Anda di halaman 1dari 11

“Kajian Issue di Area Keperawatan dan Gawat Darurat

(Do Not Resucitation (DNR)”

Kelompok 4:
1. Emmi Lestari : 18301087
2. Putri Lestari S : 10301100
3. Sanniah Aqilla N : 10301106
4. Tsamara Dhila U : 18301112
5. Widiya Anggraini : 18301113
6. Toni Suhartono : 18301115

Program Studi S1 Keperawatan


STIKes Payung Negeri
Pekanbaru
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Kajian Issue di area keperawatan dan gawat darurat”.
Penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat dan juga kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga
makalah ini dapat selesai pada waktunya. Semoga makalah ini dapat memberikan
perluasan ilmu pengetahuan bagi pembaca. Penulisan makalah ini belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis harap kritik dan saran dari pembaca.

Pekanbaru, 10 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................
B. Rumusan Masalah .................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................
A. Definisi Do Not Resuscitate (DNR)......................................................
B. Definisi Resusitasi Jantung Paru (RJP).................................................
C. Definisi Henti NafasC
D. Tahapan DNR........................................................................................
E. Peran Perawat dan pelaksanaan DNR..................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kasus yang sering ditemukan adalah Do Not Resuscitate
(DNR). Hal ini akan berhadapan dengan masalah moral atau pun etik, apakah
akan mengikuti sebuah perintah jangan dilakukan resusitasi’ ataupun tidak?
Bagaimana tidak , jika tiba-tiba pasien henti jantung dan sebagai tenaga medis
yang sudah handal dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati dengan begitu
saja tapi masalahnya jika kita memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien
tersebut, kita bisa dituntut oleh pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah
sebuah dilema. Dan hal ini terjadi pada pasien pada penyakit kronis dan terminal,
pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap euthanasia
( dibiarkan mati ataupun suntik mati karena karena kehidupan yang sudah tidak
terjamin).
Pasien DNR biasanya sudah diberikan tanda untuk tidak dilakukannya
resusitasi yang biasanya terdapat pada baju, di ruang perawatan ataupun di pintu
masuk, sudah ada tandan tulisan “DNR”, Pasien DNR tidak benar-benar
mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan
cara yang sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh pasien meninggal (berhenti
bernapas, atau jantung berhenti berdetak) tim medis tidak akan melakukan
CPR/RJP. Menjadi pasien DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan.
Ketika dokter dan perawat berhenti berfokus pada pengobatan dan mulai fokus
pada tindakan penghiburan adalah sesuatu yang disebut Perawatan Paliatif.
Salah satu alasan utama orang mentandatangani perintah DNR adalah
karena apa yang terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk melakukan RJP.
Situasi ini umumnya disebut sebagai “kode.” Hal ini kadang kadang diberikan
nama samaran yang berbeda di rumah sakit yang berbeda. Pada pasien biasa
ketika kode staf pasien suatu kawanan seluruh tim resusitasi ruangan. Dada akan
dikompresi dengan tangan untuk mensimulasikan detak jantung dan sirkulasi
darah. Sebuah tabung dimasukkan ke dalam mulut dan tenggorokan dan Pasien
diletakkan pada ventilator untuk bernafas untuk Pasien. Jika hati Pasien dalam
irama mematikan Pasien terkejut dengan jumlah besar listrik untuk tersentak
kembali ke irama. Obat yang diberikan dan secara manual dipompa melalui sistem
dengan penekanan dada. Jika semua ini berhasil, hati Pasien mulai untuk
mengalahkan sendiri lagi dan pasien berakhir di ventilator untuk membuatnya /
napasnya. Ini tidak biasanya datang tanpa konsekuensi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah “Membahas tentang Do Not Resuscitation (DNR) pada
kasus henti nafas (RespiratoryArrest) di Keperawatan Gawat Darurat?”

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan kajian issue di area keperawatan dan gawat darurat,
Do Not Resuscitation (DNR).
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi Definisi Do Not Resuscitation (DNR)
2. Untuk mengidentifikasi Definisi Resusitasi Jantung Paru (RJP)
3. Untuk mengidentifikasi Definisi Henti Nafas
4. Untuk mengidentifikasi Tahapan DNR (do not resuscitation)
5. Untuk mengidentifikasi Peran Perawat dan pelaksanaan DNR
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Do Not Resuscitate (DNR)


Do not resuscitate (DNR) merupakan keputusan untuk tidak melanjutkan
tindakan CPR setelah 30 menit tidak menunjukan ada Return of spontaneous
circulation (ROSC). Pasien-pasien dengan DNR termasuk dalam kategori sebagai
pasien menjelang ajal. Salah satu kompetensi perawat IGD menurut Emergency
Nursing Association yaitu memecahkan masalah dengan menggunakan prinsip
etik dalam pengambilan keputusan dan memiliki tanggung jawab dalam
memberikan perawatan menjelang ajal (Wolf,2015).
Brizzi (2012) menyebutkan bahwa fokus perawatan yang diberikan terhadap
pasien-pasien dengan DNR adalah perawatan menjelang ajal. Alligood dan
Tomey (2014) mengungkapkan bahwa perawatan menjelang ajal mempersiapkan
pasien menghadapi kematian yang baik, bertujuan pasien menghadapi pasien
merasakan bebas dari nyeri, merasa kenyamanan, merasa dihargai, dihormati, dan
berada dalam kedamaian dan ketenangan juga merasa dekat dengan orang
dirawatnya.
Perawat memiliki tantangan dalam praktik membantu meningkatkan kualitas
hidup selama di IGD melalui pengembangan hubungan antara perawat dengan
pasien, mempertahankan komunikasi dan bertindak sebagai pelindung untuk
pasien selama krisis (Bailey, et al., 2011). Ketegangan dalam kepedulian sosial
atau caring pada Perawat yang bekerja di IGD memiliki pengalaman dalam
menghadapi banyak situasi etik yang sulit yang sering mengalami ketegangan
emosi dibandingkan dengan perawat lainnya. (Doran,2013).
Ketika prosedur resusitasi dilakukan, tidak memungkinkan bagi keluarga
untuk bisa berada berada dekat dengan pasien di saat (mungkin) terakhirnya.
Prosedur resusitasi sendiri meliputi tindakan kompresi dada, kejut listrik jantung,
pemasangan selang bantu napas, dan obat-obatan emergensi. Wacana DNR mulai
dimunculkan dan didiskusikan dengan pasien atau keluarganya ketika pasien
tersebut dinilai memiliki risiko besar untuk terjadi henti napas dan henti jantung.
Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan DNR, seperti
faktor agama, budaya, probabilitas keberhasilan dan harapan hidup, serta psikis
pasien dan keluarga. 
Instruksi DNR dikeluarkan jika ada permintaan pasien, atau dokter
menimbang bahwa tindakan RJP tidak akan membantu, atau kualitas hidup pasien
akan tetap sangat rendah walaupun setelah dilakukan RJP ia dapat kembali
bernapas dan jantung berdenyut.

B. Definisi Resusitasi Jantung Paru (RJP)


Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau CardiopulmonaryResusitasi (CPR)
adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh
berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua dua fungsi
jantung dan paru ke keadaan normal. CPR bertujuan untuk mengembalikan fungsi
nafas dan juga sirkulasi agar oksigen dan darah sampai keseluruh tubuh (Elyana
Fadiah, 2017).
Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas,
tetapi masih hidup. Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika
korban mengalami pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak
darah yang keluar sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar.
Namun, jika korban tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti
nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika
penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalam keadaan
mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya
(Elyana Fadiah, 2017).
Resusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1. Tunjangan hidup dasar (Basic life support) yaitu pertolongan darurat
mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung dan bagaimana
melakukan RJP secara benar.
2. Tunjangan hidup lanjutan (Advance life support).
3. Tunjangan hidup terus-menerus (prolonged life support).
Cara melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP ) Secara Umum:
a. Penekanan dilakukan sebanyak 30 kali. Lalu lepaskan tekanan Anda dan
biarkan dada korban kembali rileks ke posisi normal. Jeda waktu antara
penekanan dan relaksasi diusahakan sama.
b. Setelah mencapai 30 kali penekanan, hentikanlah sesaat dan lakukan dengan
pemberian napas dari ulut ke mulut (ventilasi) sebanyak 2 kali. (Penekanan
sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi disebut 1 silkus RJP).
c. Penekanan dilakukan dengan kecepatan paling sedikit 100 kali/menit terus
menerus tanpa berhenti, sedangkan ventilasi dilakukan 8 sampai 10
kali/menit.
d. Jika di lokasi ada orang lain selain Anda, bagilah tugas itu menjadi dua.
Periksa denyut nadi dan napas korban apakah RJP yang Anda lakukan sudah
berhasil atau belum.

C. Definisi Henti Nafas


Henti nafas (RespiratoryArrest) adalah sebuah keadaan dimana seseorang
berhenti bernafas atau bernafas dengan tidak efektf. Hal ini dapat terjadi
bersamaan dengan henti jantung, tetapi tidak selalu. Sistem pernafasan akan
berhenti ketika jantung juga tidak berfungsi dengan baik. Jika sistem saraf dan
juga otot tidak mampu menunjang pernafasan maka pasien tersebut akan berada
pada keadaan henti nafas (Elyana Fadiah, 2017).
Henti nafas primer (respiratoryarrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnya seranganstroke, keracunan obat tenggelam, inhalasi asap uap/Gas,
obstruksi jalan nafas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan
infrak jantung, radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya.
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernafasan dari korban dan ini merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan
Bantuan Hidup Dasar (BHD). Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut dan
nadinya masih teraba, dimana oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan
organ-organ vital yang lainnya. Dengan memberikan bantuan resusitasi, ia dapat
membantu menjalankan sirkulasi lebih baik dan mencegah kegagalan perfusi
organ (Kaliammah.G, 2016).

D. Tahapan DNR (Do not resuscitation)


Beberapa standar yang harus dilakukan pada saat diskusi menentukan
keputusan DNR yaitu, dokter harus menentukan penyakit/kondisi pasien,
menyampaikan tujuan, memutuskan prognosa, potensi manfaat dan kerugian
dari resusitasi (CPR), memberikan rekomendasi berdasarkan penilaian medis
tentang manfaat/kerugian CPR, dokter penanggung jawab harus hadir dalam
diskusi, mendokumentasikan isi diskusi, dan alasan pasien/keluarga dalam
pengambilan keputusan (Breault 2011).

E. Peran Perawat dan pelaksanaan DNR


Peran perawat dalam Do Not Resuscitation adalah membantu Dokter
dalam memutuskan DNR sesuai dengan hasil pemeriksaan kondisi pasien.
Setelah rencana diagnosa DNR diambil maka sesegera mungkin keluarga
diberikan informasi mengenai kondisi pasien dan rencana diagnosa DNR.
Perawat juga dapat berperan dalam pemberian informasi bersama-sama
dengan Dokter (Amestiasih,2015).
Perawat sebagai advokat pasien, menerima dan menghargai keputusan
pasien/keluarganya sekalipun keputusan tersebut tidak sesuai dengan harapan
perawat, karena perawat tidak dibenarkan membuat keputusan untuk
pasien/keluarganya dan mereka bebas untuk membuat keputusan (Kozier et
al,2010). Pemahaman tentang peran perawat sebagai penghubung dan juru
bicara atas nama pasien/keluarganya kepada tim medis.
Menurut ANA (2004) Perawat sebaiknya memperhatikan dan berperan
aktif terhadap perkembangan kebijakan DNA di institusi tempat bekerja, dan
diharapkan dapat bekerja sama dengan Dokter selaku penanggung jawab
masalah DNR. Perawat berperan sebagai pemberi edukasi kepada pasien dan
keluarga tentang keputusan yang mereka ambil dan memberikan informasi
yang relevan terkait perannya sebagai advokat bagi pasien dalam memutuskan
cara mereka untuk menghadapi kematian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Do not resuscitate (DNR) merupakan keputusan untuk tidak melanjutkan tindakan
CPR setelah 30 menit tidak menunjukan ada Return of spontaneous circulation
(ROSC). Pasien-pasien dengan DNR termasuk dalam kategori sebagai pasien
menjelang ajal. Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau CardiopulmonaryResusitasi
(CPR) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti
oleh berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua dua fungsi
jantung dan paru ke keadaan normal. CPR bertujuan untuk mengembalikan fungsi
nafas dan juga sirkulasi agar oksigen dan darah sampai keseluruh tubuh. Henti
nafas (RespiratoryArrest) adalah sebuah keadaan dimana seseorang berhenti
bernafas atau bernafas dengan tidak efektf. Beberapa standar yang harus
dilakukan pada saat diskusi menentukan keputusan DNR yaitu, dokter harus
menentukan penyakit/kondisi pasien, menyampaikan tujuan, memutuskan
prognosa, potensi manfaat dan kerugian dari resusitasi (CPR), memberikan
rekomendasi berdasarkan penilaian medis tentang manfaat/kerugian CPR, dokter
penanggung jawab harus hadir dalam diskusi, mendokumentasikan isi diskusi, dan
alasan pasien/keluarga dalam pengambilan keputusan.

B. Saran
Hal yang dapat dilakukan perawat adalah identifikasi pemahaman keluarga/pasien
tentang proses kematian, tanyakan tentang siapa pengambil keputusan dalam
keluarga, dukung keluarga untuk menjawab setiap pertanyaan secara jujur
berdasarkan sumber yang mereka percayai, bila perlu ajak untuk diskusi dengan
kelompoknya. Perawat dapat mendampingi pasien pada saat menghadapi
kematian, komunikasi dengan pasien dan keluarga perlu terjadi sejak awal dalam
mengembangkan hubungan saling percaya terhadap pergeseran nilai dan
keyakinan, memfasilitasi kebutuhan pasien dan keluarga, dan memberikan
dukungan moril, sehingga diperoleh suatu perspektif tentang cara keluarga/pasien
menentukan tindakan yang diyakininya pada saat menghadapi kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Fadiyah E. (2018). Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang


HighQualityCardiopulmonaryResuscitation (CPR). Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru. Jurnal tidak dipublikasikan.
Ganthikumar, K. (2016). Indikasi dan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru
(RJP). E-ISSN: 25033638, Print ISSN: 208-9084 ISM VOL.6 NO. 1, HAL 58-64.
JurnalKesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Wolf, LA., Altair, M.D, et al. (2015). Exploring the management of death:
Emergency nurses’ perceptions of challenges and facillitators in the provision of
end-of-life care in the emergency department. Journal of Emergency Nursing, 41
(5), e23-e33.
Alligood, M. R. (2014). Nursing theorists and their work. Atlanta, USA: Elsevier
Health Sciences.
Amestiasih, Tia., Ratnawati, Retty., Setyo Rini, Ika. (2015). Studi Fenomenologi:
Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien dengan Do Not Resuscitate (DNR)
di Ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Jurnal Medika Respati.

Anda mungkin juga menyukai