Anda di halaman 1dari 4

Balqis Mar’atus Sholehah

110110160073 / KELAS A
HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL
Prof. Huala Adolf., S.H., LL.M., Ph.D
Prof. Dr. An-An C., S.H., LL.M
Dr. Iur Damos Dumoli Agusman, S.H., LL.M
Prita Amalia S.H, M.H
Purnama T, S.H., M.H.
Helitha Novianty, S.H., M.H.
Mursal Maulana, S.H., M.H.
UJIAN AKHIR
SEMESTER

1. A. Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan, Indonesia sebagai negara


berkembang terus melakukan kerjasama di bidang ekonomi melalui forum multilateral,
regional dan bilateral dengan negara mitranya. Di satu sisi, muatan perjanjian
internasional di bidang ekonomi cenderung menuai kritik terhadap isu kedaulatan negara.
Di sisi lainnya, setiap negara juga diberikan hak untuk menentukan dan melaksanakan
sistem perekonomianya. Pernyataan tersebut ditegaskan dalam Pasal 32 CERDS: “No
State may use or encourage the use of economic, political or any other type of measures
to coerce another State in order to obtain from it the subordination of the exercise of its
sovereign rights”. Definisi kedaulatan negara dalam hukum ekonomi internasional adalah
konsep kekuasaan yang berarti menjadikan negara sebagai dasar untuk melaksanakan
kegiatan ekonominya dengan merdeka yang berarti berdaulat dan tidak berada di bawah
kekuasaan negara lain. Dalam hukum internasional kedaulatan menjadikan dasar negara
bekerjanya suatu ekonomi internasional dan merupakan konsep yang diakui. Dijelaskan
dalam pasal 2(1) Piagam Cerds “every state has and shall freely exrcise, full permanent
sovereignity..” Terdapat 2 kedaulatan: 1. Internal yaitu kedaulatan menikmati SDA yang
dimiliki, kekayaan alamnya, memilih dan melaksanakan sistem ekonominya. Sedangkan
2. eksternal, negara-negara memiliki kedaulatan yang sama dibawah hukum
internasional.

B. Tidak ada alasan bagi negara dapat mengingkari komitmennya dalam perjanjian
internasional di bidang ekonomi dengan alasan muatan perjanjian tersebut bertentangan
dengan kedaulatannya. Secara tegas dijelaskan dalam pasal 17 WCLT yaitu a state may
not invoke the provisions of its internal laws as a justification for its failure to perform a
treaty.

C. Partisipasi Indonesia dalam perjajian internasional di bidang ekonomi yang berdampak


terhadap kedaulatan negara adalah yaitu salah satunya dengan perjanjian multilateral
mengikutsertakan negara Indonesia dengan WTO dengan menjalankan keputusan WTO
akan merugikan dan menghilangkan kedaulatan ekonomi nasional. Berdasarkan
pengalaman Indonesia, sejak menjadi pengikut setia IMF dan WTO dalam upaya
menghilangkan subsidi pertanian telah menjadi sektor pertanian rapuh dan hancur,
akibatnya hingga saat ini sektor pangan lokal merugi dan tersingkirkan sehingga produk
pangan impor menguasai sektor pangan nasional yang memiskinkan petani. Juga
partisipasi Indonesia dalam perjanjian regional MEA yang mana implikasinya,
Masyarakat Ekonomi ASEAN memiliki 4 karakteristik seperti pasar tunggal, basis
produksi, pembangunan ekonomi secara merata, dan sebagai kawasan yang terintegrasi
penuh dengan ekonomi global. Karakteristik yang tersentralisasi tersebut diharapkan
dapat menuju kemandirian ekonomi bangsa serta mampu untuk menjalankan kebijakan
ekonomi yang pro kepada kepentingan masyarakat. Namun disamping hal itu, terdapat
sebuah telaah kritis terhadap realisasi konsep pasar bebas MEA terkait integrasi ekonomi
yang kini tengah menjadi pusat perdagangan dunia. Kedaulatan nasional terancam
manakala MEA lebih diinterpretasikan sebagai ajang untuk “menjual” kota, wilayah, atau
sumberdaya kepada para investor asing yang artinya semakin mengeruk kekayaan
Indonesia. Juga dalam perjanjian bilateral (BIT) dengan Singapura yang dipandang
sebagai bentuk kemunduran dari kebijakan yang pernah diambil Pemerintah Indonesia
untuk mereview dan menghentikan pemberlakuan BIT.

2. a. Hak Asasi Manusia (HAM) mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Hukum
Ekonomi Internasional. Hak-Hak Ekonomi suatu negara pada analisa akhirnya
berpengaruh terhadap pemenuhan HAM. Urgensi pengaturan HAM dalam Hukum
Ekonomi Internasional yaitu muncul karena individu berhak atas hak asasi manusia
(HAM), termasuk di dalamnya hak asasi manusia atas ekonomi. Hak ini dalam hukum
internasional adalah salah satu hak yang cukup fundamental. Bahwa UDHR juga
mengakui hak – hak ekonomi, sosial dan budaya (pasal 22 – 27). Hak atas ekonomi ini
menuntut perlunya perlindungan yang selayaknya. Antara HAM dan hak atas ekonomi ini
memiliki kaitan yang cukup erat. Menurut Booysen menyebut hak asasi manusia ini
dalam kaitannya dengan hukum ekonomi internasional sebagai international economic
human rights. Sedangkan Seidl Hovenveldern menyatakan sebagai “human rights of
economic value”.

b. Perbedaan perspekif antara negara berkembang dan negara maju dalam menanggapi
isu HAM yang berhubungan dengan hukum ekonomi internasional. Perbedaan sudut
pandang mengenai negara berkembang bahwa negara maju tidak hanya kepentingan
ekonomi liberal saja, namun persoalan kemanusiaan dan kesetaraan harus pula
diperhatikan . Fakta yang terjadi adalah seringnya negara maju menjadikan negara
berkembang sebagai basis produksi perdagangan internasional melalui sistem korporasi
transnasional, namun tidak memperhatikan perlindungan HAM dan pembangunan
berkelanjutan. Hal inilah yang menjadi perhatian masyarakat internasional. Di sisi lain,
keterlibatan negara berkembang dalam Hukum Internasional merupakan keinginan untuk
membuat terobosan guna menghadapi persaingan dengan negara maju dan pembangunan
negaranya. Juga posisi negara maju seringkali memanfaatkan “ketergantungan” ekonomi
negara berkembang.

c. Dasar hukum pengaturan HAM yang berkaitan dengan Hukum Ekonomi Internasional
Yaitu  pasal 55 UN Charther (International economic and social cooperation), pasal 22-
27 dalam Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 (Declaration Universal of
Human Rights, Charther od Economic Right Duties of States of 1974 (Piagam CERDS),
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International
Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights) 1966 dan 1976, ICCPR, UU nomor
11&12 tahun 2005.
3. Charter of The Economic Rights and Duties of States (Piagam CERDS) oleh Negara
Sedang Berkembang dianggap sebagai aturan yang sifatnya mengikat dengan memuat hak
dan kewajiban negara di bidang ekonomi. Berbeda dengan sudut pandang Negara Maju yang
menganggap Piagam CERDS hanya sebagai anjuran yang tidak mengikat, dan diangap lebih
memuat kepentingan Negara Berkembang yang lebih dominan. Dalam hal ini Piagam
CERDS dapat diimplementasikan mengingat perbedaan sudut pandang antara Negara Maju
dan Negara Berkembang yaitu dengan mengimplementasikan jiwa dan nilai-nilai hukum
yang terdapat di dalamnya yang berpengaruh terhadap aturan-aturan atau perjanjian-
perjanjian internasional yang lahir kemudian. Hal ini dilihat dari banyak dari konvensi-
konvensi tentang perdagangan dan ekonomi yang menjadikan piagam CERDS sebagai
landasan filosofisnya. Atau juga bisa dilihat dari banyaknya sidang PBB atau badan-badan
khususnya yang menjadikan piagam CERDS sebagai salah satu bahan penting untuk
membuat kebijakan. Juga menurut pendapat Huala adolf, supaya piagam CERDS dapat
berlaku mengikat yaitu dengan berikut :

1. Perlu adanya perubahan terhadap isi dari ketentuan piagam CERDS, perubahan tersebut
harus memperhatikan kepentingan bukan saja Negara berkembang tetapi juga Negara
maju.
2. Para sarjana atau penulis dari negara berkembang perlu terus meningkatkan dan
mengangkat prinsip-prinsip hukum ekonomi internasional yang terdapat dalam piagam
dalam tulisan atau karyanya
3. Para negoisator atau perunding kepentingan-kepentingan pemerintah di forum-forum
perdagangan internasional untuk selalu menjadikan prinsip-prinsip dalam piagam
CERDS sebagai salah satu acuan negoisasi.

Anda mungkin juga menyukai