Anda di halaman 1dari 50

HUKUM AGRARIA

Dosen:
1. Muh.Hasan Wargakusumah, S.H.
2. Nia Kuniiad, S.H
MATERI PERKULIAHAN
 Antara lain meliputi:
I. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Agraria,
II. Undang-undang Pokok Agraria (UUPA),
III. Hak-hak Penguasaan atas Tanah,
IV. Hak Ulayat,
V. Konversi,
VI. Hak Perorangan atas Tanah,
VII. Landreform,
VIII. Pendaftaran Tanah,
IX. Tata Guna Tanah,
X. Pencabutan dan Pembebasan Hak atas Tanah,
XI. Hak Tanggungan.

MATERI DISKUSI
 Meliputi :
1. Kedudukan hak ulayat dalam pembangunan nasional,
2. Perbandingan pengaturan HGU, HGB, Hak Pakai (UUPA, PP No. 40 Tahun
1996),
3. Pemilikan rumah tempat tinggal oleh orang asing berdasarkan PP No. 41 Tahun
1996,
4. Rumah susun (UU No. 16 Tahun 1985),
5. Kegiatan penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997,
6. Upaya pemanfaatan tanah kosong dalam rangka optimalisasi pemanfaatan tanah,
7. Kegiatan pelaksanaan hak tanggungan menurut UU No. 4 Tahun 1996,

1
8. Kegiatan pengadaaan tanah untuk kepentingan umum,
9. Studi kasus penjarahan tanah,
10. Landreform.

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM AGRARIA


Pengertian
 Yaitu:
1. Pengertian sempit: tanah, sebidang tanah, urusan tanah pertanian, urusan
pemilikan tanah.
2. Pengertian luas: meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya serta ruang angkasa.
 Dalam UUPA lebth menitikberatkan pada bumi
yaitu permukaan bumi/tanah; tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah
air, sedangkan yang lain hanya disinggung sebagian kecil.
 Menurut Boedi Harsono:
Agraria dibagi ke dalam:
1. Bahasa umum,
Bahwa sebutan agraria tidak selalu dipakai dalam arti yang sama.
2. Bahasa pemerintahan,
Di lingkungan administrasi pemerintahan, agraria dipakai dalam arti tanah.
 Hukum Agraria adalah:
1. Perangkat perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi penguasa
dalam melaksanakan kebijakannya di bidang pertanahan.
2. Bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum.
Merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing
mengatur hak-hak penguasaan atas sumber daya alam yang termasuk dalam
pengertian agraria; yaitu sebagai berikut:
a. Hukum Tanah: mengatur hak-hak penguasaan atas tanah.
b. Hukum Air : mengatur hak-hak penguasaan atas air.
c. Hukum Pertambangan : mengatur hak-hak penguasaan atas bahan tambang.
d. Hukum Perairan: mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang

2
terkandung dalam air.
e. Hukum penguasaan atas unsur-unsur ruang angkasa yang bukan space law.

Landasan
 Landasan Hukum Agraria nasional antara lain:
1. Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945,
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA tentang peraturan mengenai
permukaan bumi (tanah) saja,
3. Peraturan Pemerintah (PP),
4. Keppres,
5. Permenag (Peraturan Menteri Agraria) /Kepmenag (Keputusan Menteri Agraria).
 Dasar-dasar Hukum Agraria, diantaranya:
1. Dasar Kenasionalan:
 Pasal 1 ayat 1 juncto pasal 23,
 Pasal 4 Juncto pasal 20,
 Pasal 4 Juncto pasal 16.
2 Tidak ada asas domein: dasar penguasaan tanah.
3 Pengakuan hak ulayat (pasal 3).
4 Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (pasal 6).
5 Hanya WNI yang dapat mempunyai hak milik atas tanah (pasal 21 ayat (1)).
Hak milik kepada orang asing dilarang (pasal 26 ayat(2)).
6 Persamaan hak antara pria dan wanita (pasal 9 ayat (2)).
Perlindungan terhadap WNI yang lemah. Pasal 26 ayat (1), pasal 11 ayat (1),
pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (2) dan (3).
7 Tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemilik
sendiri, pasal 50.

3
Hukum Agraria Hukum Tanah
Arti luas

 Bumi Mengatur salah satu aspek yuridis yang

 Air; dan disebut hak-hak penguasaan atas tanah

 Kekayaan alam yang


terkandung di dalamnya.

Batasan dan Ruang Lingkup Agraria


 Meliputi:
- Agraria sebagai urusan pertanian atau tanah pertanian; urusan pemilikan tanah
(Kamus Bahasa Indonesia, Badudu -Zain).
- Negara agraris adalah negara yang menyandarkan kehidupan rakyat pada hasil
pertanian (Kamus Umum Bahasa Indonesia).
- Agraria berarti urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya
(Kamus Hukum Subekti Tjitrosoedibyo).
- Hukum Agraria adalah kescluruhan hukum baik Hukum Perdata, Hukum Tata
Negara maupun Hukum Tata Usaha Negara yang mengatur hubungan-hubungan
antar orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam
seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber
pada hubungan-hubungan tersebut (Kamus Hukum).
- Dari lingkup-lingkup yang diatur dalam UUPA, maka UUPA tampak jelas
mencakup:
1. Tanah, tanah pertanian, dan membuka tanah (di hutan).
2. Hak-hak atas tanah, hak atas memungut hasil hutan, hak guna air, hak
pemeliharaan dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa
3. Bumi (permukaan, tubuh dan yang berada di bawahnya dan di bawah air), air
(perairan pedalaman dan laut wilayah).
4. Penggalian kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, air, dan ruang
angkasa.
5. Perencanaan umum, persediaan, peruntukkan, dan penggunaan bumi, air, dan

4
ruang angkasa.
 Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam bahasa
umum, di lingkungan Administrasi Pemerintahan dan dalam UUPA, sebagai berikut:
1. Dalam bahasa umum, sebutan agraria tidak selalu dipakai dalam arti yang sama.
2. Di lingkungan Administrasi Pemerintah dipakai dalam arti tanah, baik tanah
pertanian maupun non pertanian.
3. Dalam UUPA, digunakan pengertian dalam arti luas, dimana agraria merupakan
kelompok berbagai bidang hukum (Hukum Tanah, Hukum Air, Hukum
Pertambangan, Hukum Perikanan, Hukum Penguasaan atas Tenaga dan Unsur-
unsur Dalam Ruang Angkasa yang bukan Space Law).
4. Dalam Pendidikan tingkat hukum di Indonesia, Hukum Agraria disajikan sebagai
mata kuliah yang mempelajari Hukum Tanah, baik yang meliputi aspek publik
maupun perdata.
 Kesimpulan:
- UUPA ini mengatur tentang mengenai bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, tetapi tidak seluruhnya.
- Atas penggalian kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, air, dan ruang
angkasa, hanya diamanatkan untuk diatur. (pasal 8 UUPA).
- Atas persediaan, dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa, hanya
diamanatkan untuk dibuatkan rencana umum (pasal 14 UUPA).
- Adapun yang paling banyak diaturnya adalah materi tentang bumi yaitu tentang
tanah sebagai permukaan bumi, terutama tanah pertanian dan hak-hak atas
tanahnya. Tentang hutan, hanya disebut tentang Hak Membuka Tanah dan Hak
Memungut Hasil Hulan. Tentang air, hanya diatur mengenai Hak Guna Air dan
Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan (pasal 16 ayat (2) huruf (a) dan (b)
UUPA). Tentang ruang angkasa, hanya diatur tentang Hak Guna Ruang Angkasa
dan Tenaga dan Unsur-unsur dalam Ruang Angkasa (pasal 16 ayat (2) huruf (c)
dan pasal 48 UUPA).

5
 Perbedaan Hukum Agraria Nasional dengan Hukum
Agraria Kolonial:
1. Hukum Agraria nasional : unifikasi hukum,
2. Hukum Agraria kolonial: terjadi dualisme hukum, terjadi diskriminasi;
a. Hukum Tanah Barat,
Menunjuk pada pokok-pokok ketentuan dalam Buku II KUHPdt tentang
Benda (berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing).
b. Hukum Tanah Adat,
Bersumber pada adat yang tidak tertulis (berlaku bagi orang-orang Indonesia
asli).
Hukum Tanah Adat merupakan tanah hak ciptaan Pemerintah Hindia Belanda
(Hak Agrarische Eigendom, Landrijen, Tanah partikelir = Publik Rechter =
penguasa mempunyai kewenangan, misal untuk memungut pajak, mendirikan
pasar, dll.). Tanah Grant : tanah hak ciptaan pemerintah swapraja di Sumatera
Timur di daerah Kesultanan Deli. Swapraja : pemerintahan sendiri yang diberikan
kewenangan untuk mengatur.
o Hak Eigendom : hak milik menurut BW, bersifat mutlak = hak milik,
o Hak Erfpacht : Hak guna usaha, biasanya luas,
o Opstal : Hak guna bangunan, terbatas karena untuk bangunan,
o Acte van eigendom: tidak bersifat mutlak.
 Agrarische Wet 1870 S: 1870: SS;
1. Gubenur Jenderal tidak boleh menjual tanah.
2. Tidak termasuk tanah-tanah yang tidak luas yang diperuntukkan perluasan desa,
dll.
3. Gubernur Jenderal boleh menyewakan dengan waktu 15 tahun, tanaman keras
puluhan tahun.
4. Memberikan hak erfpacht dalam waktu 75 tahun.
5. Gubernur Jenderal menjaga hak agraria eigendom diberikan kewenangan dalam
Agrarische Wet pasal 7 dengan pembatasan-pembatasan seperlunya.
 Koninklijke Besluit 7 Agrarische Besluit Stb. 1870-118.
Pasal 1 Pernyataan Domein;

6
Semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya
adalah domein negara.
 Tujuan Asas Domein:
1. Landasan hukum bagi pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan tanah-tanah
dengan hak barat yang diatur di dalam KUHPdt.
2. Untuk pembuktian bahwa yang memberikan hak-hak tersebut adalah benar-benar
eigenaar (pemilik).

HUKUM AGRARIA NASIONAL


Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
 Tujuan dibentuknya UUPA:
1. Melctakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional yang
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi
negara dan rakyat.
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan di dalam
Hukum Pertanahan.
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
 Hukum Tanah Adat sebagai sumber utama dalam pembukuan hukum
tanah nasional. Hukum Adat sebagai sumber utama untuk memperoleh bahan-
bahannya berupa konsepsi, asas-asas dan lambang-lambang hukum.
 Konsepsi : komunalis religius,
Asas : pemisahan horisontal.
Lembaga hukum, jual beli, perbuatan hukum pemindahan hak tanah dengan
pembayaran harga secara tunai sifat dan cirinya riil dan terang (diketahui oleh Kepala
Adat. Kades, PPAT).
 Undang-Undang yang dimaksud adalah: UU No. 5 Tahun 1960, LN.
1960 No. 104 Tambahan LN. No. 2543:
1. Judul UU: Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Sebutan UU: Undang-undang Pokok Agraria.
3. Tanggal diundangkan : 24 September 1960.

7
4. Sistematika UU:
a. Konsideran menimbang (huruf a s/d d),
b. Konsideran berpendapat (huruf a s/d e),
c. Konsideran memperhatikan,
d. Konsideran mengingat (huruf a s/d d),
e. Diktum;
Pertama
Bab I : Dasar-dasar dan Ketentuan-ketcntuan Tanah Pokok (15 pasal).
Bab II : Hak-hak atas Tanah, Air dan Ruang Angkasa serta Pendaftaran
Tanah (12 bagian dari pasal 16 s/d 51).
Bab III : Ketentuan-ketentuan Pidana (1 pasal dengan 3 ayat).
Bab IV : Ketentuan-ketentuan Peralihan (6 pasal).
Kedua
Ketentuan-ketentuan Konversi (pasal 1 s/d IX).
Ketiga
Keempat
Kelima
f. Penjelasan;
1. Penjelasan Umum;
a. Tujuan UUPA,
b. Dasar-dasar dari Hukum Agraria Nasional (angka 1 s/d 8),
c. Dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum,
d. Dasar-dasar untuk mengadakan kepastian hukum.
2. Penjelasan pasal demi pasal.

HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH


 Jenis-jenis Hak penguasaan atas tanah:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah.
2. Hak menguasai negara atas tanah.
3. Hak ulayat masyarakat Hukum Adat.

8
Ad l): Hak Bangsa Indonesia atas tanah
 Pasal 1 UUPA:
1. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh wilayah
Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
2. Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dalam wilayah RI sebagai karunia Tuhan YME adalah bumi, air dan
ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
 Hak Bangsa merupakan hak penguasaan atas tanah
yang tertinggi, hak ulayat dan hak-hak perorangan atas tanah, bersumber pada hak
bangsa.
 Hak bangsa meliputi semua tanah: tidak ada
sejengkal tanah pun yang merupakan res nullius.
 Hak Bangsa bersifat abadi, hubungan abadi artinya
bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada,
dan selama bumi, air, ruang angkasa Indonesia masih ada, tidak ada sesuatu
kekuasaan yang dapat memutuskan hubungan tersebut.

Ad 2): Hak menguasai negara atas tanah


 Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945.
Pasal 2 UUPA:
Tugas mengelola seluruh bumi, air, ruang angkasa tidak mungkin dilaksanakan
sendiri oleh seluruh bangsa Indonesia, maka penyelenggaranya adalah oleh bangsa
Indonesia pada tingkatan yang tertinggi, dikuasakan kepada negara RI sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Hak menguasai dari negara meliputi semua tanah dalam wilayah RI, baik tanah-tanah
yang tidak atau belum dihaki maupun tanah-tanah yang sudah dihaki dengan hak-hak
perorangan oleh UUPA. Disebut tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Dalam praktek disebut tanah negara.
Hak menguasai dari negara tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain, namun tanah
negara dapat diberikan dengan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain. Dalam
pelaksanaannya hak menguasai dari negara dapat dilimpahkan kepada:

9
1. Pemda,
2. Masyarakat Hukum Adat,
3. Badan-badan otorita,
4. Perusahaan Negara, dan
5. Perusahaan Daerah (dengan hak pengelolaan).
 Penjelasan UUPA:
Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, negara dapat memberikan
tanah yang demikian kepada seseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak
menurut peruntukkan dan keperluannya, misalnya : dengan hak milik, hak guna usaha
(HGU), hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai, atau memberikannya dalam
pengelolaan kepada sesuatu badan penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah
Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.

Ad 3): Hak ulayat masyarakat Hukum Adat


 Pasal 3 UUPA :
Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajiban
suatu masyarakat Hukum Adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam
lingkungan wilayahnya. Hak ulayat meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan
wilayah hukum yang bersangkutan, baik yang sudah dihaki oleh seseorang maupun
yang belum. Masyarakat Hukum Adatlah sebagai penjelmaan dari seluruh
anggotanya yang mempunyai hak ulayat, bukan perorangan.
Hak ulayat mempunyai kekuatan berlaku ke dalam dan ke luar. Ke dalam
berhubungan dengan para warganya, ke luar dalam hubungannya dengan bukan
anggota masyarakat Hukum Adatnya, yang disebut orang asing/orang luar. Antara
hak ulayat dan hak-hak perorangan selalu ada pengaruh timbal balik, dimana semakin
banyak usaha yang dilakukan seseorang atas suatu bidang tanah, maka semakin erat
pula hubungannya dengan tanah yang bersangkutan dan semakin kuat pula haknya
atas tanah tersebut. Pemegang hak ulayat adalah masyarakat Hukum Adat.
Ada yang teritorial, yaitu karena para warganya bertempat tinggal di wilayah yang
sama, misalnya Nagari di Minangkabau.
Ada pula yang geneologis, yaitu karena para warganya terikat oleh pertalian darah

10
seperti suku dan kaum.
 Skema :
Tentang hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah abnormal :

Aspek Publik Perdata :


 Aspek
Hak bangsa Indonesia publik :
pemerintah memiliki kewe-
nangan untuk mengatur.
 Aspek
Hak menguasai negara perdata :
semua memiliki
Hak ulayat Masyarakat Adat Aspek publik

Hak perorangan/individual Aspek perdata

(Hak atas tanah, Wakaf, Hak jaminan atas tanah)

HAK ULAYAT
Kedudukan Hak Ulayat Setelah UUPA
 Kedudukan hak ulayat setelah berlakunya UUPA, pasal 3 UUPA
menentukan bahwa hak ulayat itu diakui apabila mewujud, pada kenyataannya masih
ada.
 Menurut Boedi Harsono, pengakuan hak ulayat disertai 2 syarat:
1. Mengenai eksistensinya yaitu apabila menurut kenyataannya masih ada; dimana
hak itu tidak ada lagi/memang tidak ada lagi/ tidak pemah ada, tidak akan
dihidupkan lagi bahkan tidak akan dilahirkan hak ulayat baru.
2. Syarat kedua: hal 191 Hukum Agraria di Indonesia (Boedi Harsono)

11
 Skema:
Tentang aspek perdata dan publik hak ulayat
Aspek perdata Aspek publik

Hak kepunyaan bersama atas tanah Tugas - kewajiban mengelola,


bersama para anggota/warga mengatur dan memimpin penguasaan,
pemeliharaan, peruntukan dan
penggunaan tanah.

Oleh individu/ anggota warga Oleh ketua adat/


masyarakat, Hukum Adat: Hak milik adat kepala adat
(hak perorangan bersumber pada hak
kepunyaan bersama.

 Skema :
Tentang hubungan hak ulayat dengan hak perseorangan

Hak ulayat

Hak perorangan Lemah Kuat

Hak ulayat : oleh penguasa adat :


- Kekuatan berlaku ke dalam
- Kekuatan berlaku ke luar

Recognitie Bagi orang asing


(paningset)

Bentuknya :
- Berupa peran serta masyarakat, dsb,

12
- Fasilitas-fasilitas.

 Secara alamiah hak semakin melemah ulayat karena:


- Menguatnya hak perorangan.
- Kebijakan pemerintah berupa perubahan dalam tata susunan dan penetapan
lingkup tugas kewenangan perangkat pemerintah didaerah.
 Pasal 3 UUPA :
Keberadaannya diakui sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Tidak boleh
bertentangan dengan UU dan peraturan yang lebih tinggi.

KONVERSI
 Artinya perubahan, yaitu perubahan atas hak tanah barat dan hak
atas tanah adat menjadi hak-hak atas tanah dalam UUPA.
 Macam-macam konversi:
1. Demi hukum,
Konversi terjadi dengan sendinnya tanpa suatu tindakan, misalnya; hak erfpacht
untuk perusahaan kebun besar sejak tanggal 24 September 1960 menjadi HGU,
jangka waktunya sudah ditentukan yaitu selama sisa waktu hak erfpacht tetapi
selama-lamanya 20 tahun.
2. Deklaratoir,
Konversi karena hukum tetapi konversi disertai syarat-syarat, diperlukan tindakan
penegasan yang bersifat deklaratoir, misalnya; konversi hak eigendom menjadi
hak milik disertai syarat bahwa yang mempunyainya pada tanggal 24 September
1960 berkewarganegaraan Indonesia.
3. Konstitutif,
Konversi tidak terjadi karena hukum, melainkan memerlukan tindakan khusus
yang bersifat konstitutif, misalnya; kemungkinan untuk mengubah hak konsesi
dan sewa untuk perusahaan kebun besar menjadi HGU. Pemegang hak konsesi
dan sewa harus mengajukan permohonan kepada Menteri Agraria. HGU akan
diperoleh dengan suatu ketetapan yang bersifat konstitutif.

13
Konversi Hak atas Tanah Barat
 Antara lain :
1. Terhadap hak eigendom,
Hak eigendom menjadi hak milik jika pemiliknya pada tanggal 24 September
1960 berkewarganegaraan Indonesia tunggal. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi
maka konversinya menjadi HGB dengan Jangka waktu 20 tahun.
Hak eigendom kepunyaan pemerintah negara asing yang dipergunakan untuk
keperluan rumah kediaman kepala perwakilan dan gedung kedutaan dikonversi
menjadi hak pakai selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut.
Hak eigendom yang diperuntukkan bagi keperluan lain misalnya untuk tempat
peristirahatan dikonversi menjadi HGB.
2. Terhadap hak erfpacht,
Hak erfpacht untuk perkebunan besar dikonversi menjadi HGU yang berlangsung
selama sisa waktunya, tetapi selama-lamanya 20 tahun. Hak erfpacht untuk
perumahan dikonversi menjadi HGB yang berlangsung selama sisa waktunya,
tetapi selama-lamanya 20 tahun.
3. Terhadap hak opstal
Hak opstal dikonversi menjadi HGB yang berlangsung selama sisa waktunya,
tetapi selama-Iamanya 20 tahun.

Konversi Hak atas Tanah Adat


 Antara lain :
1. Hak milik adat, hak agrarische eigendom, hak grant sultan dan yang sejenis
menjadi hak milik jika pemiliknya pada tanggal 24 September 1960 berkewarga-
negaraan Indonesia tunggal.
Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, konversinya menjadi HGU kalau tanahnya
merupakan tanah pertanian dan menjadi HGB, kalau tanahnya bukan tanah
pertanian, keduanya berjangka waktu 20 tahun.
2. Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip
dengan hak pakai dikonversi menjadi hak pakai.
3. Hak gogolan yang bersifat tetap dikonversi menjadi hak milik, sedang

14
yang tidak tetap dikonversi menjadi hak pakai.

HAK PERORANGAN ATAS TANAH


Hak Milik
 Pasal 20 s/d pasal 27 UUPA:
Pasal 50 UUPA :
1. Ketentuan-ketentuan mengenai hak milik lebih lanjut diatur dengan Undang-
undang.
2. Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai HGU, HGB, hak pakai dan hak sewa
untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.
 Definisi (pasal 20).
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
 Subjek hak milik : adalah WNI, ada pengecualian
berdasarkan PP No. 38 Tahun 1963 tentang penunjukkan badan-badan hukum yang
dapat mempunyai hak milik atas tanah, yaitu:
1. Bank-bank yang didirikan oleh negara,
2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian,
3. Badan-badan keagamaan,
4. Badan-badan sosial.
 Terjadinya hak milik, karena:
1. Hukum Adat : PP,
2. Penetapan pemerintah : PP,
3. Ketentuan undang-undang : konversi,
- Peralihan, hapusnya dan pembebasan hak milik harus didaftarkan.
- Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
 Hapusnya hak milik, bila :
1. Tanahnya jatuh kepada negara, karena;
a. Pencabutan hak,
b. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya,

15
c. Diterlantarkan,
d. Ketentuan pasal 21 ayat (3):
Orang Asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak
milik karena pewarisan tanpa waktu atau percampuran harta karena
perkawinan, demikian pula WNI yang setelah berlakunya Undang-undang
ini kehilangan kewarganegaraan, wajib melepaskan hak itu didalam jangka
waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilang kewarga-
negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu yang tersebut lampau hak milik itu
tidak dilepaskan, maka hak tersebut lepas karena hukum dan tanahnya jatuh
pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebani-
nya tetap berlangsung.
Ketentuan pasal 26 ayat (2):
Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan
perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak
langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga
negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarga-
negaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan
oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena
hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak
pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran
yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
2. Tanahnya musnah (pasal 27 UUPA).

Hak Guna Usaha (HGU)


 HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,
guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
 UUPA pasal 28 s/d pasal 34, PP No. 40 Tahun 1996 pasal 2 s/d pasal 18
 Subjek HGU :
1. warga negara Indonesia dan
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.

16
 Jangka waktu berlaku HGU:
HGU diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun (pasal 29 ayat (1)), untuk
perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk
waktu paling lama 35 tahun (pasal 29 ayat (2)), dan setelah itu dapat diperpanjang
dengan waktu paling lama 25 tahun (pasal 29 ayat (3)).
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 :
Pasal 8 :
Hak guna usaha dapat diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang
untuk waktu paling lama 25 tahun, dan dapat diperbaharui kembali.
Pasal 11 :
Untuk kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan atau pembaharuan
hak guna usaha dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan.
 Hapusnya HGU, karena:
1. Jangka waktunya berakhir,
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
dipenuhi,
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
4. Dicabut untuk kepentingan umum,
5. Diterlantarkan,
6. Tanahnya musnah,
7. Ketentuan dalam pasal 30 ayat 2 (pasal 34 UUPA).

Hak Guna Bangunan (HGB)


 HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.
 Subjek HGB :
1. WNI
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
 Dalam UUPA pasal 35 s/d pasal 40, PP No. 40 Tahun 1996 pasal 19 s/d 38.

17
 Terjadinya HGB :
1. Tanah negara : penetapan pemerintah,
2. Tanah milik : perjanjian.
 Jangka waktu berlakunya HGB:
diberikan dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, dan dapat diperpanjang paling
lama 20 tahun.
 PP No. 40 Tahun 1996: hak guna
bangunan diberikan untuk waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang 20
tahun, dan dapat diperbaharui untuk 30 tahun.
Pasal 28 :
Sebagaimana pasal II Peraturan Pemerintah menyebutkan bahwa untuk kepentingan
penanaman modal, maka permintaan perpanjangan dan pembaharuan hak dapat
dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan.
Pasal 29 :
HGB yang berasal dari hak milik, diberikan untuk jangka waktu paling lama 30
tahun. Hak ini tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbaharui.
 Hapusnya HGB, karena :
1. Jangka waktunya berakhir,
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
dipenuhi,
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
4. Dicabut untuk kepentingan umum,
5. Diterlantarkan,
6. Tanahnya musnah,
7. Ketentuan dalam pasal 36 ayat (2) (pasal 40 UUPA).

Hak Pakai
 Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik

18
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-
undang ini (pasal 41 ayat (1) UUPA).
 Hal : pakai dapat diberikan :
1. Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan yang tertentu.
2. Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun
(pasal 41 ayat (2) UUPA).
 Subjek hak pakai :
Menurut UUPA :
1. WNI,
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia,
4. Badan hukum asing, yang mempunyai perwakilan di Indonesia (pasal 42 UUPA).
Menurut PP No. 40 Tahun 1996 :
1. WNI,
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia,
3. Departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan Pemerintah Daerah,
4. Badan-badan keagamaan dan sosial,
5. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia,
6. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional,
7. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
 Jangka waktu berlakunya hak pakai :
UUPA tidak mengatur jangka waktu hak pakai, selama ini jangka waktu hak pakai
adalah 10 tahun sesuai dengan ketentuan Permendagri No.6 Tahun l972.
Pasal 45 PP 40 Tahun 1996 : Jangka waktu hak pakai adalah 25 tahun dan dapat
diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui, sedangkan hak pakai dari hak milik
tidak dapat diperpanjang, berlaku untuk 25 tahun dan dapat diperbaharui.

19
Hak-hak atas Tanah yang Sifatnya Sementara
 Sementara artinya pada suatu waktu hak-hak tersebut tidak akan
ada lagi, yaitu:
1. Hak gadai
2. Hak usaha bagi hasil
3. Hak menumpang
4. Hak sewa
 Diatur dalam pasal 10 UUPA.
 Pengaturan kembali gadai tanah pertanian diatur dalam UU No. 56
Prp Tahun 1960.
 Gadai adalah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunyaan
orang lain yang telah menerima uang gadai daripadanya. Selama uang gadai belum
dikembalikan, tanah dikuasai pemegang gadai. Selama itu hasil tanah seluruhnya
menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai/penebusan tergantung pada
kemauan dan kemampuan pemilik tanah.
 Menurut ketentuan Hukum Adat : Gadai mengandung unsur
eksploitasi/ mengandung unsur/ sifat pemerasan.
 Pasal 7 UU No. 56 Prp Tahun 1960, memuat ketentuan mengenai
pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang digadaikan : tanah-tanah yang
sudah digadaikan selama 7 tahun harus dikembalikan kepada yang mempunyainya
tanpa kewajiban membayar uang tebusan.
Gadai berlangsung sebelum 7 tahun, uang tebusannya adalah sebagai berikut :

( 7 + 1/2 ) – waktu berlangsungnya gadai X uang gadai

Hak Pengelolaan (HPL)


 PMDN No. 1 Tahun 1977, berisi wewenang untuk:
1. Merencanakan peruntukan penggunaan tanah yang bersangkutan,
2. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya,
3. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut

20
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi-segi peruntukkan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya;
dengan ketentuan bahwa pemberian tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan
dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Subjek HPL :
1. Departemen,
2. Pemda,
3. Lembaga pemerintah yang bergerak di bidang industri real estate,
4. Daerah pelabuhan,
5. Badan hukum (milik) pemerintah: Perumnas,
6. Seluruh areal tanah yang terletak di pulau Batam diserahkan dengan HPL kepada
Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.
 Jangka Waktu Berlakunya HPL: selama tanah dimaksud diberikan untuk
kepentingan penerima hak (jangka waktu tidak terbatas).
 Skema:
Tentang HPL

Hak pengelolaan Beheersrecht (hak penguasaan)

Kepada : PP No. 8 / 1953:


 Kementerian, Penguasaan tanah-tanah negara
 Daerah (oleh Mendagri)
Swatantra.

Pendirian bangunan kantor pemerintah


Pihak ketiga

Uang pemasukan/uang wajib tahunan


(kas Daerah)

21
 Sejak UUPA No. 5 Tahun 1960

Hak penguasaan - Departem


en
- Daerah
Swatantra
Didaftar PMA 1/1966 (dikonversi)

Hak pakai (khusus): publiek rechtelijke

Didaftar PMA1/1966 Pihak ketiga


(dikonversi)
Hak pengelolaan

LANDREFORM
Definisi
 Dalam arti luas; meliputi 5 program dalam bidang agraria
(agrarian reform). Dalam arti sempit; program ke-4 dari agrarian reform.
 Landreform adalah perombakan pemilikan dan penguasaan tanah
serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah
dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan.

Tujuan
 Tujuan landreform Indonesia adalah:
1. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang
berupa tanah,
2. Melaksanakan prinsip tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai objek
spekulasi dan objek pemerasan,
3. Memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap WNI, baik laki-laki
maupun perempuan,
4. Mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dan penguasaan

22
tanah secara besar-besaran dengan hak terbatas,
5. Mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang
intensif secara gotong royong.

Ruang lingkup
 Program landreform meliputi kegiatan:
1. Pembatasan luas maksimum penguasaan tanah,
2. Larangan pemilikan tanah absentee/ tanah guntai.
3. Redistribusi tanah yang selebihnya dari tanah absentee, tanah bekas swapraja dan
tanah selebihnya dari batas maksimum,
4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang
digadaikan,
5. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian,
6. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dan larangan fragmentasi.
 Larangan menguasai tanah secara melampaui batas (pasal 7 jo. pasal 17 UUPA),
bertujuan :
Pasal 7 ; mengakhiri dan mencegah tertumpuknya di tangan golongan orang-orang
tertentu saja.
Pasal 17 : perlu diatur luas maksimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak
oleh satu keluarga atau badan hukum.
Pasal 10 UUPA; asas tanah untuk tani.
 Tanah absentee atau gutai adalah tanah yang letaknya di luar kecamatan dimana
pemiliknya bertempat tinggal.
 Redistribusi tanah diatur dalam PP No. 24 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
Redistribusi tanah meliputi:
 Tanah yang sclebihnya dari batas maksimum,
 Tanah absentee,
 Tanah swapraja dan bekas swapraja,
 Tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh negara.
Syarat penerimaan redistribusi tanah:

23
 Petani penggarap atau buruh tani tetap
 WNI,
 Bertempat tinggal di kecamatan tempat letak tanah yang
bersangkutan,
 Kuat kerja dalam pertanian.
Hak milik diberikan dengan syarat sebagai berikut :
1. Membayar uang pemasukan,
2. Tanah harus diberi tanda batas,
3. Haknya harus didaftarkan di Kantor Pertanahan,
4. Wajib mengerjakan/mengusahakan tanahnya secara aktif,
5. Setelah 2 tahun sejak tanggal ditetapkannya SK pemberian hak wajib dicapai
kenaikan hasil tanaman setiap tahunnya yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian
daerah,
6. Penerima hak wajib menjadi anggota koperasi pertanian di daerah tempat letak
tanah,
7. Selama uang pemasukan belum dibayar lunas, hak milik yang diberikan dilarang
untuk dialihkan kepada pihak lain,
8. Kelalaian dalam memenuhi kewajiban atau pelanggaran terhadap larangan dapat
dijadikan alasan untuk mencabut hak milik.
 Uang pemasukan ditetapkan berdasarkan harga tanah yang
besarnya sama dengan rata-rata jumlah ganti kerugian tiap hektar yang diberikan
kepada bekas pemilik di daerah tingkat II yang bersangkutan, menurut klasifikasi
tanah + 6 % biaya administrasi. Boleh diangsur 15 tahun sejak SK pemberian hak
milik + bayar bunga 3 % / tahun.
 Larangan pemilikan tanah secara absentee dikecualikan bagi:
1. Mereka yang scdang menjalankan tugas negara (pegawai negeri, pejabat-pejabat
militer),
2. Yang sedang menunaikan kewajiban agama/mempunyai alasan khusus.
 Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian (UU No. 56 Prp
Tahun 1960):
Pasal 8; diusahakan agar setiap petani sekeluarga memiliki tanah pertanian minimum

24
2 hektar.
Pasal 9; larangan yang bertujuan mencegah pemilikan tanah pertanian menjadi
bagian-bagian kecil (kurang dari 2 hektar) dengan mengadakan pembatasan terhadap
pemindahan hak milik atas tanah-tanah pertanian.
 Program landreform dicantumkan dalam GBHN Tahun 1993 Bab IV: Pembangunan
Lima Tahun Ke-6 bagian f Kebijakan Pelita Ke-6 bidang ekonomi, sektor 2.
Pertanian huruf (j) jo. sektor 12.
 Tindak lanjut landreform :
- Kegiatan pencetakan sawah; Keppres No. 54 Tahun 1980, kegiatan mengubah
fungsi areal tanah bukan sawah menjadi sawah beririgrasi.
- Konsolidasi tanah-tanah objek landreform. Dibiayai dengan dana APBN, APBD,
secara swadaya.

PENDAFTARAN TANAH
Dasar Hukum
 Yaitu PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menggantikan PP No.10
Tahun 1961.
 UUPA : Pasal 19 ayat (1) “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah RI menurut ketentuan yang diatur
dengan PP.”
Pasal 19 ayat (2) :
 Pendaftaran tanah meliputi :
1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah,
2. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut,
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
Pasal 23: Hak Milik. Pasal 32: HGU. Pasal 38: HGB.

Tujuan
 Antara lain :
- Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak

25
atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun, hak tanggungan dan hak-hak
lain yang didaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
- Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan. Untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
 Dengan demikian maka secara umum tujuan pendaftaran
tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah (rechts
kadaster).

Pengertian
 Adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
secara terus-menerus berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis
dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti hak.

Fungsi
 Yaitu untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang
sahnya perbuatan hukum mengenai tanah.
 Kegiatan pendaftaran tanah, meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah yang menghasilkan
peta-peta pendaftaran dan surat-surat ukur. Merupakan asas specialiteit.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. Dalam
kegiatan ini meliputi pencatatan mengenai: Status tanah, Subjek pemegang hak,
Beban-beban yang membebani hak atas tanah tersebut. Merupakan asas
openbaarheid.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.

Sistem Pendaftaran Tanah

26
 Meliputi :
1. Sistem positif,
Apa yang tercantum dalam buku tanah merupakan alat pembuktian yang mutlak.
Pihak ketiga yang bertindak atas dasar bukti tersebut mendapat perlindungan
mutlak meskipun kemudian ternyata keterangan yang tercantum di dalamnya
tidak benar.
2. Sistem negatif,
Surat tanda bukti berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Berarti keterangan
yang tercantum didalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima oleh
hakim sebagai keterangan yang benar, selama dan sepanjang tidak ada alat
pembukti lain yang membuktikan sebaliknya.
 Sistem mana yang dianut oleh UUPA?
- Lihat pasal 19 ayat 2 butir c.
- Para petugas pendaftaran tanah diwajibkan mengadakan penelitian seperlunya
untuk mencegah kekeliruan.
- Batas-batas tanah ditetapkan dengan menggunakan sistem contradictoire
delimitatie; berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan sebelum
tanah dan haknya dibukukan, terlebih dahulu diadakan pengumuman,
perselisihan diajukan ke pengadilan kalau tidak dapat diselesaikan sendiri oleh
yang berkepentingan.

Pelaksanaan Pendaftaran
 Menurut PP No. 24 Tahun 1997 :
1. Pendaftaran tanah secara sistematik,
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara sepihak
yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah/
bagian wilayah suatu desa.
2. Pendaftaran tanah secara sporadik,
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa
objek pendaftaran tanah dalam wilayah/ bagian wilayah suatu desa secara
individual atau massal.

27
3. Pendaftaran tanah secara ajudikasi,
Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk
pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan
data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk
keperluan pendaftaran.
Data fisik: Keterangan mengenai letak, batas, luas, bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar.
Data yuridis: keterangan mcngenai status hukum bidang tanah, subjek pemegang
hak dan hak pihak lain.
 Lembaga rechtverwerking: bagi pemegang sertifikat, kalau lewat waktu 5 tahun tidak
ada gugatan atau keberatan, maka ia terbebas dari gangguan pihak lain yang merasa
sebagai pemegang hak tersebut.
 Penyelenggara dan pelaksana pendaftaran tanah adalah:
- BPN,
- Dibantu PPAT.

Pengertian-pengertian
 Peta pendaftaran tanah; menggambarkan bidang tanah untuk
keperluan pembuktian tanah.
 Daftar tanah; dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.
 Surat ukur; dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah
dalam bentuk peta dan uraian.
 Buku tanah; dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data
yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
 Sertifikat; surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19 (2) butir c UUPA.

Objek Pendaftaran Tanah


 Antara lain:
a. Bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, HGU,

28
HGB, hak pakai,
b. Tanah hak pengelolaan,
c. Tanah wakaf,
d. Hak milik atas satuan rumah susun,
e. Hak tanggungan,
f. Tanah negara.

Pembuktian Hak
 Pembuktian hak baru:
- Penetapan pemberian hak dari pejabat
yang berwenang memberikan hak,
- Asli akta PPAT yang memuat pemberian
hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan
mengenai HGB dan hak pakai atas tanah hak milik,
- Hak pengelolaan dibuktikan dengan
penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang,
- Tanah wakaf: akta ikrar wakaf,
- Hak milik atas rumah susun; akta
pemisahan,
- Hak tanggungan: akta pemberian hak
tanggungan.
 Pembuktian hak lama:
Hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat bukti
mengenai adanya hak tersebut berupa;
- alat-alat bukti tertulis,
- keterangan saksi,
- pernyataan yang bersangkutan yang dianggap cukup dapat dipercaya kebenaran-
nya oleh panitia ajudikasi
 Panitia ajudikasi, antara lain:
1. Ketua panitia : BPN,
2. Anggota:

29
- Pegawai BPN; pakar di bidang
pertanahan dan hak atas tanah,
- Kades,
- Satuan tugas pengukuran dan pemetaan,
- Satuan tugas pengumpulan data yuridis,
- Satuan tugas administrasi
- Tetua adat.
 Sebagai pelaksana pendafaran tanah secara sistematik adalah
Kepala Kantor Pertanahan.

30
Sertifikat Cacat Hukum
 Yaitu sertifikat yang terdapat kekeliruan-kekeliruan saat
menerbitkannya.
 Bentuk-bentuk kekeliruan tersebut adalah:
1. Pemalsuan sertifikat,
Yaitu berupa pemalsuan blangko sertifikat tanah, stempel BPN dan pemalsuan
data pertanahannya.
2. Pembuatan sertifikat aspal,
Secara formal, sertiflkat aspal ini tidak berbeda dengan sertifikat sebenarnya
(asli), namun secara materiil, penerbitan sertifikat aspal ini tidak didasarkan pada
alas hak yang benar, seperti penerbitan sertifikat yang didasarkan pada surat
keterangan pemilikan yang dipalsukan.
3. Pembuatan sertifikat ganda,
Yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari satu sertifikat.

TATA GUNA TANAH


 Dasar hukum ; pasal 14 dan 15 UUPA.
Land Use Planning/Agrarian Use Planning
 Adalah rangkaian kegiatan penataan, penyediaan, peruntukkan
dan penggunaan tanah secara berencana dalam rangka melaksanakan pembangunan
nasional.
 Serangkaian kegiatan; meliputi pengumpulan data lapangan yang
menyangkut penggunaan, penguasaan dan kemampuan fisik tanah, pembuatan
rencana/pola pembangunan tanah untuk kepentingan pembangunan dan pengawasan
serta keterpaduan di dalam pelaksanaannya.
 Secara berencana; penggunaan tanah harus dilakukan atas dasar
prinsip-prinsip tertentu yaitu: lestari, optimal, serasi dan seimbang.
 Adanya tujuan yang hendak dicapai; Hukum Agraria nasional
merupakan alat bagi pencapaian tujuan pembangunan maka tata guna tanah yang
merupakan bagian dari Hukum Agraria nasional harus mempunyai tujuan searah
dengan tujuan pembangunan nasional.

31
 Tata guna tanah dikaitkan secara langsung dengan peletakan
proyek-proyek pembangunan.
 Rencana penggunaan tanah harus memperhatikan Daftar Skala
Prioritas (DSP) dari proyek pembangunan. DSP biasanya ditetapkan setiap tahun
bersamaan dengan ditetapkannya APBN.
 Proyek-proyek pembangunan yang termasuk dalam DSP
merupakan proyek yang termasuk kategori untuk kepentingan umum.

Tujuan
 Adalah untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
maka tindakan yang dilakukan adalah:
a. Mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah yang salah tempat,
Maksudnya: setiap ada kegiatan yang memerlukan tanah harus diperhatikan
mengenai data kemampuan fisik tanah untuk mengetahui sesuai tidaknya
kemampuan tanah itu dengan kegiatan yang dilaksanakan.
Harus diperhatikan pula;
- keadaan sosial masyarakat sekitar lokasi (mencegah keresahan sosial akibat
kegiatan pembangunan).
- Faktor ekonomis; mencegah penggunaan tanah yang salah tempat.
b. Mengusahakan agar tidak terjadi penggunaan tanah yang salah urus, Maksudnya;
setiap pihak perseorangan/badan hukum dan lembaga pemerintah harus
melaksanakan kewajibannya memelihara tanah yang dikuasainya dengan tujuan
untuk mencegah menurunnya kualitas sumber daya tanah.
c. Mengusahakan adanya pengendalian terhadap perkembangan kebutuhan
masyarakat akan tanah untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dalam
penggunaan tanah, dengan demikian harus memperhatikan skala-skala prioritas
dalam penggunaan tanah,
d. Mengusahakan agar terdapat jaminan kepastian hukum bagi hak-hak atas tanah
warga masyarakat. Pelaksanaan pembebasan tanah harus dilakukan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk menghindari adanya
anggapan bahwa pembangunan dilaksanakan dengan mengorbankan kepentingan

32
rakyat.

Asas Tata Guna Tanah


 Antara lain:
- Untuk daerah pedesaan (rural land use planning), maka titik beratnya adalah
usaha pertanian.
- Untuk daerah perkotaan (urban land use planning), maka titik beratnya adalah
pada kegiatan non pertanian: pemukiman, perkantoran, pertokoan, dll.
 Perbedaan titik berat penggunaan membawa konsekuensi
pada asas yang digunakan.
 Asas tata guna tanah bagi daerah pedesaan:
1. Asas lestari,
a. Diharapkan terjadi penghematan dalam penggunaan tanah. Areal tanah yang
belum akan digunakan untuk kepentingan langsung hidup manusia (baik
untuk pertanian/pemukiman) harus dipelihara kelestariannya. Bagi areal tanah
yang akan digunakan, harus diperhatikan konservasi sumber daya tanah itu
sendiri.
b. Generasi yang ada dapat mewarisi sumber daya tanah.
2. Asas optimal,
Pemanfaatan tanah harus mendatangkan keuntungan ekonomis setinggi-
tmgginya. Harus ada kesesuaian antara kemampuan fisik tanah dengan jenis
kegiatan yang akan dilaksanakan.
3. Asas serasi dan seimbang,
Suatu ruang atas tanah harus dapat menampung berbagai kegiatan/berbagai
macam kepentingan baik perseorangan, masyarakat, dan negara, sehingga dapat
dihindari adanya konflik dalam penggunaan tanah.
Untuk melihat urgensi suatu kegiatan yaitu dengan adanya Daftar Skala Priontas
(DSP).
 Asas tata guna tanah untuk daerah perkotaan:
1. Aman,
Yaitu aman dari bahaya kebakaran (perlu pos-pos pemadam kebakaran), tindak

33
kejahatan (perlu pos-pos kepolisian), bahaya banjir (meluruskan alur air sungai,
dll.), kecelakaan lalu lintas (membangun sarana jalan), ketunakaryaan (pendirian
industri).
2. Tertib,
Yaitu tertib dalam penataan wilayah perkotaan, tertib dalam berlalu lintas
(dengan sarana parkir, trotoar, dll.).
3. Lancar,
Yaitu lancar dalam berlalu lintas (menuntut adanya jaringan jalan yang
mempermudah arus berlalu lintas dari satu tempat ke tempat lainnya, lancar
dalam komunikasi (tempat-tempat telepon umum, dll.)).
4. Sehat,
Yaitu jasmani (menuntut penyediaan tempat berolah raga, tempat pembuangan
sampah, rumah sakit, dll.), sehat rohani (menuntut tersedianya tempat hiburan,
tempat rekreasi, tempat ibadah, dll.).

Model Merencanakan Penggunaan Tanah


 UUPA ; pasal 14 dan 15,
Pasal 14; rencana umum (nasional), detail oleh daerah.
Pasal 15; hanya menyatakan tentang larangan merusak kesuburan tanah.
 Antara lain :
1. Model zoning,
Berasal dari Amerika, di mana tanah si suatu wilayah/ daerah/ kota dibagi dalam
beberapa zone penggunaan atas dasar kepentingan-kepentingan/ kegiatan-
kegiatan/ usaha-usaha yang hendak dilakukan.
Ada garis pemisah yang tegas, misal:
 Zone pemukiman,
 Zone perdagangan,
 Zone industri,
 Zonc perkantoran,
 Zone pertanian, dll.
Terpisah satu sama lain.

34
Pembagian ke dalam beberapa penggunaan tidak didasarkan pada data-data
kemampuan tanah/keadaan sosial ekonomis.

Adanya pemisahan secara mutlak dalam model zoning adalah didasarkan pada
prinsip-prinsip tertentu, yaitu:
a. Perencanaan penggunaan tanah merupakan kegiatan yang berdiri sendiri,
Rencana penggunaan tanah dimuat dalam suatu peta penggunaan tanah yang
berisi pembagian wilayah ke dalam beberapa zone penggunaan. Jadi masing-
masing kegiatan hanya dapat dilaksanakan pada zone yang telah ditetapkan.
b. Terciptanya peta penggunaan tanah merupakan tujuan
dari perencanaan penggunaan tanah. Apabila peta penggunaan tanah telah
dibuat maka proses perencanaan penggunaan tanah telah berakhir.
2. Model terbuka,
o Dalam merencanakan penggunaan tanah tidak dibagi-bagi dalam zone-
zone penggunaan sebagaimana model zoning.
o Menitikberatkan pada usaha-usaha mencari lokasi yang sesuai bagi suatu
kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta, dengan
memperhatikan faktor-faktor kemampuan fisik tanah, keadaan sosial-ekonomi
masyarakat dan lingkungan hidup harus diperhatikan.
o Prinsip yang dipergunakan dalam model terbuka:
a. Rencana penggunaan tanah tidak menggariskan kegiatan yang harus
diletakkan, tetapi meletakkan kegiatan yang telah digariskan. Kegiatan
merencanakan penggunaan tanah bukan merupakan kegiatan yang berdiri
sendiri, tetapi merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan di bidang lain.
Jadi rencana penggunaan tanah baru ada apabila rencana pembangunan,
khususnya pembangunan bidang ekonomi sudah ditetapkan.
Perencana pembangunan : pencipta kegiatan.
Perencana penggunaan tanah : peletak kegiatan.
b. Tersedianya peta penggunaan tanah bukan merupakan satu tujuan, dalam
hal ini maka peta hanya sebagai sarana.
c. Tanah tidak dapat memberikan suatu manfaat bagi manusia, tetapi

35
kegiatan di atas tanah yang dapat memberikan manfaat dan
kemakmuran, maka kcgiatan merencanakan penggunaan tanah tidak
terlepas dari kegiatan pembangunan secara keseluruhan.
RUMAH SUSUN
Definisi
 Adalah bangunan bertingkat yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal (terjemahan; flat/ apartemen).
 Dalam pemilikan atas satuan rumah susun terkandung arti
adanya pemilikan perseorangan dan pemilikan bersama yang merupakan satu
kesatuan tidak terpisahkan satu dengan lainnya (terjemahan; strata title/
condominium right).
 Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang
terstrukturkan, secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisah
(UU No. 16 Tahun 1985).
(Bagian bersama - tanah bersama - benda bersama).

Tujuan
 Antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat (terutama
penghasilan rcndah) dan memberikan kepastian hukum dalam pemanfaatan.
2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan
memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan
pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang.

Penyelenggaraan Pembangunan Rumah Susun


 Penyelenggara:
1. BUMN, BUMD, Koperasi, swasta yang bergerak dalam bidang pembangunan,
2. Swadaya masyarakat.
 Rumah susun dapat berdiri di atas tanah; Hak milik,

36
HGB, Hak pakai atas tanah negara, HPL.
 Tanah Wakaf,
Agama Islam :
Pasal 49 ayat (3) UUPA; Perwakafan tanah milik diatur dengan PP yaitu PP No. 28
tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
Wakif-nadzir :
Perwakafan dilakukan untuk oleh wakif dihadapan PPAIW. PPAIW berkewajiban
untuk atas nama nadzir mendaftarkan perwakafan tanah kepada Kantor Pertanahan.
Pada dasarnya tanah yang sudah diwakafkan tidak bisa diubah sebagaimana
ditentukan dalam ikrar wakaf namun dalam hal-hal tertentu dengan persetujuan
Menteri Agama, dapat diadakan perubahan, yaitu:
1. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf;
2. Karena kepentingan umum (Kepres No. 55 Tahun 1993).

Subjek Hak Milik atas Rumah Susun


 Perseorangan/ badan hukum yang memenuhi syarat sebagai
pemegang Hak milik, HGB, Hak pakai.
 Badan hukum subjek hak milik, menurut PP No. 38 Tahun l963 :
- Bank-bank yang didirikan oleh negara,
- Badan-badan sosial dan keagamaan,
- Koperasi pertanian yang memenuhi syarat.

Pemilikan Rumah Susun oleh Orang Asing


 Orang asing kehadirannya memberi manfaat bagi pembangunan
nasional,
1. Menetap (penduduk Indonesia); izin tinggal tetap,
2. Tidak menetap/sewaktu-waktu; izin kunjungan/izin keimigrasian.
 Rumah tinggal bagi orang asing:
1. Bangunan rumah yang berdiri sendiri;
- yang dibangnan di atas bidang tanah: Hak pakai atas tanah negara.
- yang dikuasai berdasarkan perjanjian (dengan akta PPAT) dengan pemegang

37
hak atas tanah; Pasal 2 Undang-undang No.4 Tahun 1992.
2. Satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara
(bukan RS/RSS).

38
Jangka Waktu Pemilikan
 Rumah oleh orang asing: kesepakatan dalam
perjanjian tidak lebih dari 25 tahun, dapat diperbaharui 25 tahun.

PENCABUTAN DAN PEMBEBASAN HAK ATAS TANAH


 Terjadi apabila cara lain untuk memindahkan hak
atas tanah tidak mungkin dilakukan sedangkan pihak yang memerlukan tanah telah
mendapat persetujuan dari instansi berwenang, sangat memerlukan tanah.

Definisi
 Pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan
tanah kepunyaan suatu pihak oleh negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas
tanah menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran atau
cacat dalam memenuhi suatu kewajiban hukum.

Akibat
 Akibat pencabutan/pembebasan hak atas tanah
adalah bahwa hak atas tanah dari si empunya menjadi hapus.

Dasar Hukum
 Antara lain :
- UUPA pasal 18,
- UU No. 20 Tahun 1961,
- Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1973,
- Inpres No. 9 Tahun 1973.

Syarat
 Antara lain : (menurut UU No. 20 Tahun 1961 jo pasal 18 UUPA)
1. Kepentingan umum,
2. Merupakan cara terakhir untuk memperoleh tanah yang dibutuhkan, setelah
menempuh cara musyawarah dengan empunya tidak dapat membawa hasil yang

39
diharapkan,
3. Memberi ganti kerugian yang layak kepada pemegang hak,
4. Dilakukan menurut cara yang diatur oleh UU,
5. Pemindahan hak menurut cara biasa tidak mungkin lagi dilakukan,
6. Tidak mungkin memperoleh tanah di tempat lain untuk keperluan tersebut.
 Yang dimaksud dengan kepentingan umum:
(menurut Inpres No. 9 Tahun 1973)
1. Pertahanan,
2. PU,
3. Perlengkapan umum,
4. Jasa umum,
5. Keagamaan,
6. Ilmu pengetahuan dan seni budaya.
7. Kesehatan,
8. Olah raga,
9. Keselamatan umum terhadap bencana alam,
10. Kesejahteraan sosial,
11. Makam,
12. Pariwisata dan rekreasi,
13. Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum, misal:
o Kegiatan pembangunan perumahan dan pemukiman,
o Kegiatan pertambangan,
o Kegiatan pembangunan jaringan transmisi PLN, dsb.
 Pasal 1 (3) Inpres No. 9 Tahun 1973; Presiden dapat memberikan pertimbangan
positif dan negatif, dan memberikan solusi.
 Yang berwenang melakukan pencabutan hak atas tanah adalah; Presiden setelah
mendengar pertimbangan Mendagri (segi politik), Men. Kehakiman (segi hukum),
menteri yang bidang tugasnya meliputi usaha yang meminta dilakukannya
pencabutan bak itu (segi fungsi bahwa benar-benar diperlukan secara mutlak dan
tidak dapat diperoleh di tempat lain).

40
Acara Pencabutan Hak atas Tanah
 Meliputi:
1. Acara biasa,
2. Acara luar biasa.

Ad l): Acara biasa


 Permohonan pencabutan hak kepada
Presiden melalui perantaraan Mendagri/Menag atau melalui Gubemur, dengan
disertai keterangan mengenai:
a. Rencana peruntukkan beserta alasan-alasannya.
b. Data fisik tanah yang bersangkutan.
c. Rencana penampungan pihak yang terkena pencabutan.
 Penguasaan atas tanah yang dimohonkan untuk dicabut baru dapat dilaksanakan
setelah diperoleh SK Presiden.

Ad 2): Acara luar biasa


 Ditempuh karena mendesak, contoh; dimana terjadi wabah, bencana alam yang
memerlukan penampungan para korban dengan segera.
 Kasus:
Dalam Kepmen AG. Tanggal 22 Januari 1962 dimuat dalam tambahan LN No. 2394,
yang memberi perkenan kepada Gubernur DKI untuk menguasai dengan segera tanah
dan bangunan untuk pembangunan proyek senen dan penampungan mereka di daerah
Cempaka Putih. Permohonan disampaikan tanpa taksiran ganti rugi. Akibat
pencabutan hak: Hak atas tanah hapus menjadi tanah negara, selanjutnya dicatat oleh
Kepala KPT dalam buku tanah dan sertifikatnya.

Pembebasan Hak atas Tanah


 Adalah melepaskan hubungan yang semula diantara pemegang hak/penguasa atas
tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.
 Perbedaannya dengan pelepasan hak adalah bahwa pembebasan hak atas tanah tidak
diatur secara tegas dalam UUPA, sedangkan pembebasan hak atas tanah dapat terjadi

41
karena:
- Pasal 27 (hak milik) dimana tanahnya jatuh pada negara dan penyerahannya
secara sukarela oleh pemiliknya,
- Pasal 34 (HGU) dan pasal 40 (HGB), dimana dilepaskan oleh pemegang haknya
sebelum jangka waktunya berakhir.
 Pembebasan tanah oleh pihak swasta adalah akibat adanya penetapan bentuk-bentuk
kegiatan yang termasuk sebagai kegiatan untuk kepentingan umum.

Pengadaan Tanah
 Dasar Hukumnya; Keppres No. 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
 Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut (ada pelepasan/
penyerahan hak).
 Keppres No. 55 Tahun 1993 mencabut:
1. PMDN No. 15 tahun 1975 Tentang Tata Cara Pembebasan Tanah,
2. PMDN No.2 Tahun l976,
3. PMDN No. 2 Tahun 1985.
 Setelah menerima ganti kerugian dibuat berita acara pelepasan
atau penyerahan hak atas tanah.
 Pelepasan/penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan
melepaskan hubungan hukmn antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah.
 Ganti kerugian diberikan untuk:
1. Hak atas tanah,
2. Bangunan,
3. Tanaman,
4. Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
 Bentuk ganti kerugian:
1. Uang,
2. Tanah pengganti,

42
3. Pemukiman kembali,
4. Gabungan a, b dan c,
5. Bentuk lain yang disetujui.
 Tugas panitia pengadaan tanah antara lain :
1. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian,
2. Mengadakan musyawarah mengenai besarnya ganti kerugian.
 Keberatan atas ganti kerugian diajukan ke Gubernur (Gubernur dapat mengukuhkan
atau mengubah putusan panitia). Jika tidak disetujui maka dilakukan proses
pencabutan hak (pasal 18 UUPA jo. UU No. 20 Tahun 1961).
 Pengadaan tanah harus memenuhi 2 aspek secara sekaligus, yaitu:
1. Perlindungan hak rakyat,
2. Pemenuhan tuntutan pembangunan,
Memaksa orang lain untuk menyerahkan hak atas tanahnya pada dasarnya
merupakan pelecehan hak yang tidak seharusnya terjadi. Sebagai landasan bagi
pemerintah untuk mengatasi berbagai kesulitan pertanahan.
 Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 : pengadaan tanah
hanya dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
 Kepentingan umum menurut Keppres No. 55 Tahun 1993:
1. Jalan umum, saluran pembuangan air,
2. Waduk, bendungan,
3. Rumah sakit,
4. Pelabuhan, bandara,
5. Peribadatan,
6. Pendidikan,
7. Pasar umum,
8. Pemakaman,
9. Fasilitas keselamatan umum, pos dan telekomunikasi,
10. Sarana olah raga,
11. Stasiun TV, Stasiun radio, beserta sarana pendukungnya,
12. Kantor pemerintah,
13. Fasilitas ABRI.

43
 Menurut PMDN No.15 Tahun 1975 : pembebasan tanah dapat dilakukan terhadap
segala macam bentuk pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum maupun tidak bahkan juga berlaku bagi pihak swasta yang
kemudian diatur secara khusus berdasarkan PMDN No. 2 Tahun 1976.
 Kalau bukan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, dilakukan
melalui cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela
oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
 Apabila pihak swasta membutuhkan tanah maka dilakukan secara langsung dengan
pemilik tanah atas dasar musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Dalam hal ini
maka dibentuk tim pemerintah sebagai: (diatur dalam pasal 6, 7, 8 Keppres No. 55
Tahun 1993), yaitu :
- Pengawas,
- Pengendali untuk mencegah ekses-ekses negatif yang dapat merugikan kedua
belah pihak.

HAK TANGGUNGAN
 Dasar Hukum: UU No. 1 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (UUHT).

Definisi
 Istilah hak tanggungan berasal dari UUPA, dapat berarti : jaminan atas tanah,
Asuransi.
 Hak tanggungan merupakan salah satu jenis hak jaminan disamping hipotik,
gadai dan fidusia.
 Hak Jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitur yang
memberikan hak utama kepada seorang kreditur tertentu, yaitu pemegang hak
jaminan itu untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain apabila debitur cedera
janji.
 Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-

44
kreditur lain (pasal 1 ayat 1 UUHT).
 Tujuannya adalah untuk memberikan kedudukan bagi seorang kreditur
tertentu untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain (kreditur preferen).
 Hak tanggungan adalah pengganti hipotik atas hak atas tanah dan crediet
verband.

Perbedaan Hak Tanggungan dengan Hak Hipotik


 Antara lain:
1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang,
2. Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA,
3. Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya saja, dapat pula dibebankan
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu,
5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain.
 Unsur-unsur hipotik: (lihat definisi hipotik pada pasal 1162 BW)
1. Hipotik adalah suatu hak kebendaan,
2. Objek hipotik adalah benda-benda tidak bergerak,
3. Untuk pelunasan suatu perikatan.

Asas-asas Hak Tanggungan


 Antara lain:
1. Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur
pemegang hak tanggungan. Artinya : pemegang hak tanggungan berhak menjual
melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan dengan mendahului
daripada kreditur-kreditur lain.
2. Asas droit de preference: didahulukan, Artinya : pemegang hak tanggungan
mempunyai hak untuk didahulukan atas pelunasan piutangnya.
3. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi : Pasal 2 UUHT,
Artinya : Hak tanggungan membebani (seluruh/ secara utuh) objek hak
tanggungan dan setiap bagian daripadanya telah dilunasinya sebagian dari utang

45
yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian objek hak tanggungan dari beban
hak tanggungan melainkan hak tanggungan membebani seluruh objek hak
tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.
4. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada,
5. Hak tanggungan dibebankan selain atas tanahnya, juga berikut benda-benda yang
berkaitan dengan tanah tersebut, contoh: bangunan, tanaman, hasil karya, dsb.
6. Perjanjian hak tanggungan adalah perjanjian accesoir, artinya : perjanjian hak
tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, keberadaannya
adalah karena adanya perjanjian lain (perjanjian induk) yaitu perjanjian utang
piutang yang menimbulkan utang yang dijamin.
7. Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek hak
tanggungan berada (asas droit de suite/zaakgevolg).
Artinya; hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek hak tanggungan
beralih kepada pihak lain oleh sebab apapun juga pemegang hak tanggungan
akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapapun benda itu berada.
Zakelijkrecht (hak mutlak); dapat dipertahankan terhadap siapapun.
Persoonlijkrecht (hak relatif): hanya terhadap debitur tertentu.

Subjek Hak Tanggungan


 Pemberi hak tanggungan adalah orang/badan yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan.
 Pemegang hak tanggungan adalah orang/badan hukmn yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

Janji-janji Dalam Hak Tanggungan


 Antara lain:
- Huurbeding, janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk
menyewakan objek hak tanggungan kecuali dengan persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang hak tanggungan.
- Beding van eigen machtige verkoop, janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
- Beding van niet zuivering; janji yang diberikan oleh pemberi jaminan kepada

46
pemegang jaminan bahwa objek jaminan tidak akan dibersihkan oleh pemberi
jaminan apabila jaminan itu dijual.
- Verbalbeding, suatu janji yang menyatakan bahwa janji yang memberi
kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak
tanggungan apabila debitur cedera janji, batal demi hukum.
 Janji-janji tersebut mengikat pihak-pihak apabila adanya pemberian hak tanggungan
didaftarkan di kantor pertanahan.

Objek Hak Tanggungan


 Antara lain :
- Hak milik (pasal 25 UUPA),
- HGU (pasal 33 UUPA),
- HGB (pasal 39 UUPA),
- Hak pakai atas tanah negara (penjelasan umum UUHT butir 5 bagian I, UU No.
16 tahun 1985),
UUPA tidak menunjuk hak pakai atas tanah negara sebagai hak wajib didaftar,
akibatnya tidak memenuhi syarat publisitas untuk dapat dijadikan jaminan utang.
Merupakan : penyesuaian ketentuan UUPA, perkembangan hak pakai, kebutuhan
masyarakat.
Hak pakai atas tanah negara yang karena sifatnya tidak dapat dipindahtangankan
tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan.
 Hak tanggungan; asas pemisahan honzontal, segala benda yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah yang telah dibebani hak tanggungan tidak dengan sendirinya
terbebani pula dengan hak tanggungan yang dibebankan atas tanah tersebut, kecuali:
dinyatakan secara tegas oleh pihak yang bersangkutan di dalam akta pemberian hak
tanggungan.

Pendaftaran
 Pendaftaran hak tanggungan; pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan di Kantor
Pertanahan (asas publisitas/terbuka bagi umum).
 Tujuannya; agar memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang pemberian

47
hak tanggungan atas suatu hak atas tanah.

48
Eksekusi
 Eksekusi hak tanggungan (pasal 6 UUHT) : apabila debitur cedera janji, pemegang
hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan dari hasil
penjualan tersebut.
 Eksekusi memberikan hak bagi pemegang hak tanggungan untuk melakukan parate
eksekusi, artinya: pemegang hak tanggungan bukan saja tidak perlu memperoleh
persetujuan dari pemberi hak tanggungan tetapi tidak perlu meminta penetapan dari
pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas hak tanggungan yang
menjadi jaminan utang debitur dalam hal debitur cedera janji.

49
REFERENSI

Hukum Agraria Indonesia – Sejarah Pembentukan Undang-undang Agraria, Isi dan


Pelaksanaannya, oleh Prof. Boedi Harsono,
Hukum Agraria Indonesia – Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, oleh Prof.
Boedi Harsono,
Hukum Agraria di Indonesia – Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, oleh
Effendi Perangin, S.H.,
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Agraria
Dll.

50

Anda mungkin juga menyukai