untuk dilakukan pertolongan pertama
ditempat kejadian. Kejadian ini menambah angka kematian karena serangan jantung menjadi
lebih tinggi, karena cardiac Arrest sering terjadi pada korban diatas(Mancini et al., 2015).
AHA merekomendasikan ada dua jenis kelangsungan hidup (chain of survival) yang
pertama adalah jenis kelangsungan hidup didalam Rumah sakit (IHCA) dan jenis
kelangsungan hidup di luar Rumah sakit (OHCA). Keberhasilan pertolongan kasus henti
jantung atau yang biasa disebut dengan cardiac arrest sangat bergantung kecepatan dan
ketepatan pertolongan pertama baik pada tingkat masyarakat maupun petugas kesehatan (J,
2020).
kegawatdaruratan yang membutuhkan pertolongan pertama yang tepat dan cepat. Dalam
kondisi ini pertolongan yang dilakukan khususnya penggunaan teknik CPR, merupakan
faktor penting dalam meningkatkan peluang untuk bertahan hidup dan pemulihan pada
korban. Pada kondisi kejadian henti jantung di luar rumah sakit, maka sangat diperlukan skill
penolong dari masyarakat yang terlatih untuk bisa memberikan bantuan hidup dasar. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi kejadian yang lokasinya jauh dari pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu, masyarakat harus dilatih untuk bisa mengenali dan memberikan pertolongan
Tindakan pertama yang dilakukan pada korban dalam keadaan henti jantung
(cardiac arrest) disebut dengan bantuan hidup dasar (BHD). Bantuan Hidup Dasar (BHD)
merupakan tindakan pertolongan pertama dari penyelamatan pasien henti jantung atau out of
hospital cardiac arrest (OHCA) yang bertujuan untuk mencegah berhentinya sirkulasi atau
berhentinya respirasi. Sehingga kondisi ini bisa meminimalisir terjadinya kecacatan atau
bahkan kematian pada korban out of hospital cardiac arrest (OHCA) (Festi Fiki Niswatu
Rahmah1, 2019).
Data WHO 2015 menunjukkan 70% kematian didunia disebabkan oleh penyakit tidak
menular, 45% diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu 17,7
juta dari 39,5 juta kematian. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,
angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita
penyakit jantung.
Keterampilan Bantuan hidup dasar ini dapat diajarkan kepada masyarakat tidak
hanya kepada tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan setiap orang idealnya memiliki
kemampuan basic life support atau bantuan hidup dasar (BHD). Keterampilan BHD menjadi
penting karena didalamnya diajarkan mengenai teknik dasar penyelamatan korban dari
berbagai kecelakaan atau musibah sehari-hari yang biasa dijumpai (Oktarina, 2019).
dilakukan segera ketika korban mengalami henti jantung, semakin lama korban tidak
terjadinya kecacatan akan lebih besar. Tingkat pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
tertarik untuk melakukan penelitian tentang manajemen atau pertolongan pertama yang harus
dilakukan pada pasien henti jantung (Cardiac arres ) sebelum korban dibawa ke rumah sakit
dimasyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mempertahankan sirkulasi normal darah yang berfungsi untuk menyuplai oksigen ke otak dan
organ vital lainnya, yang ditandai dengan tidak ditemukan adanya denyut nadi akibat
ketidakmapuan jantung untuk dapat berkontraksi dengan baik (Muthmainnah, 2019). Dalam
kondisi ini apabila tidak tertangani segera maka akan berakibat terjadinya kerusakan sistem
organ-organ tubuh, baik sistem organ vital maupun sistem organ lainnya.
didalam tubuh mengalami kerusakan. Organ yang paling besar kemungkinan mengalami
kerusakan paling parah adalah otak . karena otak hanya dapat bertahan 10 menit, jika tidak
teraliri O2 dan glukosa maka otak akan mengalami kematian fungsi dan korban akan
mengalami kematian.
Terdapat tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada korban henti jantung yaitu
kehilangan kesadaran mendadak (collapse) akibat ketiadaan oksigen ke otak, pupil mata
berdilatasi dalam waktu 45 detik, dapat terjadi kejang, dan tanda henti jantung yang paling
dapat dipercaya adalah tidak ada denyutan dan bunyi jantung tidak terdengar (pulsasi
carotid). Tanda awal yang dapat diamati pada korban henti jantung adalah nafasnya dangkal
dan pendek (gasping) atau bahkan terjadi henti nafas dan henti jantung yang dapat diperiksa
keadaan yang mengancam nyawa seperti henti jantung maupun henti nafas . Keterlambatan
penanganan bantuan hidup dasar pada pasien prehospital dapat menyebabkan kematian secara
mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital organ pada korban henti jantung dan henti
nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian kompresi dada dan bantuan nafas (ARITONANG,
2020)
Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan
napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat
bantu. Bantuan hidup dasar biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang
diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus diberikan
secara cepat dan tepat, sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk, cacat bahkan
usaha pertolongan pertama yang dilakukan untuk menolong korban henti nafas maupun henti
jantung yaitu dengan cara memompa kerja jantung untuk dapat mengaliri darah yang kaya
oksigen keseluruh tubuh agar mencegah terjadinya kecacatan atau kematian organ pada
korban .
Kejadian korban mengancam nyawa diluar rumah sakit inilah yang mendasari
pentingnya memahami bantuan hidup dasar, tidak hanya oleh tenaga medis dan perawat
tetapi juga penolong awam secara luas. umumnya seorang penolong harus mengenali tanda-
tanda seseorang mengalami henti jantung, mengaktifkan Emergency Medical Service (EMS),
melakukan resusitasi jantung paru, serta defibrilasi dengan segera menggunakan Automated
Pendidikan kesehatan tentang bantuan hidup dasar (basic cardiac life support) yang
terdiri dari tindakan resusitasi jantung paru pada penolong awam menjadi hal yang utama
penatalaksanaan korban tidak sadarkan diri diluar rumah sakit yang bisa menyebabkan henti
jantung.
Sebelum melakukan tindakan pertolongan pertama pada kasus henti jantung (cardiac
arrest) penolong harus memastikan diri dalam kondisi aman dengan memakai APD
setiap akan melakukan tindakan bantuan hidup dasar , pastikan lingkungan dalam
kondisi aman dari ancaman yang membahayakan penolong atau korban. Apabila
lingkungan tidak aman bisa juga dengan memindahkan korban dari tempat kejadian
ke tempat yang lebih aman. Selanjutnya pastikan pasien dalam kondisi aman juga
2. Cek kesadaran
Setelah penolong memastikan tempat kejadian dalam kondisi yang aman, penolong
harus memriksa kesadaran korban. dengan cara memanggil korban sambil menepuk
pundak korban. Jika korban masih merespon menjawab atau bergerak, biarkan korban
pada posisi ditemukan kecuali ada bahaya dan apabila berrespon tetapi terluka atau
membutuhkan bantuan medis segera aktifkan SPGDT lokal. lalu kemudia periksa lagi
kondisi korban .
jika henti jantungnya terjadi di luar rumah sakit maka yang harus dilakukan adalah
Jika penolong menemukan penderitadalam keadaan tidak sadar (contoh tidak ada
pergerakan tau respon saat dirangsang) dan nafas tidak normal penolong harus segera
meminta bantuan dengan berteriak ( apabila kejadian terjadi diluar rumah sakit) atau
a. Identitas penolong
b. Lokasi kejadian
Apabila kejadian henti jantung (Cardiac arrest ) terjadi di lingkungan rumah sakit
Untuk persiapan RJP (CPR), Letakkan penderita pada posisi terlentang. Jika
penderita dalam posisi telungkup ubah posisi penderita pada posisi terlentang. Buka
jalan nafas dengan menggunakan teknik manuver Head Tilt Chin Lift bila tidak ada
jalan nafas dengan manuver jaw thrust tanpa ekstensi kepala. Karena menjaga patensi
jalan nafas dan memberikan ventilasi yang adekuat merupakan prioritas dalam RJP
(CPR).
adanya pernafasan atau tidak. Bila anda memeriksa korban selama 10 detik
Dan apabila mendapati penderita tidak bernafas dan tidak teraba nadi segera lakukan
Jika nadi teraba dan nafas tidak normal (<12x/menit) maka berikan nafas tiap
5-6 detik dengan tidal volum sampai terlihat adanya pengembangan dada dan cek
Selama tindakan RJP tujuan dari ventilasi adalah untuk mempertahankan oksigenasi
a. Dalam menit pertama penderita dengan VF SCA, bantuan nafas mungkin tidak
begitu penting dibandingkan dengan kompresi dada, karena level oksigen dalam
darah masih tinggi dalam beberapa menit setelah henti jantung. Pada henti jantung
awal, pemberian oksigen myocardial dan cerebral (otak) lebih dibatasi oleh aliran
darah cardiac output daripada kurangya oksigen dalam darah. Selama tindakan
RJP(CPR) aliran darah dibuat oleh kompresi dada. Penolong harus melakukan
kompresi dada.
b. Ventilasi dan kompresi, keduanya sangat penting untuk penderita dengan VF SCA
5. Pemeriksaan Nadi
Penolong harus memeriksa nadi carotis dengan waktu 5-10 detik jika tidak teraba
6. Bantuan Pernafasan
Jika penderita orang dewasa dengan nadi teraba dan pernafasan tidak normal maka
harus membutuhkan ventilasi tambahan. Berikan bantuan nafas pada tempo 10 kali
permenit atau kurang lebih 1 tiupan setiap 5-6 detik. Setiap tiupan/satu kali nafas
bantuan harus diberikan lebih dari satu detik walaupun telah terpasang airway
definitive. Tiap tiupan atau bantuan ventilasi harus dapat menyebabkan dada
mengembang/naik. Selama pemberian nafas bantuan, nilai kembali nadi tiap 2 menit
tetapi saat pengecekan ulang nadi tidak boleh lebih dari 10 detik.
7. Kompresi Dada
Kompresi dada terdiri dari tindakan penekanan dada (kompresi dada) dibagian bawah
pada pertengan sternum secara teratur (rhythmic). Rasio kompresi dan ventilasi 30:2
artinya sesudah melakukan pijat jantung sebanyak 30 kali, berikan nnafas buatan
sebanyak 2 kali.
Kompresi ini menghasilkan aliran darah dengan meningkatkan tekanan intra thoraks
dan langsung menekan jantung. Walaupun komprei dada yang dilakukan secara tepat
dan baik dapat memaksimalkan tekanan systolic arterial 60-SOmmHg, dan tekanan
diastolic rendah dan tekanan rata – rata pada srtery carotis jarang melebihi 40 mmHg.
Kompresi dada yang memberikan jumlah oksigen yang sedikit dan dialirkan ke otak
dan myocard. Pada korban dengan VF SCA kompresi dada meningkatkan angka
keberhasilan. (sama seperti pemberian defribilasi). Kompresi dada sangat penting jika
kejut listrik (Shock) pertama diberikan ≥ 4 menit setelah penderita jatuh tidak sadar.
Penelitian tentang kompresi dada ini dihasilkan dari penelitian consensus 2015 yang
menyimpulkan bahwa :
a. Kompresi dada yang “efektif” sangat penting dalam menyediakan aliran darah
Untuk memberikan kompresi dada yang “efektif”, tekan dengan keras dan
dengan kedalaman minimum 2 inci (5cm) namun tidak boleh lebih dari 2,4
inci (6cm), yang membuat dada kembali ekspirasi setelah kompresi dada
Teknik
a. Dengan meletakan penderita pada posisi terlentang pada alas yang keras,
c. Dengan menumpuk kedua telapak tangan jadi satu dengan jari jari kedua
tangan saling mengait dan untuk menghasilkan kompresi yang efektif tekan
bagian tengah dada dengan kencang, cepat dan tanpa henti atau meminimalkan
interupsi.
d. Letakkan telapak tangan diatas tulang sternum pada setengah bagian bawah
e. Posisi lutut lurus, pindahkan beban tubuh ke tangan dan Tekan kuat sternum
5-6 cm dan kemudian biarkan dada kembali pada posisi normal. Dada yang
kembali pada posisi semula membuat aliran darah dari vena balik ke jantung,
merupakan hal yang penting untuk RJP (CPR) dan harus ditekankan pada
pelatihan.
120x/menit.
g. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 artinya sesudah melakukan pijat jantung
Catatan :
Pada petugas kesehatan tidak boleh lagi melakukan penghentian lebih lama
tidak boleh lebih dari 10 detik kecuali untuk tindakan khusus seperti
Penelitian pada boneka dan binatang menunjukan bahwa pada saat kompresi
Tempo (rate) kompresi mengacu pada kecepatan kompresi bukan jumlah dari
Kedalaman kompresi dada pada orang dewasa adalah minimum 2 inci (5cm)
batuk batuk
Penolong kelelahan
Bila ada respon serta nafas dalam kondisi normal posisikan dalam Recovery position
korban
Kemudian tekuk lutut kaki atas kurang lebih 90 derajat dan jaga supaya
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan study literature yaitu dengan cara mereview atau
merangkum ulang beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain untuk