Anda di halaman 1dari 2

Kejahatan siber atau kerap dikenal dengan cyber crime merupakan tindak perilaku kejahatan

berbasis komputer dan jaringan internet. Pelaku dari kejahatan siber biasanya akan meretas sistem
untuk memperoleh data korban yang bersifat privasi. Terdapat berbagai jenis tindak kejahatan siber.
Berikut empat jenis tindak kejahatan siber:

1. Penipuan Phising
Seperti namanya, phising yang dapat diartikan pelaku “memancing” para korbannya untuk
memberikan identitas dan informasi pribadi. Banyak orang yang tak sadar sedang terkena
penipuan phising karena pelaku yang pintar berbicara dengan “memancing” pertanyaan-
pertanyaan jebakan kepada korban.

2. Peretasan
Peretasan merupakan upaya menyusup kepada sistem komputer tanpa izin. Beberapa hal
yang biasa dilakukan para peretas yaitu membobol sistem, mencuri data pribadi, dan data
keuangan, seperti kasus pinjol illegal yang membocorkan data peminjam lalu melakukan
penyebaran dan pengancaman.

3. Cyber Stalking
Cyber Stalking atau Penguntitan siber merupakan penggunaan internet dan teknologi
lainnya untuk menguntit atau meneror korban. penguntit akan melakukan sesuatu secara
berulang-ulang. Selain membuat korban merasa terganggu, perilaku penguntit tersebut
dapat pula membahayakan nyawa korban.

4. Cyber Bullying
Cyber Bullying merupakan perundungan atau penindasan yang dilakukan
secara online melalui internet dan teknologi lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada kolom
komentar di berbagai media sosial.

Banyaknya jenis kejahatan siber yang ada, membuat kita harus lebih waspada serta bijak dalam
menggunakan media internet. Terlebih pelaku kejahatan siber tidak pandang bulu, sehingga siapa
saja dapat menjadi korban kejahatan siber.

Berbicara mengenai internet tentu tidak lepas dengan aktivisme yang semakin gencar
di dalamnya. Aktivisme di ranah digital atau dunia maya sebaiknya harus beriringan
dengan aktivisme di dunia nyata karena masih banyak yang belum terakses dengan
teknologi digital, meskipun memang dunia maya dapat memberikan banyak
keunggulan pada perkembangan aktivisme.
Selain itu, aktivisme digital bagi perempuan juga sangat dibutuhkan dengan adanya
bias gender atau ketimpangan kesetaraan dalam berinternet.
Secara tren, isu hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan lingkungan mendominasi
aktivisme digital organisasi gerakan sosial, dengan publik dan pemerintah sebagai
sasaran utama. Berdasarkan bentuknya, berbagi tips dan informasi dan protes daring
adalah aktivisme digital yang paling banyak ditemukan. Bentuk aktivisme digital yang
lebih agresif dan berisiko hanya dilakukan oleh sedikit organisasi masyarakat sipil.
Pilihan ini tidak terlepas dari lanskap risiko aktivisme digital di Indonesia saat ini,
misalnya risiko hukum dijerat dengan UU ITE atau KUHP, risiko serangan digital,
ataupun seperti buzzer dan pasukan siber, yang bisa mendelegitimasi gerakan dan
organisasi.
Era digital sudah menjadi realitas kehidupan bagi manusia di zaman ini. Melalui
teknologi dan informasi, terbuka sebuah ruang-ruang maya baru yang memudahkan
interaksi manusia. Lebih dari itu, ruang digital juga menjadi pencetak pengetahuan
dan penyebar informasi yang sangat cepat dan masif. Meskipun tampak seperti ruang
yang menjamin kebebasan tiap penggunanya, ternyata ruang digital tak selamanya
ramah bagi perempuan.
Dampak positif dari digitalisasi, salah satunya adalah optimisme besar bahwa
perkembangan teknologi informasi dapat membawa dampak positif pada
pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Salah satunya, internet
memudahkan gerakan aktivisme mendukung kesetaraan gender. Banyak sekali
peluang-peluang emansipatoris—peluang untuk mentransformasi sosial dengan
kesetaraan gender—dengan kemajuan teknologi informasi ini.

Anda mungkin juga menyukai