Kelompok 6
Makassar 2019
Kasus 1
Terorisme adalah suatu tindakan yang melibatkan unsur kekerasan sehingga menimbulkan efek
bahaya bagi kehidupan manusia dan melanggar hukum pidana dengan bentuk mengintimidasi
atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-bagiannya untuk memaksakan
tujuan sosial politik seperti pertentangan agama, ideologi dan etnis, kesenjangan ekonomi dan
perbedaan pandangan politik.
Saat ini penggunaan internet sangat disukai oleh para teroris karena dapat berdampak luas
dan cepat. Kapolda Bali, Petrus R Golose memperkenalkan Teori 9P guna menjelaskan
penggunaan internet untuk keperluan terorisme. Teorinya tersebut dituliskan dalam buku Invasi
Terorisme ke Cyberspace.
2. Perekrutan, yaitu aktivitas kelompok teror untuk menarik pengikut atau anggota baru
yang dilakukan secara cyberspace, baik dari dalam maupun luar negeri. Proses
perekrutan ini banyak dijumpai pada Telegram.
3. Pendanaan, yaitu proses penggalangan dana dengan melalui media sosial untuk
kepentingan kelompok teror. Misalnya melalui modus sodaqoh dan infaq yang meliputi
menyediakan, menggunakan, meminjamkan, dan menerima. Kasus ini banyak ditemui
pada Telegram.
4. Penyediaan Logistik, yaitu aktivitas teroris dalam pembekalan yang dilakukan baik
secara konvensional maupun memanfaatkan ruang siber untuk memenuhi perlengkapan
aktivitas teroris seperti senjata api dan bahan peledak.
5. Pembentukan Paramiliter Secara Melawan Hukum, yaitu kegiatan mengajak,
mengumpulkan beberapa orang, memobilisasi, melengkapi, mempersenjatai, dan
mendanai sehingga sekumpulan orang tersebut dapat memiliki keterampilan militer dan
mempunyai kemampuan untuk melakukan serangan teroris.
Fokus Kasus:
Dapat dilihat dari kasus ini bahwa, jaringan terorisme sangatlah luas, dengan era yang
serba digital, teroris dapat dengan mudah mengakses apa saja dan berkomunikasi satu sama lain
dimana saja dan kapan saja, bahkan dapat tidak terdeteksi. Layanan e – commerce dapat
memperjual belikan barang – barang apa saja tanpa adanya filter yang dapat ditemukan pada
beberapa toko online atau situs tertentu dimana siapa saja dapat membeli, memesan dan
privasinya terjaga sehingga membuat hal tersebut susah untuk dideteksi. Tidak hanya e –
commerce, target mereka juga dapat berupa hal – hal lain, seperti merekrut, menyebarkan
kebencian, kebohonga dan terror, dll. Namun, segi positifnya adalah, karena era saat ini
semuanya serba digital, maka rekam jejak para teroris pun dapat dilacak Ketika mereka
bertransaksi ataupun mengakses internet.
Dengan adanya kasus diatas, maka solusi yang bisa kami dapatkan untuk mencegah atau
mengatasi terorisme digital adalah:
Pertama, melindungi kelompok masyarakat rentan, khususnya perempuan dan pemuda,
dari ideologi radikal yang disebarkan melalui internet. Dalam kaitan ini, negara-negara perlu
memberdayakan perempuan dan pemuda dalam rangka memerangi terorisme.
Kasus 2
Jimson Marloanto(1961014)
Kasus Hacker pencurian BANSOS AS oleh 2 WNI dan 1 WNA 1 Maret 2021
Kedua pelaku berinisial SFR dan MZM, Bukan hanya dua orang hacker Indonesia tersebut,
kasus ini juga melibatkan seorang warga negara India berinisial S, yang kini masuk ke dalam
DPO (Daftar Pencarian Orang). Modus dari kedua hacker SFR dan MZM ini dalam melakukan
pencurian bansos Covid 19 tersebut adalah membuat sebuah situs palsu dengan cara otidadak
yang desain dan isinya sangat mirip dengan website resmi milik pemerintah Amerika Serikat.
Kedua tersangka tersebut berinisial SFR (penyebar scampage) dan MZM (pembuat scampage)
kemudian korban mengisi data pribadinya ke dalam scam page/website palsu, khususnya Warga
Negara Amerika. Data pribadi milik warga negara AS yang telah didapatkan oleh tersangka SFR
dan telah diberikan kepada S lewat percakapan WhatsApp dan Telegram sekitar 30.000 data.
Uang yang dihasilkan dari kasus ini bisa mencapai 60 juta dolar AS atau sekitar Rp 871 miliar.
Keuntungan yang telah diterima oleh tersangka SFR selama melakukan perbuatan tersebut
kurang lebih sebesar 30.000 dolar AS atau sekitar Rp 420.000.000. Sementara MZM
mendapatkan Rp 60.000.000. Diketahui bahwa keuntungan yang didapatkan kedua pelaku
cybercrime tersebut berupa Bitcoin yang bisa dikonversikan ke rupiah, yang diberikan oleh
tersangka S. Sederhananya, otak dari aksi kejahatan siber ini adalah S.
Analisa masalah
Karena kurangnya pengetahuan sebagian besar masyarkat kita akan manfaat internet,
yang terjadi justru bukan pemanfaatan internet sebagai sarana informating ataupun reformating
melainkan hanya sebatas menggunakannya sebagai sarana hiburan. Sehingga internet bukan lagi
menjadi sebuah enlightening technology tetapi justru dianggap sebagai penyebab turunnya moral
bangsa, sebagai bukti dapat kita lihat dengan maraknya bisnis 'gelap' melalui internet. Sedangkan
bagi sebagian computer intelectual internet justru disalahgunakan sebagai sarana untuk
memperoleh keuntungan yang menyebabkan kerugian bagi orang lain yang terkenal dengan
istilah cyber crime.Untuk itu memang masih diperlukan berbagai upaya untuk dapat mencapai
tahapan industri internet yang matang (the Mature Market).
Solusi
Paling tidak ada dua macam upaya mendasar yang perlu dilakukan yaitu yang pertama
melakukan edukasi pasar yang cenderung dilakukan masyarakat internet itu sendiri. Pendidikan
ini mencakup pemahaman terhadap teknologi dan macam pelayanan yang diberikan sampai
dengan pengetahuan menjadi trouble shooter. Yang kedua adalah mengupayakan biaya rendah
dan kemudahan serta keragaman mendapatkan pelayanan bagi setiap pemakai internet, mulai
dari pengadaan infrastruktur sampai dengan yang berkaitan dengan software dan hardware.
Sehingga apabila hal ini bisa dicapai maka diharapkan bangsa Indonesia akan lebih siap lagi
dalam menghadapi era persaingan bebas dan globalisasi.
Meskipun begitu ada upaya untuk memperluas pengertian komputer agar dapat
melingkupi segala kejahatan di internet. 1) Cyber Sabotage and Extortion. Kejahatan ini
dilakukan dengan membuat gangguan, pengrusakan atau penghancuran terhadap suatu data,
program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. 2) Offense
against Intellectual Property Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual
yang dimiliki pihak lain di internet. 3) Infringements of Privacy. Kejahatan ini biasanya
ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang
tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui orang lain maka dapat merugikan korban
baik secara materiil maupun immateriil.
Hukum, di Indonesia masih banyak yang belum disesuaikan dengan perkembangan Iptek,
terutama yang berkaitan dengan tindak pidana. Penegakan hukum di Indonesia sangat kurang
dalam upaya mengantisipasi kejahatan maya seperti dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa
dan Amerika Serikat. Kesulitan yang dialami adalah pada perangkat hukum atau undang-undang
teknologi informasi dan telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia masih
ragu-ragu dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan mayantara yang
bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
Daftar Pustaka
Sumber:
https://aptika.kominfo.go.id/2019/05/waspada-serangan-terorisme-di-cyber-space-dengan-teori-
9p/
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/09/23/15083381/terduga-teroris-di-cilincing-beli-
bahan-pembuat-bom-secara-online
https://kabar24.bisnis.com/read/20180515/19/795119/3-cara-mencegah-penyalahgunaan-
internet-oleh-teroris
Hacker :
https://kumparan.com/kumparantech/kronologi-2-hacker-indonesia-curi-dana-bansos-covid-di-
as-hingga-rp-871-miliar-1vZFkIyicei/full
https://media.neliti.com/media/publications/4639-ID-hacker-dalam-perspektif-hukum-
indonesia.pdf
https://www.dewaweb.com/blog/cara-melindungi-website-dari-hacker/
https://tekno.kompas.com/read/2021/04/16/12050027/scammer-indonesia-curi-rp-875-miliar-
dari-bansos-covid-19-amerika?page=all