Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada
dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini
 biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai
tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan
 penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian
(mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi
yang cukup lama. Penyakit TBC dapat menyebabkan kematian terutama
menyerang pada usia produktif (15-50 tahun) dan anak-anak. Dan dari satu
literature disebutkan 50 % penderita TBC akan meninggal setelah 5 tahun bila
tidak di obati.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka
kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan
ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah
 penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini
setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit
muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat
menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat
 besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat
 bermanfaat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memahami asuhan keperawatan anak dengan Tuberkulosis
Paru.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari Tuberkulosis paru
2. Mengetahui penyebab terjadinya Tuberkulosis paru
3. Mengetahui tanda dan gejala terjadinya Tuberkulosis paru

1
4. Mengetahui komplikasi yang dapat timbul saat mengalami
Tuberkulosis paru
5. Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam menangani pasien
yang mengalami Tuberkulosis paru

1.3 Manfaat
1. Bagi penulis adalah agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
 pernafasan khususnya TB paru.
2. Bagi mahasiswa agar pengetahuan dapat dikembangkan ketika
mempelajari Keperawatan Anak.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
1) Tuberkulosis (TBC)
(TBC) adalah penyakit akibat kuman
Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai
mengenai semua
organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
2) Tuberkulosis paru adalah penyakit
penyakit infeksius yang
yang terutama menyerang
menyerang
 parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh
lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan
Brenda, 2001).
3) Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
 parenkim paru (Smeltzer, 2001).
4) Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah
TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi
infeksi kompleks
Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat
dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius
yang disebabkan
disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang
yang menyerang
menyerang
 parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain,
terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.

2.2 Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3  – 0,6/um.
 – 0,6/um.
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:
 Mycobakterium tuberculosis
 Varian asian
 Varian african I
 Varian asfrican II

3
 Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial
othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
 Mycobacterium cansasli
 Mycobacterium avium
 Mycobacterium intra celulase
 Mycobacterium scrofulaceum
 Mycobacterium malma cerse
 Mycobacterium xenopi

2.3 Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
 Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
 Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
 b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
 Tuberkulosis Paru BTA positif.
 Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
 Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
 Tuberkulosis non aktif .
 Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
 Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non
kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak 
melebihi satu lobus paru.
 Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak 
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari
satu pertiga bagian satu paru.
 For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang
melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.

4
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
 Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
 Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
 Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
 Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan
kasus baru dengan batuk TB berat.
 Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.
 Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
 paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut
dalam kategori I.
 Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

2.4 Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
 berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar 
 bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
 perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya
sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal,

5
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan
limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (
Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak 
didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh
organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus
difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui
getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini
 butuh waktu 10-20 hari.
 Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
 biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan
 jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana
 bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel
yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau
terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.

6
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan
 perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak 
dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
 bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis
 penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak 
 pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

7
2.5 Pathway

Mycobacterium tuberculosis

Masuk traktus respiratorius

Tinggal di alveoli

Pertahanan primer
MK : Resiko
tidak adekuat
tinggi infeksi

reaksi inflamasi Rrespon Gangguan


imun termoregulasi

Kerusakan
membran alveolar Pembentukan MK :
sputum dan Hipertermi

Gangguan
respirasi
Penumpukan
secret

Ketidakseimbangan Sesak nafas


suplai dan
kebutuhan oksigen MK : Bersihan jalan
nafas tidak efektif 
Sianosis
MK :
Intoleransi
aktivitas Hipoksia

MK : Gangguan pertukaran gas

8
Pelepasan mediator Respon tubuh
kimia seperti histamin, menurun
bradikinin dan
prostaglandidn
Batuk refleks
muntah

MK : Nyeri

Obstruksi

Anoreksia

MK : Gangguan
keseimbangan nutrisi

9
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk 
menegakkan diagnosa secara klinik.
a. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
 b. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
 penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

2.7 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi
 pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

10
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
 jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.

2.8 Pemeriksaan penunjang


1) Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2) Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3) Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48  –  72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
 berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4) Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5) Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6) Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7) Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8) Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex
;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.

11
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
 paru.
9) Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
 penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas).

2.9 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka
waktu 1 – 3 bulan.
 Streptomisin inj 750 mg.
 Pas 10 mg.
 Ethambutol 1000 mg.
 Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya
adalah setiap 2 x seminggu, selama 13  –  18 bulan, tetapi setelah
 perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
 INH.
 Rifampicin.
 Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
 Rifampicin.
 Isoniazid (INH).
 Ethambutol.

12
 Pyridoxin (B6).

2.10 Pencegahan
1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak 
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
 penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak 
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan
dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah /
mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat
ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk 
mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

13
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah
sebagai berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
 Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak 
(nafas pendek), demam, menggigil.
 Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak 
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
 b. Pola nutrisi
 Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
 badan.
 Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak 
sub kutan.
c. Respirasi
 Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
 Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
 paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
 pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
 pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Respirasi
 Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
 Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
 paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan

14
 pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
 pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
e. Rasa nyaman/nyeri
 Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
 Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
f. Integritas ego
 Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak 
 berdaya/tak ada harapan.
 Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
g. Keamanan
 Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
 Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
h. Interaksi Sosial
 Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
 perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 berhubungan dengan anoreksia.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan reaksi inflamasi.
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

15
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak 
adekuat.

3.3 Planning

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan

Bersihan jalan Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :


napas tidak  tindakan 1. Kaji ulang fungsi 1. Penurunan bunyi napas
efektif  keperawatan  pernapasan: bunyi napas, indikasi atelektasis, ronki
 berhubungan kebersihan jalan kecepatan, irama, indikasi akumulasi
dengan napas efektif, kedalaman dan penggunaan secret/ketidakmampuan
 penumpukan dengan criteria otot aksesori. membersihkan jalan napas
sekret. hasil: sehingga otot aksesori
 Mempertahank  digunakan dan kerja
an jalan napas  pernapasan meningkat.
 pasien. 2. Catat kemampuan untuk  2. Pengeluaran sulit bila sekret
 Mengeluarkan mengeluarkan secret atau tebal, sputum berdarah akibat
sekret tanpa  batuk efektif, catat kerusakan paru atau luka
 bantuan. karakter, jumlah sputum,  bronchial yang memerlukan
 Menunjukkan adanya hemoptisis. evaluasi /intervensi lanjut
 prilaku untuk  3. Berikan pasien posisi semi 3. Meningkatkan ekspansi paru,
memperbaiki atau Fowler, Bantu/ajarkan ventilasi maksimal membuka
 bersihan jalan  batuk efektif dan latihan area atelektasis dan
napas. napas dalam.  peningkatan gerakan sekret
 Berpartisipasi agar mudah dikeluarkan.
dalam program 4. Bersihkan sekret dari mulut 4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
 pengobatan dan trakea, suction bila Suction dilakukan bila pasien
sesuai kondisi.  perlu. tidak mampu mengeluarkan

16
 Mengidentifika sekret.
si potensial 5. Membantu mengencerkan
komplikasi dan 5. Pertahankan intake cairan secret sehingga mudah
melakukan minimal 2500 ml/hari dikeluarkan.
tindakan tepat. kecuali kontraindikasi. 6. Mencegah pengeringan
6. Lembabkan udara/oksigen membran mukosa.
inspirasi. Kolaborasi :
Kolaborasi: 1. Menurunkan kekentalan
1. Berikan obat: agen sekret, lingkaran ukuran
mukolitik, bronkodilator, lumen trakeabronkial, berguna
kortikosteroid sesuai  jika terjadi hipoksemia pada
indikasi. kavitas yang luas.

Gangguan Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :


 pertukaran gas tindakan 1. Kaji dispnea, takipnea, 1. Tuberkulosis paru dapat
 berhubungan keperawatan  bunyi pernapasan rnenyebabkan meluasnya
dengan  pertukaran gas abnormal. Peningkatan  jangkauan dalam paru-pani
kerusakan efektif, dengan upaya respirasi, yang berasal dari
membran kriteria hasil: keterbatasan ekspansi dada  bronkopneumonia yang
alveolar   Melaporkan dan kelemahan. meluas menjadi inflamasi,
tidak terjadi nekrosis, pleural effusion dan
dispnea. meluasnya fibrosis dengan
 Menunjukkan gejala-gejala respirasi distress.
 perbaikan 2. Evaluasi perubahan-tingkat 2. Akumulasi secret dapat
ventilasi dan kesadaran, catat tanda- menggangp oksigenasi di
oksigenasi tanda sianosis dan organ vital dan jaringan.
 jaringan  perubahan warna kulit,
adekuat dengan membran mukosa, dan
GDA dalam warna kuku.
rentang normal. 3. Demonstrasikan/anjurkan 3. Meningkatnya resistensi aliran
 Bebas dari untuk mengeluarkan napas udara untuk mencegah

17
gejala distress dengan bibir disiutkan, kolapsnya jalan napas.
 pernapasan. terutama pada pasien
dengan fibrosis atau
kerusakan parenkim.
4. Anjurkan untuk bedrest, 4. Mengurangi konsumsi oksigen
 batasi dan bantu aktivitas  pada periode respirasi.
sesuai kebutuhan.
5. Monitor GDA. 5. Menurunnya saturasi oksigen
(PaO2) atau meningkatnya
PaC02 menunjukkan perlunya
 penanganan yang lebih.
adekuat atau perubahan terapi.
Kolaborasi: Kolaborasi :
1. Berikan oksigen sesuai 1. Membantu mengoreksi
indikasi. hipoksemia yang terjadi
sekunder hipoventilasi dan
 penurunan permukaan
alveolar paru.

Gangguan Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :


keseimbangan tindakan 1. Catat status nutrisi paasien: 1. Berguna dalam
nutrisi kurang keperawatan turgor kulit, timbang berat mendefinisikan derajat
dari kebutuhan diharapkan kebut  badan, integritas mukosa masalah dan intervensi yang
tubuh uhan nutrisi mulut, kemampuan tepat.
 berhubungan adekuat, dengan menelan, adanya bising
dengan kriteria hasil: usus, riwayat mual/rnuntah
anoreksia.  Menunjukkan atau diare.
 berat badan 2. Kaji ulang pola diet pasien 2. Membantu intervensi
meningkat yang disukai/tidak disukai. kebutuhan yang spesifik,
mencapai meningkatkan intake diet
tujuan dengan  pasien.

18
nilai 3. Monitor intake dan output 3. Mengukur keefektifan nutrisi
laboratoriurn secara periodik. dan cairan.
normal dan 4. Catat adanya anoreksia, 4. Dapat menentukan jenis diet
 bebas tanda mual, muntah, dan tetapkan dan mengidentifikasi
malnutrisi.  jika ada hubungannya  pemecahan masalah untuk 
 Melakukan dengan medikasi. Awasi meningkatkan intake nutrisi.
 perubahan frekuensi, volume,
 pola hidup konsistensi Buang Air 
untuk  Besar (BAB).
meningkatkan 5. Anjurkan bedrest. 5. Membantu menghemat energi
dan khusus saat demam terjadi
mempertahan  peningkatan metabolik.
kan berat 6. Lakukan perawatan mulut 6. Mengurangi rasa tidak enak 
 badan yang sebelum dan sesudah dari sputum atau obat-obat
tepat. tindakan pernapasan. yang digunakan yang dapat
merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit 7. Memaksimalkan intake nutrisi
dan sering dengan makanan dan menurunkan iritasi gaster.
tinggi protein dan
karbohidrat.
Kolaborasi: Kolaborasi :
1. Rujuk ke ahli gizi untuk  1. Memberikan bantuan dalarn
menentukan komposisi  perencaaan diet dengan nutrisi
diet. adekuat unruk kebutuhan
metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan 2.  Nilai rendah menunjukkan
laboratorium. (BUN, malnutrisi dan perubahan
 protein serum, dan  program terapi.
albumin).

Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :

19
nyaman : nyeri tindakan 1. Observasi karakteristik  1. Nyeri merupakan respon
 berhubungan keperawatan rasa nyeri, mis tajam, konstan , subjekstif yang dapat diukur.
dengan reaksi nyeridapat ditusuk. Selidiki perubahan
inflamasi  berkurang atau karakter /lokasi/intensitas
terkontrol, dengan nyeri.
KH: 2. Pantau TTV 2. Perubahan frekuensi jantung
 Menyatakan TD menunjukan bahwa pasien
nyeri berkurang mengalami nyeri, khususnya
atauter kontrol  bila alasan untuk perubahan
 Pasien tampak  tanda vital telah terlihat.
rileks 3. Berikan tindakan nyaman 3. Tindakan non analgesik 
mis, pijatan punggung, diberikan dengan sentuhan
 perubahan posisi, musik  lembut dapat menghilangkan
tenang, relaksasi/latihan ketidaknyamanan dan
nafas. memperbesar efek terapi
analgesik.
4. Tawarkan pembersihan 4. Pernafasan mulut dan terapi
mulut dengan sering. oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran
mukosa, potensial
ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien 5. Alat untuk mengontrol
dalam teknik menekan ketidaknyamanan dada
dada selama episode sementara meningkatkan
 batukikasi. keefektifan upaya batuk.
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam 1. Obat ini dapat digunakan
 pemberian analgesik sesuai untuk menekan batuk non
indikasi  produktif, meningkatkan
kenyamanan

20
Hipertermi Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
 berhubungan tindakan 1. Kaji suhu tubuh pasien. 1. Mengetahui peningkatan suhu
dengan reaksi keperawatan tubuh, memudahkan
inflamasi. diharapkan suhu intervensib.
tubuh kembali 2. Beri kompres air hangat. 2. Mengurangi panas dengan
normal dengan  pemindahan panas secara
KH : konduksi. Air hangat
 Suhu tubuh mengontrol pemindahan panas
36°C-37°C secara perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi atau
menggigil.
3. Berikan/anjurkan pasien 3. Untuk mengganti cairan tubuh
untuk banyak minum 1500- yang hilang akibat evaporasi.
2000 cc/hari (sesuai
toleransi).
4. Anjurkan pasien untuk  4. Memberikan rasa nyaman dan
menggunakan pakaian  pakaian yang tipis mudah
yang tipis dan mudah menyerap keringat dan tidak 
menyerap keringat. merangsang peningkatan suhu
tubuh.
5. Observasi intake dan 5. Mendeteksi dini kekurangan
output, tanda vital (suhu, cairan serta mengetahui
nadi, tekanan darah) tiap 3 keseimbangan cairan dan
 jam sekali atau sesuai elektrolit dalam tubuh. Tanda
indikasi. vital merupakan acuan untuk 
mengetahui keadaan umum
 pasien.
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Pemberian cairan intravena 1. Pemberian cairan sangat
dan nutrisi lewat infus.  penting bagi pasien dengan

21
suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan
 panas tubuh pasien.

Intoleransi Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :


aktivitas tindakan 1. Evaluasi respon pasien 1. Menetapkan kemampuan atau
 berhubungan keperawatan terhadap aktivitas. kebutuhan pasien
dengan  pasien diharapkan Catat laporan dispnea, memudahkan pemilihan
ketidakseimban mampu  peningkatan kelemahan intervensi.
gan antara melakukan atau kelelahan.
suplai dan aktivitas dalam 2. Berikan lingkungan tenang 2. Menurunkan stress dan
kebutuhan  batas yang dan batasi pengunjung rangsanagn berlebihan,
oksigen. ditoleransi selama fase akut sesuai meningkatkan istirahat.
dengan kriteria indikasi.
hasil: 3. Jelaskan pentingnya 3. Tirah baring dipertahankan
 Melaporkan istirahat dalam rencana selama fase akut untuk 
atau  pengobatandan perlunya menurunkan kebutuhan
menunjukan keseimbangan aktivitas dan metabolic, menghemat energy
 peningkatan istirahat. untuk penyembuhan.
toleransi
terhadap 4. Bantu pasien memilih 4. Pasien mungkin nyaman
aktivitas yang  posisi nyaman untuk  dengan kepala tinggi, tidur di
dapat diukur  istirahat. kursi atau menunduk ke depan
dengan adanya meja atau bantal.
dispnea, 5. Bantu aktivitas perawatan 5. Meminimalkan kelelahan dan
kelemahan diri yang diperlukan. membantu
 berlebihan, dan Berikan kemajuan keseimbanagnsuplai dan
tanda vital  peningkatan aktivitas kebutuhan oksigen.
dalam rentan selama fase penyembuhan.
normal.

Risiko tinggi Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :

22
infeksi tindakan 1. Review patologi penyakit 1. Membantu pasien agar mau
 berhubungan keperawatan tidak  fase aktif/tidak aktif, mengerti dan menerima terapi
dengan terjadi  penyebaran infeksi melalui yang diberikan untuk 
 pertahanan  penyebaran/  bronkus pada jaringan mencegah komplikasi.
 primer tidak aktivitas ulang sekitarnya atau aliran darah
adekuat. infeksi, dengan atau sistem limfe dan
kriteria hasil: resiko infeksi melalui
 Mengidentifika  batuk, bersin, meludah,
si intervensi tertawa., ciuman atau
untuk  menyanyi.
mencegah/men 2. Identifikasi orang-orang 2. Orang-orang yang beresiko
urunkan resiko yang beresiko terkena  perlu program terapi obat
 penyebaran infeksi seperti anggota untuk mencegah penyebaran
infeksi. keluarga, teman, orang infeksi.
 Menunjukkan/ dalam satu perkumpulan.
melakukan 3. Anjurkan pasien menutup 3. Kebiasaan ini untuk mencegah
 perubahan pola mulut dan membuang terjadinya penularan infeksi.
hidup untuk  dahak di tempat
meningkatkan  penampungan yang
lingkungan tertutup jika batuk.
yang. aman. 4. Gunakan masker setiap 4. Mengurangi risilio penyebaran
melakukan tindakan. infeksi.
5. Monitor temperatur. 5. Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
6. Identifikasi individu yang 6. Pengetahuan tentang faktor-
 berisiko tinggi untuk  faktor ini membantu pasien
terinfeksi ulang untuk mengubah gaya hidup
Tuberkulosis paru, seperti: dan menghindari/mengurangi
alkoholisme, malnutrisi, keadaan yang lebih buruk.
operasi bypass intestinal,

23
menggunakan obat
 penekan imun/
kortikosteroid, adanya
diabetes melitus, kanker.
7. Tekankan untuk tidak  7. Periode menular dapat terjadi
menghentikan terapi yang hanya 2-3 hari setelah
dijalani.  permulaan kemoterapi jika
sudah terjadi kavitas, resiko,
 penyebaran infeksi dapat
 berlanjut sampai 3 bulan.
Kolaborasi: Kolaborasi :
1. Pemberian terapi INH, 1. INH adalah obat pilihan bagi
etambutol, Rifampisin.  penyakit Tuberkulosis primer 
dikombinasikan dengan obat-
obat lainnya. Pengobatan
 jangka pendek INH dan
Rifampisin selama 9 bulan
dan Etambutol untuk 2 bulan
 pertama.
2. Pemberian terapi 2. Obat-obat sekunder diberikan
Pyrazinamid  jika obat-obat primer sudah
(PZA)/Aldinamide, para- resisten.
amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
3. Monitor sputum BTA. 3. Untuk mengawasi keefektifan
obat dan efeknya serta respon
 pasien terhadap terapi

3.4 Evaluasi
1. Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:
 Mempertahankan jalan napas pasien.

24
 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
 Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
 Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan ti ndakan tepat.
2. Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:
 Melaporkan tidak terjadi dispnea.
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
 Bebas dari gejala distress pernapasan.
3. Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:
 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
4. Dx 4: Nyeri dapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:
 Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
 Pasien tampak rileks
5. DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :
 Suhu tubuh 36°C-37°C.
6. DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi
dengan kriteria evaluasi :
 Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan normal.
7. DX 7 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria
evaluasi:
 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
 penyebaran infeksi.
Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang. aman.

25
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN An.EP DENGAN TUBERCULOSIS PARU
DI RUANG ANAK RSUSD TANAH BUMBU

4.1 PENGKAJIAN
I. Identifikasi Klien
i. Identifikasi klien
 Nama : An.EP
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu benawa simpang empat
Tanggal MRS : 20-09-2012
Tanggal pengkajian : 21-09-2012
Diagnosa medis : Tuberculosis Paru
ii. Identitas Orang Tua
 Nama Ayah : Tn.p
Usia : 45 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar 
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Batu benawa simpang
 Nama Ibu : Ny. S
Usia : 35
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Batu benawa simpang empat

26
II. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Saat MRS : Ibu klien mengatakan anaknya
 batuk terus menerus.
2. Keluhan Saat Pengkajian : Klien mengalami, batuk, sesak dan
anoreksia.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Ibu klien mengtakan anaknya batuk 
selama 1 minggu. Batuk terjadi secara terus menerus disertai
sekret, sehingga anaknya kelelahan. Batuk pasien akan bertambah
 parah pada malam hari. Karena khawatir dengan keadaan anaknya,
ibu pasien membawa pasien ke RSUD Tanah Bumbu.
III. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penyakit yang pernah dialami :
a. Kecelakaan termasuk kecelakaan lahir/persalinan, bila pernah
(jenis dan waktu) : Tidak ada
 b. Operasi (jenis dan waktu) : Tidak ada
c. Penyakit kronis/akut:Klien sering menderita batuk-batuk sejak 
usia 6 tahun kemudian di beri obat dan sembuh.
d. Terakhir kali MRS : Tidak ada
2. Imunisasi
Klien telah mendapat imunisasi yang tidak lengkap
a. BCG : -
 b. Campak : 1 kali
c. DPT : 3 kali
d. Polio : 4 kali
e. Hepatitis : 3 kali
IV. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Penyakit yang di derita kelurga : Ibu mengungkapakan bahwa
sepupu klien menderita TBC sudah 2 bulan dan sudah mulai di
obati.

27
 b. Lingkungan rumah dan komunitas : Ibu klien mengatakan bahwa
klien dan kelurganya tinggal yang tidak padat penduduknya.
Rumah klien tepat didalam gang kecil.
c. Prilaku yang mempengaruhi kesehatan : ibu klien mengatakan
anaknya hanya mau makan telur dan ayam tapi tidak mau makan
sayur.
d. Presepsi kelurga terhadap penyakit : Kelurga klien sangat khawatir 
dengan kondisi yang di derita anaknya.
V. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Klien lahir dengan berat badan dan lahir 3000 gram, lahir langsung
dan menangis, menurut ibu klien selama hamil ibu sering periksa ke
dokter maupun bidan praktek. Klien juga di beri ASI selam 1 tahun dan
din berikan susu formula samapai sekarang.
VI. Pola Akitivitas dan Istrahat
 Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak 
(nafas pendek), demam, menggigil.
 Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak 
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
VII. Pola Nutri-Metabolik 
 Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
 badan.
 Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan
lemak sub kutan.
VIII. Respirasi
 Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
 Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
 paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
 pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris

28
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
 pleural).
IX. Rasa nyaman dan nyeri
 Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
 Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
X. Integritas ego
 Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak 
 berdaya/tak ada harapan.
 Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
XI. Keamanan
 Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
 Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
XII. Interaksi sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
 perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik 
untuk melaksanakan peran.
XIII. Pemeriksaan fisisk 
1. KeadaanUmum
Anak duduk di meja pemeriksaan kesadaran compomentis, anak 
tampak batuk-batuk dan tampak sesak.
a. Kesadaran : Compos mentis
 b. GCS : 4-5-6
c. BB SMRS : 30 Kg
d. BB MRS : 29 Kg
e. TB : 110 cm
2. Tanda-tanda vital
a. TD :110/70 mmHg
 b. HR : 85 x/menit

29
c. RR : 37 x/menit
d. Suhu tubuh : 37,8°C
3. Integumen
 Inspeksi :Kulit sianosis, lesi (-), edema (-), diaphoresis (-),
inflamasi (-), kuku sianosis.
 Palpasi :Akral kering, tekstur kasar, turgor > 2 detik,
nyeritekan (-), tekstur kuku halus, capillary refill time > 2
detik.
4. Kepala
 Inspeksi :Posisi kepala tegak, proporsional, bentuk kepala
sesuai, rambut lurus, tersebar merata dan terpotong pendek.
 Palpasi :tidak ada benjolan, tidak ada krepitasi dan
deformitas, nyeri tekan tidak ada, kulit kepala lembab.
5. Mata
 Inspeksi : Posisi simetris, alis sejajar, daerah orbita normal,
kelopak mata normal, bulu mata normal, konjungtiva
anemis -/-, ikterik -/-, perdarahan -/-, iris simetris, warna
hitam, reflex pupil (+), akomodasi normal ki/ka.
 Palpasi : edema (-), nyeri (-).
6. Telinga
 Inspeksi :posisi sejajar, proporsional, simetris, otorea (-),
kemerahan (-), battle sign (-), serumen (-), tidakkotor.
 Palpasi :tekstur lembut, nyeri tekan (-), pembengkakan (-).
7. Hidung
 Inspeksi :ukuran proporsional, secret (+), bulu hidung
normal, rhinorea (-), perdarahan (-), lesi (-), pernapasan
cuping hidung (-).
 Palpasi :nyeri tekan (-), krepitasi (-).
8. Bibir, mulut dan faring

30
 Inspeksi :warna sianosis, lesi (-), mukosa bibir kering, gigi
utuh bersih, pendarahan gusi (-), lidah bersih, tidak bau
mulut, faring kemerahan.
9. Leher 
 Inspeksi : M. Sternokleidomastoideus simetris, kontraksi (-
), deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran
limfe (-), pembesaran vena jugularis (-), eritema (-).
 Palpasi :posisi trakea pada garis tengah, pembesaran tiroid
(-), nyeri tekan (-), pembesaran limfe (-).
10. Thoraks
 Inspeksi :bentuk normal, simetris, lesi (-), ekspansi dinding
dada tidak simetris, retraksi otot bantu pernafasan berat,
 bentuk mamae simetris, ukuran sama, putting menonjol,
kulit halus, RR 37 x/menit, rasio inspirasi ekspirasi 1:2.
 Palpasi :massa (-), krepitasi (-), deformitas (-), nyeri tekan
(-), ictus cordis teraba di midclavikula sinistra 4-5 ICS,
 pembengkakan (-), emfisema sub kutis (-), fremitus lemah
dekstra sinistra.
 Perkusi :Pekak, batas jantung kiri ICS 2 SL kiri dan 4 SL
kiri, batas kanan ICS 2 SL kanan dan ICS 5 MCL kanan,
 pembesaran jantung (-), pekak.
 Auskultasi : Bunyi ronki kasar pada apek paru ki/ka.
a.Ronki (+)
+ +
- -
- -

 b.Vokal fremitus lemah ki/ka.


11. Abdomen
 Inspeksi :Bentuk rata, penegangan abdomen (-), caput
medusa (-), kulit pruritus, massa (-).

31
 Palpasi : Massa (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
feses tidak teraba, VU tidak teraba, nyeritekan (-)
 padasemuaregio.
- - -
- - -
- - -

 Perkusi : Timpani.
 Auskultasi : Bising usus 3 x/menit.
12. Inguinal-Genitalia-Anus
 Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh
limfe tidak ada, tidak ada hemoroid, warna feses kuning lembek,
urine kuning bening.
13. Ekstremitas
 Inspeksi :garis anatomi lurus, persendian normal, eritema (-
).
 Palpasi :kekuatan tendon (+), nyeri tekan (-), krepitasi (-),
deformitas (-).
 Pergerakan normal, kekuatan otot 5/5.

5 5

5 5

14. Persyarafan
Pasien dalam keadaan compos mentis, kaku kuduk (-).
15. ReflekS
Biceps :+, tricep : +, patella : +babinski : +

32
XIV. Prosedur Diagnostik dan Pengobatan
1. Labotorium
 No. Hari/Tgl Jenis Katrgori normal Hasil
Pemriksaan  pemeriksaan
1. Minggu, Pemeriksaan
21-09-12 darah :
Albumin 3,5-5,0 g/dl 3,0 g/dl
BUN 10-30 mg/dl 7 mg/dl
Karbon 20-30 mEq/L 60 mEq/L
dioksida
 Natrium 135-145 mEq/L 130 mEq/L
Eritrosit 4,5-6,0 juta/mm3 4,7 juta/mm3
Hb 13,5-18,0 g/dl 13 g/dl
Leukosit 5000-10000/mm3 12000/mm3
Tes Kulit :
Mantoux  Negatif  Positif 

XV. Analisa Data


 Nama klien : An. EP
Umur : 7 tahun
Ruang : Anak 
 No. Tanggal Analisa Data Problem Etiologi
1. 21-09-2012 Data Subjektif : Ketidak  Respon imun
Ibu klien mengatakan efektifan menurun
anaknya batuk terus-  bersihan ↓
menerus selam 1  jalan Pembentukan
minggu nafas. sputum dan
Data Objektif : sekret
TTV : ↓

33
- TD 110/70 mmHg Penumpukan
- HR 85x/menit secret
- RR 37x/memit
- Suhu 37,8 0C
Keadaan umum :
- Sesak (+)
- Batuk (+), sekret
(+).
2. Data Subjektif : Gangguan Sesak napas
 _   pertukaran ↓
Data Objektif : gas Sianosis
- Takipnea (+) ↓
- RR : 37 x/menit Hipoksia
- Ronki (+)
+ +
- -
- -

- Membran mukosa
dan kuku sianosis
- Fremitus lemah
ki/ka
- Karbon dioksida
darah : 60 mEq/L
3. Data Subjektif : Gangguan Repon tubuh
Ibu klien mengtakan keseimban menurun
anaknya tidak mau gan nutrisi ↓
makan kurang Batuk refleks
Data Objektif : dari muntah
- Turgor kulit > 2 kebutuhan ↓

34

Anda mungkin juga menyukai