Jurnal Ilmu Komunikasi UHO : Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi dan Informasi.
Volume 5, No. 4, Oktober 2020, hlm 318-332
ABSTRAK
Film Tilik yang diproduksi oleh Ravacana Film di tahun 2018, menjadi perbincangan hangat di
pertengahan tahun 2020. Pada akun offivial Ravacana film, per 2 Oktober 2020, film ini sudah
ditonton oleh 24 juta lebih. Film berdurasi 30 menit ini juga mendapatkan berbagai penghargaan,
kritik dan respon dari berbagai kalangan masyarakat. Tilik bercerita tentang rombongan ibu dari
sebuah desa di Bantul Yogyakarta yang akan menjenguk Bu Lurah di rumah sakit. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisis isi film “Tilik” dengan menggunakan konsep narasi film yang
dikemukakan oleh David Bordwell. Narasi film Bordwell terdiri dari elemen cerita yang terdiri dari
karakter, seting, situasi, waktu dan elemen lain yang menempel pada cerita. Selanjutnya adalah
elemen cara bercerita, di dalamnya menyangkut plot, ruang, pembuka, pengembangan cerita dan
penutup. Berdasar pada itu, maka karakter dalam film ini terdiri dari karakteru utama; Bu Tejo, Yu
Ning, Karakter Pembantu;Gotrek (sopir truk), Yu Sam, Bu Tri, Dian, Fikri dan Pak Lurah. Alur yang
digunakan adalah alur maju, cerita diawali dengan truk menuju RS, puncak konflik terjadi saat Bu
Tejo mulai membicarakan Dian dan membuat Yu Ning Emosi. Keduanya terlibat adu mulut, mobil
truk lalu ditilang polisi. Menjelang sore, rombongan baru sampai di RS, tetapi gagal membesuk
karena Bu Lurah ada di ICU. Logika cerita terganggu pada urutan waktu di dalm cerita, mulai dari
Sholat Zuhur pada jam 14:00, hingga rombongan sampai di RS menjelang petang (ditandai dengan
lampu RS dan jalan sudah menyala). Setelah gagal membesuk, rombongan memutuskan menuju Pasar
Beringharjo, pada saat ini umumnya pasar tutup. Pemaknaan cerita secara eksplisit bisa ditemukan
melalui dialog (teks). Jika elemen waktu dalam narasi film ini mendapatkan perhatian lebih, akan
menambah kesempurnaan cerita.
ABSTRACT
Tilik was produced by Ravacana Film in 2018, this film hit massive exposure by media and society.
In Ravacana official account, October 2nd 2020, the film had been watched by more than 24 millions
viewers. Tilik had been nomorous award, critics and comment from Indonesian. The story of the film
is about a groups of women who want to visit Bu Lurah in the hospital. The aim of the research is to
analize the narrative content of the film by using David Bordwell’s perspective. Bordwell’s Narrative
film built by story’s and story telling’s ellements. The story consist of characters, setting, time, and
other which attached to story such as make up, property, etc. Story telling’s ellements consits of plot,
space, opening, story development and closing. The chonological plot of the film showed Bu Tejo
and Yu Ning got involved in arguments about Dian, Yu Ning’s niece. Dian was suspected having an
affair with older man and ruin other’s family. The climax, Bu Tejo and Yu Ning argument is getting
heat, the police stop the truck but then allowed it to pass. Unfortunately, the groups can’t entered the
hospital, beacause Bu Lurah is transferred to the ICU. Dian showed to them to tell the information.
Yu Ning felt guilty because she couldn’t received Dian’s message and share to the group
appropriately. In the other hand, Bu Tejo acts like a savior, by asking the Gotrek (driver) to the
Beringharjo market. After the truck leaves, Dian is approching black car and get into it. Dian has an
affair with Pak Lurah. The main story of the film, Bu Tejo is the right about her social
media’observation. The closing of story is become the twist ending, which conclude as the message in
social media could be trus. The meaning of the story explicitely could be seen in the dialog (text). The
unlogic time laps, showed by the truck was arrived at the hospital at evening then moved into the
market. Generally, hospital visit has a strict time, so does with market’s operational.. If the story
concern more about the time laps, the film would better presented.
PENDAHULUAN
Pada pertengahan tahun 2020, Film Tilik menjadi viral dan bahan pembicaraan
warganet. Terlebih dengan karakter yang ada di film tersebut sangat dekat dengan kehidupan
keseharian. Film ini mampu menarik rasa penasaran masyarakat untuk menonton, karena isi
film tersebut sangat berhubungan dengan masyarakat. Film Tilik yang diunggah di Youtube
pada 17 Agustus 2020 bertepatan dengan hari kemerdekaan RI, dan sudah ditonton sebanyak
23 juta viewers. Film pendek tersebut telah memenangkan kategori Film Pendek Terpilih
Piala Maya 2018. Film Tilik juga menjadi Official Selection Jogja-Netpac Asian Film
Festival (JAFF) 2018 serta Official Selection World Cinema Amsterdam 2019, (CNN
Indonesia, 2020a).
Film Tilik merupakan film pendek karya anak bangsa yang diproduksi oleh Ravacana
Films pada 2018 lalu, dan bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Provinsi DIY. Film
besutan Wahyu Agung Prasetyo berdurasi 30 menit berlatar tempat di Bantul dan Sleman.
Menceritakan tentang perjalanan sekelompok ibu-ibu yang ingin menjenguk ibu lurah yang
dirawat di rumah sakit. “Tilik” diambil dari Bahasa Jawa yang artinya “menjenguk”,
merupakan aktifitas yang biasa dilakukan oleh warga jika ada salah satu warga yang sakit,
dan realitanya masih dilakukan hingga sekarang. Dalam film tersebut sekelompok ibu-ibu
menaiki truk untuk menuju rumah sakit, yang menjadi ketertarikan film ini, terdapat seorang
ibu yang menjadi pembahasan banyak orang, yaitu karakter Bu Tejo. Sepanjang perjalanan
sosok Bu Tejo tidak henti-hentinya membahas seorang wanita muda yang bernama Dian,
Dian seorang wanita yang masih sendiri sedangkan teman-teman yang seumurannya sudah
menikah. Sehingga memancing ibu-ibu yang lain untuk bergosip sampai menumbuhkan rasa
kecurigaan, bahwa Dian bukan wanita baik-baik, yang belum tentu kebenarannya (CNN
Indonesia, 2020b).
Film merupakan sebuah karya yang dapat dijadikan media penyampai informasi dan
media komunikasi. Melalui film seorang produser bisa menyampaikan sebuah pesan yang
ingin disampaikan kepada khalayak. Namun tidak selamanya pesan yang terkandung dalam
film tersebut dapat diterima dengan pemikiran yang baik. Nilai positif yang terkandung pada
film tersebut adanya sifat gotong royong dan kepedulian masyarakat terhadap budaya
menjenguk jika ada orang terdekat yang sakit, budaya menjenguk sudah menjadi tradisi turun
menurun pada masyarakat, terlebih di daerah Jawa. Di lain sisi film Tilik ternyata
menyampaikan pesan yang berujung negatif, dimana masyarakat pedesaan sangat mudah
menelan informasi yang didapat di internet tanpa mencari tau terlebih dahulu kebenarannya.
ISSN: 2527-9173. Website: http://ojs.uho.ac.id/index.php/KOMUNIKASI/index
321
Jurnal Ilmu Komunikasi UHO : Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi dan Informasi.
Volume 5, No. 4, Oktober 2020, hlm 318-332
Sehingga menimbulkan citra bahwa literasi digital pada masyarakat pedesaan masih rendah,
terlebih dikalangan perempuan desa (GATRA, 2020).
Wahyu Agung sebagai sutradara menuturkan jika suatu hari akan muncul tentang
pandangan yang tidak baik mengenai film Tilik ini, semua sudah dipikirkan baik-baik, karena
film Tilik sudah dikonsumsi oleh publik, maka pandangan masyarakat mengenai film Tilik
pasti akan berbeda, dan sudah menjadi hak publik untuk mengomentari baik atau jelek
mengenai film ini. Karena bagi penonton, dalam film Tilik terdapat pesan moral yang ingin
disampaikan, namun tidak jelas, membingungkan, serta banyak pesan yang disampaikan
tersebut memiliki banyak makna atau biasa disebut dengan multi tafsir (Cahyadi, 2020).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis narasi film Tilik dalam pandangan David
Bordwell. Analisis narasi dapat dijadikan bahan kritik bagi sebuah film. Narasi bukanlah
satu-satunya unsur dalam film. Sreekumar dan Vidyapeetham dalam (Nurhablisyah &
Soezhanti, 2020), menjelaskan pendapat Bordwell dan Thompson mengenai unsur film yang
dikenal dengan pendeatan mise-en-scene. Unsur film terdiri dari pencahayaan, dekorasi,
ruang, kostum, akting pemain, sehingga membentuk kesatuan dan menciptaan mood bagi
penonton serta pemaknaan visual.
Penghargaan yang diterima oleh Film Tilik, bukan berarti film ini tidak memiliki
kekurangan. Melalui analisi isi narasi film, film ini akan dikupas dari elemen narasinya.
Hasilnya, film Tilik melewatkan sisi akurasi terutama dalam hal waktu cerita (timelaps).
Pengaturan waktu menjadi penting, karena ini akan mempengaruhi logika jalan cerita.
Narasi film diartikan sebagai inti cerita film yang terdiri atas asepek penting (1)
karakter di dalam cerita, (2) plot dan struktur cerita dan (3) sudut pandang, (Flisfeder, 2015).
Dalam penelitian, narasi film “Tilik” diuraikan melalui konsep Narasi Film David Bordwell.
David Bordwell merupakan akademisi dalam bidang studi film yang memiliki pandangan
lebih praktis dibanding tokoh-tokoh lain. Flisfeder (2015:2015) membandingkan pandangan
Bordwell dengan Žižek, dimana Žižek lebih memandang film sebagai bagian dari cultural
studies yang amat dipengaruhi oleh psikoanalisis. Žižek mempertanyakan kenyataan cerita
dalam film. Jika film diangkat dari sebuah peristiwa yang sudah pernah terjadi, maka
seberapa dekat kenyataan itu bisa diangkat dan diwujudkan baik dalam gambar maupun
suasana. Sementara Bordwell, melalui Post Theory menolak pendapat penganut psikoanalisis,
dan lebih condong pada “Dialektika Hegel.” Bagi Bordwell, film menggunakan simbol-
simbol. Kenyataan yang sesungguhnya bisa diwakili dengan simbol ini. Dalam film tentu
diperlukan riset, namun tujuan film diproduksi adalah karena ideologi tertentu dan untuk
mendapatkan kesenangan.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa media film merupakan media yang
dapat dijadikan media hiburan sekaligus media yang dapat memberikan edukasi. Menurut
Effendy tujuan penonton menonton film adalah untuk mendapatkan hiburan. Namun dalam
film juga bisa mengandung fungsi informatif dan edukatif, bahkan persuasif. Ini sejalan
dengan misi film nasional (di Indonesia) sejak 1979, bahwa selain sebagai media hiburan,
film nasional dapat digunakan sebagai media pendidikan untuk membina generasi muda
dalam kerangka pembangunan karakter dan bangsa, namun pada film Tilik, bukan hanya
hiburan dengan segala pujian yang membanjiri film tersebut, ada pula beberapa kritikan yang
dialamatkan untuk film tersebut (Ardianto, E., Komala, L., & Karlinah, 2007).
METODE PENELITIAN
Dalam tulisannya di sesi Kritik Film, (Bordwell, Thompson, & Smith, 2017)
menjelaskan bahwa kritik film bagi seorang filmmaker adalah sebagai pertimbangan dalam
menetapkan keputusannya. Bagi penonton, tidak ada akses untuk merubah keputusan
filmmaker. Kritik film umumnya didapat oleh penonton melalui kritikus film yang dikutip
media massa. Dalam pandangan Bordwell (Bordwell et al., 2017), makna film dibagi menjadi
4 tipe; yaitu (1) Referensial Makna, dimaana makna sebuah film bisa terlihat jelas baik
melalui visual, dialog maupun jalan cerita, (2) makna eksplisit, makna ini bisa ditangkap
penonton jika penonton mempehatikan dengan seksama jalan cerita maupun dialig di dalam
film, (3) makna implisit, pemaknaan yang baru bisa ditangkap sesuai interpretasi penonton,
maknanya lebih abstrak dan beragam ketimbang makna eksplisit, (4) makna simpotmatik,
Bordwell lebih melihat makna ini sebagai makna ideologi sosial, dimana variabelnya bisa
berangkat dari fenomena sosial yang besar yang terjadi di masyarakat, , politik, keyakinan,
sistem sosial, dll.
Bagi Bordwell (Bordwell et al., 2017) narasi film adalah bagaimana rantai-rantai
peristiwa di dalam film dihubungkan, di sini perlu ada keterikatan seluruh elemen film.
Narasi film memiliki unsur-unsur sebagai berikut: Karakter, seting, situasi, elemen lain, cara
bercerita yang menyangkut ( plot dan cerita, ruang dan waktu), struktur cerita (pembukaan,
penutup dan klimaks).
Dalam penelitian ini, narasi film Tilik akan dibahas menggunakan metode analisis isi.
Eriyanto (2013) dalam (Kurniawan, 2015) mengungkapkan bahwa tujuan analsis isi adalah
ISSN: 2527-9173. Website: http://ojs.uho.ac.id/index.php/KOMUNIKASI/index
323
Jurnal Ilmu Komunikasi UHO : Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi dan Informasi.
Volume 5, No. 4, Oktober 2020, hlm 318-332
untuk mendeskripsikan aspek-aspek atau karakteristik suatu pesan. Dalam penelitian ini,
digunakan metode kualitatif, sehingga aspek dan karakteristik pesan dijabarkan secara
deskriptif melalui narasi film Bordwel, dimana makna film yang ditangkap adalah memiliki
makna implisit.
alur maju, dengan mengambil kelas ekonomi menengah hingga bawah sebagai karakter
utama dan pendamping di dalam film ini.
Perjalanan menuju rumah sakit, cukup jauh, hal ini digambarkan melalui berbagai
seting yang sudah dilewati truk seperti pegunungan, sawah, mushola, jalan raya, truk mogok
dan kena tilang, hingga akhirnya rombongan sampai di rumah sakit. Setibanya di RS,
rombongan tidak bisa masuk, karena Bu Lurah dirawat di ICU. Kabar ini disampaikan oleh
Dian yang menghampiri para ibu-ibu bersama Fikri (anak Pak lurah). Di akhir cerita,
rombongan kembali ke truk untuk menuju pada Beringharjo, karena tidak bisa membesuk,
ibu-ibu memutuskan untuk belanja. Yu Ning merasa bersalah, karena ialah yang
menggerakkan warga untuk membesuk namun mengecewakan warga. Di tengah jalan HP Yu
Ning mati, sehingga Dian tidak bisa menghubunginya. Bu Tejo merasa menang, karena Yu
Ning dianggap telah menyebarkan berita bohong (hoak). Setelah truk hilang, Dian masuk ke
dalam mobil sedang Hitam. Di sana, terlihat Pak Lurah sedang bersama Dian. Dian khawatir
dengan keadaan mereka, bahwa Fikri belum bisa menerima keadaan, Dian dan ayahnya
menjalin kasih.
mengabarkan, Bu
Lurah ada ICU, tidak
boleh dibesuk.
Rombongan kecewa.
Dalam Narasi film, karakter dibangun melalui dialog dan elemen yang menempel
pada dirinya, seperti tata rias dan busana. Di film ini, sutradara sudah meletakkan atribut
tersebut, Bu Tejo merupakan karakter yang secara ekonomi mapan jika dilihat dari perhiasan
gelang di tangan kanannya, ponsel, busana serta tata rias. Namun demikian sebagai tokoh
masyarakat, Bu Tejo tetap ikut naik truk bersama ibu-ibu yang lain. Sementara Yu Ning,
adalah karakter yang polos, namun bisa menyuarakan pendapatnya tanpa ragu. Ketika ada
hal-hal yang menganggu pikirannya, hal ini segera diutarakan. Yu Ning juga tidak segan-
segan beradu pendapat dengan Bu Tejo yang status sosialnya lebih tinggi. Hal ini menarik,
hampir semua karakter mampu mengutarakan pendapatnya, walau Yu Ning tidak seterbuka
Bu Tejo. Dalam keadaan nyata, terutama bagi masyarakat Jawa Tengah dalam hal ini
Yogyakarta, keterusterangan menyampaikan isi hati bukanlah hal yang lumrah. Sebagian
besar dari mereka cenderung menahannya, hingga waktu yang dirasa tepat. Kalimat yang
digunakan juga tidak langsung pada permasalahan, cenderung berputar-putar sebelum masuk
pada pembicaraan utama.
Karakter utama harus memiliki keterikatan dengan jalan cerita keseluruhan. Dalam
film ini, sutradara secara konsisten meletakkan tema “berita bohong/hoak” dalam setiap
segmen. Hal ini penting, agar inti dari cerita dapat ditangkap dengan jelas oleh masyarakat.
Bu Tejo dan Yu Ning adalah karakter utama yang membahas tentang berita bohong tentang
kehidupan Dian. Kedua-duanya merasa benar dan membeberkan segala argumentasinya.
Konflik puncak cerita ini terasa pada durasi 21:58, ketika Bu Tejo dan Yu Ning ribut besar
dan truk kena tilang. Pada saat itu pula, pengambilan gambar yang umumnya dilakukan
Medium Shot, menjadi Close Up, antara Bu Tejo dan Yu Ning. Hal ini, sepertinya
menegaskan, bahwa di sinilah inti dari cerita film. Namun, di akhir cerita, sutradara
memberikan kejutan, bahwa tokoh antagonis, Bu Tejo ternyata benar. Di balik karakternya
yang suka bergosip, isu yang disampaikannya benar, bahwa Dian memang berselingkuh
dengan Pak Luruh. Adegan, Dian duduk di dalam mobil bersama Pak Lurah, menjadi penutup
yang memberikan simpulan mengenai siapa yang menyebarkan bohong dan tidak dalam film
ini.
Dilihat dari timelapse (perjalanan waktu) di dalam film ini, jika dilihat rangkaian
cerita dan pencahayaan di langit, perjalanan tersebut sangat jauh dan lama. Di awal tidak
diketahui pasti jam berapa rombongan itu pergi. Jika ingin dihubungkan dengan jam besuk
pasien, dimana biasanya jam besuk berkisar antara jam 10:00-12:00 atau jam 17:00:19:00.
Maka kemungkinan besar ibu-ibu tersebut berangkat dari kampungnya di sore hari. Namun
pada menit 09:35, saat truk berhenti di depan Mushola, Yu Sam dan Bu Tri lupa sholat
Zuhur, saat itu Yu Sam mengatakan sudah jam 14:00. Setelah adegan tersebut, rombongan
masih meneruskan perjalanan hingga adegan truk mogok, dorong truk, truk ditilang polisi dan
lain-lain. Pada menit ke 22:58, dalam adegan truk ditilang polisi, Bu Tejo mengatakan, “ini
sudah sore loh Pak,” kepada Pak Polisi. Setelah pulang dari rumah sakit, langit di atas truk
juga menunjukkan warna kemerahan (menjelang magrib).
Dari pemaparan di atas, ada hal yang janggal tentang jalan cerita; (1) sutradara kurang
detil dalam memperhitungkan detil waktu dan aturan RS. Seandainya perjalanan dari
Kampung ke RS cukup jauh, maka tentu ibu-ibu ini bisa memperkirakan jam berapa
seharusnya mereka sampai di RS. Jika dengan truk berhenti di masjid adalah pukul 14:00 dan
truk sampai di RS adalah pukul 17:00 (dilihat dari cahaya matahari dan lampu jalan maupun
lampu gedung RS yang sudah menyala menit 28:55), maka mereka menempuh perjalanan
selama 3 jam,. Hal lain yang mengganggu logika dalam film ini, adalah adegan dimana ibu-
ibu menyuruh Gotrek (sopir truk) untuk segera ke Pasar Bringharjo setelah tidak bisa
menjenguk Bu Lurah. Dalam keadaan hampir malam, pasar umumnya sudah tutup. Selain itu,
jika harus ke pasar, artinya, ibu-ibu ini akan kembali ke kampungnya hampir tengah malam.
Keadaan ini umumnya tidak demikian, para ibu cenderung resah jika pergi berlama-lama dari
rumah, karena memikirkan anak dan suaminya.
Inti cerita film ini dapat segera ditemukan oleh penonton melalui dialog dan adegan
yang dibangun. Bu Tejo dan Yu Ning beberapa kali menyebutkan “fitnah”, “berita bohong,”
“kalau mau memberi informasi dicek dulu kebenarannya,” dan dialog lain. Film sendiri
berjudul “Tilik,” dalam kamus Bahasa Indonesia online, tilik memiliki makna, melihat dan
benar-benar mengatami, daya lihat yang tajam dan teliti, meninjau, mengawasi dan
memeriksa, (https://kbbi.web.id/tilik, 2 Oktober 2020). Film ini berupaya memberikan
peringatan kepada masyarakat agar jangan terlalu percaya pada berita-berita yang bersliweran
di internet dan media sosial sebelum benar-benar memastikan kebenarannya. Bu Tejo yang
mengambil rujukan media sosial dianggap sebagai pihak yang suka menyebarkan berita
kepada ibu-ibu lain. Tetapi pada akhir film, justru Bu Tejo benar. Isu yang dipaparkan Bu
Tejo merupaka kebenaran. Bu Tejo dalam dialognya, menyatakan bahwa “yang membuka
internet artinya orang pintar” (menit ke 20:12). Seolah-olah film ini juga menegaskan, bahwa
bisa jadi isu yang beredar itu benar atau Bu Tejo sudah membuktikan kebenaran maka ia
berhak menyebarkannya kepada ibu-ibu lain.
ISSN: 2527-9173. Website: http://ojs.uho.ac.id/index.php/KOMUNIKASI/index
330
Jurnal Ilmu Komunikasi UHO : Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi dan Informasi.
Volume 5, No. 4, Oktober 2020, hlm 318-332
Dari penelitian ini, bisa disimpulkan bahwa analsisi isi film “Tilik” terdiri dari dari unsur
cerita; Yu Ning dan Bu Tejo bersama 10 ibu-ibu hendak membesuk Bu Lurah di RS dengan
menumpang Truk Pak Gotrek. Niat ini gagal karena Yu Ning tidak mendapatkan informasi
yang tepat dari Dian. Dian adalah keponakan Yu Ning yang selama perjalanan dari Kampung
menuju RS, menjadi bahan gosip di atas truk bersama ibu-ibu lain. Plot yang digunakan
dalam cerita ini adalah alur maju, cerita diawali dengan kegiatan ibu-ibu naik truk menuju RS
dan diakhiri dengan adegan Dian bersama Pak Lurah di mobil Pak Lurah. Waktu
pengambilan gambar dilakukan pada siang hari, namun terdapat kejanggalan, dimana
umumnya waktu besuk pasien di RS adalah pukul 10:00-12:00 dan 17:00-19:00. Perjalanan
ibu-ibu di atas dinilai terlalu lama, apalagi harus ada adegan sholat Zuhur pukul 14:00 dan
adegan mogok menjelang sore hari. Cerita menjadi tidak logis, ketika ibu-ibu sudah sampai
di RS, namun tidak bisa masuk, kare Bu Lurah ada di ICU. Waktu sudah menjelang petang,
ditandai warna langit yang mulai gelap serta lampu gedung dan jalanan yang sudah menyala.
Padahal setelah dari RS, ibu-ibu hendak ke Pasar Bringharjo, pada malam hari, umumnya
pasar sudah tutup. Dan ika rombongan ibu-ibu ini harus kembali ke desa, maka mereka bisa
sampai rumah menjelang tengah malam. Pergi terlalu lama (seharian) umumnya bukan
kebiasaan (budaya) wanita Jawa. Paa ibu, umumnya akan gelisah meninggalkan rumah
terlalu lama, karena memikirkan keluarganya. Isi pesan film ini, berita yang ada di media
sosial bisa jadi benar, seperti dugaan Bu Tejo terhadap Dian.
Seperti ungkapan Bordwell, bahwa penonton tidak memiliki akses terhadap jalan
keputusan filmmaker, namun melalui analisis isi terhadap narasi Film Tilik, filmmaker bisa
mendapatkan pandangan lain sehingga mempengaruhi keputusannya dalam film selanjutnya.
Film merupakan bahasa audio visual yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut
oleh masayarakat yang digambarkan dalam film tersebut. Banyaknya kritik sekaligus peminat
film Tilik, membuktikan, film ini menarik perhatian masyarakat. Dalam studi film, gaya,
bentuk serta teori film telah banyak diungkapkan oleh para akademisi.Pendekatan isi film
kerap beririsan dengan dispilin ilmu lain. Bagi peneliti, sangat penting untuk fokus pada satu
permasalahan maupun teori dalam melakukan analisis isi, agar pembahasan menjadi lebih
tajam.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, E., Komala, L., & Karlinah, S. (2007). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar.
Bandung: Simbiosa Rekatama.
Ariansah, M. (2008). Film dan Estetika. Estetika, Jurnal Imaji, IV, 42–48.
Bordwell, D., Thompson, K., & Smith, J. (2017). Film Art An Introduction (11th ed.). New
York: Mc Graw Hill Education.
Cahyadi, I. R. (2020). Sutradara Film Tilik Tidak Ambil Pusing Kritikan Warganet.
Retrieved September 17, 2020, from www.beritasatu.com/iman-rahman-
cahyadi/hiburan/674005/sutradara-film-tilik-tidak-ambil-pusing-kritikan-warganet
CNN Indonesia. (2020a). Cerita Karakter Bu Tejo Antagonis Dalam film Tilik. Retrieved
September 17, 2020, from https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20200823085755-
220-538259/cerita-karakter-bu-tejo-antagonis-dalam-film-tilik
CNN Indonesia. (2020b). Film Pendek Tilik ditonton Lebih Dari 10 Juta Kali.
Fachruddin, A. (2014). Dasar-dasar Produksi Televisi Produksi berita, Feature, Laporan
Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing (2nd ed.). Jakarta: PT Prenada Media
Utama.
Flisfeder, M. (2015). BETWEEN THEORY AND POST-THEORY; OR, SLAVOJ ŽIŽEK
IN FILM STUDIES AND OUT. Canadian Journal of Film Studies, (September 2011).
https://doi.org/10.3138/cjfs.20.2.75
GATRA. (2020). Menonton Bu Tejo di Tengah Ghibah dan Stigma Perempuan. Retrieved
September 17, 2020, from https://www.gatra.com/detail/news/488073/gaya-
hidup/menonton-bu-tejo-di-tengah-ghibah-dan-stigma-perempuan
Imanjaya, E. (2019). Mencari Film Madani: Sinema dan Dunia Islam. Dewan Kesenian
Jakarta.
Kurniawan, A. (2015). Analisis Isi Kritik Sosial Dalam Film Dokumenter “Belakang Hotel.”
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Listiani, W. (2016). Genesitas Desain Visual Sintesa Struktur, Dinamika Tanda, dan Kode
Film. (S. Rustiyanti, Ed.) (1st ed.). Bandung: Sunan Ambu STSI.
Nurhablisyah, & Soezhanti, K. (2020). KARAKTER K . H AGUS SALIM DALAM FILM “
MOONRISE OVER EGYPT ” P. Jurnal Desain, 7(3), 268–280.