Anda di halaman 1dari 8

Current Trends in Aquatic Science III(1), 54-61 (2020)

Keterkaitan Tingkat Kesuburan Perairan Keramba Jaring


Apung dengan Fitoplankton di Desa Terunyan, Danau Batur,
Bali
Ifan Martin Nopem a*, I Wayan Arthana a, Ayu Putu Wiweka Krisna Dewi a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran,
Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-812-462-289-56


Alamat e-mail: Imifan11@gmail.com

Diterima (received) 28 November 2019; disetujui (accepted) 24 Februari 2020

Abstract

Aimed of this study was to determine the relationship of the level of water prosperity in the waters of cage with
phytoplankton in Terunyan Village, Batur lake. Data collected once a week in three months from November 2018 -
January 2019. This study used descriptive methods and sampling points were determined using a purposive sampling
technique based on the number of cage in the lake which consists of 3 points. Points 1 was the maximum number of
cage of ± 500 pieces. Points 2 has a smaller number of cage which was ± 200 pieces. Points 3 was in location of no cage
site. The abundance of phytoplankton tend to be less in the point that had more cages and overall the study obtained
14 phytoplankton genera from 4 phyla. The value of phytoplankton Abundance ranges from 4647 -7374 sel/L which is
cathegorized in mesotrophic waters. The results of measurement of water quality parameters in a row with the range
TSS 5.0 - 6.7 mg/L; Ammonia 0.155 - 0.177 mg/L; Nitrate 0.288 - 0.306 mg/L; Phosphate 0.207 - 0.565 mg/L; pH 7.9 - 8.0;
Temperature 26 - 270C, Turbidity 3.049 – 3.410 NTU; DO 6.4 - 6.9 mg/L; Brightness 135.3 - 140.1 cm and TDS 107.5 -
130 mg/L.

Keywords: Abundance of Phytoplankton; Floating Cage; Mesotrophic

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan tingkat kesuburan perairan dengan fitoplankton di perairan
KJA Desa Terunyan, Danau Batur. Pengambilan data dilakukan setiap satu minggu dalam waktu tiga bulan dari
bulan November 2018 – Januari 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan penetapan titik sampling
dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yang didasarkan atas jumlah KJA di Danau tersebut
yaitu terdiri dari 3 titik. Titik 1 merupakan jumlah KJA yang paling banyak berjumlah ±500 buah. Titik 2 memiliki
jumlah KJA yang lebih sedikit yaitu berjumlah ±200 buah. Titik 3 merupakan lokasi yang tidak terdapat KJA.
Kelimpahan fitoplankton dimana cenderung lebih rendah dari pada titik yang padat KJA dan secara keseluruhan
hasil peneltian mendapatkan 14 genus fitoplankton dari 4 filum. Nilai kelimpahan fitoplankton berkisar antara 4647 –
7374 sel/L yang termasuk ke dalam perairan mesotrofik. Hasil pengukuran parameter kualitas air secara berturut-
turut dengan kisaran TSS 5,0 – 6,7 mg/L; Amoniak 0,155 – 0,177 mg/L; Nitrat 0,288 – 0,306 mg/L; Fosfat 0,207 – 0,565
mg/L; pH 7,9 – 8,0; Suhu 26 – 270C, Kekeruhan 3,049 – 3.410 NTU; DO 6,4 – 6,9 mg/L; Kecerahan 135,3 – 140,1 cm dan
TDS 107,5 – 130 mg/L.

Kata Kunci: KJA; Kelimpahan fitoplankton; Mesotrofik

1. Pendahuluan Batur termasuk danau yang diprioritaskan. Hal ini


disebabkan banyak faktor, seperti kegiatan
Danau Batur merupakan danau yang memiliki masyrakat, industri pariwisata, dan Danau Batur
hasil pemanfaatan yang tinggi sehingga Danau tidak memiliki outlet yang dapat berpengaruh

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 54-61 (2020)


Current Trends in Aquatic Science 55

terhadap kualitas perairan. Penurunan kualitas Penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu
perairan akan semakin meningkat dengan adanya dimulai Bulan November 2018 – Januari 2019 di
peningkatan produktivitas perikanan berupa Desa Terunyan, Danau Batur, Bali dengan
Keramba Jaring Apung (KJA). pengambilan sampel setiap 1 bulan sekali (Gambar
Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan salah 1).
satu metode yang digunakan masyarakat dalam
proses budidaya ikan air tawar. Umumnya KJA
digunakan pada perairan tawar seperti danau dan
waduk. Budidaya ikan di Keramba Jaring Apung
(KJA) merupakan kegiatan positif yang dapat
meningkatkan pendapatan nelayan secara teratur.
Selain berdampak positif budidaya ikan di
Keramba Jaring Apung dapat berdampak negatif
yaitu terjadinya penurunan kualitas air akibat
limbah selama kegiatan budidaya. Proses
penurunan kualitas perairan yang disebabkan oleh
peningkatan produktivitas perikanan Keramba
Jaring Apung diawali oleh sisa – sisa pakan ikan Gambar 1. Lokasi Penelitian di Danau Batur Desa
Terunyan,Bali
maupun hasil pencernaan ikan (feses) berupa
unsur Nitrogen dan Fosfor.
Hasil pencernaan ikan (feses) ataupun sisa – 2.2 Metode Penelitian
sisa pakan mimiliki unsur Nitrogen dan Fosfor.
Peningkatan Nitrogen dan Fosfor akan Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
mempengaruhi mikroorganisme terkhususnya yaitu suatu metode yang menjelaskan suatu
fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme keadaan melalui variabel-variabel yang bisa
yang sensitif terhadap perubahan nutrien seperti dijelaskan baik dengan angka maupun dengan
N dan P (Eddy, 2016). Fitoplankton merupakan kata-kata secara sistematik. Teknik pengambilan
makhluk hidup yang memiliki peranan penting sampel yang digunakan adalah metode purposive
dalam suatu ekosistem terutama terhadap sampling dimana metode ini untuk menetapkan
zooplankton yang menjadi penghubung antara titik pengambilan sampel penelitian. Penetapan
produsen pertama dengan konsumen kedua. titik yang didasarkan atas jumlah KJA di Danau
Selain menjadi produsen dalam sistem rantai tersebut yaitu terdiri dari 3 titik. Titik 1 merupakan
makanan, fitoplankton juga dapat digunakan jumlah KJA yang paling banyak berjumlah ±500
menjadi indikator kesuburan perairan. buah. Titik 2 memiliki jumlah KJA yang lebih
sedikit yaitu berjumlah ± 200 buah. Titik 3
Kesuburan perairan merupakan tingkatan
merupakan lokasi yang tidak terdapat KJA.
mengenai tinggi dan rendahnya unsur hara dalam
Terdapat 3 stasiun KJA berjumlah banyak, sedang
perairan. Tingginya unsur hara dapat
dan tidak ada KJA.
meningkatkan pertumbuhan fitoplankton dan
dapat mengakibatkan buruknya status ekologi 2.3 Alat dan Bahan
perairan (Zulfia dan Aisyah, 2016). Hal ini
dikarenakan, unsur hara N dan P merupakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
unsur hara yang penting dalam pertumbuhan plankton net 30µm, botol sampel, coldbox, DO
fitoplankton. Maka dari itu, perlu adanya analisis meter (LUTRON, DO-5509), pH meter (VIVOSUN),
terhadap keterkaitan tingkat kesuburan perairan secchi disk, turbidity meter (LUTRON, TU-2016),
di KJA dengan struktur plankton di Danau Batur, sedgewickrafter, meteran, pipet tetes, mikroskop
Desa Terunyan, Bali. (OLYMPUS CORPORATION, CX-21FS1), kamera
mikroskop (opticlab), laptop, Buku identifikasi
2. Metode Penelitian plankton Easy Identification of the Most Common
Fresh water algae A Guide for the Identification of
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Microscopic Algae in South African Freswaters (Van

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 54-61 (2020)


56 Ifan Martin Nopem dkk.

Vuuren et al., 2006), kamera dan alat tulis. Bahan dimana H’ adalah Indeks keanekaragaman jenis
formalin 4%, lugol 4%, air sampel dan aquades. (Shanon-Wiener) (Wilhm dan Dorris, 1968); Pi
merupakan pembagian dari ni/N; dan Ni adalah
2.4 Pengumpulan Data Kelimpahan jenis pada peringkat ke-i dan N
adalah Kelimpahan total
Pengukuran kualitas air yang diukur secara in situ
(suhu, pH, kekeruhan, kecerahan, dan DO) dan ex 2.5.3. Indeks Keseragaman
situ (nitrat dan fosfat) dilakukan di UPT. Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali.
𝑬 = 𝐻′⁄𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 (3)
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan ember plastik volume 10 L di dimana E adalah indeks keseragaman; H’ adalah
bagian permukaan perairan pada setiap titik Indeks keanekaragaman; H maks adalah log S; S
pengambilan sampel dilakukan. Pengambilan adalah jumlah spesies, dengan kriteria 0 < E ≤ 0,5
contoh air untuk pengukuran kualitas air Nitrat keseragaman plankton kecil; 0,5 < E ≤ 0,75 adalah
dan Fosfat menggunakan botol plastik volume 1,5 keseragaman plankton sedang dan 0,75 < E ≤ 1
L. Pengambilan sampel plankton menggunakan adalah keseragaman plankton tinggi (Odum, 1996).
plankton net berukuran di bawah 30µm untuk
fitoplankton dan menggunakan ember dengan 2.5.4. Indeks Dominansi
volume 10 L dengan 10 kali ulangan kemudian
disimpan dalam botol sampel dan di awetkan Indeks dominansi bernilai 0 – 1. Apabila nilai C
dengan lugol dan formalin. mendekati satu, menandakan ada spesies plankton
yang mendominansi. Apabila nilai C mendekati
2.5 Analisis Data nol, menandakan tidak ada spesies plankton yang
mendominansi (Odum, 1996).
2.5.1. Kelimpahan Fitoplankton 𝑠

𝐶 = ∑(𝑛𝑖⁄𝑁 )2 (4)
Perhitungan kelimpahan plankton menggunakan 𝑖=1
metode ‘Lackey drop microtransect counting’
dimana C adalah Indeks dominansi; ni adalah
(APHA,2005).
jumlah individu jenis ke-i; N adalah jumlah total
𝐴
𝑁=𝑛 × ×
𝐶 1 individu. Indeks dominansi bernilai 0 – 1.
𝐵 𝐷 𝐸
(1)
2.6 Tingkat Kesuburan
dimana A merupakan jumlah kotakan pada
Status kesuburan perairan dapat dilihat dari
Sedgewick Rafter (1000 kotak); B adalah jumlah
kelimpahan plankton. Landner (1978) dalam
kotakan yang diamati (125 kotak); C adalah
Suryanto dan Herawati (2009) menyatakan bahwa
volume air sampel yang tersaring (ml); D adalah
setiap tempat terdapat perbedaan kelimpahan
volume air sampel yang diamati (ml); E adalah
plankton maka perairan dapat dibagi berdasarkan
volume air yang disaring (L) N adalah kelimpahan
kelimpahan fitoplankton yaitu :
(sel/L) dan n adalah Jumlah individu perlapang
pandang. 1. Perairan Oligotrofik merupakan perairan yang
tingkat kesuburan rendah dengan kelimpahan
2.5.2. Indeks Keanekaragaman fitoplankton berkisar antara 0 – 2.000 sel/L.
2. Perairan Mesotrofik merupakan perairan yang
Menurut (Odum, 1996) Jika : nilai H’ < 1,5 maka tingkat kesuburan sedang dengan kelimpahan
keanekaragaman jenis rendah; nilai 1,5 < H’ < 3,5 fitoplankton berkisar antara 2.000 – 15.000 sel/L.
maka keanekaragaman jenis sedang; serta nilai H’
3. Perairan Eutrofik merupakan perairan yang
> 3,5 maka keanekaragaman jenis tinggi.
tingkat kesuburan tinggi dengan kelimpahan
𝑠
fitoplankton berkisar antara >15.000 sel/L.
𝐻 ′ = − ∑ 𝑃𝑖𝐼𝑛𝑃𝑖 (2)
𝑖=1
3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Komposisi Fitoplankton

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 54-61 (2020)


Current Trends in Aquatic Science 57

Berdasarkan hasil pengamatan fitoplankton secara et al. (2016) mengatakan bahwa filum
keseluruhan, fitoplankton ditemukan 4 filum yaitu Bacillariophyceae merupakan filum yang
Bacillariophyceae (6 Genus), Chlorophyceae (3 mempunyai sifat yang dapat bertahan pada
Genus), Cyanophyceae (4 Genus), Euglenaphyceae kondisi ekstrim, mudah beradaptasi dan
(1 Genus) (Tabel 2.). Komposisi jenis dari empat mempunyai daya reproduksi yang tinggi.
filum yang ditemukan ternyata filum Euglenaphyceae memiliki komposisi genus
Bacillariophyceae, Chyanophyceae dan terendah diduga karena fitoplankton ini memiliki
Chlorophyceae memiliki komposisi jumlah genus adaptasi yang rentan terhadap perubahan faktor
yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan lingkungan terutama pada perubahan musim. Hal
filum Euglenaphyceae. Hal ini diduga karena ini didukung oleh Widiana (2012) bahwa genus ini
ketiga filum tersebut merupakan filum yang dapat lebih menyukai hidup pada perairan yang relatif
beradaptasi dengan mudah di perairan sedangkan bersih. Rendahnya kelimpahan dari genus Phacus
filum Euglenaphyceae tidak mudah beradapatasi. juga diduga karena genus ini tidak mampu
Eddy (2016) menyatakan bahwa Ketiga filum bertahan dan menyesuaikan diri pada lingkungan
Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan terutama pada perairan tercemar berat seperti
Chlorophyceae mempunyai sifat yang sama pada lokasi penambangan emas. Berdasarkan titik
dikarenakan ketiga filum tersebut merupakan pengambilan sampel berada didekat KJA yang
mikroalga utama yang dapat ditemukan disetiap diduga memberikan masukan cemaran di perairan
perairan. Danau Batur. Transisi cuaca hujan dapat
Bacillariophyceae memiliki jumlah komposisi mempengaruhi perubahan kualitas air. Ligęza dan
tertinggi yaitu sebesar 6 genus. Hal ini diduga Wilk (2011) mengatakan bahwa Turbulensi air
karena filum Bacillariophyceae dapat beradaptasi yang lebih besar di ekosistem sungai dan adanya
di setiap perubahan musim. Menurut Nurcahyani peningkatan jumlah bahan tersuspensi, terutama

Tabel 1
Analisis Perhitungan Fitoplankton

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 54-61 (2020)


58 Ifan Martin Nopem dkk.

selama musim semi dan periode musim gugur dari dimana nilai tersebut tergolong dalam perairan
air yang tinggi, menyebabkan kerusakan mekanis mesotrofik. Penelitian yang dilakukan oleh
pada sel dan menurunkan fotosintesis penurunan Sidaningrat et al. (2018) di Danau Batur
transparansi, dengan demikian mengurangi menunjukkan perairan dengan jumlah nilai
keanekaragaman kualitatif dan kuantitatif kelimpahan sebesar 2.686 – 2.983 sel/L tergolong
komunitas Euglenaphyceae. dalam perairan mesotrofik. Hal ini menunjukkan
bahwa kelimpahan pada titik 1 sampai titik 3
3.2 Kelimpahan Fitoplankton dan Kesuburan Perairan memiliki nilai kesuburan yang sedang dengan
kelimpahan fitoplankton berkisar antara 2.000 –
Kelimpahan jenis plankton merupakan nilai dari 15.000 sel/L (Landner, 1978).
hasil perhitungan jumlah individu per satuan
Perbandingan kelimpahan antara
volume air (sel/liter). Kelimpahan total
Bacillariophyceae dan Chlorophyceae memiliki
fitoplankton dari titik 1 sampai titik 3 yaitu (Tabel
jumlah kelimpahan yang berbeda yang dimana
2): 4.961 (sel/L); 7.683 (sel/L); 7.552 (sel/L).
jumlah filum Bacillariophyceae lebih banyak dari
Kelimpahan total fitoplankton dari ketiga
filum Chlrophyceae. Berbanding terbalik dengan
pengambilan sampel di titik 2 merupakan
penelitian yang dilakukan oleh Samudra et al.
kelimpahan total tertinggi dibandingkan dengan
(2013) di Danau Rawa Pening menunjukan bahwa
kelimpahan total di titik 1 dan titik 3 yaitu sebesar
filum Chlorophyceae memilki nilai yang tinggi.
7.683, kelimpahan total di titik 3 adalah sebesar
Dominansi jumlah dan jenis Chlorophyceae dapat
7.552 dan kelimpahan total terendah didapatkan di
mengindikasikan bahwa suatu perairan
titik 1 yaitu sebesar 4.691.
mengalami eutrofikasi. Salah satu indikator yang
Titik pengambilan sampel memiliki dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya
karakterisitik yang berbeda adanya keramba jaring eutrofikasi di perairan adalah bergantinya
apung dengan tidak adanya keramba jaring apung. populasi fitoplankton yang dominan dari
Kelimpahan di titik 1 merupakan kelimpahan total kelompok Bacillariophyceae (Diatom) menjadi
terkecil dibandingkan dengan titik 2 dan titik 3. Chlorophyceae, sehingga berdasarkan komposisi
Hal ini diduga karena di titik 1 pengambilan fitoplankton secara keseluruhan dapat
sampel dekat dengan keramba dan menyebabkan disimpulkan bahwa Danau Batur di perairan Desa
fitoplankton di daerah keramba jaring apung Terunyan tergolong dalam kategori perarian
banyak yang termakan oleh ikan-ikan budidaya mesotrofik.
sehingga kelimpahannya berkurang. Menurut
Taofiqurohman et al. (2007) Salah satu jenis 3.3 Indeks Ekologi
fitoplankton yang disukai ikan sebagai pakan
alaminya adalah Navicula sp. Hal ini di dukung Nilai indeks keanekaragaman di titik 2 dan 3
dengan jumlah kelimpahan pada genus Navicula mengindikasikan kaenekaragaman tergolong
lebih sedikit pada titik 1 dibandingkan dengan kategori rendah sedangkan pada titik 1 tergolong
titik 2 dan titik 3. kategori sedang (Odum, 1996). Hal ini
Berdasarkan data dari ketiga data kelimpahan dikarenakan perbedaan karakteristik titik
yang ada, kelimpahan di titik 2 dan titik 3 pengambilan sampel yaitu titik 1 letaknya dekat
memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Hal ini dengan KJA sedangkan di titik 2 dan 3 letaknya
dikarenakan pada titik 2 pengambilan sampel jauh dengan KJA. Hasil nilai indeks tersebut
dilakukan pada lokasi yang tidak terlalu jauh hampir sama dengan Danau Batur yang dilakukan
dengan adanya kegiatan keramba sedangkan di oleh Sidaningrat (2018) sebesar 0,77 – 0,90 (Tabel
titik 3 tidak adanya kegiatan keramba. Pada 1.). Kondisi ini mencerminkan biota yang mudah
penelitian yang dilakukan Samudra et al. (2013) berubah hanya dengan mengalami pengaruh
memiliki hasil yang sama dimana titik yang lingkungan yang relatif kecil.
dilakukan pengambilan sampel yang terdapat Berbeda halnya dengan nilai indeks
adanya kegiatan keramba memiliki jumlah yang keanekaragaman, nilai indeks keseragaman pada
lebih sedikit dibandingkan dengan perairan non penelitian ini berkisar antara 0,60 – 0,66 pada
keramba. setiap waktu pengambilan sampel dan tergolong
Kelimpahan fitoplankton di ketiga titik kategori sedang (Tabel 1.). Hal ini menunjukan
memiliki jumlah nilai sebesar 4.647 – 7.374 sel/L nilai indeks keseragaman dari penelitian ini

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 54-61 (2020)


Current Trends in Aquatic Science 59

menunjukan bahwa keseragaman fitoplankton penting dalam kualitas perairan dan menjadi
sedang (Odum, 1996). Hasil penelitian ini berbeda faktor pembatas pada pertumbuhan fitoplankton.
dengan yang dilakukan Sidaningrat (2018) di Menurut Asriyana dan Yuliana (2012) untuk
Danau Batur yang mendapatkan hasil indeks pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan
keseragman rendah. Hal ini dikarenakan kandungan ortopospat adalah 0,09 – 1,80 mg/L.
perbedaan pengambilan titik sampel yang Merujuk dari Asriyana dan Yuliana (2012) bahwa
dilakukan berbeda. Penyebaran jenis fitoplankton Hasil Fosfat yang berkisar 0,207 – 0,565 mg/L di
yang tidak sama pada setiap stasiun menunjukkan Danau Batur menunjukan hasil yang optimum.
pengaruh yang terjadi pada setiap titiknya berbeda. Hasil yang diperoleh untuk parameter pH
Diduga hanya jenis fitoplankton tertentu yang berkisar 7,9 – 8,0. Dilihat dari hasil pengukuran
mampu hidup pada toleran kualitas perairan nilai pH bersifat basa dan masih dalam kondisi
disetiap titiknya. yang baik untuk pertumbuhan fitoplankton. Hal
Nilai indeks dominansi yang diperoleh pada ini mungkin disebabkan pengambilan sampel
setiap pengambilan sampel memiliki nilai indeks dilakukan saat memasuki musim penghujan yaitu
berkisar 0,32 – 0,41 (Tabel 1). Nilai indeks Bulan November 2018 – Januari 2019 dan hal ini
dominansi menunjukan bahwa tidak ada didukung dengan adanya penelitian yang
fitoplankton yang dominansi. Hasil penelitian ini dilakukan Sidaningrat (2018) di danau Batur
berbeda dengan nilai indeks dominansi yang memperoleh nilai berkisar 9,02 – 9,06 dimana
didapatkan pada penelitian Sidaningrat (2018) pengambilan yang dilakukan pada saat musim
yang mendapatkan bahwa ada jenis fitoplankton penghujan yaitu Bulan Januari – Maret 2016 yang
yang mendominasi. Kondisi ini menunjukkan mempunyai nilai pH lebih besar. Menurut
struktur komunitas yang stabil, kondisi (Wulandari, 2009) perairan yang memiliki pH 6 – 9
lingkungan yang cukup prima dan tidak terjadi merupakan perairan yang produktif.
tekanan ekologis terhadap biota di habitat
bersangkutan. Tabel 2.
Kualitas Air
3.4 Kualitas Air

Nitrat pada setiap pengambilan sampel berkisar


0,288 – 0,306. Nilai tertinggi pada parameter nitrat
terdapat di titik 1 dan terendah di titik 2. Berbeda
dengan yang didapatkan Suardiani (2018) di
Danau Buyan dimana nilai nitrat tertinggi yang
didapatkan sebesar 0,871 mg/L. Perbedaan ini
disebabkan karena perbedaan karakteristik di
setiap titik dan Danau. Keberadaan KJA
mempengaruhi nilai nitrat. Hal ini didukung
dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa Nitrat
dalam suatu perairan dipengaruhi oleh buangan Suhu air pada ketiga Bulan berkisar 26 – 270C.
yang berasal dari kegiatan pertanian(pemupukan), Kisaran suhu pada setiap Bulan mengalami
kegiatan perikanan dan kegiatan industri. perubahan dikarenakan perbedaan waktu
Menurut Asriyana dan Yuliana (2012) untuk pengambilan sampel dimana pada Bulan Januari
pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan 2019 merupakan musim penghujan. Hasil yang
kandungan nitrat pada kisaran 0,9 – 3,5 mg/L. diperoleh Suardiani (2018) di danau Buyan
Merujuk dari Asriyana dan Yuliana (2012) bahwa memiliki nilai yang tidak jauh berbeda yaitu
Hasil nitrat yang berkisar 0,288 – 0,306 mg/L di antara 21,76 – 27,700C. Kondisi yang dilakukan
Danau Batur menunjukan hasil yang optimum. selama penelitian sesuai dengan kondisi yang
dibutuhkan oleh fitoplankton untuk melakukan
Fosfat yang diperoleh pada setiap waktu
pertumbuhannya sebagaimana dikemukakan oleh
pengambilan sampel berkisar 0,207 – 0,565 mg/L.
Mayagitha et al. (2014), bahwa kisaran suhu yang
Berbeda dengan yang didapatkan Suardiani (2018)
optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan
dimana nilai Fosfat tertinggi yang didapatkan
plankton di daerah tropis yaitu pada suhu 25 0C –
sebesar 1,880 mg/L. Fosfat merupakan unsur hara
320C.

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 54-61 (2020)


60 Ifan Martin Nopem dkk.

Oksigen terlarut (DO) memiliki hasil berkisar sel/L dan titik 3 merupakan titik pengambilan
6,4 – 6,9 mg/l. Nilai DO yang diperoleh masih sampel yang tidak terdapat KJA mendapatkan
dalam kondisi yang baik untuk organisme akuatik. hasil sebesar 7552 sel/L. Kelimpahan fitoplankton
Hasil yang diperoleh oleh Suardiani (2018) yang di titik yang terdapat KJA lebih rendah
dilakukan di danau Buyan dengan kisaran 6,47 – dibandingkan dengan kelimpahan fitoplankton di
7,93 mg/l. titik yang tidak terdapat KJA.
Kekeruhan di danau Batur Desa Terunyan
memiliki nilai berkisar 3,090 – 3,410 NTU. Hal ini Ucapan terimakasih
berebeda jauh dengan yang diporoleh Suardiani
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
(2018) di danau Buyan yang memiliki nilai berkisar
kemenristekdikti yang telah memberikan dana
antara 7,70 – 13,80 NTU. Perbedaan nilai
Beasiswa BIDIKMISI sehingga penelitian ini dapat
kekeruhan yang diperoleh dipengaruhi material
terlaksanakan.
yang tersuspensi atau terlarut di dalam perairan
danau. Kekeruhan air dapat mempengaruhi proses
Daftar Pustaka
fotosintesis fitoplankton karena dapat mengurangi
masuknya penetrasi cahaya matahari (Wahyudiati APHA. (2005). Standard Methods for the Examination of
et al., 2017). Kekeruhan yang diperoleh di danau Water and Wastewater (17th ed). New York, USA: New
Batur dalam batas optimum karena menurut York Health Association.
Salwiyah (2011) Kekeruhan optimum suatu Asriyana, & Yuliana. (2012). Produktivitas Perairan.
perairan yaitu berkisar antara 5 – 30. Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara.
Kecerahan yang diperoleh pada setiap waktu Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan
pengambilan sampel berkisar 135,3 – 140,1 cm. Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta,
Nilai yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan Indonesia: Kanisius.
hasil yang didapatkan Sidaningrat (2018) Nilai Landner. (1978). Eutrofication of Lakes: Causes Effects and
kecerahan yang diperoleh 112,6 – 138,4 cm Means for Control with Emphasis on Lake Rehabilitation.
sedangkan di danau Buyan yang dilakukan World Health Organization.
Suardiani (2018) memiliki nilai yang berkisar Ligęza, S., & Wilk-Woźniak, E. (2011). The occurrence of
antara 120 – 219 cm. Perbedaan nilai kecerahan a Euglena pascheri and Lepocinclis ovum bloom in
an oxbow lake in southern Poland under extreme
mungkin dipengaruhi oleh kekeruhan air yang
environmental conditions. Journal Ecological indicators,
disebabkan oleh zat padat tersuspensi. Menurut
11(3), 925-929.
Zulfia dan Aisyah (2013) nilai kecerahan juga
Mayagitha, K. A., & Rudiyanti, S. (2014). Status Kualitas
dipengaruhi warna air, kekeruhan, waktu
Perairan Sungai Bremi Kabupaten Pekalongan
pengukuran dan padatan tersuspensi yang ada di Ditinjau dari Konsentrasi TSS, BOD5, COD dan
dalam perairan. Struktur Komunitas Fitoplankton. Management Of
Aquatic Resources Journal, 3(1), 177-185.
4. Simpulan
Eddy, S. (2016). Struktur Komunitas Fitoplankton di
Danau Opi Jakabaring Kota Palembang. Sainmatika:
Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
adalah jumlah genus fitoplankton yang ditemukan 12(1), 56-66.
selama penelitian yaitu Bacillariophyceae memiliki Nurcahyani, E. A., Hutabarat, S., & Sulardiono, B. (2016).
6 genus, Chlorophyceae memiliki 3 genus, Distribusi dan Kelimpahan Fitoplankton yang
Cyanophyceae memiliki 4 genus dan Berpotensi Menyebabkan HABs (Harmful Algal
Euglenophyceae memiliki 1 genus. Blooms) di Muarasungai Banjir Kanal Timur,
Kelimpahan fitoplankton di Danau Batur Semarang. Management of Aquatic Resources Journal,
5(4), 275-284.
berkisar 4961 – 7683 sel/L yang menunjukkan
bahwa tingkat kesuburan perairan Danau Batur di Odum. (1996). Fundamentals of Ecology (3rd edition).
Dalam Samingan, T., & Srigandono. (Terj), Dasar-
Desa Terunyan termasuk kategori sedang atau
dasar Ekologi. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada
mesotrofik.
University Press.
Titik 1 merupakan titik pengambilan sampel Salwiyah, S. (2011). Komposisi jenis dan kelimpahan
yang dekat dengan KJA memiliki hasil sebesar fitoplankton di sekitar PLTU Nii Tanasa Kabupaten
4961 sel/L di titik 2 merupakan titik pengambilan Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Aqua
sampel agak lebih jauh memiliki nilai sebesar 7683 Hayati, 9(1), 33-43.

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 54-61 (2020)


Current Trends in Aquatic Science 61

Samudra, S. R., Soeprobowati, T. R., & Izzati, M. (2013). Algae. Pretoria, South Africa: Resource Quality
Komposisi, Kemelimpahan dan Keanekaragaman Services (RQS).
Fitoplankton Danau Rawa Pening Kabupaten Wahyudiati, N. W. D., Arthana, I. W., & Kartika, G. R. A.
Semarang. Bioma, 15(1), 6-13. (2017). Struktur Komunitas Zooplankton di
Sidaningrat, I. G. A. N., Arthana, I. W., & Suryaningtyas, Bendungan Telaga Tunjung, Tabanan, Bali. Journal of
E. W. (2018). Tingkat Kesuburan Perairan Marine and Aquatic Science, 3(1), 115-122.
Berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton di Danau Widiana, R. (2012). Komposisi Fitoplankton Yang
Batur, Kintamani, Bali. Jurnal of Biological Sciences, Terdapat di Perairan Batang Palangki Kabupaten
5(1), 79-84. Sijunjung. Jurnal Pelangi, 5(1), 23–30.
Suardiani, N. K., Arthana, I.W., Kartika, G. R. A. (2018). Wilhm, J. L., & Dorris T. C. (1968). Biological Parameters
Produktivitas Primer Fitoplankton Pada Daerah for Water Quality Qriteria. BioScience, 18(6), 477-481.
Penangkapan Ikan di Taman Wisata Alam Danau
Wulandari, D. (2009). Keterikatan Antara Kelimpahan
Buyan, Buleleng, Bali. Current Trends in Aquatic
Fitoplankton dengan Parameter Fisika Kimia di Estuari
Science, 1(1), 8-15.
Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur. Skripsi. Bogor,
Suryanto, H. & Herwati, U. S. (2009). Pendugaan Status Indonesia: Program Studi Departemen Sumberdaya
Trofik Dengan Pendekatan Kelimpahan Fitoplankton Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
dan Zooplankton di Waduk Sengguruh, Karangkates, Institut Pertanian Bogor.
Lahor, Wlingi Raya dan Wonorejo Jawa Timur.
Zulfia, N & Aisyah, A. (2013). Status Trofik Perairan
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(1), 7-13.
Rawa Pening Ditinjau Dari Kandungan Unsur Hara
Taofiqurohman, A., Nurruhwati, I., & Hasan, Z. (2007). (NO3 dan PO4) serta klorofil-a. Bawal, 5(3), 189-199.
Studi Kebiasaan Makanan Ikan (Food Habbit) Ikan Nilem
(Osteochilus hasselti) di Tarogong Kabupaten Garut.
Laporan Penelitian. Bandung, Indonesia: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNPAD.
Van Vuuren, S. J., Taylor, J., Van Ginkel, C., & Gerber, A.
(2006). Easy Identification of the Most Common Freswater

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 54-61 (2020)

Anda mungkin juga menyukai