Anda di halaman 1dari 4

KELOMPOK 4

 Farhana (Ketua)
 Alfonsius
 Eva Kristin N.
 Rebecca Krista H.
 Alif Diaz F.
 Dion Peres

Anak Penyapu Jalanan


Biasanya aku sendiri mengambil susu pagi-pagi buta.
Dengan cara ini lebih mudah dibanding jika harus diantarkan.
Pagi itu tak kuduga kakek ada di belakangku.
“Biar kutemani … kau tak takut berjalan sendiri?”
Aku tersenyum menggandeng kakek dengan tangan kanan. Tangan kiriku
memegang panci.
“Boleh juga Kek, nanti saya beri hadiah segelas susu kental …”
Kami berdua berjalan dengan gembira.
Dari jauh tampak seorang penyapu jalanan yang sudah mulai bertugas.
Terseok-seok langkahnya membersihkan jalanan yang penuh sampah dan
debu di siang hari.
“Penyapu jalanan itu ayah kawanku , Kek … Pak Holil namanya.
Anaknya bernama Idi.”
“Pandai dia di sekolah?”
“Itulah, Kek, dia bodoh dan nakal. Uang sekolahnya sering
dibelikannya kue-kue atau kelereng. Suka berjudi gambar. Sering membolos
….”
Ketika melampaui Pak Holil, aku memberi salam. Begitu pula kakek.
“Siapa nama kawanmu? Idi? Ajak dia kerumah, boleh kakek
menasihatinya. Untuk kau sendiri baik juga sambil jalan kuberitahukan.
Mengapa Idi kawanmu itu berbuat demikian, kau tahu? Ia kurang santun,
kurang khidmat kepada ayah dan ibunya. Inilah kesalahan yang sangat besar. Ia
harus kau beritahukan sebelum terlambat. Cobalah kau dengarkan apa-apa yang
akan kukatakan ini dan sebisa-bisamu nanti ceritakanlah kepadanya. Mudah-
mudahan Tuhan membukakanhatinya dan ia dapat menjadi anak yang santun
kembali kepada ayah dan ibunya.”
Makin erat kugandeng tangan kakek. Dalam hati, aku berjanji akan
mencoba menginsafkan Idi.
“Kau tahu cucuku, dalam Al-Quran sendiri nyata-nyata tercantum ayat
yang artinya: Ibu mengandung kau, dengan berbadan lemah berlipat ganda, juga
tatkalah melahirkan dan menyusukan. Sebab itu hendaklah kau bersyukur
kepada Tuhandan berterima kasih kepada ibu bapakmu. Kemudian ada ayat lain
yang artinya: Berbuat baiklah kepada orang tuamu. Jika seorang atau keduanya
sudah tua, janganlah mengeluarkan perkataan yang kasar atau menghardiknya
dan hendaklah kau ucapkan perkataan yang hormat, lemah lembut kepada
keduanya. Dan hendaklah kau merendahkan diri karena cinta kepada keduanya.
Hendaklah kau katakan: Ya Tuhanku, rahmatilah ibu bapakku yang sudah
mendidikku waktu aku masih kecil ….”
Kami makin dekat juga ke pemerahan susu.
Semua yang dikatakan kakek meresap sekali, sejuk, seperti udara pagi.
Apa yang dikatakan kakek tidaklah semata-mata untuk Idi, kawanku
yang nakal itu,tetapi kiranya perlu juga untukku. Aku harus menebalkan lagi
rasa khidmat kepada ayah ibuku, karena aku pun sering lupa dan kadang-kadang
membangkang kalau disuruh ayah atau ibu.
“Kakek tunggu sebentar, saya akan ke dalam mengambil susu …”
Dengan panci penuh susu, kami pun pulang.
Jalannya gontai, kakek sering ketinggalan. Bila demikian, aku berhenti
menunggu.
Kepada kakek pun, aku lebih-lebih merasa khidmat pagi itu.
Kalau bisa sore nanti, Idi akan kuajak bermain ke rumah kakek ….”
Selesai
KESIMPULAN :
1. Tema : Anak yang menyia-nyiakan perjuangan Orang Tuanya dalam
mencari nafkah untuk perbuatan jahat.
Kutipan Cerita
“Penyapu jalanan itu ayah kawanku , Kek … Pak Holil
namanya. Anaknya bernama Idi.”
“Pandai dia di sekolah?”
“Itulah, Kek, dia bodoh dan nakal. Uang sekolahnya
sering dibelikannya kue-kue atau kelereng. Suka berjudi gambar.
Sering membolos ….”

2. Latar : -Waktu : Pagi buta


-Tempat : Jalan raya dan Tempat pemerahan susu
-Suasana : Gembira dan mengharukan (sedih)

3. Penokohan atau perwatakan :


Tokoh Sifat atau Watak
Kakek Baik, Perhatian, dan Selalu memberi
nasihat
Aku Memilih cara yang lebih mudah, Baik,
Mau mendengarkan nasihat orang, dan
Peduli
Pak Holil Pekerja keras, Penyabar, dan Bertanggung
jawab terhadap pekerjaannya
Idi Bodoh, Nakal, Tidak peduli terhadap apa
yang telah dilakukan orang untuknya

4. Alur : Maju
Tahap Kutipan Cerita
Perkenalan Pagi itu tak kuduga kakek ada di
belakangku.
“Biar kutemani … kau tak takut
berjalan sendiri?”
Aku tersenyum menggandeng
kakek dengan tangan kanan. Tangan
kiriku memegang panci.
Penampilan Masalah “Penyapu jalanan itu ayah kawanku
, Kek … Pak Holil namanya. Anaknya
bernama Idi.”
“Pandai dia di sekolah?”
“Itulah, Kek, dia bodoh dan nakal.
Uang sekolahnya sering dibelikannya
kue-kue atau kelereng. Suka berjudi
gambar. Sering membolos ….”
Puncak Ketegangan “Siapa nama kawanmu? Idi? Ajak dia
kerumah, boleh kakek menasihatinya.
Untuk kau sendiri baik juga sambil jalan
kuberitahukan. Mengapa Idi kawanmu itu
berbuat demikian, kau tahu? Ia kurang
santun, kurang khidmat kepada ayah dan
ibunya. Inilah kesalahan yang sangat
besar.”
Ketegangan Menurun Makin erat kugandeng tangan
kakek. Dalam hati, aku berjanji akan
mencoba menginsafkan Idi.
Penyelesaian Apa yang dikatakan kakek tidaklah
semata-mata untuk Idi, kawanku yang
nakal itu,tetapi kiranya perlu juga
untukku. Aku harus menebalkan lagi rasa
khidmat kepada ayah ibuku, karena aku
pun sering lupa dan kadang-kadang
membangkang kalau disuruh ayah atau
ibu.

5. Sudut Pandang : Cerpen tersebut berisi sudut pandang orang pertama


(Sang Pengarang)

6. Amanat : “Janganlah kita pernah membuat Orang Tua kita kecewa atas
apa yang telah kita perbuat kepada mereka, seharusnya kita membalas
dengan baik apa yang telah mereka berikan kepada kita dan mengucapkan
terima kasih kepada mereka yang sudah melahirkan kita dan
membesarkan kita”

Anda mungkin juga menyukai