Anda di halaman 1dari 97

BAB I

PENGANTAR EKONOMI REKAYASA

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan definisi
Ilmu Ekonomi secara umum dan Ilmu Ekonomi Rekayasa, serta dapat
menyebutkan peran ekonomi rekayasa dalam suatu proyek konstruksi.
1.1 PENGERTIAN ILMU EKONOMI
Ilmu Ekonomi pertama kali dipelajari oleh Bapak Ilmu Ekonomi yaitu
Adam Smith yang ditulis kira-kira pada abad ke-18. Kata ekonomi berasal dari
Bahasa Yunani, yaitu Oikos dan Nomos. Oikos berarti rumah, dan Nomos berarti
tangga. Jadi menurut etimologinya, ekonomi berarti peraturan rumah tangga
dalam arti yang luas, sedang dalam arti sempitnya adalah setiap bentuk kerjasama
yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi yaitu berusaha untuk mendapatkan
hasil yang sebanyak-banyaknya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
Secara tidak formal, ilmu ekonomi lahir bersamaan dengan diturunkannya
manusia ke bumi yaitu seiring dengan adanya kebutuhan-kebutuhan manusia akan
sandang, pangan, dan papan dimana dalam penuhannya akan berkaitan dengan
masalah ekonomi. Perkembangan ilmu ekonomi manusia menurut George
Frederich List (1789-1846) yaitu dimulai dari tahap perburuan hingga tahap
industri serta perniagaan internasional, dan sekarang sudah merambah ke berbagai
bidang yang salah satunya adalah di bidang industry konstruksi.
Pada dasarnya ilmu ekonomi ini bersifat kompleks. Banyak sekali faktor
yang terkait di dalamnya, dimana semuanya harus dipertimbangkan dan
diperhitungkan. Manusia sebagai mahluk ekonomi memiliki kecenderungan
tidak  pernah merasa puas akan apa yang telah diperolehnya dan senantiasa
berusaha terus untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan selalu mempertim-
bangkan perngorbanan dan manfaat dari tindakan yang dilakukan. Sehingga
penting bagi manusia untuk mengetahui tentang ilmu ekonomi yang berkaitan erat
dengan aktivitas manusia.

1
Menurut Profesor Anthony Samuelson seorang ahli ekonomi dari
Massachusetts Institute of Technology (MIT) ilmu ekonomi adalah suatu studi
mengenai kegiatan-kegiatan yang dengan atau tanpa menggunakan uang,
bagaimana orang menentukan pilihan yang tepat untuk memanfaatkan sumber-
sumber produktif yang langka dan terbatas jumlahnya (tanah, tenaga kerja, mesin,
dan pengetahuan teknik) untuk menghasilkan berbagai barang serta
mendistribusikannya kepada masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari agar
mendapat dan menikmati kehidupan yang lebih baik.
Sebenarnya banyak sumber, orang atau para ahli yang telah memiliki
definisi sendiri mengenai ekonomi, sehingga sangatlah sukar untuk membuat
definisi yang akan memberikan gambaran yang tepat mengenai analisis-analisis
yang diliputi oleh ilmu ekonomi. Dari beberapa definisi dapat diringkas bahwa
ilmu ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas
manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, konsumsi
barang dan jasa.
1.2 JENIS-JENIS EKONOMI
Secara umum ekonomi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Ekonomi mikro, yaitu bagian dari ilmu ekonomi yang membahas/
menganalisa kegiatan ekonomis secara kesatuan unit, misalnya ekonomi
rumah tangga, perdagangan, perusahaan, dan lain-lain.
2. Ekonomi makro, yaitu bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari
mekanisme bekerjanya perekonomian sebagai suatu keseluruhan, misalnya:
perekonomian nasional atau internasional, dan lain-lain.
Pada perekonomian makro biasanya pemerintah melakukan kerjasama
dengan tujuan ingin mencapai suatu keadaan perekonomian yang ideal yang
indikasinya antara lain adalah:
1. Tingkat pendapatan nasional cukup tinggi
2. Keadaan perekonomian yang stabil
3. Tingkat kesempatan kerja yang luas
Dalam semua bentuk ekonomi dapat dilihat bahwa perekonomian sangat
berkaitan dengan alokasi optimum dari faktor yang langka, misalnya tanah, tenaga

2
kerja, permasalahan dan lain sebagainya yang kesemuanya merupakan sarana
untuk mencapai tujuan dalam suatu usaha atau perekonomian. Selain itu, perlu
diperhatikan beberapa masalah dasar dalam suatu usaha/perusahaan, antara lain
adalah:
1. Jenis dan jumlah dari berbagai komoditi/barang yang diproduksi
2. Cara pembuatannya
3. Cara pemasarannya
Terdapat pengaruh lain dari kebijaksanaan pemerintah suatu negara yang
juga harus diperhatikan, sehingga dalam sistem perekonomian dalam suatu usaha
dikenal:
1. Ekonomi terikat: dimana semua kegiatan ekonomi harus mengikuti instruksi
atau peraturan-peraturan pemerintah Negara yang bersangkutan.
2. Ekonomi bebas: dimana semua kegiatan ekonomi tidak dipengaruhi oleh
pemerintah
Pada umumnya sistem ekonomi yang dijalankan oleh suatu negara terletak
diantara kedua sistem diatas, demikian pula di Indonesia.

1.3 PENGERTIAN ILMU EKONOMI REKAYASA

Perkembangan ilmu ekonomi di industri konstruksi melahirkan istilah baru


berupa Ekonomi Teknik dan berkembang lagi menjadi Ekonomi Rekayasa.
Berkembangnya ilmu Ekonomi Rekayasa selaras dengan kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan. Ilmu Ekonomi Rekayasa sudah merupakan disiplin ilmu
tersendiri yang pada pertengahan abad ke-20 mulai diajarkan di perguruan-
perguruan tinggi maupun kepada para engineer. Dalam tugasnya sehari-hari,
seorang engineer akan selalu berhadapan pada dua masalah penting yaitu physical
efficiency dan economic efficiency.
Ilmu Ekonomi Rekayasa merupakan pengetahuan penunjang bagi engineer
atau Sarjana Teknik Sipil, yang mempelajari teknik-teknik analisa dalam
pengambilan keputusan dan pemilihan-pemilihan alternatif terbaik (paling

3
ekonomis) yang secara teknis telah memenuhi syarat. Alternatif tersebut dapat
berupa rancangan teknis, metode pelaksanaan, rencana investasi, dan lain-lain.
Analisa ekonomi lebih cocok jika diterapkan pada proyek berskala besar
dan kompleks dengan jangka waktu penyelesaian proyek yang lama (multi years)
karena ada pengaruh waktu terhadap nilai uang yang nantinya akan dikonversi
dalam bentuk bunga uang. Analisa ekonomi banyak dipergunakan pada waktu
melakukan studi kelayakan Analisa ekonomi dilakukan bertujuan untuk
membantu dalam pengambilan keputusan yang optimum sehingga penggunaan
dana menjadi ekonomis dan pendapatan yang akan diperoleh menjadi maksimum.
Oleh karena itu analisa ekonomi perlu dilakukan sebelum keputusan diambil,
sehingga segala tindakan yang akan dilakukan sudah betul-betul dievaluasi dan
layak secara ekonomi disamping layak terhadap aspek lainnya.

4
BAB II
MEKANISME PASAR

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme
harga dalam suatu sistem perekonomian yang dipengaruhi oleh tingkat permintaan
dan penawaran, dan dapat menentukan tingkat elastisitas harga dari permintaan
dan penawaran untuk menentukan harga pasar yang akan terbentuk dalam
mekanisme pasar.

2.1 MEKANISME HARGA

Mekanisme harga akan terlihat secara jelas dalam sistem ekonomi bebas
yang memiliki banyak pilihan. Produsen bebas menentukan harga dan jumlah
produksinya, Pengusaha bebas menentukan jenis usaha dan harganya, konsumen
juga bebas menentukan jenis permintaan dengan harga seberapa mampu untuk
membelinya. Konsumen juga sebagai pemilik faktor-faktor produksi seperti
tenaga kerja, modal, tanah, dan manajemen, sehingga keseluruhan sistem akan
membentuk suatu siklus seperti gambar 2.1.
Produsen

Pem- Pem-
Supply faktor-faktor produksi bayaran bayaran Hasil produksi barang/jasa
untuk untuk
faktor barang /
yang di- jasa
supply yang
dibeli

Konsumen/Pemilik faktor-faktor produksi

Gambar 2. 1 Interaksi Produsen dan Konsumen

5
Tiap barang dan faktor produksi mempunyai harga. Yang dimaksud
dengan harga adalah suatu tingkat dari barang untuk ditukar dengan suatu barang
yang lain. Suatu barang mempunyai harga karena barang tersebut berguna dan
langka artinya jumlah barang yang tersedia lebih sedikit daripada jumlah barang
yang diperlukan. Harga suatu barang ditentukan oleh adanya interaksi antara
permintaan dan penawaran di pasar. Dalam ilmu ekonomi yang dimaksud dengan
pasar adalah organisasi dimana pembeli dan penjual suatu barang dipertemukan.

2.2 PERMINTAAN

Secara umum keseimbangan harga akan tercapai karena adanya interaksi


antara permintaan (demand) dan penawaran (supply). Permintaan didefinisikan
sebagai jumlah barang atau jasa yang dibeli oleh seorang atau sekelompok orang
(masyarakat) dengan harga tertentu dan pada waktu tertentu. Permintaan biasanya
dinyatakan dengan suatu kurva dengan asumsi bahwa semua harga tetap dan
konsumen mempunyai pendapatan tertentu. Penyajian secara grafis dari kurva
permintaan secara umum sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.2.

Harga

Jumlah Permintaan

Gambar 2.2 Kurva Permintaan

Pada umumnya jumlah permintaan berbanding terbalik dengan harga.


Makin tinggi harga suatu barang makin sedikit jumlah permintaan, demikian juga
sebaliknya. Tentu saja hal ini harus dinyatakan pada suatu periode tertentu, sebab
dengan berlalunya waktu maka tingkat harga tersebut cenderung mengalami
kenaikan atau penurunan dengan sendirinya. Dengan demikian kurva permintaan
merupakan kurva hubungan antara harga dan jumlah yang diminta.

6
Beberapa hal yang dapat mengakibatkan perubahan permintaan adalah :
1. Adanya barang atau produk pengganti
2. Perubahan gaji (Income)
3. Perubahan mode atau selera
4. Masuknya teknologi baru
5. Perubahan penduduk
6. Pajak-pajak dan distribusi pendapatan

Tingkat harga yang cenderung mengalami kenaikan atau penurunan dengan


sendirinya akan menentukan tingkat elastisitas harga dari permintaan. Elastistas
harga dari permintaan (e) adalah prosentase perubahan jumlah barang yang
diminta dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat adanya prosentase perubahan
harga barang yang bersangkutan. Nilai elastisitas harga dihitung berdasarkan
rumus 2.1.

% Perubahanper min taan dQ dP (2.1)


e  :
% Perubahanh arg a Q P

Dimana :
e : koefesien elastsitas harga
P : harga barang
dP : perubahan harga
Q : jumlah barang yang diminta
dQ : perubahan jumlah barang yang diminta

Pengelompokan nilai elastisitas permintaan sebagai berikut:


1. Bila e > 1, barang yang bersangkutan disebut barang elastis
Pada umumnya barang-barang yang termasuk barang elastik adalah barang
mewah dan bukan merupakan kebutuhan dasar. Contohnya mobil, televisi,
mebel mewah, dan lain-lain. Dalam hal ini, penurunan harga (P) akan berakibat
peningkatan volume penjualan barang (Q) sehingga hasil penjualan total
(Revenues) bertambah besar jika dibandingkan jumlah penjualan sebelum
penurunan harga. Ilustrasi ini dapat dirumuskan seperti persamaan 2.2.

7
(P - ∆P) (Q + ∆Q) > P.Q e>1 (2.2)
Jika terjadi kenaikan harga maka akan terjadi penurunan jumlah permintaan.
Nilai elastisitas permintaan juga sama yaitu e > 1. Ilustrasi ini dapat
dirumuskan seperti persamaan 2.3.
(P + ∆P) (Q - ∆Q) > P.Q e>1 (2.3)
2. Bila e < 1, barang yang bersangkutan disebut barang inelastis
Pada umumnya barang-barang yang termasuk barang inelastis adalah barang
yang termasuk golongan kebutuhan dasar (sederhana) seperti beras, pakaian,
perumahan, dan lain-lain. Dalam hal ini penurunan harga (P) akan berakibat
peningkatan volume penjualan (Q), tetapi hasil penjualan total kurang dari
penjualan sebelum ada penurunan harga. Ilustrasi ini dapat dirumuskan seperti
persamaan 2.4.
(P - ∆P) (Q + ∆Q) < P.Q e<1 (2.4)
Jika terjadi kenaikan harga maka akan terjadi penurunan jumlah permintaan.
Nilai elastisitas permintaan juga sama yaitu e < 1. Ilustrasi ini dapat
dirumuskan seperti persamaan 2.5.
(P + ∆P) (Q - ∆Q) < P.Q e<1 (2.5)

3. Bila e = 1, disebut barang unitary elastic


Pada umumnya barang-barang yang termasuk barang unitary elastic adalah
barang-barang yang merupakan barang batas antara yang elastis dan inelastis.
Dalam hal ini seorang analisis proyek harus mempunyai persepsi yang jelas,
apakah barang tersebut termasuk kedalam kategori elastisitas harga yang mana
yang akan dihasilkan, apakah termasuk barang lux, kebutuhan dasar atau
diantaranya (barang batas). Hal ini tentunya akan dipengaruhi juga oleh tingkat
sosial masyarakat. Pada barang dengan sifat Unitary Elastic, jika terjadi
penurunan harga (P) akan membawa peningkatan volume penjualan (Q), tetapi
hasil penjualan total tetap sama dengan sebelum ada penurunan. Ilustrasi ini
dapat dirumuskan seperti persamaan 2.6.
(P - ∆P) (Q + ∆Q) = P.Q e=1 (2.6)

8
Jika terjadi kenaikan harga maka akan terjadi penurunan jumlah permintaan.
Nilai elastisitas permintaan juga sama yaitu e = 1. Ilustrasi ini dapat
dirumuskan seperti persamaan 2.7.
(P + ∆P) (Q - ∆Q) < P.Q e<1 (2.7)

2.3 PENAWARAN
Penawaran dapat didefinisikan sebagai jumlah barang atau jasa yang
disediakan oleh produsen per satuan waktu dengan harga tertentu. Kurva
penawaran adalah kurva yang menunjukkan bagaimana pengaruh perubahan harga
terhadap jumlah yang ditawarkan. Secara umum kurva penawaran seperti
ditunjukkan pada gambar 2.3.

P
Harga

Q Jumlah

Gambar 2.3 Kurva Penawaran

Analisis terhadap kurva penawaran harus ditinjau dari sisi produsen. Jika
harga penjualan dapat lebih tinggi, maka keuntungan produsen akan lebih banyak
sehingga produsen cenderung meningkatkan jumlah produksinya. Beberapa hal
yang dapat mengakibatkan perubahan tingkat penawaran, antara lain :
1. Perubahan harga faktor produksi
2. Hasil produksi yang dipengaruhi oleh iklan dan cuaca
3. Masuknya teknologi baru
4. Pajak dan subsidi
2.4 HARGA PASAR

Keseimbangan harga akan tercapai dengan adanya interaksi antara


permintaan dan penawaran. Kurva permintaan dan penawaran untuk suatu barang

9
dapat digambarkan dalam satu diagram untuk menunjukkan kekuatan-kekuatan
harga pasar. Harga yang terbentuk oleh permintaan dan penawaran disebut harga
obyektif dan harga keseimbangan atau disebut dengan harga pasar. Karena pada
harga obyektif tersebut terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran,
sebagaimana terlihat pada kurva 2.4.

Harga Kurva Permintaan


Kurva Penawaran

P E = Equilibrium

Q Jumlah

Gambar 2.4 Kurva Harga Pasar

Pada gambar 2.4, harga terbentuk dari pertemuan P dan Q dimana


permintaan dan penawaran berpotongan pada titik E (Equilibrium) yang
menghasilkan jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang
ditawarkan (permintaan = penawaran). Hal ini berarti bahwa pembeli dan penjual
atau konsumen dan produsen sudah sepakat atas harga barang yang dibeli dan
yang dijual.
Jika penawaran melampaui kebutuhan maka barang akan menumpuk di
gudang, dan permintaan terpaksa menurunkan harga barang agar dapat terjual
dengan cepat. Sebaliknya jika kebutuhan melampaui penawaran maka barang
menjadi langka, dan konsumen akan berusaha mendapatkan barang tersebut
walaupun harus membayar harga yang lebih tinggi.

2.5 ORGANISASI PASAR

10
Pasar merupakan tempat pertemuan antara pembeli dan penjual atau tempat
pertemuan antara permintaan dan penawaran. Secara harfiah pasar merupakan
suatu tempat dimana barang-barang dibeli dan dijual. Dengan demikian pasar
dapat didefinisikan sebagai proses yang digunakan oleh pembeli dan penjual
untuk berhubungan dalam menentukan harga dan jumlah barang. Keadaan pasar
ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu tingkat konsentrasi (pemusatan) penjual dan
tingkat konsentrasi pembeli.
Pasar yang mengandung banyak penjual cenderung lebih kompetitif
dibandingkan dengan pasar yang mengandung sedikit penjual. Bentuk atau model
pasar sebenarnya sangat bervariasi, namun bentuk yang utama hanya ada empat
model, yaitu :
1. Persaingan Murni (Kompetisi Sempurna)
Bentuk pasar seperti ini dapat terjadi jika kondisi penjual sedemikian rupa
sehingga tidak satupun penjual yang mempengaruhi pasar. Ciri-cirinya antara
lain sebagai berikut :
a. Jumlah produsen relatif banyak sedangkan pembelinya lebih sedikit
dibandingkan dengan banyaknya industri/produk/pasar.
b. Produknya homogen, tidak bisa dibedakan antara produk satu perusahaan
dengan produk perusahaan lain.
c. Tidak ada hambatan untuk masuk maupun keluar pasar setiap saat.
d. Karena produknya tergolong homogen, maka tidak ada persaingan
promosi, iklan maupun advertasi.

2. Monopoli Murni
Pasar monopoli artinya penjual tunggal. Oleh karena itu, penjual dapat
mempengaruhi pasar dengan mengendalikan harga atau jumlah barang (tetapi
tidak kedua-duanya).

3. Persaingan Monopolistik
Model ini terletak diantara 2 bentuk ekstrim persaingan murni dan monopoli
murni. Ciri-cirinya antara lain sebagai berikut :

11
a. Jumlah penjual/produsen cukup banyak, tetapi tidak sebanyak pada
bentuk persaingan murni. Kondisi produsen cukup kecil dibandingkan
dengan out put.
b. Terdapat diferensiasi produk, termasuk dalam hal pembukuan, iklan,
servis, model, dan lain-lain.
c. Penjual/produsen dalam batas-batas tertentu mengendalikan harga
produknya.
d. Masuk ke dalam industri persaingan monopolistik umumnya relatif
mudah namun masih lebih sulit dibandingkan dengan pasar persaingan
murni.
e. Karena produknya diferensiasi (produk yang dibedakan), maka industri
ini persaingannya lebih bersifat kwalitas, tergantung iklan, dan
pelayanan.

4. Pasar Persaingan Oligopoli


Model ini mengandung variasi yang cukup luas dibandingkan tiga bentuk
pasar yang telah dikemukakan sebelumnya. Ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Hanya ada sejumlah kecil atau beberapa yang mendominasi pasar
produk tersebut.
b. Karena pengendalian atas harga dan saling ketergantungan dari para
produsen besar, maka kemungkinan besar dapat terjadi perang harga.
c. Terdapat rintangan cukup berat untuk masuk pasar/industri Oligopoli.
d. Persaingan melalui media iklan sangat kuat.
2.6 PENGARUH DALAM MEKANISME PASAR

Analisa permintaan dan penawaran barang, tidak hanya berguna bagi


pengusaha saja akan tetapi pada hampir seluruh aspek ekonomi terutama
perekonomian suatu negara. Dengan diperolehnya hasil analisis dari permintaan
barang dan penawarannya, maka pemerintah akan dapat mengambil suatu
kebijaksanaan, memberikan pengarahan dan melakukan pengendalian terhadap
beberapa hal berikut, yaitu perusahaan dalam menentukan barang yang

12
diproduksi, konsumen dalam menentukan pilihan barang yang dibeli, importir dan
eksportir, petani dan pengolah hasil pertanian, dan lain sebagainya.
Dalam mengendalikan mekanisme pasar, pemerintah dapat menetapkan
beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme pasar yaitu pajak, subsidi, dan
harga dasar yang masing-masing dijabarkan sebagai berikut:
1. Pajak
Pajak adalah suatu kewajiban bagi masyarakat untuk membayar dalam
sejumlah tertentu kepada negara/pemerintah atas kepemilikan barang/jasa.
Pengaruh pajak terhadap mekanisme pasar adalah:
a. Bagi produsen, pajak dapat menaikkan harga jual
b. Bagi konsumen, efek dari kenaikan harga barang akan mengakibatkan
timbul kecenderungan konsumen untuk menurunkan jumlah permintaan.

2. Subsidi
Subsidi adalah kebalikan dari pajak, artinya pemerintah membantu biaya
dalam jumlah tertentu atas kepemilikan barang/jasa yang diproduksi. Subsidi
adalah salah satu alat pengendali perekonomian negara, karena kestabilan
suatu negara dipengaruhi oleh kestabilan perekonomiannya. Memang
pengaruh subsidi terhadap mekanisme pasar tidak begitu terasa bila
dibandingkan dengan pengaruh pajak, tetapi secara nasional pengaruh subsidi
dapat dirasakan oleh masyarakat. Dengan adanya subsidi, maka harga
barang/jasa menjadi lebih murah. Sehingga subsidi dapat membantu
memecahkan masalah ekonomi.

3. Harga Dasar
Harga dasar di Indonesia ditetapkan oleh negara sesuai dengan UUD 45 (pasal
33), bahwa cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara. Contoh: harga barang/kebutuhan pokok sepenuhnya
dikendalikan oleh negara.

13
BAB III
BIAYA PRODUKSI

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menyebutkan jenis-jenis
faktor produksi dan dapat menentukan biaya produksi, jumlah pendapatan dan
keuntungan yang akan diperoleh, serta titik keseimbangan atau Break Event
Point.

3.1 FAKTOR PRODUKSI

Produksi adalah suatu proses yang mengubah bahan mentah menjadi barang
jadi dengan menggunakan tenaga kerja, alat, keahlian pengolahan, dan lain-lain.
Bahan mentah, tenaga, alat maupun keahlian pengolahan ini disebut faktor-faktor
produksi. Faktor-faktor produksi ini dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Faktor produksi tetap: misalnya tanah, gedung, peralatan berat, tenaga
pimpinan dan lain-lain. Faktor produksi ini tidak dapat ditambah atau
dikurangi dalam jangka waktu yang relatip pendek.
b. Faktor produksi variabel: misalnya tenaga kasar, bahan mentah, bahan
bakar, transport dan lain-lain. Faktor ini dapat ditambah atau dikurangi
dalam jangka waktu yang lebih pendek.
Jumlah faktor produksi tetap, biasanya menentukan besarnya kapasitas
perusahaan. Dalam batas-batas tersebut perusahaan dapat menambah atau
mengurangi output, dengan jalan menyesuaikan faktor produksi variabelnya.

3.2 BIAYA PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN

14
Beberapa hal yang selalu berkaitan dengan produksi adalah biaya produksi,
harga dipasaran, serta penanganan pada proses produksi.

3.2.1 Biaya Produksi Total

Yang dimaksud dengan biaya produksi total atau biaya total (Total Cost)
adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan
barang persatuan waktu. Biaya total terdiri dari:
a. Biaya tetap (Fixed Cost)
b. Biaya variabel (Variable Cost)
Fixed Cost adalah biaya yang besarnya relatif tidak berubah atau tidak
tergantung pada perubahan kuantitas produksi atau tingkat aktivitas yang
dilakukan. Fixed cost merupakan biaya-biaya yang dalam jangka pendek tidak
berubah walaupun ada perubahan tingkat output. Contoh: Gaji pegawai tetap,
biaya pemeliharaan gedung dan peralatan, biaya asuransi, depresiasi, pajak, sewa,
penelitian, iklan, dan pelayanan teknik. Dalam hal ini walaupun tidak ada kegiatan
produksi, pengeluaran tetap dilakukan.
Variable Cost atau sering disebut Prime Cost adalah biaya yang dalam
jangka pendek berubah secara proporsional dengan perubahan tingkat output.
Contoh: Pembelian bahan, biaya pekerja, biaya transportasi, royalti, biaya
pemeliharaan, dan sebagainya. Jadi semua pengeluaran atas kegiatan nyata dalam
proses produksi yang sewaktu-waktu dapat berubah.
Dari uraian diatas, biaya total (Total Cost ) dapat ditentukan berdasarkan
rumus 3.1.
TC = FC + VC (3.1)

dimana : TC = Total Cost


FC = Fixed Cost
VC = Variable Cost
Biaya total dapat digambarkan dalam bentuk kurva seperti pada gambar 3.1.

15
y

Pada sumbu x menggambarkan tingkat


output, sedang pada sumbu y
menunjukkan tingkat pengeluaran

x
output (bertambahnya hasil produksi)

Gambar 3.1 Kurva Biaya Total

Beberapa istilah tentang biaya pengeluaran selain biaya total, yaitu:


a. Biaya rata-rata (Average Cost)
Yaitu pengeluaran rata-rata permintaan output, jadi merupakan jumlah seluruh
pengeluaran persatuan waktu dibagi jumlah output, seperti pada rumus 3.2.

TC (3.2)
AC = Total output

dimana : AC = Average Cost


TC = Total Cost
Ada dua jenis biaya rata-rata, yaitu biaya tetap rata-rata dan biaya variabel
rata-rata. Biaya tetap rata-rata diperoleh dari total fixed cost dibagi dengan
jumlah output persatuan waktu, seperti pada rumus 3.3.

TFC
AFC = Total output
(3.3)

dimana : AFC = Average Fixed Cost


TFC = Total Fixed Cost
b. Biaya Batas (Marginal Cost)

16
Yang dimaksud dengan Marginal Cost adalah tambahan biaya total apabila
produksi diperluas dengan satu kesatuan. Posisi Marginal Cost dalam
kaitannya dengan Total Cost seperti ditunjukkan pada gambar 3.2.
Cost

dimana :
MC = Marginal Cost
TC = Total Cost
VC = Variable Cost
FC = Fixed Cost

output

Gambar 3.2 Kurva Biaya Total dan Biaya Batas

3.2.2 Hubungan Permintaan Dan Biaya


Pada setiap permintaan dapat ditunjukkan hubungan terhadap fungsi biaya
total sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3.3.

Co TC
st

VC
FC
Demand

Gambar 3.3 Kurva Hubungan Permintaan dan Biaya


Biaya variabel (VC) seringkali tidak proporsional terhadap permintaan,
tetapi untuk mudahnya hubungan tersebut dinyatakan sebagai garis lurus.
Sehingga biaya variabel dapat merupakan hasil perkalian biaya variabel per unit
(V) dengan jumlah permintaan (D) sebagaimana rumus 3.4.

VC = V*D (3.4)

3.3 PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN

17
Pendapatan (Revenue) merupakan sejumlah dana yang diterima oleh
pengusaha dalam menjalankan perusahaannya. Ada tiga pengertian tentang
pendapatan, yaitu:
a. Pendapatan total (Total Revenue)
b. Pendapatan Rata-rata (Average Revenue):
c. Pendapatan Batas (Marginal Revenue)
Total Revenue (TR) adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh
pengusaha dari output yang dijual. Atau banyaknya output (D) dikalikan harga
pasar persatuan output (P). Secara matematis dapat ditentukan dengan rumus 3.5.
(3.5)
TR = D * P

Average Revenue (AR) merupakan pendapatan total per satuan output, dihitung
dengan rumus 3.6.

Pendapatan total
AR  (3.6)
Jumlah yang dijual

Sedangkan Marginal Revenue adalah jumlah tambahan netto pada pendapatan


jika penjualan ditambah dengan satu kesatuan.
Hubungaan antara harga dan permintaan secara umum dapat dilinierkan
sebagaimana gambar 3.4.
P

P = a - bD

a/b D

Gambar 3.4 Kurva Hubungan Harga dan Permintaan


Dimana: P = a – bD
(a  P)
D= , dengan 0 < D < a/b
b
Dengan demikian maka total pendapatan dapat ditentukan dengan rumus 3.7.

18
(3.7)
TR = (a - bD) * D = aD – bD2
Total pendapatan sebagai fungsi kuadrat dari demand, yang dapat dituliskan
dengan TR = f (D). TR dapat digambarkan dalam bentuk kurva parabola seperti
pada gambar 3.5. Dalam gambar 3.5 dengan jumlah permintaan tertentu dapat
ditunjukkan adanya pendapatan total maksimum (pada puncak parabola).

Pendapatan total maksimum dapat ditentukan dari turunan pertama TR


terhadap D = 0 seperti pada persamaan 3.8.
 TR
 0; a – 2bD = 0 (3.8)
D
a
D= (3.9)
2b
Pendapatan total maksimum akan diperoleh dengan memasukkan nilai D =
a/2b pada persamaan 3.9 yaitu, TR = aD – bD2, sehingga pendapatan maksimum
(TR maks.) dapat dihitung dengan persamaan 3.10.

TR max = a (a/2b) – b(a/2b)2


= a2/2b – a2/4b = a2/b (2/4 – ¼) = ¼ (a2/b) = a2/4b (3.10)

TR TR max

D
D = a/2b

Gambar 3.5 Kurva Hubungan Total Pendapatan dan Permintaan

Selain pendapatan yang diterima oleh pengusaha, tentunya perlu


diperhatikan masalah keuntungan yang akan diperoleh, karena dengan keuntungan

19
inilah maka perusahaan akan tetap berlangsung. Keuntungan merupakan selisih
antara jumlah pendapatan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Persamaan 3.11
– 3.13 merupakan rumus yang dapat digunakan untuk menentukan nilai
keuntungan secara umum.
Keuntungan (K) = TR –TC (3.11)
= aD – bD2 – FC – VC (3.12)
= (a – V)D – bD2 – FC (3.13)

Keuntungan maksimum (K maks.) dapat ditentukan dari turunan pertama K


terhadap D = 0 seperti pada persmaan 3.14.

K
 0 ; (a – V) – 2bD = 0 ; dan D = (a – V)/2b (3.14)
D
Jadi K maks. akan terjadi pada D = (a – V)/2b, dengan a – V > 0.
Besarnya K maks. akan diperoleh dengan cara memasukkan D = (a – V)/2b
ke dalam rumus 3.13, sehingga rumus K maks menjadi seperti persamaan 3.15.
K maks = (a – V)D – bD2 – FC
= [(a - V) (a – V)/2b] – [b(a – V)/2b]2 – FC (3.15)
Apabila grafik hubungan permintaan dan biaya total digabungkan dengan
grafik hubungan permintaan dan pendapatan total maka dihasilkan grafik seperti
gambar 3.6.

Gambar 3.6 Grafik Total Biaya dan Pendapatan terhadap Permintaan

Dari gambar 3.6 dapat dijelaskan bahwa jumlah permintaan yang akan
menguntungkan terletak pada daerah yang tidak diarsir dan merupakan daerah
yang dibatasi oleh kurva TR dan garis TC, dimana TR > TC. Daerah yang diarsir

20
merupakan daerah yang merugikan, dimana TR < TC. Jumlah total pendapatan
yang sama dengan total biaya terletak pada D = x dan D = Y.

3.4 TITIK IMPAS (BREAK EVENT POINT)

Break Event Point (BEP) terjadi apabila biaya yang dikeluarkan untuk
penyelesaian seluruh kegiatan proyek sama dengan pendapatan yang diperoleh
setelah proyek tersebut selesai. Pada kegiatan produksi, BEP dapat terjadi jika
kurva pendapatan total memotong garis biaya total produksi, titik potong itulah
dinamakan titik keseimbangan atau titik impas (BEP), dimana biaya yang
dikeluarkan sama dengan pendapatan yang diterima. BEP dapat ditentukan
dengan persamaan 3.16 hingga diperoleh nilai D yang nantinya akan menjadi nilai
BEP.
Kondisi BEP tercapai apabila TR = TC
TR – TC = 0
aD – bD2 – FC – VC = 0
bD2 – aD + (FC + VC) = 0 (3.16)
Pada model pasar persaingan sempurna, dimana analisis ekonominya
umumnya dilakukan dalam jangka pendek, maka dimungkinkan TR maupun TC
dapat dilukiskan sebagai garis lurus atau dalam bentuk fungsi linier sebagaimana
ditunjukkan dalam gambar 3.7.

TR
Biaya
TC

VC

FC

Gambar 3.7 Grafik Hubungan Total Pendapatan dan Total Biaya

TR maupun TC dapat dihitung dengan persamaan 3.17 dan 3.18.


TR = m’ X (3.17)

21
TC = m x + C (3.18)
FC = C; dan VC = m X
Dimana:
C : biaya tetap (fixed cost)
X : jumlah produk (output)
m : biaya produk per unit
m’: harga produk perunit
Jika: TC = FC + VC, dan TR merupakan hasil seluruh penjualan produksi yang
grafiknya dilukiskan berbanding langsung dengan jumlah output, maka titik impas
(BEP) merupakan titik potong antara garis TC dan TR. Jika ordinat Y menyatakan
TC, TR, FC, dan VC, dan absis X menyatakan jumlah produk, maka BEP
ditentukan dengan rumus 3.19.
TR = TC
m’X = m X + C
Kuantitas pada kondisi BEP :
C
X= (3.19)
m' m
Sedangkan total pendapatan pada kondisi BEP:
TR = m’ X
m' C
TR =
m' m
3.5 CONTOH SOAL
1. Suatu perusahaan menentukan harga jual barang produksinya perunit (P)
berdasarkan jumlah permintaan (D) dengan data sebagai berikut:
P = Rp. 5000/unit, D = 500 unit
P = Rp. 6000/unit, D = 400 unit
P = Rp. 4000/unit, D = 600 unit
Jika total revenue (TR) = harga perunit x jumlah permintaan, biaya tetap Rp
20.000,- dan biaya variabel tiap unit Rp 1000,-. Tentukan :
a. Pendapatan total maksimum
b. Keuntungan maksimum
c. Kapan terjadi BEP

22
Penyelesaian :
a. Pendapatan total maksimum
Dari data harga perunit produk (P) dan jumlah permintaan (D) terhadap
produk dapat ditentukan persamaan linier dari harga produk seperti
ditunjukkan pada gambar 3.8. Pada Gambar 3.8 diperoleh persamaan linier
Y = -10 X + 10000, yang berarti bahwa P = a – bD = 10000 – 10 D.
Persamaan linier ini dapat ditentukan dengan menggunakan rumus 3.20.
Y  Y1 X  X1
 (3.20)
Y2  Y1 X 2  X 1

Gambar 3.8 Kurva Hubungan Jumlah Produk dan Harga

Jika TR = P x D, maka TR = (10000 – 10 D) D = 10000 D – 10 D2


TR maks diperoleh jika,
 TR
 0
D

 (10000D  10 D 2 )
0
D
10000 – 20 D = 0
sehingga diperoleh D = 500 unit dan TR maks. dapat dihitung sebagai
brikut:
TR maks = 10000 D – 10 D2

23
= 10000 (500) – 10 (500)2
= Rp. 2.500.000,-
Artinya pendapatan total maksimum akan terjadi pada permintaan produk
sejumlah 500 unit, dan pendapatan total maksimum sebesar Rp.
2.500.000,-.

b. Keuntungan maksimum
K = TR – TC
= (10.000 – 10 D) D – (FC + VC)
= (10.000 – 10 D) D – (20.000 + V x D)
= (10.000 – 10 D) D – (20.000 + 1.000 x D)
= 10.000 D – 10 D2 – 20.000 – 1.000 D
= -10 D2 + 9.000 D – 20.000

Keuntungan maksimum akan terjadi jika :


K
0
D

 ( 10 D 2  9000D  20000)


0
D
-20 D + 9000 = 0
D = 450 unit

K maks = -10 D2 + 9.000 D – 20.000


= -10 (450)2 + 9.000 (450) – 20.000
= Rp. 2.005.000,-
Artinya keuntungan maksimum akan terjadi pada permintaan produk
sejumlah 450 unit, dan keuntungan maksimum sebesar Rp. 2.005.000,-.

c. Kapan terjadi BEP?


BEP terjadi jika: TR = TC
(10.000 – 10 D) D = (FC + VC)

24
(10.000 – 10 D) D = (20.000 + V x D)
(10.000 – 10 D) D – (20.000 + 1.000 x D) = 0
10.000 D – 10 D2 – 20.000 – 1.000 D = 0
-10 D2 + 9.000 D – 20.000 = 0
 b  b 2  4ac
D1, 2 
2a

 9000  9000 2  4( 10)(20000)


D1, 2 
2( 10)

 90000  8955,4453
D1, 2 
 20
D1 = 2 unit dan D2 = 898 unit
Artinya BEP akan terjadi jika jumlah permintaan sebanyak 2,2277 ~ 2 unit
produk atau 897,7723 ~ 898 unit produk.

2. Suatu produsen menjual barangnya dengan harga Rp. 1000,-/unit. Jika biaya
tetap produksi sejumlah Rp 3 juta, dan biaya variabelnya sejumlah 40% dari
pendapatan total. Tentukan:
a. Titik impas (jumlah output dalam kondisi BEP).
b. Total pendapatan pada kondisi BEP.
3.6 THE LAW OF DIMINISHING RETURN

Yang dimaksud dengan The Law of Diminishing Return adalah suatu hukum
perekonomian yang menyatakan adanya kenaikan atau penurunan pendapatan
dalam suatu produksi yang disebabkan oleh semakin meningkatnya biaya atau
biaya yang dikeluarkan.
Sebagai contoh, suatu produksi tegel keramik dengan menggunakan satu
unit mesin pencetak, bila dikerjakan oleh satu orang hanya dapat menghasilkan 25
tegel sehari. Tetapi bila dikerjakan oleh dua orang dapat memproduksi 60 tegel
sehari, demikian seterusnya bila ditambah dengan tiga, empat orang produksi akan
meningkat. Demikian pula biaya yang dikeluarkan juga akan turut meningkat
yang mengakibatkan menurunnya pendapatan.

25
Jadi pada dasarnya, setiap proses produksi akan mencapai jumlah output
dengan komposisi biaya yang ideal, sehingga memperoleh pendapatan maksimal
atau keuntungan yang paling besar. Bila biaya produksi maupun output yang
dihasilkan diluar komposisi ideal, maka kemungkinan akan mendapatkan
keuntungan yang menurun. Berdasarkan The Law of Diminishing Return, ada tiga
pembagian daerah pertambahan maupun penurunan pendapatan seperti
ditunjukkan pada gambar 3.9.
Diminishing
return
Constant
return Keteranagan:
TC : Total Cost
VC: Variabel
Cost
Increasing
FC ; Fixed Cost
return TR : Total
Revenue

output
Gambar 3.9 Tiga Daerah Penambahan atau Penurunan Pendapatan
Keterangan:
1. Increasing return dimana tingkat keuntungan kecenderungan terus meningkat
2. Constant return dimana keuntungan cenderung tetap
3. Diminishing return dimana tingkat keuntungan cenderung turun

Pada dasarnya The Law of Diminishing Return merupakan suatu alternatif


untuk mencari titik optimum keuntungan dalam suatu produksi, penggunaan
sarana, tenaga kerja serta penentuan jumlah output yang ideal. Tabel 3.1
merupakan suatu contoh pemakaian The Law of Diminishing Return secara
umum, tentang analisa produktivitas tenaga kerja sebuah perusahaan pembuatan
genteng yang mempunyai 5 mesin pencetak, dengan data-data produk seperti
dalam tabel 3.1.

26
Dari tabel 3.1 dapat diketahui bahwa semakin bertambah jumlah tenaga
yang dipekerjakan, produktivitasnya semakin menurun. Jumlah tenaga kerja yang
paling menguntungkan adalah sebanyak 10 orang karena produktivitasnya per
orang paling tinggi, dan upah yang harus dikeluarkan lebih rendah. Bila
digunakan tenaga kerja sebanyak 11 orang produktivitasnya sama dengan 10
orang tetapi jumlah upah yang harus dikeluarkan akan lebih besar.

Tabel 3.1 Produktivitas Mesin dan Tenaga Kerja


Jumlah Tenaga kerja yang Produksi Produksi tiap Produksi per
Mesin yang mengoperasikan, genting per hari per orang per hari
dioperasikan (orang/hari) hari (unit) mesin (Unit) (Unit)

1 1 91 91 91
2 2 200 100 100
3 3 334 111 111
4 4 460 115 115
5 5 605 121 121
5 6 756 151 126
5 7 910 182 130
5 8 1064 213 133
5 9 1215 243 135
6 10 1360 272 136
5 11 1496 299 136
5 12 1620 324 135
5 18 1944 389 108
5 19 1900 380 100

27
BAB IV
DEPRESIASI DAN PERPAJAKAN

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menyebutkan definisi
dan jenis-jenis depresiasi, dapat menghitung nilai depresiasi dengan menggunakan
metode garis lurus, metode jumlah angka tahunan, dan metode keseimbangan
menurun, serta dapat menentukan nilai buku dari suatu aset.

4.1 PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN

Nilai barang/jasa dapat diinterpretasikan dengan nilai uang, artinya dalam


sejumlah uang dapat dipertukarkan dengan barang/jasa. Pada setiap saat tertentu,
nilai barang dan jasa diperbandingkan secara mudah dengan harganya (harga ≠
nilai). Nilai uang dapat berubah setiap hari, tetapi tidak dengan nilai barang/jasa.
Misalnya, nilai rumah sekarang hampir sama dengan nilai rumah beberapa tahun
yang lalu, akan tetapi tentang harga sudah mengalami perubahan. Ukuran
penilaian suatu barang secara umum terdiri dari:
1. Nilai pasar (market value): yaitu nilai yang akan
dibayarkan oleh pembeli kepada penjual (jumlah nilai yang berlaku di
pasaran)
2. Nilai pemakaian (use value = nilai guna): yaitu nilai
untuk benda yang merupakan sesuatu yang berharga bagi pemiliknya apabila
dimanfaatkan. Misalnya, pelaksana proyek memerlukan alat pengaduk beton
(mollen), maka nilai pasar mollen akan berubah menjadi nilai

28
pemakaian/kepemilikan. Dengan demikian nilai asset bagi pemilik ≤ biaya
penggantian, akan tetapi nilai asset bagi pemilik akan ≥ nilai pasar.
3. Nilai buku (book value): nilai buku biasanya tidak
transparan sifatnya. Nilai buku adalah nilai suatu kekayaan seperti yang
ditunjukkan pada laporan akuntansi suatu perusahaan. Nilai buku biasanya
diambil untuk menyatakan biaya semula kekayaan dikurangi jumlah yang
telah dibayarkan sebagai biaya depresiasi. Jadi nilai buku menunjukkan
jumlah modal yang diinvestasikan dalam bentuk kekayaan dan harus diperoleh
kembali dalam waktu mendatang melalui proses akuntansi depresiasi.
4. Nilai jual lagi (salvage value): yaitu nilai jual asset
setelah digunakan, atau harga yang dapat diperoleh dari hasil penjualan barang
bekas. Nilai ini menyatakan secara tidak langsung bahwa asset mempunyai
kegunaan lebih lanjut.
5. Nilai sampah (Scrap value): nilai yang dipertimbangkan
sebagai jumlah barang yang akan dijual sebagai barang loakan, dan
kegunaannya sudah tidak ada lagi. Dalam studi ekonomi pada umumnya nilai
ini dianggap tidak ada.
4.2 PENGERTIAN DEPRESIASI

Setiap barang mempunyai umur atau batasan waktu pemakaian, begitu juga
sistem produksi yaitu jangka waktu selama sistem tersebut dapat beroperasi atau
memproduksi barang-barang maupun menghasilkan jasa yang diinginkan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa setiap jenis barang akan mengalami penurunan nilai
(penyusutan nilai barang) baik sebagian ataupun secara keseluruhan, kecuali
barang-barang tertentu seperti tanah. Secara grafis frekuensi penyusutan nilai
barang seperti ditunjukkan pada gambar 4.1.

P D1
D2
D3
D4

Dn
S
29
uji coba operasional n = Umur
Suatu barang
Gambar 4.1 Kurva Nilai Penyusutan Suatu Barang
Depresiasi adalah penurunan atau berkurangnya nilai dari suatu barang
dalam jangka waktu tertentu yang disebabkan oleh keusangan, ketuaan, kekunoan
maupun karena adanya peningkatan dalam design dan model konstruksi yang
baru. Misalnya Dump Truck, secara mekanis makin lama akan semakin buruk,
rem menjadi tidak baik, bahan bakar menjadi semakin boros, sehingga biaya
operasional semakin meningkat.
Begitu juga dengan proyek, walaupun masih mampu beroperasi akan tetapi
biaya operasionalnya semakin meningkat, maka dapat dikatakan bahwa proyek
tersebut tidak ekonomis lagi. Oleh karena itu, nilai penyusutan tersebut harus
diperhitungkan sebagai biaya (cost) dan diakumulasikan tahun demi tahun atau
waktu demi waktu sampai dengan batas umur rencana.
Dengan demikian maka dikenal istilah umur teknik dan umur ekonomis.
Pengertian umur teknik adalah suatu jangka waktu tertentu bila mana suatu sistem
sudah tidak dapat beroperasi lagi secara teknis tanpa memperhitungkan biaya
operasi. Sedangkan pengertian umur ekonomis adalah umur sampai batas mana,
sistem masih ekonomis untuk dioperasikan. Pada umumnya umur teknik lebih
lama dari pada umur ekonomis.
Secara umum suatu barang atau kekayaan cenderung mengalami penurunan
nilai. Oleh karena itu perlu dipikirkan langkah-langkah untuk mengatasi
penyusutan khususnya yang berkaitan dengan proyek atau bidang Teknik Sipil.
Dalam merencanakan suatu investasi nilai depresiasi suatu asset perlu
diperhitungkan dengan tujuan:
1. Untuk menyediakan dana pengembalian modal (capital recovery) yang telah
diinvestasikan dalam bentuk aset atau kekayaan fisik.

30
2. Untuk memungkinkan adanya biaya depresiasi yang dibebankan kepada biaya
produksi atau jasa yang dihasilkan dari penggunaan aset/faktor produksi
seperti peralatan, tenaga, material, keahlian pengelolaan dan sebagainya.
Dalam kenyataannya depresiasi ditimbulkan oleh beberapa hal, bahkan
diantaranya ada yang sulit untuk diramalkan atau tidak dapat diketahui terlebih
dahulu. Penurunan dalam nilai ini tentunya seiring dengan berlalunya waktu.
Secara umum penyusutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Penyusutan Fisik:
Penyusutan Fisik adalah penyusutan yang disebabkan berkurangnya
kemampuan fisik dari sebuah aset untuk menghasilkan produk yang pada
umumnya disebabkan keausan dan kemerosotan. Penyusutan ini terutama
dipengaruhi oleh faktor waktu penggunaan (jam pakai), oleh karena itu sangat
bergantung dari cara dan kebijaksanaan pemeliharaan.

b. Penyusutan Fungsional
Penyusutan Fungsional adalah penyusutan yang disebabkan oleh berubahnya
atau berkurangnya permintaan terhadap daya guna atau tugas dan fungsinya
sebagaimana yang telah direncanakan semula. Pengurangan ini dapat
ditimbulkan oleh berbagai hal, antara lain pergantian mode, diproduksinya
peralatan atau mesin baru yang lebih efisien, pasar produksi telah jenuh dan
sebagainya. Penyusutan ini sering kali disebut sebagai keusangan ataupun
kekunoan yang sulit diperkirakan atau ditentukan. Walaupun demikian, dalam
banyak usaha sebagian dari biaya penyusutan total adalah yang diakibatkan
dari faktor penyusutan fungsional ini sulit untuk ditentukan atau diramalkan,
namun tidak boleh diabaikan.

c. Penyusutan Akibat Perubahan Tingkat Harga


Jenis penyusutan ini boleh dikatakan tidak mungkin diramalkan nilainya atau
besarnya. Oleh karena itu jarang dibahas dalam studi ekonomi.

Contoh :

31
Suatu barang (alat produksi) harganya meningkat selama periode inflasi. Hal
ini sekalipun semua modal yang diinvestasikan sudah melalui prosedur
(perhitungan) penyusutan yang sempurna, modal yang telah dikembalikan ini
tidak akan cukup untuk menyediakan barang pengganti uang yang setara atau
identik. Dengan kata lain, walaupun sudah ada atau disiapkan suatu biaya
pengembalian modal yang diinvestasikan namun modal ini telah menurun
nilainya. Jadi dalam hal ini, modalnya yang seolah-olah menyusut (dimana
besarnya sulit dihitung), bukan barang kekayaannya. Oleh karena itu,
penyusutan jenis ini tidak banyak dipertimbangkan dalam studi ekonomi.

4.3 METODE PERHITUNGAN DEPRESIASI

Ada beberapa metode dasar yang digunakan dalam perhitungan depresiasi,


akan tetapi yang paling sering diterapkan adalah tiga metode berikut:
1. Metode Garis Lurus (Straight Line Mode).
2. Metode Jumlah Angka Tahunan (Sum of The Years Digit Method).
3. Metode Keseimbangan Menurun (Declining Balance Method).
4.3.1 Metode Garis Lurus

Dalam metode ini, depresiasi tiap tahun besarnya dianggap sama selama
umur pakai proyek tanpa mempertimbangkan suku bunga maupun inflasi seperti
pada gambar 4.2. Bila besarnya harga awal suatu barang/peralatan/asset adalah P,
umur pakainya adalah n satuan waktu, dan nilai akhir yang diperkirakan adalah S,
maka akan dapat dihitung besarnya beban depresiasi (D) tiap periode (t) dengan
rumus 4.1.

P D 2D
(n-1)D (n-1)D

0 1 2 n-1 n t (Periode)

32
Gambar 4.2 Diagram Depresiasi dengan Metode Garis Lurus

PS
D=( ) (4.1)
n
Beban depresiasi (D) tiap periode (per tahun) dengan menggunakan Metoda
Garis Lurus adalah harga awal dari aset yang dapat dioperasikan dikurangi harga
akhir (Salvage Value) kemudian dibagi dengan umur proyek (umur ekonomis).
Nilai Buku pada akhir tahun ke-t adalah harga awal (P) dikurangi akumulasi
(total) depresiasi hingga tahun ke-t, seperti pada rumus 4.2.
PS
NBt = Bt = P – t ( ) (4.2)
n

Dimana :
NBt : Nilai buku pada tahun ke-t
P : Nilai awal
S : Salvage value/nilai sisa/nilai jual lagi
n : Jangka waktu

Contoh Soal :
Sebuah mesin produksi dibeli dengan harga Rp.50.000.000,- umur penggunaan
diperkirakan 5 tahun, sedangkan nilai akhir sebesar Rp.20.000.000,-. Berapakah
beban depresiasi tiap tahunnya dan berapa nilai buku pada akhir tahun ke- 4?

Penyelesaian :
Beban Depresiasi tiap tahun :
PS 50.000.000  20.000.000
D=( )= ( ) = Rp 6.000.000,-
n 5
Nilai buku pada akhir tahun ke 4 :
PS
NBt = Bt = P – t ( )
n

33
50000000  20000000
= 50.000.000 – 4 ( ) = Rp 26.000.000,-
5
Atau dapat menggunakan cara berikut:
D1 = D2 = D3 = D4 = D
NB4 = P – (D1 + D2 + D3 + D4)
NB4 = 50.000.000 – (6.000.000+6.000.000+6.000.000+6.000.000)
= Rp 26.000.000,-
Beban depresiasi tiap periode berikut nilai bukunya dapat dilihat dalam tabel 4.1
dan gambar 4.3.

Tabel 4.1 Beban Depresiasi dan Nilai Buku (Metode Garis Lurus)
Akhir Biaya Depresiasi Nilai Buku Pada
Tahun ke-t (RP) Akhir Tahun Ke-t (Rp)
0 - Bo = P = 50.000.000,-
1 D1 = 6.000.000,- B1 = 44.000.000,-
2 D2 = 6.000.000, B2 = 38.000.000,-
3 D3 = 6.000.000, B3 = 32.000.000,-
4 D4 = 6.000.000, B4 = 26.000.000,-
5 D5 = 6.000.000, B5 = 20.000.000,-

Gambar 4.3 Beban Depresiasi dan Nilai Buku (Metode Garis Lurus)

4.3.2 Metoda Jumlah Angka Tahunan

34
Metoda ini memberikan perkiraan beban biaya depresiasi yang besarnya
tidak tetap pada setiap tahunnya. Beban Depresiasi pada tahun permulaan lebih
besar dari tahun kedua, sedangkan tahun kedua lebih besar dari tahun ketiga,
begitu seterusnya untuk tahun-tahun berikutnya, seperti pada gambar 4.4.
Dalam metoda ini, angka-angka umur tahun proyek mulai permulaan
dijumlahkan dan dijadikan pembagi tetap terhadap selisih harga awal (P) dengan
harga sisa (S = Salvage Value). Beban Depresiasi dihitung dengan mengalikan
hasil tersebut dengan sisa umur proyek, seperti ditunjukkan pada rumus 4.3 – 4.5.
Sisa umur proyek pada akhir tahun ke- t = (n – t + 1)
Jumlah angka tahunan untuk umur aset = 1 + 2 + 3 + … + n

Depresiasi pada tahun ke-t:


n  t 1
Dt = (P  S ) (4.3)
1  2  3  ....  (n  1)  n
n  t 1
Dt = (P  S ) (4.4)
1 / 2n( n  1)

2( n  t  1)
Dt = (P  S ) (4.5)
n(n  1)

Nilai Buku akhir tahun ke- t adalah harga awal dikurangi jumlah (total) depresiasi
dari tahun awal hingga akhir tahun ke- t, seperti pada rumus 4.6 – 4.7.
Bt = NBt = P - ∑ Dt (4.6)
B1 = NB1 = P - D1
B2 = NB2 = P – (D1+ D2)
Bt = NBt = P - (D1+ D2+D3+….+Dt)
2( P  S ) n

Bt = NBt = P - n( n  1) k
k  n 1 t
(4.7)

Contoh Soal :
Sebuah mesin produksi dibeli dengan harga Rp.50.000.000,- umur penggunaan
diperkirakan 5 tahun, sedangkan nilai akhir sebesar Rp.20.000.000,-. Berapakah
beban depresiasi tiap tahunnya dan berapa nilai buku pada akhir tahun ke- 4?

35
Penyelesaian :
Beban Depresiasi tahun ke-1:
2(5  1  1)
D1 = (50000000  20000000) = Rp 10.000.000,-
5(5  1)

Beban Depresiasi tahun ke-2:


2(5  2  1)
D2 = (50000000  20000000) = Rp 8.000.000,-
5(5  1)

Beban Depresiasi untuk tahun-tahun berikutnya dan nilai buku tiap periode dapat
dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 4.4.

Tabel 4.2 Tabel Bantu Untuk Perhitungan Depresiasi dan Nilai Buku
Jumlah
Sisa Umur Nilai Awal -
Akhir Tahun Angka Nilai Buku
Proyek Nilai Sisa Depresiasi (D) ∑k
Ke-t Tahunan Tahun Ke-tNBt
(n-t+1) (P-S)
n(n+1)
0 - 30 30.000.000 - - 50.000.000
1 5 30 30.000.000 10.000.000 1 48.000.000
2 4 30 30.000.000 8.000.000 3 44.000.000
3 3 30 30.000.000 6.000.000 6 38.000.000
4 2 30 30.000.000 4.000.000 10 30.000.000
5 1 30 30.000.000 2.000.000 15 20.000.000

Jadi nilai buku pada akhir tahun ke 4 yaitu Rp 30.000.000,-. Nilai ini lebih besar
Rp 4.000.000,- dari nilai buku yang nilai depresiasinya dihitung menggunakan
rumus metode garis lurus.

36
Gambar 4.4 Beban Depresiasi dan Nilai Buku
(Metode Jumlah Angka Tahunan)

4.3.3 Metode Keseimbangan Menurun

Dalam penggunaan metode ini beranggapan bahwa aset menurun dalam


nilai lebih cepat pada tahun-tahun permulaan dari pada tahun-tahun berikutnya
dari usia penggunaannya. Satu hal yang perlu diperhatikan dan sangat penting bila
metoda ini digunakan adalah bahwa nilai sisa (nilai jual lagi) selalu lebih besar
dari nol (artinya pasti ada salvage value). Untuk suatu tingkat penyusutan R,
maka beban depresiasi tiap periode (setiap tahun) dapat dinyatakan dengan rumus
4.8. sedangkan nilai bukunya dapat ditentukan dengan memakai rumus 4.9.
Dt = R . Bt – 1 (4.8)
Bt = B(t – 1) - Dt (4.9)
Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut diperoleh :
Bt = B(t – 1) - (R . Bt – 1) = B(t -1) .(1 – R)
Dalam hal ini :
R : tingkat penyusutan
Dt : beban atau biaya depresiasi pada tahun ke-t
Bt : nilai buku pada akhir tahun ke-t
Untuk menentukan tingkat depresiasi dengan metoda ini dapat diturunkan dari
rumusan dalam tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Rumus Beban Depresiasi dan Nilai Buku


(Metode Keseimbangan Air)

37
Akhir Biaya Depresiasi Nilai Buku Pada
Tahun ke-t Akhir Tahun Ke-t
0 - Bo = P
1 D1 = R . B0 = R . P B1 = (1 – R). B0 = (1 – R).P
2 D2 = R . B1 = R (1-R).P B2 = (1 – R). B1 = (1 – R)2.P
3 D3 = R . B2 = R (1-R)2.P B3 = (1 – R). B2 = (1 – R)3.P
… ……. ……
t Dt = R . (1 – R) t -1.P Bt = (1 – R)t.P

Jika nilai buku pada akhir tahun ke-t telah diketahui sebesar B t, dengan
umur penggunaan selama n tahun dan Salvage Value = S, maka tingkat depresiasi
dapat dihitung dengan rumus 4.14.
Bt = (1 – R)t . P (4.10)
Bt
(1 – R)t = (4.11)
P
Dengan Dt = R . (1 – R) t -1. P; maka Dn = R (1 – R)n-1.P (4.12)
Dengan NBt = Bt = (1 – R)t. P, maka Bn = (1-R)n . P = S, (4.13)
S
sehingga R = 1- n (4.14)
P

Dengan metoda ini, sepanjang umur penggunaan aset tingkat depresiasi tiap
tahunnya adalah tetap (sebesar R). Dengan R yang konstan maka metode ini
disebut juga Metoda Prosentase Konstan atau rumus MATHESON.

Contoh Soal :
Sebuah mesin produksi dibeli dengan harga Rp.50.000.000,- umur penggunaan
diperkirakan 5 tahun, sedangkan nilai akhir sebesar Rp.20.000.000,-. Berapakah
beban depresiasi tiap tahunnya dan berapa nilai buku pada akhir tahun ke- 4?

Penyelesaian :
Dengan menggunakan rumus-rumus 4.10 – 4.14 akan diperoleh tingkat
penyusutan dan nilai depresiasi berikut nilai buku setiap tahunnya seperti
ditunjukkan pada table 4.3.

38
S 20000000
R = 1- n =1- 5 = 0,1675 = 16,75%
P 50000000

Tabel 4.3 Nilai Depresiasi dan Nilai Buku


(Metode Keseimbangan Menurun)
Akhir Tahun Nilai Buku Pada
Biaya Depresiasi
ke-t Akhir Tahun Ke-t
0 - 50.000.000

1 8.372.340 41.627.660

2 6.970.418 34.657.242

3 5.803.244 28.853.998

4 4.831.509 24.022.489

5 4.022.489 20.000.000

Latihan Soal:
1. Suatu kontraktor membeli alat berat seharga Rp 120.000.000. Umur rencana
alat 6 tahun, dengan pemakaian alat 4500 jam/tahun. Karena perawatannya
rutin maka Salvage Value setelah umur rencana diperkirakan Rp 40.000.000.
Hitung depresiasi tiap tahunnya dan nilai jual alat bila sudah dipakai 4 tahun.

4.4 PERPAJAKAN

Perhitungan depresiasi dilaksanakan untuk tujuan perpajakan, sebagai suatu


pengurangan pengeluaran dari pelaksanaan usaha. Peraturan perpajakan yang
menentukan pengurangan tersebut sangat rumit dan komplek. Dalam hal ini hanya
menerapkan pengamatan secara umum dalam hubungannya untuk memilih suatu
metode depresiasi dan menggunakannya untuk menghitung pajak. Beberapa
macam pajak, yaitu:
1. Pajak pendapatan (PPh: pajak penghasilan) dipungut dari pendapatan
perorangan dan perusahaan dengan tarip yang disesuaikan dengan
pendapatannya, dan didasarkan pada pendapatan bersih.

39
2. Pajak kekayaan: dibebankan oleh pemerintaah pada tanah, bangunan,
peralatan, barang-barang inventaris, dsb.
3. Pajak penjualan (PPn: Pajak pertambahan nilai) ditentukan sebagai fungsi dari
pembelian barang dan atau pemberian pelayanan, dan tidak ada kaitannya
dengan pendapatan bersih atau keuntungan perusahaan.
Selanjutnya yang dibicarakan adalah mengenai pajak pendapatan saja,
karena pajak lainnya tidak begitu penting dalam studi ekonomi teknik. Pendapatan
dimaksud meliputi: hasil penjualan kepada pemakai barang/jasa, deviden yang
diterima dari saham, bunga dari pinjaman, sewa, honorarium, dan penarikan
lainnya yang diperoleh dari pemilikan modal dan kekayaan
Yang dimaksud potongan-potongan mencakup pengeluaran yang terjadi
dalam hasil pendapatan, antara lain biaya untuk upah/gaji, sewa, perbaikan,
bunga, pajak, material, pendapatan karyawan, iklan, kerugian akibat kebakaran,
iuran-iuran, depresiasi, bunga obligasi, pengeluaran untuk penelitian dan
pengembangan, dan sebagainya.
Perbedaan antara pendapatan dan potongan-potongan adalah merupakan
pendapatan yang terkena wajib pajak. Pada umumnya, pendapatan terkena pajak
adalah pendapatan total dikurangi (pengeluaran, bunga pinjaman, dan depresiasi).
Sedangkan pajak pendapatan yang berkaitan dengan badan hukum adalah
merupakan pendapatan terkena pajak dikalikan tingkat pajak efektif.
Rumus perhitungan pajak secara umum seperti pada rumus 4.15.
TI = AI – AC – D (4.15)
Taxes = TI * T = pajak pendapatan per tahun
Dimana:
AI : Annual Income (pendapatan tahunan)
AC : Annual Cost ( biaya tahunan)
D : Depresiation value (nilai depresiasi)
TI : Taxeble Income (pendapatan terkena pajak)
T : Effective tax rate (tingkat pajak efektif)

Contoh soal:

40
Suatu investasi dilakukan pada awal tahun sebesar Rp 30 juta. Biaya tahunan yang
untuk operasionalnya sebesar Rp 5 juta. Pendapatan tahunannya sebesar Rp 15
juta. Selama periode selama 5 tahun. Tingkat pajak efektif 10%. Depresiasi
dihitung dengan metode garis lurus. Hitung besar pajak yang harus dikeluarkan,
hitung pula pendapatan tahunan bersih sebelum pajak dan setelah pajak.

Penyelesaian:
PS 30.000.000  5.000.000
D= =  5.000.000
n 5
TI = AI – AC – D = Rp 15.000.000 – 5.000.000 – 5.000.000 = 5.000.000
Taxes = TI * T = 5.000.000 * 10% = 500.000
Net annual income after taxes (NAI’) :
= AI – AC – Taxes = 15.000.000 – 5.000.000 – 500.000 = 9.500.000
Net annual income before taxes (NAI) :
= AI – AC = 15.000.000 – 5.000.000 = 10.000.000

BAB V
EKIVALENSI NILAI UANG

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menyebutkan jenis-jenis
bunga uang dan menentukan tingkat suku bunga, menentukan cara pembayaran
kembali uang pinjaman, dan menghitung nilai uang sekarang, nilai mendatang,
nilai tahunan yang seragam, dan nilai uang dengan perubahan deret hitung.

5.1 BUNGA UANG DAN SUKU BUNGA

Setiap barang (misalnya rumah, kendaraan, atau yang lainnya) mempunyai


nilai tertentu bagi pemiliknya. Jika si pemilik menyerahkan barang tersebut
kepada orang lain tanpa menyerahkan kepemilikannya atau menyewakannya,
maka si penyewa berkewajiban membayar harga sewa apakah setiap bulan atau

41
setiap tahun kepada pemilik. Si penyewa berhak memakai barang tersebut selama
periode waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian/ kontrak.
Demikian juga halnya dengan uang, jika pemilik menyerahkan uangnya
untuk dipakai orang lain maka si pemakai berkewajiban pula membayar harga
sewa yang disebut bunga uang (interest). Bunga uang dapat didefinisikan sebagai
uang yang dibayarkan karena penggunaan uang pinjaman atau sebagai uang yang
didapatkan dari investasi modal.
Umumnya orang lebih menyukai memiliki sejumlah uang sekarang dari
pada masa mendatang, baik untuk dikonsumsi maupun untuk berjaga-jaga.
Dengan demikian penundaan pemilikan dari saat ini ke masa mendatang harus
mempunyai imbalan berupa sejumlah uang atau bunga uang.

Contoh :
Seseorang akan lebih senang menerima Rp. 1000,- sekarang dari pada Rp.
1000,- setahun lagi dan sebaliknya dia akan lebih senang membayar Rp. 1000,-
setahun lagi dari pada membayar Rp. 1000,- sekarang.
Peminjam dan pemberi pinjaman melihat bunga dari dua sudut pandang
yang sama sekaligus berbeda. Pandangan yang sama yaitu bahwa uang yang
dipinjam akan terus berlipat ganda jumlahnya walaupun tingkat bunga tetap
sepanjang periode. Bila diperhitungkan dengan bunga biasa (simple interest) maka
penambahannya akan tergantung dari periode waktu. Namun jika dengan bunga
berlipat (compound interest) maka kuantitas penambahan tergantung pada periode
dan besar bunga karena setiap saat bunganya akan berbunga lagi. Pandangan yang
berbeda yaitu pemberi pinjaman melihat bunga sebagai hadiah atas kesempatan
memberikan pinjaman atau kompensasi atas uang yang dipakai orang lain.
Peminjam melihat bunga sebagai beban yang akan selalu bertambah bila
periodenya makin panjang, yang harus dibayar atas kesempatan memperoleh
pinjaman.
Dalam hal ini ada Peraturan 72, peraturan ini digunakan untuk mengetahui
secara cepat perbandingan nilai sekarang dan yang akan datang pada suatu periode
tahun. Nilai sekarang akan berubah menjadi kira-kira dua kalinya pada sekian

42
tahun (n) dengan suku bunga (i) tertentu. Peraturan 72 dirumuskan dalam
persamaan 5.1 (Kodoatie, 1997).
72
Peraturan 72: n* = (5.1)
i

Suku bunga (i) atau interest rate adalah perbandingan antara bunga yang
dibayarkan pada suatu periode waktu (bulan, tahun) dengan jumlah pinjaman atau
tabungan. Misalkan jumlah pinjaman Rp. 1000,- dengan bunga 1 tahun sejumlah
Rp 150,-. Maka suku bunga dapat ditentukan dengan cara membagi bunga
dengan jumlah pinjaman dikalikan 100%.
Rp. 150,-
Suku bunga (i) = Rp. 1000,- x 100% = 15%

5.2 DIAGRAM CASH FLOW

Didalam operasional proyek akan ada suatu pengeluaran dan penerimaan


dalam periode waktu tertentu. Penerimaan dan pengeluaran dalam interval waktu
tertentu disebut cash flow. Semua penerimaan cash disebut sebagai positive cash
flow atau cash inflow, sedangkan semua pengeluaran cash disebut sebagai
negative cash flow atau cash outflow. Cash flow dapat disajikan dalam bentuk
tabel atau bentuk diagram.
Biaya-biaya yang termasuk sebagai penerimaan contohnya adalah
pembayaran termyn, dana pinjaman, atau lainnya. Sedangkan yang termasuk
sebagai pengeluaran adalah biaya operasional dan pemeliharaan peralatan, biaya
upah tenaga kerja, atau biaya material dan alat, dan lain-lain. Seluruh biaya baik
berupa pendapatan atau pengeluaran yang akan datang diasumsikan pada akhir
periode (n), sedangkan untuk sejumlah pendapatan atau pengeluaran saat ini atau
sekarang diasumsikan terjadi di awal periode.
Sebagai contoh dalam pembuatan cahs flow, sebuah perusahaan
pengembang bermaksud membangun dan menjual 30 unit rumah mewah yang
masing-masing berharga jual Rp 750 juta. Biaya pembangunan masing-masing
unit adalah Rp 500 juta, sedangkan biaya pembebasan tanah adalah Rp 2,5 milyar.
Pembangunan dilaksanakan selama 2 tahun dan tiap tahun berhasil dibangun 15

43
unit dengan biaya pembangunan yang tetap Rp. 500 juta. Diharapkan seluruh unit
dapat terjual dalam waktu 3 tahun setelah semua rumah selesai dengan target tiap
tahun menjual 10 unit dengan harga tetap. Arus penerimaan dan pengeluaran
biaya dari contoh kasus ini dapat disajikan dalam tabel 5.1.
Tabel 5.1 Contoh Arus Penerimaan dan Pengeluaran Biaya
Cash Flow (Rp x 1 juta)
Tahun Keterangan
Pengeluaran Penerimaan
Awal Tahun 0 2.500 0 Biaya Pembebasan Lahan
Biaya pembangunan 20 unit rumah
Akhir Tahun 1 10.000 9.000
& pendapatan 12 unit rumah
Biaya pembangunan 20 unit rumah
Akhir Tahun 2 10.000 9.000
& pendapatan 12 unit rumah
Biaya pembangunan 20 unit rumah
Akhir Tahun 3 10.000 9.000
& pendapatan 12 unit rumah
Akhir Tahun 4 0 9.000 Pendapatan 12 unit rumah
Akhir Tahun 5 0 9.000 Pendapatan 12 unit rumah
Jumlah 32.500 45.000

Sedangkan penyajian dalam diagram cash flow seperti pada gambar 5.1. Gambar
5.1 menunjukkan semua persoalan dalam kasus ini, sehingga semua informasi
yang digunakan untuk memecahkan persoalan terdapati dalam cash flow.
Diagram cash flow merupakan suatu grafis yang menunjukkan arus
penerimaan dan pengeluaran uang dalam periode waktu tertentu. Diagram cash
flow terdiri dari garis horisontal yang menyatakan periode, dan anak panah arah
vertikal menunjukkan jumlah uang. Periode dimulai dari waktu sekarang (0)
sampai dengan periode terakhir (n). Jumlah uang yang besar digambarkan dengan
anak panah lebih panjang. Positive cash flow (+) digambarkan dengan anak panah
keatas, dan negative cash flow (-) digambarkan dengan anak panah ke bawah.

Penerimaan (+)
9.000 9.000 9.000 9.000 9.000

1 2 3 4 5
0
Tahun

2.500 10.000 10.000 10.000 10.000


Pengeluaran (-)

44
Gambar 5.1 Contoh Diagram Cash Flow

5.3 CARA PEMBAYARAN KEMBALI UANG PINJAMAN

Pada umumnya pembiayaan suatu proyek sebagian besar didapat dari


pinjaman Bank, dana-dana internasional, atau sumber-sumber lainnya. Bahkan
pemerintah untuk merangsang pertumbuhan ekonomi telah menyediakan berbagai
jenis pinjaman dengan cara pengembalian tertentu. Cara pembayaran
(pengembalian) pinjaman pada prinsipnya ada 4 (empat) metoda, yaitu:

1. Bunga dibayar tiap periode dan pinjaman dilunasi pada akhir periode.
Contoh :
Jumlah pinjaman (P) sebesar Rp 100.000,- dan suku bunga (i) = 10%/ tahun;
dengan jangka waktu pengembalian(n) = 5 tahun. Bagaimana cash flow
pembayaran pinjaman tersebut jika berlaku dengan bunga biasa?

Penyelesaian:
Tabel 5.2 Pembayaran Pinjaman Cara 1
Akhir Bunga Tiap Jumlah Uang Yang Jumlah Uang Yang
Pembayaran Tiap
Tahun Akhir Tahun Dipinjam Sebelum Dipinjam Tiap Akhir
Akhir Tahun (Rp)
Ke (Rp) Akhir Tahun (Rp) Tahun (Rp)
0 - - - 100.000,-
1 10.000,- 110.000,- 10.000,- 100.000,-
2 10.000,- 110.000,- 10.000,- 100.000,-
3 10.000,- 110.000,- 10.000,- 100.000,-
4 10.000,- 110.000,- 10.000,- 100.000,-
5 10.000,- 110.000,- 110.000,- -

Penerimaan Rp 100.0000

1 2 3 4 5

0
Tahun

Pengeluaran 10.000 10.000 10.000 10.000

110.0000
45
Gambar 5.2 Diagram Cash Flow Pembayaran Pinjaman Cara 1

2. Setiap periode (bulan, tahun) dibayarkan sejumlah pinjaman dibagi jangka


waktu pinjaman dan ditambah bunga dari sisa pinjaman.

Contoh :
Jumlah pinjaman (P) sebesar Rp 100.000,- dengan i = 10%/ tahun; n = 5 tahun.
Bagaimana cash flow pembayaran pinjaman jika berlaku dengan bunga biasa?

Penyelesaian:

Penerimaan Rp 100.0000

1 2 3 4 5

0
Tahun

Pengeluaran
22.000
24.000
26.000
28.000
30.000

Gambar 5.3 Diagram Cash Flow Pembayaran Pinjaman Cara 2

Tabel 5.3 Pembayaran Pinjaman Cara 2


Bunga Tiap Jumlah Uang Yang Jumlah Uang Yang
Akhir Pembayaran Tiap
Akhir Tahun Dipinjam Sebelum Dipinjam Tiap
Tahun Ke Akhir Tahun (Rp)
(Rp) Akhir Tahun (Rp) Akhir Tahun (Rp)
0 - - - 100.000,-
1 10.000,- 110.000,- 30.000,- 80.000,-

46
2 8.000,- 88.000,- 28.000,- 60.000,-
3 6.000,- 66.000,- 26.000,- 40.000,-
4 4.000,- 44.000,- 24.000,- 20.000,-
5 2.000,- 22.000,- 22.000,- -

3. Pembayaran kembali pinjaman ditambah bunga secara merata tiap periode


(bulan, tahun) untuk jangka waktu yang ditetapkan.

Contoh :
Jumlah pinjaman (P) sebesar Rp 100.000,- dan suku bunga (i) = 10%/ tahun;
dengan jangka waktu pengembalian(n) = 5 tahun. Bagaimana diagram cash
flow pembayaran pinjaman tersebut jika berlaku dengan bunga biasa?

Penyelesaian:
Jumlah bunga yang harus dibayarkan selama 5 tahun yaitu sebesar:
= 5 x i x P = 5 x 0,1 x Rp 100.000,- = Rp 50.000,-
Jumlah yang harus dibayarkan setiap periodenya yaitu sesar:
= Rp 100.000,-/5 + Rp 50.000,-/5 = Rp 30.000,-.

Penerimaan Rp 100.0000

1 2 3 4 5

0 Tahun

Pengeluaran 30.000 30.000 30.000 30.000 30.0000

Gambar 5.4 Diagram Cash Flow Pembayaran Pinjaman Cara 3

Tabel 5.4 Pembayaran Pinjaman Cara 3


Bunga Tiap Jumlah Uang Yang Jumlah Uang Yang
Akhir Pembayaran Tiap
Akhir Tahun Dipinjam Sebelum Dipinjam Tiap
Tahun Ke Akhir Tahun (Rp)
(Rp) Akhir Tahun (Rp) Akhir Tahun (Rp)
0 - - - 100.000,-
1 10.000,- 110.000,- 30.000,- 80.000,-

47
2 10.000,- 90.000,- 30.000,- 60.000,-
3 10.000,- 70.000,- 30.000,- 40.000,-
4 10.000,- 50.000,- 30.000,- 20.000,-
5 10.000,- 30.000,- 30.000,- -

4. Pinjaman dilunasi sekaligus pada akhir jangka waktu peminjaman. Dalam hal
ini jumlah pinjaman terus bertambah besar, karena adanya bunga-berbunga.

Contoh :
Jumlah pinjaman (P) sebesar Rp 100.000,- dan suku bunga (i) = 10%/ tahun;
dengan jangka waktu pengembalian(n) = 5 tahun. Bagaimana cash flow
pembayaran pinjaman tersebut jika berlaku dengan bunga biasa?

Penyelesaian:

Penerimaan Rp 100.0000

1 2 3 4 5

0 Tahun

Pengeluaran 146.000
0

Gambar 5.5 Diagram Cash Flow Pembayaran Pinjaman Cara 3

Tabel 5.5 Pembayaran Pinjaman Cara 4


Bunga Tiap Jumlah Uang Yang Jumlah Uang Yang
Akhir Pembayaran Tiap
Akhir Tahun Dipinjam Sebelum Dipinjam Tiap Akhir
Tahun Ke Akhir Tahun Rp.
Rp. Akhir Tahun Rp. Tahun Rp.
0 - - - 100.000,-
1 10.000,- 100.000,- - 110.000,-
2 11.000, 110.000, - 121.000,
3 12.000, 121.000, - 133.000,

48
4 13.000, 133.000, - 146.000,
5 14.000, 146.000,- 146.000,- -

Latihan Soal
1. Seorang investor meminjam uang di suatu bank untuk membangun perumahan
sebanyak 50 unit dengan besar pinjaman Rp. 20 milyar. Pembayaran kembali
dilakukan tiap bulan selama 1 tahun dengan suku bunga 2 % per bulan.
Gambarkan diagram Cash Flow pembayarannya dan sajikan pula dalam tabel!
2. PT.Sumber Makmur yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi mengambil
kredit pada BNI sebesar Rp. 10 milyar untuk membiayai Proyek Perumahan di
Malang dengan jangka waktu 5 bulan, dengan bunga perbulan 2 %. Karena
keterlambatan proyek tersebut, PT. Sumber Makmur dapat melunasi kredit
secara keseluruhan pada bulan ke 8. Pembayaran ke BNI dilaksanakan mulai
akhir bulan ke 1 s/d 3 terus macet, baru dimulai lagi akhir bulan ke 7 s/d lunas.
Berapakah jumlah dana yang dibayarkan kepada BNI dengan cara II, dan IV.
5.4 JENIS-JENIS BUNGA UANG
Terdapat tiga macam perhitungan bunga uang, yaitu:
1. Perhitungan bunga biasa (simple interest rate)
2. Perhitungan bunga berlipat/bunga ganda (compound interest)
3. Perhitungan bunga kontinyu
Sedangkan laju suku bunga atau tingkat suku bunga ada dua macam, yaitu:
1. Tingkat suku bunga nominal (nominal interest rates)
2. Tingkat suku bunga efektif (effective interest rates)

Contoh penggunaan dari berbagai jenis bunga uang sebagai berikut:

1. Perhitungan nilai mendatang dengan bunga biasa:


Prinsip perhitungan dengan bunga biasa menganggap bahwa modal pokok
tetap seperti semula walaupun bunga belum dibayar, tetapi tidak ditambahkan
sebagai modal pokok yang baru. Rumus perhitungan nilai mendatang (F =
Future value) seperti pada persamaan 5.2.
Fn = P (1 + n.i) (5.2)

49
Dimana:
F : jumlah uang yang akan datang = nilai mendatang = nilai akhir setelah n
periode dari sekarang.
P : jumlah uang yang sekarang/nilai sekarang (Present Value)
n : jumlah periode
i : tingkat suku bunga tiap periode ( tahun, bulan, hari)

Contoh soal:
Jika pinjaman uang sebesar Rp 1.000.000,- untuk jangka waktu 5 tahun dengan
bunga 12% per tahun. Berapa jumlah pinjaman yang harus dikembalikan
setelah 5 tahun?

Penyelesaian:

Pinjaman Rp 1.000.000

1 2 3 4 5

0 Tahun

Pengeluaran F=?

Gambar 5.6 Diagram Cash Flow Pinjaman

Bunga per tahun = Rp 1.000.000,- x 0,12 = Rp 120.000,-


Bunga selama 4 tahun: I = Pin = Rp 1.000.000 x 0,12 x 5 = Rp 600.000,-
Jumlah hutang yang harus dibayar setelah 5 tahun adalah:
F = P + I = P (1+ in) = Rp 1.000.000 (1 + 0,12 x 5) = Rp 1.600.000,-

2. Perhitungan nilai mendatang dengan bunga ganda (majemuk):

50
Prinsip perhitungan bunga ganda bahwa bunga dari periode sebelumnya (yang
belum/tidak dibayar) akan terus dijumlahkan dengan modal pokok sebagai
modal periode berikutnya. Bunga dihitung berdasarkan modal yang terbaru,
atau disebut bunga berbunga.
Jika soal pada contoh soal diselesaikan dengan bunga ganda, maka
pembayaran bunga diperlihatkan pada tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6 Contoh Pembayaran Bunga Ganda

Jumlah Pinjaman awal Bunga Pinjaman Jumlah Pinjaman


Tahun
Tahun (Rp) (Rp) Akhir Tahun (Rp)
1 1,000,000 120,000 1,120,000
2 1,120,000 134,400 1,254,400
3 1,254,400 150,528 1,404,928
4 1,404,928 168,591 1,573,519
5 1,573,519 188,822 1,762,342

Jumlah pinjaman yang harus dikembalikan setelah 5 tahun sebesar Rp


1.762.342,- lebih besar Rp 162.342,- dari perhitungan bunga biasa.

Secara matematis nilai pinjaman untuk tahun tertentu dihitung sebagai berikut:
Jumlah pinjaman P dengan suku bunga i, maka bunga yang dibebankan pada
akhir tahun pertama I1 sebesar P.i. Sehingga total pinjaman pada:
akhir tahun pertama menjadi P + P.i atau F1 = P ( 1 + i )
akhir tahun kedua:
bunga I2 = P (1+i) i
jumlah total F2 = F1 + I2 = P (1+i) + P (1+i) i = P (1+i)2
akhir tahun ketiga:
bunga I3 = P (1+i)2 i
jumlah total F3 = F2 + I3 = P (1+i)2 + P (1+i)2 i = P (1+i)3
akhir tahun ke-n:
bunga In = P (1+i)n i (5.3)
jumlah total Fn = Fn-1 + In = P (1+i)n (5.4)

51
Jadi jumlah bunga pinjaman setelah tahun kelima dapat dihitung dengan
rumus 5.3 dan diperoleh bunga sebesar Rp 211.481,-. Jumlah pinjaman total
yang harus dikembalikan dihitung dengan rumus 5.4 dan diperoleh sebesar
Rp 1.211.481,-.

Bentuk (1 + i)n disebut faktor jumlah compound dari pembayaran tunggal


(single payment compound amount faktor = SCAF = (F/P, i, n)), yang secara
umum ditulis seperti pada rumus 5.5 berikut:
X (Y/Z, i, n) (5.5)
Keterangan:
Y : nilai yang dicari
Z : nilai yang diketahui
X : sejumlah uang dari Z
i : bunga (%)
n : tahun
Jika P diketahui, maka F dapat dihitung dengan rumus 5.4 atau 5.6 berikut:
F = P (F/P, i%, n) (5.6)
Dari rumus tersebut jika F diketahui nilainya, maka nilai awal (P) dapat
dihitung dengan rumus 5.7:
F 1 n

P= n = F (
) = F  1  (5.7)
(1  i ) (1  i ) n
1 i 
1
Bentuk ( ) disebut faktor nilai sekarang pada prmbayaran tunggal
(1  i ) n

(single payment present worth faktor = SPWF = (P/F, i, n)). Sehingga P


dihitung dengan rumus 5.8.
P = F (P/F, i%, n) (5.8)

3. Perhitungan nilai mendatang dengan bunga kontinyu:


Prinsip perhitungan bunga kontinyu seperti pada bunga ganda, tetapi cara
penggandaannya dilakukan tiap periode yang telah disepakati dalam satu

52
tahun. Misal i = 15%, periode bunga kontinyu tiap 3 bulan, artinya dalam satu
tahun terdapat 4 kali penggandaan.
Jika jumlah periode dalam setahun sebanyak “k” maka pada akhir tahun
jumlah uang dapat dihitung dengan rumus 5.9.
i k
F = P(1 + )
k
(5.9)
Nilai mendatang dari uang tersebut dalam periode n tahun menjadi:
i n.k
Fn = P(1 + ) (5.10)
k
Secara matematis jika nilai k makin besar mendekati tak hingga, maka nilai i/k
mendekati nol. Nilai mendatang dengan k yang sangat besar dapat dihitung
dengan persamaan 5.1.
F = P.e i.n
(5.11)
dengan e = 2,71828….

4. Perhitungan nilai mendatang dengan tingkat bunga nominal:


Tingkat bunga nominal yaitu menggandakan bunga yang ada pada suatu
periode waktu ke periode waktu yang lebih banyak. Artinya bunga dapat
dilipatgandakan beberapa kali per tahun, misal per bulan, per kwartal, per
semester, dan seterusnya.

Contoh:
a. bunga 1% per bulan dapat disebut bunga 12% yang digandakan per
bulan dalam 1 tahun.
b. Bunga 2% perkwartal = bunga 8% yang dilipatgandakan secara
kwartal dalam setahun.
Jadi bunga 12% atau 8% diatas disebut tingkat bunga nominal.
Nilai mendatang dari uang Rp 1 juta dengan bunga ganda 6% per
semester, maka untuk waktu 1 tahun nilai uang tersebut menjadi:
F12 = 1 jt (1 + 6%)2 = 1.124.000

53
5. Perhitungan nilai mendatang dengan tingkat bunga efektif:
Tingkat bunga efektif adalah perbandingan antara bunga yang diperoleh
dengan jumlah uang awal pada suatu periode, seperti rumus 5.12:
FP
Tingkat bunga efektif = (5.12)
P
Dimana F-P = bunga yang diperoleh selama 1 periode

Contoh:
Uang Rp 1 juta dengan bunga ganda 1% per bulan, maka untuk 1 tahun yang
akan datang menjadi:
F12 = 1 juta (1+1%)12 = 1.127.000
1.127.000  1.000.000
Tingkat bunga efektif = = 12,7%
1.000.000
Dengan mengetahui tingkat bunga nominal (i), maka tingkat bunga efektif (r)
dihitung dengan rumus 5.13. Tingkat bunga efektif > tingkat bunga nominal.
r = ei – 1 (5.13)

5.5 PEMBAYARAN TUNGGAL


Pembayaran tunggal terdiri dari dua macam pembayaran yaitu dalam bentuk
nilai sekarang (Present Value = P) dan nilai mendatang (Future Value = F).
Untuk selanjutnya perhitungan nilai uang menggunakan bunga ganda. Kedua nilai
P dan F secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

5.5.1 Faktor Jumlah Kompon – Pembayaran Tunggal (Compound Amount


Factor – Single Payment):

Jika P diketahui dan F ditanyakan, maka untuk penyelesaiannya dapat


digunakan faktor jumlah kompon (F/P,i,n) atau (1 + i) n. F dihitung dengan rumus
5.3, yaitu F = P (1 + i)n atau rumus 5.5 yaitu F = P (F/P,i,n).

Contoh:

54
Seseorang menyimpan uang di bank sebesar Rp 10.000.000,- pada akhir
tahun 2012. Berapa jumlah uang yang akan diterima lima tahun mendatang
jika tingkat suku bunga 10%?

Penyelesaian:
Penerimaan
(F) = ?

i = 8%

Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017
3 5

P = Rp10.000.000

Gambar 5.7 Diagram Cash Flow Simpanan

Sangat direkomendasikan untuk selalu menterjemahkan persoalan yang ada


ke dalam diagram cash flow seperti gambar 5.1, dengan tujuan untuk
memperkecil tingkat kesalahan bila persoalan semakin rumit dan kompleks.
Jumlah penerimaan (nilai mendatang) pada lima tahun mendatang adalah :
F = P (1 + i)n = Rp 10.000.000,- (1 + 0,10)5 = Rp 16.105.100,-
Atau
F = P (F/P,i,n) = Rp 10.000.000,- (1,610510) = Rp 16.105.100,-

5.5.2 Faktor Nilai Sekarang – Pembayaran Tunggal (Present Worth Factor –


Single Payment)

Jika F diketahui dan P ditanyakan, maka untuk penyelesaiannya dapat


digunakan faktor nilai sekarang (P/F,i,n) atau 1/(1+i)n.

Contoh:
Seseorang mengharapkan untuk menerima Rp 50.000.000,- pada akhir tahun
2017. Berapa jumlah nilai uang yang harus ditabung sekarang jika tingkat
suku bunga 8%?

55
Penyelesaian:
F 50000000
P= = = Rp 31.046.066
(1  i ) n (1  0,10) 5

Atau
P = F (P/F,i,n) = Rp 50.000.000 (0,62092) = Rp 31.046.066

Penerimaan
(F) = Rp 50.0000

i = 8%

Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017
3 5

Pengeluaran (P)?

Gambar 5.8 Diagram Cash Flow Tabungan

5.6 PEMBAYARAN SERI

Pembayaran seri (A) disebut juga pembayaran yang seragam setiap


tahunnya (Uniform Annual Series Of Payments = UASP). Jika setiap tahun
(periode) diinvestasikan uang sebesar A dalam jangka waktu “n” tahun (periode),
maka dapat dihitung sebagai berikut:
Investasi ke-1 = A, maka pada akhir periode menjadi F = A (1+i)n-1
ke-2 = A, maka pada akhir periode menjadi F = A (1+i)n-2
ke- (n-1) = A, maka pada akhir periode menjadi F = A(1+i)n-(n-1)
ke-n = A, maka pada akhir periode menjadi F = A(1+i)n-n
Jumlah keseluruhan F = A{(1+i)n-1 + (1+i)n-2 + ….. + (1+i)1 + 1} (5.14)
Jika kedua ruas dikalikan dengan (1 + i), maka menjadi:
(1+i) F = A{(1+i)n (1+i)n-1 + …. + (1+i)3 + (1+i)2 + (1+i)} (5.15)
Dari persamaan 5.14 dan 5.15 maka diperoleh persamaan 5.16 dan 5.17

56
 i 
i.F = A{(1+i)n - 1} sehingga A = F   (5.16)
 (1  i )  1 
n

 (1  i ) n  1 
dan F = A   (5.17)
 i 

 i 
  disebut sinking fund factor (faktor penanaman sejumlah dana
 (1  i )  1 
n

diendapkan) disingkat SFF = (A/F, i, n).


 (1  i ) n  1 
  disebut capital recovery factor (faktor pemulihan modal) disingkat
 i 
CRF = (F/A, i, n)
Rumusan pembayaran seri (A) atau penyimpanan dana rutin dapat
dikembangkan dengan memasukkan nilai modal pokok P sehingga A dapat

 i 
ditentukan dengan rumus 5.18. Dengan F = P (1+i)n dan A = F   ,
 (1  i )  1 
n

 i 
maka A = P (1+i)n   atau
 (1  i )  1 
n

 i (1  i ) n 
A=P   (5.18)
 (1  i )  1
n

Apabila nilai A diketahui, maka P dapat dihitung dengan rumus 5.19.


 (1  i ) n  1
P = A n  (5.19)
 i (1  i ) 

 i (1  i ) n 
  disebut faktor pemulihan modal. Faktor ini digunakan untuk
 (1  i )  1
n

menentukan besarnya tiap pembayaran seri yang diperlukan untuk menggantikan


investasi suatu asset yang ditanamkan sekarang (P) pada tingkat suku bunga
tertentu.

Contoh Soal:

57
Jika biaya pembelian dari suatu bulldozer sebesar Rp 7,5 juta pada awal
tahun. Hitung biaya rangkaian seragam yang ekivalen tiap tahunnya
sepanjang periode 5 tahun dari biaya bulldozer tersebut, jika i = 10%.

Penyelesaian:

i = 10%

1 2 3 4 5
0
Tahun

RP 7,5 juta A=?

Gambar 5.9 Diagram Cash Flow Biaya Buldozer Tiap Tahun

 i (1  i ) n   0,1(1  0,1) 5 
A=P   = Rp 7,5 juta   = Rp 263 .797.-
 (1  i )  1  (1  0,1)  1
n 5

Jadi biaya pembelian bulldozer saat ini Rp 7,5 juta ekivalen dengan biaya
pembelian bulldozer dengan jumlah seragam tiap tahun selama 5 tahun adalah
Rp 263.797.

5.7 FAKTOR PERUBAHAN DERET HITUNG (ARITMATIC - GRADIENT


CONVERTION FACTOR – TO UNIFORM SERIES)

Pengeluaran ataupun penerimaan dari suatu investasi setiap periodenya


sering tidak seragam atau sering berubah-ubah. Apabila kenaikan ataupun
penurunan biaya tersebut sama setiap tahun, maka dikenal sebagai Uniform
Aritmatic Gradient. Sebagai contoh, makin lama pemakaian suatu mesin produksi
maka biaya pemeliharaan cenderung meningkat dari periode ke periode. Misalnya,
biaya pemeliharaan mesin produksi sebagai berikut:
Tahun I : Rp 1.000.000,-
Tahun II : Rp 1.150.000,-
Tahun III : Rp 1.300.000,- dan seterusnya.
Setiap tahun bertambah dengan Rp 150.000,- (deret hitung)

58
Mengingat perubahan (pemasukan/pengeluaran) tiap tahun terus berjalan seperti
contoh diatas, tentunya tingkat suku bunga akan berpengaruh pula. Misalkan
tambahan sebesar Rp 150.000 tersebut diatas sebagai G, maka tambahan tersebut
dapat diperlihatkan pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Jumlah Peningkatan Tiap Tahun


Akhit tahun ke- Peningkatan Pembayaran
1 0
2 G
3 2G
4 3G
n-1 (n-2)G
n (n-1)G

Kenaikan pertama, kedua, dan seterusnya akan mempunyai suatu jumlah kompon
sebagai berikut:
(1  i ) n 1  1
F1 = G
i
(1  i ) n  2  1
F2 = G , dan seterusnya
i
Jika jumlah kompon ini dijumlahkan, maka diperoleh F seperti persamaan 5.20:
(1  i ) n 1  1 (1  i ) n  2  1 (1  i ) 2  1 (1  i )1  1
F = G{ + + ……+ + }
i i i i
G n 1 n2
F= {(1+i) + (1+i) +……+ (1+i)2 + (1+i) – G} - 1
i
G n 1 n2 nG
F= {(1+i) + (1+i) +……+ (1+i)2 + (1+i) – 1} -
i i
G (1  i ) n 1  1 nG
F= { }-
i i i

(5.20)
Untuk merubah jumlah ini kedalam suatu pembayaran periodik yang
seragam dan ekivalen sepanjang periode n, adalah mutlak perlu mensubstitusikan
jumlah tersebut diatas untuk F dalam rumus dana diendapkan, sehingga
memberikan nilai A seperti pada rumus 5.21:

59
G (1  i ) n  1  i  nG  i 
A= { }   -  
i i  (1  i )  1 
n
i  (1  i )  1 
n

G nG (1  i ) n  1
A= - { }
i i i
1 n 
A = G    G (A/G, i, n) (5.21)
i (1  i )  1
n

1 n 
   atau (A/G, i, n) disebut faktor deret hitung naik (the arithmetic
 i (1  i )  1
n

gradient convertion factor).

Contoh soal:
Jika biaya pemeliharaan dari suatu bulldozer sebesar Rp 750 ribu pada akhir tahun
ke-1, Rp 1 juta pada akhir tahun ke-2, dan setiap tahunnya naik Rp 250 ribu
sampai tahun ke-5. Hitung biaya rangkaian seragam yang ekivalen tiap tahunnya
sepanjang periode 5 tahun, jika i = 10%.

Penyelesaian:

i = 10%

1 2 3 4 5
0
Tahun

A1=750.000
G = 250.000

Gambar 5.10 Diagram Cash Flow Pemeliharaan Bulldozer

Biaya rangkaian seragam tiap tahunnya yang ekivalen dengan G adalah:

60
1 n   1 5 
A = G    Rp 750.000  0,12    Rp 1.330.946,-
i (1  i )  1
n
 (1  0,12)  1
5

Atau dapat ditentukan dengan rumus 5.21 yaitu A = G (A/G, i, n), nilai (A/G,i,n)
dicari pada tabel Faktor Konversi Gradient Series ke Bentuk Seragam dengan i =
10% dan n = 5. Pada tabel tersebut diperoleh nilai (A/G, i, n) = 1,810. Sehingga
nilai A = Rp 250.000 x 1,810 = Rp 452.500,-.
Jadi total biaya rangkaian seragam tiap tahunnya adalah:
ATotal = Rp (750.000 + 452.500) = Rp 1.202.500,-

Jika nilai A total digambarkan dalam Cash Flow akan terlihat seperti pada gambar
5.4, A total digambarkan dengan panah yang lebih tebal.

i = 10%

1 2 3 4 5
0
Tahun

ATotal = 1.202.500

Gambar 5.11 Diagram Cash Flow Pemeliharaan Bulldozer


dalam Bentuk Rangkaian Seragam

Latihan soal:
1. Jika biaya pemeliharaan dari suatu bulldozer sebesar Rp 750 ribu pada akhir
tahun ke-1, Rp 1 juta pada akhir tahun ke-2, dan setiap tahunnya naik Rp 250
ribu sampai tahun ke-5.
a. Hitung biaya sekarang yang ekivalen tiap tahunnya sepanjang periode 5
tahun, jika i = 10%!
Rumus: P = A (P/A,i,n) + G(P/G,i,n).
(P/G,i,n) = (P/A,i,n) (A/G,i,n)

61
b. Hitung biaya sekarang yang ekivalen tiap tahunnya sepanjang periode 5
tahun, jika i = 10%!
Rumus: F = A (F/A,i,n) + G(F/G,i,n).
(F/G,i,n) = (F/A,i,n) (A/G,i,n)

BAB VI
METODE PERBANDINGAN ALTERNATIF

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menyebutkan metode
pemilihan alternatif dan dapat memilih alternatif terbaik secara ekonomi.

6.1 PENDAHULUAN

62
Suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan suatu proyek maupun
investasi adalah memilih beberapa alternatif yang ada dalam merealisasi alternatif
yang dianggap paling layak. Metode-metode perbandingan ekonomi diperlukan
sebagai pertimbangan teknis yang cermat dalam pemilihan alternatif untuk
melakukan sesuatu investasi atau pembiayaan suatu proyek.
Dana untuk investasi tidak selalu tersedia dalam jumlah besar, sehingga
langkah yang diambil adalah mencari pinjaman modal yang dibutuhkan, dengan
alasan bahwa pekerjaan yang dilaksanakan dapat diperhitungkan sebagai jaminan
berdasarkan kemampuannya menghasilkan pendapatan apabila telah selesai
dilaksanakan (memperoleh pendapatan untuk membayar pinjaman + bunga). Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pinjaman modal, yaitu:
1. Membayar angsuran untuk memperkecil pinjaman
2. Membayar bunga terhadap pinjaman sampai saat pelunasan
Didalam suatu kegiatan ekonomi atas kegiatan proyek, akan dijumpai dua
komponen aliran kas (cash flow), yaitu kas keluar (cash outflow) dan kas masuk
(cash in flow). Penguasaan terhadap cash flow tersebut sangat menunjang dalam
perhitungan-perhitungan untuk menganalisis alternatif proyek. Oleh karena itu
manfaat bagi pelaksana/site engineer/desicion maker sangat besar, misalnya
dalam pemilihan peralatan dalam pelaksanaan proyek, pengambilan keputusan
dalam feasibility study dari suatu proyek, akan melakukan investasi atau tidak.
Investor memerlukan adanya studi kelayakan untuk mengetahui dan
memperkirakan keadaan proyeknya di dalam suatu kondisi yang tidak pasti atau
berubah-ubah agar dapat mengambil suatu keputusan investasi dengan menekan
tingkat resiko dan mengharapkan tingkat keuntungan yang maksimal. Bagi
pemilik proyek swasta seperti pengembang, titik berat keberhasilan diletakkan
pada aspek finansial dan ekonomi.
Studi Kelayakan dari segi finansial adalah menganalisa kelayakan proyek
berdasarkan biaya dan manfaat. Apakah biaya yang dikeluarkan pihak investor
sebanding dengan keuntungan-keuntungan yang diperoleh. Namun analisis ini
tidak hanya untuk mencari suatu alternatif berdasarkan keuntungan dan biaya

63
sesaat, tetapi juga mencoba mengevaluasi keuntungan dan biaya sesaat ini untuk
sepanjang usia proyek (Ashworth, 1994:47).
Keuntungan yang dimaksud adalah laba yang diperoleh pihak investor
sebagai pihak yang berinvestasi, serta keuntungan lain yang dirasakan oleh pihak
konsumen yang berupa keamanan, kenyamanan, dan lingkungan sekitarnya. Biaya
yang dikeluarkan berupa biaya investasi, biaya gaji pegawai, dan biaya
operasional.
Kegiatan dalam mengalokasikan dana tentu menginginkan suatu metodologi
atau prosedur yang dapat dipakai sebagai alat bantu untuk membuat keputusan
investasi. Dalam proses mengkaji kelayakan proyek dari aspek finansial untuk
suatu investasi, pendekatan konvensional yang digunakan adalah menganalisis
perkiraan arus kas keluar dan masuk selama umur proyek atau investasi.
Pengkajian dari segi finansial dilakukan karena tujuan perusahaan untuk
menaikkan kekayaan. Aspek finansial meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Besaran investasi
2. Membuat perkiraan biaya investasi
3. Proyeksi pendapatan
4. Melakukan penilaian dan menyusun rangking alternatif
5. Analisis resiko
Dengan ringkas bisa dikatakan, bahwa tujuan dilakukannya studi kelayakan
finansial adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu
besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Husnan dan
Muhammad, 2000:7).

Pada umumnya masalah finansial atau arus kas suatu investasi mencakup
periode waktu yang cukup lama, bertahun-tahun, sehingga perlu diperhitungkan
pengaruh waktu terhadap nilai uang (Soeharto, 1995:417). Untuk melakukan
ekivalensi nilai uang menurut Pujawan (2004), perlu diketahui tiga hal, yaitu:
1. Jumlah uang yang dipinjam atau diinvestasikan.
2. Periode/waktu peminjaman atau investasi.
3. Tingkat bunga yang dikenakan.

64
Dalam menilai kelayakan proyek, konsep nilai waktu dari uang (time value
of money) ini sangatlah penting. Faktor-faktor yang perlu diketahui dalam
mengevaluasi proyek adalah menggunakan bunga berganda (interest compound)
dan metode penggandaan yang berperiode (discrete compounding).
Dalam menilai kelayakan finansial proyek dengan menganalisis aliran kas
yang memakai parameter yang telah dipakai secara luas untuk memilih mana yang
dapat diterima dan yang akan ditolak. Parameter kelayakan tersebut berhubungan
dengan ekonomi teknik, diantaranya adalah konsep ekivalen, yaitu pengaruh
waktu terhadap nilai uang.
Parameter kelayakan finansial proyek yang secara luas digunakan adalah:
1. Tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang:
a. Periode Pengembalian (Pay Back Period)
b. Pengembalian Investasi (Return On Investment - ROI)
2. Memperhitungkan nilai waktu dari uang:
a. Nilai Sekarang Neto (Net Present Value - NPV)
b. Laju Pengembalian Internal (Internal Rate of Return - IRR)
c. Indeks Profitabilitas
d. Perbandingan Manfaat Biaya (Benefit Cost Ratio - BCR)
Di dalam mengkaji arus pengembalian atau tingkat keuntungan dikenal
parameter yang disebut arus pengembalian minimal yang menarik (Minimum
Attractive Rate Of Return – MARR). MARR adalah nilai minimal dari tingkat
pengembalian atau bunga yang bisa diterima oleh investor. Dengan kata lain bila
suatu investasi menghasilkan bunga atau tingkat pengembalian yang lebih kecil
dari MARR maka investasi tersebut dinilai tidak ekonomis sehingga tidak layak
untuk dikerjakan.

6.2 PERIODE PENGEMBALIAN

Menurut Soeharto (1995:423), periode pengembalian (pay-back period)


adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu
investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net). Adapun pengertian aliran kas bersih
adalah selisih pendapat (revenue) terhadap pengeluaran (expenses) per tahun.

65
Dalam menganalisis periode pengembalian dapat dimasukkan faktor-faktor

seperti modal kerja, depresiasi, dan pajak. Hal ini akan menghasilkan angka yang

lebih realistis. Tetapi langkah ini akan mengurangi kesederhanaan dan kemudahan

periode sebagai alat analisis pendahuluan.

Kelebihan dari penggunaan kriteria ini menurut Soeharto (2002: 94) adalah

sebagai berikut:

a. Sederhana, menghitungnya tidak sulit dan memberikan pengertian yang


mudah tentang waktu pengembalian modal (capital recovery).
b. Untuk proyek yang memiliki resiko makin lama makin tinggi, atau peka
terhadap likuiditas pada masa awal investasi, dengan mengetahui kapan
pengembalian modal selesai, akan membantu keputusan kelayakan proyek
tersebut.
c. Investasi yang menghasilkan produk dengan model yang relatif cepat
berubah atau usang, perlu diketahui kapan dicapai periode pengembalian.
Sedangkan keterbatasan dalam kriteria ini adalah :
a. Tidak menggambarkan bagaimana situasi aliran kas sesudah periode
pengembalian selesai.
b. Tidak mempertimbangkan nilai waktu dari uang, berarti tidak mengikuti
prinsip dasar aspek ekonomi.
c. Sulitnya menentukan metode pay back maksimum yang diisyaratkan untuk
dipergunakan sebagai angka pembanding.
Walaupun terdapat banyak keterbatasan, tetapi dalam kenyataannya PP
masih banyak dipakai secara luas, terutama karena perhitungannya mudah dan
cepat untuk mengetahui tentang risiko investasi. Untuk memperbaiki beberapa
kelemahan diats dilakukan modifikasi dengan memasukkan unsure biaya modal.

66
Evaluasi ini memberikan indikasi atau petunjuk bahwa proyek dengan
periode pengembalian lebih cepat akan lebih disukai, terutama pemilik ataupun
para investor proyek. Pihak pemilik perlu menentukan batasan maksimum waktu
pengembalian, berarti lewat waktu tersebut tidak diperhitungkan (Soeharto,
1995:425). Penentuan PP dapat dibedakan berdasarkan arus kas tahunan dengan
jumlah tetap dan tidak tetap (Soeharto, 2002: 92).

6.2.1 Arus Kas Tahunan Dengan Jumlah Tetap


Dalam hal ini selisih antara pendapatan dan pengeluaran pertahun atau arus
kas bersih pertahun adalah tetap. Rumus 6.1 digunakan untuk menghitung PP
dengan kasus seperti ini.
PP = Cf/A (6.1)
Dimana:
Cf = Biaya pertama
A = Arus kas bersih per tahun
Contoh:
Suatu perusahaan sedang mengkaji PP atas suatu rencana investasi dengan awal
Rp 60 juta. Diharapkan arus kas bersih per tahun adalah Rp 15 juta selama umur
investasi. Tentukan Periode Pengembalian investasi tersebut!

Penyelesaian:
Dengan menggunakan rumus 6.1, maka akan diperoleh nilai PP:
PP = Cf / A = Rp 60 juta / (Rp 15 juta/tahun) = 4 tahun
Bila dibuat dalam bentuk diagram akan terlihat seperti gambar 6.1. Pada
gambar 6.1 terlihat bahwa arus kas bersih per tahun berjumlah sama, sehingga
arus kas kumulatif akan merupakan garis lurus. Titik potong garis arus kas
kumulatif dengan garis waktu (tahun) menunjukkan periode pengembalian. Bila
dibuat dalam bentuk tabel akan terlihat seperti pada tabel 6.1.
PP

A = Rp 15 juta

0 Tahun
1 2 3 4 n-1 n
67

Arus Kas Kumulatif

Cf = Rp 60 juta
Gambar 6.1 Periode Pengembalian dengan Arus Kas yang Sama

Tabel 6.1 Periode Pengembalian dengan Arus Kas yang Sama


Akhir Arus Kas
Keterangan
Tahun Ke- Bersih (Rp) Kumulatif (Rp)
0 -60.000.000 -60.000.000
1 15.000.000 -45.000.000
2 15.000.000 -30.000.000
3 15.000.000 -15.000.000
4 15.000.000 0 artinya PP terjadi
… 15.000.000 15.000.000
n-1 15.000.000 >15.000.000
n 15.000.000 …

6.2.2 Arus Kas Tahunan Dengan Jumlah Tidak Tetap


Dalam aliran kas ini nantinya selisih antara pendapatan dan pengeluaran per
tahun akan mengalami perubahan-perubahan. Ini akan mengakibatkan bentuk
garis kumulatif aliran kas tidak lurus. Rumus 6.2 digunakan dalam menentukan
periode pengembalian dengan kasus ini, yaitu:
 1 
Periode pengembalian = (n  1)  C f   An 
n 1
 (6.2)
 1  An 

Dimana:

f
C = Biaya pertama

68
An = Aliran kas pada tahun ke-n

n = Tahun pengembalian ditambah 1

Contoh:
Suatu proyek penanaman modal mengikuti arus kas bersih seperti pada tabel 6.2.
Tabel 6.2 Arus Kas Bersih Penanaman Modal
Akhir Arus Kas n 1

Tahun Ke- Bersih (Rp) Kumulatif (Rp)  An (Rp)


1

0 -30.000.000 -30.000.000 -
1 +4.000.000 -26.000.000 +4.000.000
2 +8.000.000 -18.000.000 +12.000.000
3 +9.000.000 -9.000.000 +21.000.000
4 +7.000.000 -2.000.000 +28.000.000
5 +4.000.000 +2.000.000

Pada tahun ke berapa terjadi periode pengembalian?


Penyelesaian:
PP = 4,5 tahun

Rp 9 juta
Rp 8 juta Rp 7 juta

Rp 4 juta Rp 4 juta

0 Tahun
1 2 3 4 5

Arus Kas Kumulatif

Cf = Rp 30 juta

Gambar 6.2 Periode Pengembalian dengan Arus Kas yang Tidak Sama

Dengan menggunakan rumus 6.2, maka akan diperoleh nilai PP:

69
 1 
PP = (n  1)  C f   An 
n 1

 1  An 

PP = (5-1) + (30.000.000 – 28.000.000)(1/4.000.000) = 4,5 tahun


Bila dibuat dalam bentuk diagram akan terlihat seperti gambar 6.2. Pada
gambar 6.2 terlihat bahwa arus kas bersih per tahun berjumlah tidak sama,
sehingga arus kas kumulatif bukan merupakan garis lurus. Titik potong garis arus
kas kumulatif dengan garis waktu (tahun) menunjukkan periode pengembalian.

6.3 PENGEMBALIAN INVESTASI

Menurut Soeharto (2002: 95), pengembalian atas investasi atau asset


(Return On Investment/ROI) adalah perbandingan dari pemasukan (income) per
tahun terhadap dana investasi, dengan demikian memberikan indikasi
profitabilitas suatu investasi. ROI ditentukan dengan rumus 6.2.

ROI = Pemasukan x100% (6.2)


Investasi

Karena investasi dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk seperti biaya

pertama, investasi rata-rata dan lain-lain, demikian pula perhitungan pemasukan

dapat dimasukkan faktor-faktor depresiasi, pajak, bunga, dan lain-lain, maka akan

dihasilkan banyak sekali variasi ROI, antara lain seperti pada rumus 6.3 – 6.5.

a. ROI = PemasukanNetoSebelumPajak (6.3)


BiayaPertama

b. ROI = PemasukanNetoSebelumPajak (6.4)


Rata  rataInvestasi

c. ROI = PemasukanNetoSetelahPajak (6.5)


Rata  rataInvestasi

70
Dari analisa diatas terlihat bahwa makin besar ROI, makin disukai oleh
calon investor. Menurut Soeharto (1995:426), kriteria ini memiliki keterbatasan
antara lain:
a. Terdapat berbagai variasi cara menghitung ROI, sehingga sulit menentukan
besar angka ROI yang akan dipakai patokan menerima atau menolak usulan
investasi.
b. Tidak menunjukkan profil laba terhadap waktu. Hal ini dapat menyebabkan
keputusan yang kurang tepat.
c. Tidak mempertimbangkan nilai waktu dari uang.
Keterbatasan-keterbatasan diatas menyebabkan kriteria ini disarankan agar
dipakai sebagai tambahan atau pelengkap dari kriteria yang lain.

Contoh:
Suatu usaha rental peralatan konstruksi memerlukan biaya awal sebesar Rp 500
juta dengan perkiraan nilai sisa Rp 200 juta pada akhir tahun ke-4. Proyeksi
pemasukan bersih sebelum pajak setiap tahunnya seperti pada tabel 6.3.

Tabel 6.3 Proyeksi Pemasukan Bersih


Akhir Pemasukan
Tahun Ke- Bersih (Rp) Kumulatif (Rp)
0 - -
1 50.000.000 50.000.000
2 75.000.000 125.000.000
3 100.000.000 225.000.000
4 90.000.000 315.000.000

Hitunglah ROI dengan menggunakan ke tiga rumus ROI tersebut diatas!

Penyelesaian:
Pemasukan bersih rata-rata pertahun adalah: Rp 315.000.000/4 = Rp 78.750.000,-
a. ROI = 78,75 juta / 500 juta = 15,75%

b. ROI = 78,75 juta / (0,5 (500 juta + 200 juta)) = 22,5%

71
c. Jika tariff pajak adalah 30%, maka ROI setelah pajak adalah:
ROI = 78,75 juta (1 – 0,30) / (0,5 (500 juta + 200 juta)) = 15,75%

6.4 NILAI SEKARANG NETO (NET PRESENT VALUE )

Kriteria ini menghitung antara selisih nilai sekarang investasi dengan nilai
sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih operasional maupun terminal cash
flow (aliran kas) dimasa yang akan datang. Dengan demikian akan sangat
membantu pengembalian keputusan untuk menentukan pilihan. Net Present Value
menunjukkan jumlah lump-sum yang dengan arus diskonto tertentu memberikan
angka yang menunjukkan seberapa besar usaha pada saat sekarang ini (Soeharto,
1995:426). Aliran kas bersih dalam bentuk Present Value dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus 6.6.
n  C t n  Co t
NPV   
t 0
1  i  t t 0
1  i  t (6.6)

Dimana:

NPV = Nilai sekarang netto

(C)t = Aliran kas masuk tahun ke-t

(Co)t = Aliran kas keluar tahun ke-t

n = Umur unit usaha hasil investasi

i = Arus pengembalian

t = Waktu

72
Menurut Soeharto (1995:428), dalam mengkaji usulan proyek dengan NPV

akan memberikan petunjuk sebagai berikut:

1. NPV bernilai positif (+), berarti usulan proyek dapat diterima dan semakin
tinggi nilai NPV maka semakin baik atau semakin menguntungkan.
2. NPV bernilai negatif (-), berarti usulan proyek ditolak.
3. NPV bernilai nol (0), berarti netral atau dengan kata lain nilai proyek sama
dengan nilai investasi.
6.5 LAJU PENGEMBALIAN INTERNAL

Pengertian secara mendasar dari laju pengembalian internal (Internal Rate


Of Return/IRR) adalah besarnya tingkat suku bunga (discount interest rate) yang
menjadikan biaya pengeluaran dan pemasukan besarnya sama. Untuk perhitungan
IRR ini, selisih dari biaya pengeluaran dan pemasukan pada kondisi harga
sekarang adalah nol (Kodoatie, 1995).
Setelah menentukan NPV = 0, selanjutnya baru menghitung nilai arus
pengembalian internal dengan menggunakan rumus 6.7.
n  C t n  Co t
 
t 0
1  i  t t 0
1  i  t (6.7)

Dimana:

(C)t = Aliran kas masuk tahun ke-t

(Co)t = Aliran kas keluar tahun ke-t

n = Umur unit usaha hasil investasi

i = Arus pengembalian

73
t = Waktu

Karena aliran kas keluar proyek pada umumnya merupakan biaya pertama

(Cf) maka persamaan 6.7 dapat disederhanakan menjadi persamaan 6.8.


 C t  (Cf )  0
1  i  t (6.8)

Dalam menganalisis usulan proyek dengan IRR menurut Soeharto (1995),

akan memberikan petunjuk sebagai berikut:

1. Jika IRR > arus pengembalian (i) yang diinginkan, maka proyek dapat

diterima, dalam arti investasi ini menguntungkan.

2. Jika IRR < arus pengembalian (i) yang diinginkan, maka proyek ditolak,

dalam arti investasi ini rugi.

6.6 INDEKS PROFITABILITAS (IP)

Kriteria ini menunjukkan kemampuan mendatangkan laba per satuan nilai

investasi. Nilai IP dapat ditentukan dengan menggunakan rumus 6.9.

Indeks Profitabilitas = NilaiSekarangAliranKasMasuk (6.9)


NilaiSekar angAliranKasKeluar

74
Menurut Soeharto (1995), dalam menganalisis usulan proyek dengan IP

akan memberikan petunjuk sebagai berikut:

1. IP > 1, usulan proyek diterima.

2. IP < 1, usulan proyek ditolak.

6.7 PERBANDINGAN MANFAAT BIAYA (BENEFIT COST RATIO)

Untuk mengkaji kelayakan proyek, sering digunakan pula kriteria yang

disebut Benefit Cost Ratio (BCR). Metode BCR digunakan untuk mengevaluasi

proyek-proyek kepentingan umum, yang penekanannya ditujukan atas manfaat

(benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan

(Soeharto, 1995:433). Nilai BCR dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

6.10.

nilaisekarangbenefit ( PV ) B
BCR   ..............................................(6.10)
nilaisekarangbiaya ( PV )C

Dimana:

BCR = Perbandingan manfaat terhadap biaya

(PV)B = Nilai sekarang benefit

(PV)C = Nilai sekarang biaya

75
Adapun kriteria BCR menurut Soeharto (1995:433), akan memberikan

petunjuk sebagai berikut:

1. BCR > 1, maka usulan proyek diterima atau layak.

2. BCR < 1, maka usulan proyek ditolak.

3. BCR =1, maka bersifat netral.

6.8 CONTOH SOAL DAN PENYELESAIAN


1. Pada suatu tempat pertambangan batu bara yang terbuka, direncanakan untuk
memelihara jalan-jalan angkutan sementara dari penggalian dengan pekerjaan
tangan. Jalan-jalan angkutan tersebut terbentuk dari tanah yang ada. Ada 15
pekerja yang dipekerjakan, dengan mendapat upah tahunan sebesar
Rp.13.000.000,-. Ditambah pengeluaran-pengeluaran lainnya, jumlah biaya
yang dibayarkan kepada kontraktor adalah sebesar Rp.18.000.000,- per tahun.
Produksi dari pertambangan batu bara tersebut diharapkan dapat
diperhitungkan untuk jangka waktu 6 tahun, dan beberapa alternatif metode
konstruksi dan pemeliharaan jalan-jalan angkutan perlu diteliti.
Alternatif #1:
Membeli satu unit motor grader seharga Rp 18.000.000,- dan mengurangi
jumlah pekerja menjadi 6 orang termasuk operator motor grader tersebut.
Biaya pemeliharaan untuk motor grader diperkirakan rata-rata Rp 300.000,-
per tahun selama jangka waktu 6 tahun, dan akan mempunyai nilai jual
kembali sebesar Rp 750.000,-. Upah pekerja sehubungan dengan penggunaan
motor grader adalah Rp 10.000.000,- per tahun.
Alternatif #2:
Perataan jalan-jalan dalam tahap pertama dan yang diperluas setelah 2 tahun
dan kemudian lagi setelah 4 tahun. Biaya permulaan adalah Rp 12.000.000,-
yang kemudian dilanjutkan dengan investasi sebesar Rp 7.000.000,- sesudah

76
2 tahun, dan menyusul Rp 6.500.000,- sesudah 4 tahun. Berhubung ada
permintaan untuk mengurangi biaya pemeliharaan, maka total biaya pekerja
untuk rencana ini adalah Rp 8.000.000,- per tahun.

Apabila pengembalian modal diinginkan paling sedikit dengan tingkat bunga


10% per tahun, rencana manakah yang paling ekonomis jika menggunakan
metode Nilai Tahunan yang Merata (Annual Series) dan metode NPV?
Petunjuk penyelesaian: untuk metode NPV dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu apabila menggunakan Ms. Excel maka lebih baik menggunakan rumus 6.6,
akan tetapi jika diselesaikan secara manual maka menggunakan rumus-rumus
yang ada di bab 5 untuk menentukan nilai yang ekivalen dengan nilai sekarang
bersih.

Penyelesaian:
a. Metode biaya tahunan ekivalen:
Untuk melakukan pemilihan alternative berdasarkan Metode Biaya Tahunan
Ekivalen dapat dilakukan dengan cara menentukan nilai yang ekivalen dari
semua cash flow yang ada dengan nilai rangkaian seragam (nilai tahunan
seragam = A) pada periode yang sama.

Dari permasalahan pada contoh soal 1, diketahui :

Alternatif 0:
 Ada 15 pekerja dengan upah tahunan Rp.13.000.000,-
 Jumlah yang dibayarkan pada kontraktor = biaya upah pekerja + biaya
lainnya menjadi Rp.18.000.000,- per tahun (lihat gambar 3)
 Masa produksi pertambangan batu bara = 6 tahun
 Ada beberapa alternatif metode konstruksi + pemeliharaan jalan-jalan
yang perlu diteliti, dengan i = 10% per tahun

A lte r n a tif 0
0 1 6

77
 0  18 jt
Gambar 6.3 Diagram Cash Flow Nilai Tahunan Alternatif 0

Alternatif 1:
 Beli motor grader Rp 18.000.000,-
 Jumlah pekerja dikurangi menjadi 6 pekerja (termasuk operator)
 Biaya pemeliharaan motor grader = Rp 300.000/tahun selama 6 tahun
 Nilai jual lagi Rp 750.000,-
 Upah pekerja Rp 10.000.000,- per tahun
 Semua komponen biaya pada alternatif 1 dapat disajikan dalam bentuk
diagram cash flow seperti gambar 6.4.
s = 0 ,7 5 jt

0 1 6

A = 1 0 jt + 0 , 3 jt
1 8 jt

Gambar 6.4 Diagram Cash Flow Alternatif 1

Biaya tahunan ekivalen dari gambar 6.4 adalah:


A1 = 18 jt (   , 10%,6) + 10,3 jt – 0,75 jt (  F , 10%, 6)
= 18 jt (0,22961) + 10,3 jt – 0,75 (0,12961)
= Rp 14.335.773,-

Alternatif 2:
 Peralatan jalan (tahap I) dan diperluas setelah 2 tahun dan setelah 4 tahun
 Biaya awal = Rp 12.000.000,-
 Setelah 2 tahun ada investasi Rp 7.000.000,-
 Setelah 4 tahun → Rp 6.500.000,-

78
 Biaya pekerja → Rp 8.000.000,- per tahun
 Semua komponen biaya pada alternatif 2 dapat disajikan dalam bentuk
diagram cash flow seperti gambar 6.5.
0 1 2 3 4 5 6
ta h u n

  8 jt
1 2 jt 7 jt 6 ,5 jt

Gambar 6.5 Diagram Cash Flow Alternatif 2

Biaya tahunan ekivalen dari gambar 6.5 adalah:


A2 = [12 jt + 7 jt (  F , 10%, 2) + 6,5 jt (  F , 10%, 4)] x (   , 10%, 6) + 8 jt
= [12 jt + 7 jt (0,82645) + 6,5 jt (0,68320)] x 0,22961 + 8 jt
= Rp 13.103.300,-
Kesimpulan: dipilih alternatif 2 karena A2 < A1 < A0
b. Penyelesaian menggunakan Metode Nilai Sekarang (NPV cara manual)

Alternatif 0 :
P0 = 18 jt (   , 10%, 6) = 18 jt x 4,3552 = Rp 78.393.600,-

Alternatif 1:
Semua komponen biaya pada alternatif 1 dapat disajikan dalam bentuk
diagram cash flow seperti gambar 6.6.

s = 0,75 jt

1 6
0

18 jt

  10,3 jt
NPV

Gambar 6.6 Diagram Cash Flow NPV Alternatif 1

79
P0 = 18 jt + 10,3 jt (   , 10%, 6) – 0,75 jt (  F , 10%, 6)
= 18 jt + 10,3 jt (4,3552) – 0,75 jt (0,56448)
= Rp 62.438.496 jt

Pemilihan : P  diambil nilai yang terbesar untuk revenue


P  diambil nilai yang terkecil untuk cost

Alternatif 2 :
P0 = 12 jt + 7 jt (  F , 10%, 2) + 6,5 jt (  F , 10%, 4) + 8 jt (   , 10%, 6)
= 12 jt + 7 jt (0,82645) + 6,5 jt (0,68302) + 8 jt (4,3552)
= Rp 57.066.380,-

Kesimpulan: dipilih alternatif 2 karena merupakan biaya terkecil

c. Penyelesaian menggunakan Metode Nilai Sekarang (NPV rumus 6.6)


n  C t n  Co t
NPV   
t 0
1  i  t t 0
1  i  t

Penentuan NPV untuk ketiga alternatif dengan menggunakan rumus 6.6


disajikan dalam tabel 6.4 sampai dengan 6.6.

Tabel 6.4 Perhitungan NPV Alternatif 0


Present Value
Kas Present Value
Tahun t Kas Keluar Cash Out
i (1+i) Masuk Cash in NPV (Rp)
ke-t (C0)t (Rp) (C0 t / (1+i)t) t) (Rp)
(Ct) (Rp) (Ct/(1+i)
(Rp)
0 10% 1,0000 - 0 - 0 -
1 10% 1,1000 18.000.000 0 16.363.636 0 (16.363.636)
2 10% 1,2100 18.000.000 0 14.876.033 0 (14.876.033)
3 10% 1,3310 18.000.000 0 13.523.666 0 (13.523.666)
4 10% 1,4641 18.000.000 0 12.294.242 0 (12.294.242)
5 10% 1,6105 18.000.000 0 11.176.584 0 (11.176.584)
6 10% 1,7716 18.000.000 0 10.160.531 0 (10.160.531)
JUMLAH 78.394.693 0 (78.394.693)

80
Tabel 6.5 Perhitungan NPV Alternatif 1
Present Value
Present Value
Tahun Kas Keluar Kas Masuk Cash Out
i (1+i)
t Cash in NPV (Rp)
ke-t (C0)t (Rp) (Ct) (Rp) (C0 t / (1+i)t) t) (Rp)
(Ct/(1+i)
(Rp)
0 10% 1,0000 18.000.000 0 18.000.000 0 (18.000.000)
1 10% 1,1000 10.300.000 0 9.363.636 0 (9.363.636)
2 10% 1,2100 10.300.000 0 8.512.397 0 (8.512.397)
3 10% 1,3310 10.300.000 0 7.738.542 0 (7.738.542)
4 10% 1,4641 10.300.000 0 7.035.039 0 (7.035.039)
5 10% 1,6105 10.300.000 0 6.395.490 0 (6.395.490)
6 10% 1,7716 10.300.000 750.000 5.814.081 423.355 (5.390.726)
JUMLAH 62.859.185 423.355 (62.435.830)

Tabel 6.6 Perhitungan NPV Alternatif 2


Present Value
Kas Present Value
Tahun t Kas Keluar Cash Out
i (1+i) Masuk Cash in NPV (Rp)
ke-t (C0)t (Rp) (C0 t / (1+i)t) t) (Rp)
(Ct) (Rp) (Ct/(1+i)
(Rp)
0 10% 1,0000 12.000.000 0 12.000.000 0 (12.000.000)
1 10% 1,1000 8.000.000 0 7.272.727 0 (7.272.727)
2 10% 1,2100 15.000.000 0 12.396.694 0 (12.396.694)
3 10% 1,3310 8.000.000 0 6.010.518 0 (6.010.518)
4 10% 1,4641 14.500.000 0 9.903.695 0 (9.903.695)
5 10% 1,6105 8.000.000 0 4.967.371 0 (4.967.371)
6 10% 1,7716 8.000.000 - 4.515.791 0 (4.515.791)
JUMLAH 57.066.797 0 (57.066.797)
Kesimpulan: Alternatif 2 adalah yang terbaik karena NPV paling kecil yaitu Rp
57.066.797,-

2. Sebidang tanah yang letaknya strategis dipertimbangkan kemungkinan akan


naik nilainya. Harga tanah sekarang Rp 80 jt. Diharapkan dalam 5 tahun
nilainya menjadi Rp 150 jt. Selama waktu ini dapat disewakan untuk padang

81
rumput dengan Rp 1,5 jt / tahun. Pajak tahunan pada waktu sekarang Rp 0,85 jt
konstan.
a. IRR yang bagaimanakah akan didapatkan pada investasi tersebut jika
perkiraan-perkiraan tersebut adalah tepat?
b. Apakah layak investasi tanah ini dilakukan jika dianalisis dengan metode
BCR?
Petunjuk penyelesaian: IRR dapat diselesaikan secara manual atau dengan cara
Ms. Excel menggunakan rumus 6.7. Demikian juga dengan BCR, dapat
ditentukan secara manual atau dengan rumus 6.10.

a. Penyelesaian (cara manual dengan menggunakan tabel compound interest)

Dasar Perhitungan:
1. Dianalisa dalam Present Value (PV) atau dengan Nilai Tahunan (AV)
2. IRR yang dipilih adalah :
a. Biaya yang seimbang dengan tingkat revenue, atau
b. Rate (IRR) yang makin besar untuk investasi
3. Cara: Menentukan nilai i sehingga :
PV penerimaan – PV pengeluaran = 0 , atau
AV penerimaan – AV pengeluaran = 0

F = R p 1 5 0 jt
A 1 = R p 1 ,5 jt

0 1 2 3 4 5
Thn

A 2 = R p 0 ,8 5 jt
P = R p 8 0 jt

Gambar 6.7 Diagram Cash Flow (soal 2)

Gambar 6.5 menunjukkan cash flow yang terjadi pada contoh soal 2. Untuk
menentukan nilai dalam hal ini digunakan prinsip:
PV penerimaan = PV pengeluaran

82
F (  F , i, 5) + A1 (   , i, 5) = P + A2 (   , i, 5)

150 (  F , i, 5) + 1,5 (   , i, 5) – P – A2 (   , i, 5) = 0  i = ?

Jika i = 0, maka :
150 (  F , i, 5) + 150 (   , i, 5) – P A2 (   , i, 5) > 0
Untuk mendapatkan i maka penerimaan harus > pengeluaran
Untuk mencoba nilai i dapat menggunakan peraturan -72 (the 72 rule) yang
menyarankan bahwa “suatu jumlah akan berlipat dua kali dalam nilainya

setiap 72 tahun.
i

Karena Rp 80 jt dalam 5 tahun hampir menjadi dua kali lipatnya, yaitu :


(Rp 150 jt/80 jt) = 1,875  2X, maka :
i sebaiknya dicoba dengan nilai yang mendekati berikut:
72 72
i= = = 14,4%
n 5
Dalam hal ini i dicoba antara i = 14% sampai 15%

 dicoba i = 15%
150 (  F , 15, 5) – 80 + 0,650 (   , 15, 5) =
150 (0,49718) – 80 + 0,650 (3,3521) = - 3,244
tanda (-) menunjukkan i terlalu besar
Sehingga dapat diketahui bahwa i antara 0 s/d 15 %

 dicoba i = 14%
(  F , 14, 5) – 80 + 0,650 (   , 14, 5) =
150 (0,51957) – 80 + 0,650 (3,4330) = 0,137
Nilai 0,317 merupakan nilai yang mendekati 0, artinya nilai I akan berada
di sekitar 14% atau 14% < i < 15%. Untuk menentukan nilai dapat
dilakukan interpolasi antara i = 14% dan i = 15%.

83
Rp 0,137 jt  0
i = 14% + 1% Rp3,4330 jt

= 14% + 1% (0,041) = 14,041%  14%

b. Penyelesaian (Metode BCR cara manual)

BCR = 1, alternatif dikatakan layak (feasible)


BCR dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:

A Penerimaan
1. BCR Konvensional = A Pengeluaran

A Penerimaan - A Pengeluaran selain CR


2. BCR Modified = A Pengeluaran akibat CR

Dengan i = 14% per tahun, maka

A2  F (  , 14%, 5)
BCR Konvensional = F

( , 14%, 5)  A1

1,5  150(0,15128)
= = 1,001 (layak)
80(0,29120)  0,85

BCR Modified, bisa diterapkan dalam hal ini jika dalam suatu investasi yang
dilakukan pada awal periode mengalami penurunan nilai di akhir periode.
Seperti dalam kasus ini perlu ditinjau ulang apakah inverstasi tersebut
mengalami penurunan nilai diakhir periode?
Misalnya :
P = Rp 80 juta dengan i = 14%, n = 5 th, maka nilai F adalah:

F=P(F
 , 14%, 5) = 80 x 1,9254 = Rp 154 jt, dan

CR (Pengembalian Modalnya) = P (  
 , 14%, 5) – F ( F , 14%, 5)
= 80 x 0,29128 – 150 x 0,15128 = 0,6104 jt

84
Ternyata pada akhir periode didapat F = Rp 154 jt, artinya investasi awal
seharusnya dalam 5 tahun mendatang menjadi Rp 154 juta tetapi
kenyataannya nilai yang diinginkan hanya Rp 150 juta yang berarti ada
penurunan Rp 4 juta. Maka Rp 4 jt ini harus diinvestasikan ke A 1 untuk tiap
tahunnya sampai didapatkan pengembalian modal (CR) sebesar Rp 0,6104
juta. Dalam hal ini BCR Modified dapat diterapkan.
1,5 jt  0,85 jt
BCR Modified = 0,6104 jt
= 1,065 (layak)

Penyelesaian (Metode BCR rumus 6.10):

nilaisekarangbenefit ( PV ) B
BCR  
nilaisekarangbiaya ( PV )C

Untuk menentukan nilai BCR dari contoh soal 2 dengan menggunakan

rumus 6.10 harus menghitung nilai sekarang benefit (Present Value Cash

In) dan nilai sekarang biaya (Present Value Cash Out) seperti pada tabel

6.7. Selanjutnya nilai BCR dapat ditentukan, yaitu:

BCR = 83.054.921 / 82.231.503 = 1,002 < 1 (layak)

Tabel 6.7 Perhitungan Present Value


Present Value Present Value
Tahun Kas Keluar Kas Masuk (Ct)
i t
(1+i) Cash Out Cash in
ke-t (C0)t (Rp) (Rp)
(C0 t / (1+i)t) (Ct/(1+i)t) (Rp)
0 14% 1 80.000.000 (Rp)
0 80.000.000 0
1 14% 1,14 850.000 1.500.000 745.614 1315789,47
2 14% 1,2996 850.000 1.500.000 654.047 1154201,29
3 14% 1,481544 850.000 1.500.000 573.726 1012457,27
4 14% 1,68896 850.000 1.500.000 503.268 888120,416
5 14% 1,925415 850.000 151.500.000 441.463 78.684.353
JUMLAH 82.918.119 83.054.921

85
6.9 PEMILIHAN LEBIH DARI DUA ALTERNATIF

Untuk melakukan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang jumlahnya


lebih dari dua digunakan cara yang sedikit berbeda dengan cara-cara sebelumnya.
Untuk lebih jelasnya diberikan contoh kasus dan penyelesaiannya sebaga berikut:
1. Empat buah rencana Investasi akan dilakukan oleh investor dengan periode
investasi selama 10 tahun serta perkiraan penerimaan dan pengeluaran seperti
tabel 6.8.

Tabel 6.8 Rencana Cash Flow dari Empat Alternatif


Alternatif
Keterangan
A B C D
Investasi permulaan (IA) 520 340 660 600
Penerimaan tahunan (Tt) 240 228 294 260
Pengeluaran tahunan (Kt) 142 140 158 128

Jika tingkat bunga menarik minimum (MARR) = 10 % dan dana yang tersedia
untuk investasi tersebut tidak terbatas, maka alternative investasi mana yang
paling menguntungkan !
Analisa alternative yang menguntungkan dengan metode :
a. Internal Rate of Return (IRR) : tingkat pengembalian terhadap nilai
sekarang (Present Worth)
b. Benefit Cost Ratio (B/C) : perbandingan manfaat dan biaya terhadap nilai
tahunan (Annuity Worth)

Penyelesaian:
a. Dengan Metode IRR, caranya (seperti pada tabel 6.9)
1. Mengurutkan alternative investasi dari investasi permulaan terendah
menuju ke investasi permulaan tinggi;
2. Mencari IRR untuk masing-masing alternative, jika ada alternative
dengan IRR < MARR maka alternative tersebut diabaikan;
3. Menghitung kenaikan investasi permulaan, kenaikan penerimaan
tahunan, dan kenaikan pengeluaran tahunan;
4. Mencari IRR dari kenaikan investasi tersebut.

86
Tabel 6.9 Perbandingan Alternatif Dengan Metode IRR

Alternatif
Keterangan
B A D C
Investasi permulaan (IA) 340 520 600 660
Penerimaan tahunan (Tt) 228 240 260 294
Pengeluaran tahunan (Kt) 140 142 128 158
(P/A, I, 10) 3.86364 0.16275 0.16275 0.16275
IRR (%) 22.6 13.7 17.9 16.0
Perbandingan alternative terhadap - B B D
Kenaikan investasi permulaan - 180 260 60
Kenaikan penerimaan tahunan - 12 32 34
Kenaikan pengeluaran tahunan - 2 -12 30
(P/A), i, 10) - 18.0000 5.90909 15.0000
IRR (%) - - 10.9 -

Analisis :
1. Semua investasi sebenarnya layak dilaksanakan karena IRR dari masing-
masing alternative lebih besar dari MARR
2. Alternatif investasi B layak dilakukan
3. Alternatif investasi A dibandingkan terhadap alternative B, kenaikan
investasinya tidak layak dilakukan
4. Alternatif investasi D dibandingkan terhadap alternative B, kenaikan
investasinya layak dilakukan
5. Alternatif investasi C dibandingkan terhadap alternative D, kenaikan
investasinya tidak layak dilakukan.
Kesimpulan :
Jadi alternatif investasi yang layak adalah alternative investasi D.

b. Dengan Metode Benefit Cost Ratio (BCR) :

87
1. Conventional Benefit-Cost Ratio, caranya (lihat tabel 6.10)
a. Mengurutkan alternative investasi dari investasi permulaan terendah
menuju ke investasi permulaan tertinggi;
b. Mencari BCR untuk masing-masing alternative, jika ada alternative
dengan BCR < 1 maka alternative tersebut diabaikan;
c. Menghitung kenaikan investasi permulaan, kenaikan penerimaan
tahunan, dan kenaikan pengeluaran tahunan;
d. Mencari BCR dari kenaikan investasi tadi.

Tabel 6.10 Perbandingan Alternatif Dengan Metode BCR Konvensional


Alternatif
Keterangan
B A D C
Investasi permulaan (IA) 340 520 600 660
Penerimaan tahunan (Tt) 228 240 260 294
Pengeluaran tahunan (Kt) 140 142 128 158
(A/P, 10 %, 10) 0.16275 0.16275 0.16275 0.16275
Pemulihan modal tahunan (CR) 55.335 84.630 97.650 107.415
BCR konvensional 1.17 1.06 1.15 1.11
Perbandingan alternatif terhadap - B B D
Kenaikan investasi permulaan - 180 260 60
Kenaikan penerimaan tahunan - 12 32 34
Kenaikan pengeluaran tahunan - 2 -12 30
(A/P), 10 %, 10) - 0.16275 0.16275 0.16275
Kenaikan pemulihan modal
- 29.295 42.135 9.765
tahunan
BCR konvensional - 0.38 1.06 0.86

88
Kesimpulan :
Jadi alternatif investasi yang layak adalah alternatif investasi D.

2. Modified Benefit Cost Ratio, caranya (lihat tabel 6.11):


a. Mengurutkan alternatif investasi dari investasi permulaan terendah
menuju ke investasi permulaan tertinggi;
b. Mencari BCR untuk masing-masing alternative, jika BCR < 1 maka
alternatif tersebut diabaikan;
c. Menghitung kenaikan investasi permulaan, kenaikan penerimaan
tahunan dan kenaikan pengeluaran tahunan;
d. Mencari BCR dari kenaikan investasi

Tabel 6.11 Perbandingan Alternatif Dengan Metode BCR Modified


Alternatif
B A D C
Investasi permulaan (IA) 340 520 600 660
Penerimaan tahunan (Tt) 228 240 260 294
Pengeluaran tahunan (Kt) 140 142 128 158
(A/P, 10 %, 10) 0.16275 0.16275 0.16275 0.16275
Pemulihan modal tahunan (CR) 55.335 84.630 97.650 107.415
BCR Modified 1.59 1.16 1.35 1.27
Perbandingan alternative terhadap None B B D
Kenaikan investasi permulaan - 180 260 60
Kenaikan penerimaan tahunan - 12 32 34
Kenaikan pengeluaran tahunan - 2 -12 30
(A/P), 10 %, 10) - 0.16275 0.16275 0.16275
Kenaikan pemulihan modal tahunan - 29.295 42.135 9.765
BCR Modified - 0.34 1.04 0.41

Kesimpulan :

89
Jadi alternative investasi yang layak adalah alternative investasi D.

90
6.10 SOAL-SOAL
1. Perbandingkan alternatif-alternatif di bawah ini dengan menggunakan metode
nilai sekarang jika tingkat bunga 15% per tahun :
Alternatif #1 Alternatif #2
Biaya investasi (Rp) 47.000.000,- 56.000.000,-
Pendapatan tahunan (Rp) 11.000.000,-*) 30.000.000,-**)
Nilai jual lagi investasi (Rp) 5.000.000,- 2.000.000,-
Umur investasi (tahun) 6 3
Catatan *) pada tahun pertama dan naik sebesr 5% per tahun
**) pada tahun pertama dan naik sebesar 3% per tahun

2. Dengan menggunakan metode tingkat pengembalian internal, perbandingkan


alternatif-alternatif pada soal 1 jika tingkat pengembalian minimum yang dapat
diterima ditetapkan sebesar 15%.

3. Jika pada soal 1 dianggap pendapatan tahunannya tetap (tidak mengalami


kenaikan setiap tahunnya) dan kemudian diusulkan lagi dua alternatif investasi,
sebagai berikut :
Alternatif #3 Alternatif #4
Biaya investasi (RP) 50.000.000,- 56.000.000,-
Pendapatan tahunan (Rp) 11.000.000,- 15.000.000,-
Nilai jual lagi investasi (Rp) 3.000.000,- 10.000.000,-
Umur investasi (tahun) 6 6
Dengan menggunakan metode perbandingan manfaat-biaya, tentukan
alternatif yang paling layak !

4. Suatu investasi sebesar pada saat sekarang yang berjalan pada tingkat bunga
sebesar i %, mempunya nilai jual lagi sebesar S setelah n tahun mendatang.
S

0 1 2 n -1 n

Biaya tahunan dari investasi tersebut dapat didefinisikan sebagai sebagai biaya
pemulihan modal tahunan ditambah dengan bunga atas nilai jual lagi :
A  ( P  S )( A P , i%, n)  ( S  i)

91
Selain itu, dengan cara sederhana menggunakan faktor-faktor bunga majemuk,
dapat dicari biaya tahunan dari investasi tersebut, sebagai berikut :
A  P( A P , i %, n)  S ( A F , i %, n)
Anda diminta untuk membuktikan secara matematis bahwa :
( P  S )( A P , i %, n)  ( S  i )  P( A P , i %, n)  S ( A F , i%, n)

5. Pada soal 4, investasi sebesar Rp 150.000.000,- berjalan pada tingkat bunga


12% per tahun. Aset yang diinvestasikan mempunyai nilai jual lagi sebesar Rp
30.000.000,- dengan umur pemakaian selama 6 tahun.
Dari anda diminta untuk menghitung :
a. Biaya pemulihan modal tahunan dari investasi tersebut.
b. Jumlah bunga yang dibayarkan pada tahun ketiga.
c. Jumlah modal yang telah kembali sampai tahun kelima.
d. Jumlah bunga yang dibayarkan selama periode pemulihan modal.

6. Dewan direksi dari suatu perusahaan pabrik pupuk mempunyai pertimbangan


untuk mendirikan sebuah bangunan gedung untuk penyimpanan sebagian besar
dari barang jadi. Disarankan bahwa dua alternatif yang secara teknis dapat
diterima adalah :
Alternatif #1:
Bangunan dengan kerangka atap beton yang mempunyai biaya permulaan
Rp.160.000.000,-. Usia bangunan beton diperkirakan mencapai 60 tahun dan
baru ada biaya pemeliharaan tahunan sebesar Rp.3.000.000,- setelah 10 tahun
beroperasi. Nilai jual lagi bangunan beton diperkirakan Rp.60.000.000,-.
Alternatif #2 :
Bangunan tertutup dengan kerangka baja dilapisi dengan lembaran-lembaran
kalsiboard dengan biaya permulaan Rp.100.000.000,-. Usia bangunan baja
diperkirakan untuk 20 tahun dengan suatu biaya pemeliharaan tahunan
ekivalen dimulai dari tahun permulaan sebesar Rp.1.150.000,-. Nilai jual bagi
bangunan baja diperkirakan Rp.10.000.000,-.

92
Tingkat bunga pengembalian modal disetujui 10% per tahun. Bangunan
manakah yang lebih ekonomis?

7. Suatu perusahaan leasing peralatan berat ingin menginvestasikan dana yang


dimilikinya dengan membeli beberapa peralatan berat baru, dengan alternatif-
alternatif sebagai berikut :
Alternatif A Alternatif B
Biaya investasi Rp 130.000.000,- Rp 175.000.000,-
Biaya operasional tahunan Rp 24.000.000,- Rp 18.000.000,-
Biaya pemeliharaan tahunan Rp 7.000.000,- Rp 9.000.000,-
Estimasi pendapatan tahunan Rp 53.000.000,- Rp 58.000.000,-
Nilai jual lagi Rp 0,- Rp 0,-
Usia pemakaian 10 tahun 10 tahun

Pada evaluasi alternatif-alternatif tersebut biaya investasi tidak dianalisis


sebagai modal yang harus dipulihkan, tetapi depresiasi nilai investasi dianggap
sebagai kehilangan manfaat (disbenefit) yang harus ditanggung selama umur
investasi.
Jika telah ditetapkan nilai pengembalian minimum yang menarik (MARR) =
10%, dari anda diminta untuk :
a. Menentukan metode perbandingan ekonomi yang sesuai untuk
analisanya. Apakah menggunakan BCR konvensional, BCR modifikasi,
ataukah keduanya? Apa alasannya?
b. Alternatif manakah yang paling layak untuk dilakukan berdasarkan
metode analisis yang telah anda pilih? Apa alasannya?

DAFTAR PUSTAKA

93
1. Grant, Eugene L. dkk. 1996. Dasar-Dasar Ekonomi Teknik. Jilid I & II.
Jakarta: Rineka Cipta.

2. Husnan, Suad & Suwarsono.1997. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP


AMP YKPN.

3. Kadariah, dkk. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia.

4. Kodoatie, Robert J.1997. Analisis Ekonomi Teknik. Yogyakarta: Andi Offset.

5. Larson, Erik W. & Gray, Clifford F. 2007. Manajemen Proyek Proses


Manajerial, Yogyakarta: Andi.

6. Marsudi, FX. 1996. Analisis Ekonomi Teknik Jilid I & II. Jakarta: Yayasan
Badan Penerbit Pekerjaan Umum.

7. PEDC. 1983. Ekonomi Teknik. Edisi I: Bandung.

8. Soeharto, Iman. 1999. Manajemen Proyek Jilid I & II. Jakarta: Erlangga.

9. Soeharto, Iman. 1997. Manajemen Proyek. Jakarta: Erlangga

10. Soeharto, Iman. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga

11. Kamis, 24 Februari 2011. Definisi Ekonomi dan Metodologi Ekonomi,


(Online), (Wikipedia Bahasa Indonesia),
(http://andri503.blogspot.com/2011/02/definisi-ekonomi-dan-metodologi-
ekonomi.html), diakses 19 Juni 2012.

12. Pengantar Ilmu Ekonomi , (Online),


(http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=1313), diakses 19 Juni 2012.

13. Pengertian Dan Definisi Ilmu Ekonomi Menurut Para Ahli, (Online),
(http://www.scribd.com/doc/70650938/Pengertian-Dan-Definisi-Ilmu-
Ekonomi-Menurut-Para-Ahli), diakses 19 Juni 2012.

Notasi Penggunaan Tabel Faktor Bunga Kompon Untuk:

94
1. F = P ( 1 + i )n = P (F/P, i%, n) ; Future Value (harga yang akan dating)
F
2. P = = F (P/F, i%, n) ; Present Value (harga Sekarang)
(1  i ) n

 i 
3. A = F   = F(A/F, i%, n); Sinking Fund (Penanaman Sejumlah uang)
 (1  i )  1 
n

 i (1  i ) n 
4. A = P   = P (A/P, i%, n); Capital Recovery (Pengembalian Modal)
 (1  i )  1
n

 (1  i ) n  1 
5. F = A   = A (F/A, i%, n); Future Value dari Annual
 i 

 (1  i ) n  1
6. P = A  n  = A (P/A, i%, n) ; Present Value dari Annual
 i (1  i ) 

Contoh Penggunaan Tabel Faktor Bunga Kompon:


Uang sejumlah Rp 1 juta sekarang, Berapa jumlahnya dua (2) tahun mendatang
bila bunga 1%?

F=?
0

1 2

1 jt

Tabel Faktor Bunga Kompon dengan i = 1%

UNIT TAHUNAN
TAHUN
TAHUN

FV PV SFF CRF FV PV
F/P P/F A/F A/P F/A P/A
1 2 3 4 5 6

1 1,0100 0,9901 1,0000 1,0100 1,0101 0,9802 1

2 1,0201 0,9803 0,4975 0,5075 1,0202 0,9609 2

Nilai 2 tahun yang akan datang = Rp 1 juta (F/P, 1%, 2) = Rp 1.020.010,-


Tabel Faktor Bunga Kompon

95
1%
UNIT TAHUNAN

TAHUN

TAHUN
FV PV SFF CRF FV PV
F/P P/F A/F A/P F/A P/A
1 2 3 4 5 6
1 1,0100 0,9901 1,0000 1,0100 1,0000 0,9901 1
2 1,0201 0,9803 0,4975 0,5075 2,0100 1,9704 2
3 1,0303 0,9706 0,3300 0,3400 3,0301 2,9410 3
4 1,0406 0,9610 0,2463 0,2563 4,0604 3,9020 4
5 1,0510 0,9515 0,1960 0,2060 5,1010 4,8534 5
6 1,0615 0,9420 0,1625 0,1725 6,1520 5,7955 6
7 1,0721 0,9327 0,1386 0,1486 7,2135 6,7282 7
8 1,0829 0,9235 0,1207 0,1307 8,2857 7,6517 8
9 1,0937 0,9143 0,1067 0,1167 9,3685 8,5660 9
10 1,1046 0,9053 0,0956 0,1056 10,4622 9,4713 10
… … … … … … … …
n … … … … … … …

2%
UNIT TAHUNAN
TAHUN

TAHUN
FV PV SFF CRF FV PV
F/P P/F A/F A/P F/A P/A
1 2 3 4 5 6
1 1,0200 0,9804 1,0000 1,0200 1,0000 0,9804 1
2 1,0404 0,9612 0,4950 0,5150 2,0200 1,9416 2
3 1,0612 0,9423 0,3268 0,3468 3,0604 2,8839 3
4 1,0824 0,9238 0,2426 0,2626 4,1216 3,8077 4
5 1,1041 0,9057 0,1922 0,2122 5,2040 4,7135 5
6 1,1262 0,8880 0,1585 0,1785 6,3081 5,6014 6
7 1,1487 0,8706 0,1345 0,1545 7,4343 6,4720 7
8 1,1717 0,8535 0,1165 0,1365 8,5830 7,3255 8
9 1,1951 0,8368 0,1025 0,1225 9,7546 8,1622 9
10 1,2190 0,8203 0,0913 0,1113 10,9497 8,9826 10
… … … … … … … …
n … … … … … … …

Untuk i selanjutnya atau n selanjutnya dapat dilakukan dengan cara yang sama
seperti tabel faktor bunga kompon dengan menggunakan rumus-rumus diatas.

96
Tabel Faktor Konfersi Gradient Series ke Bentuk Seragam
n 1% 2% 5% 7% 8% 9% 10% 11% 12% 13% 14% 15%
1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
2 0,4975 0,4950 0,4878 0,4831 0,4808 0,4785 0,4762 0,4739 0,4717 0,4695 0,4673 0,4651
3 0,9934 0,9868 0,9675 0,9549 0,9487 0,9426 0,9366 0,9306 0,9246 0,9187 0,9129 0,9071
4 1,4876 1,4752 1,4391 1,4155 1,4040 1,3925 1,3812 1,3700 1,3589 1,3479 1,3370 1,3263
5 1,9801 1,9604 1,9025 1,8650 1,8465 1,8282 1,8101 1,7923 1,7746 1,7571 1,7399 1,7228
6 2,4710 2,4423 2,3579 2,3032 2,2763 2,2498 2,2236 2,1976 2,1720 2,1468 2,1218 2,0972
7 2,9602 2,9208 2,8052 2,7304 2,6937 2,6574 2,6216 2,5863 2,5515 2,5171 2,4832 2,4498
8 3,4478 3,3961 3,2445 3,1465 3,0985 3,0512 3,0045 2,9585 2,9131 2,8685 2,8246 2,7813
9 3,9337 3,8681 3,6758 3,5517 3,4910 3,4312 3,3724 3,3144 3,2574 3,2014 3,1463 3,0922
10 4,4179 4,3367 4,0991 3,9461 3,8713 3,7978 3,7255 3,6544 3,5847 3,5162 3,4490 3,3832
15 6,8143 6,6309 6,0973 5,7583 5,5945 5,4346 5,2789 5,1275 4,9803 4,8375 4,6990 4,5650
20 9,1694 8,8433 7,9030 7,3163 7,0369 6,7674 6,5081 6,2590 6,0202 5,7917 5,5734 5,3651
25 11,4831 10,9745 9,5238 8,6391 8,2254 7,8316 7,4580 7,1045 6,7708 6,4566 6,1610 5,8834
30 13,7557 13,0251 10,9691 9,7487 9,1897 8,6657 8,1762 7,7206 7,2974 6,9052 6,5423 6,2066

94

Anda mungkin juga menyukai