Anda di halaman 1dari 3

Studi Alterasi Hidrotermal Gunung Endut, Banten Dengan Metode Petrografi

Abstrak.  

Alterasi hidrotermal merupakan indikator yang bagus dari dinamika fluida termal, terutama
dalam sistem panas bumi. Mineral yang diubah secara hidrotermal terbentuk berdasarkan suhu dan
sifat protolit. Sampel alterasi hidrotermal dari Wilayah Kerja Panas Bumi Gunung Endut dianalisis
menggunakan metode petrografi. Pentingnya dalam menentukan alterasi hidrotermal untuk alterasi
panas bumi digunakan sebagai geotermometer, memprediksi kerak dan korosi, memperkirakan pH
fluida dan banyak lagi. Suhu, permeabilitas dan jenis fluida yang terlibat dalam proses alterasi
diidentifikasi berdasarkan pengamatan sayatan tipis. Sebagian besar sampel menunjukkan adanya
mineral lempung, klorit dan pirit, yang menunjukkan intensitas alterasi sedang yang terbentuk pada
lingkungan alterasi argilik pada suhu 180 °C. Berdasarkan mineral teralterasi yang diamati di bawah
mikroskop petrografi, kami kemudian menyimpulkan bahwa fluida asam adalah jenis fluida utama
yang ditemukan di Wilayah Kerja Panas Bumi Gunung Endut karena mineral alterasi argilik tersebut
menunjukkan lingkungan asam.  

1. Pendahuluan 

Lebih dari 200 gunung berapi terletak di dalam Cincin Api di sekitar Sumatera, Jawa, Bali dan
Kepulauan Timur Indonesia [1]. Kepulauan Indonesia berada di atas tiga lempeng subduksi aktif yang
mempercayakan sistem panas bumi entalpi tinggi [2]. Basis data Kementerian ESDM (2017)
melaporkan bahwa ada 33 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan 28 Panas Bumi Terprospeksi (PGA)
untuk dikembangkan lebih lanjut. Gunung Endut secara geografis terletak pada 6°34'12" – 6°40'48"
LS dan 106°15'36" – 06°22'12" BT, Wilayah Lebak, Banten – 40 km selatan Rangkasbitung memiliki
spekulasi energi panas bumi hingga 80 MWe [3]. 

Sistem hidrotermal dapat dikaitkan dengan sistem vulkanik dan pembentukan gunung berapi
di zona subduksi dengan aliran panas tinggi [4]. Pelat subduksi aktif mendorong perpindahan panas
pada kedalaman ke permukaan melalui patahan dan rekahan [5]. Alterasi hidrotermal merupakan
salah satu indikasi dari sistem hidrotermal [6]. Alterasi hidrotermal merupakan interaksi antara fluida
yang dipanaskan dengan batuan induk sehingga menghasilkan mineral sekunder [7]. Pentingnya
studi alterasi hidrotermal di daerah potensi panas bumi adalah sebagai indikator suhu, permeabilitas
dan jenis fluida [8]. Dilaporkan bahwa sebaran litologi Gunung Endut terdiri dari piroklastik (tuff dan
breksi andesit), batugamping, dan lempung [9]. 

Mineral alterasi hidrotermal terbentuk karena adanya interaksi antara batuan dan fluida
[10]. Produk alterasi yang khas dapat diidentifikasi berdasarkan suhu, permeabilitas, dan jenis fluida
yang menunjukkan mineral [8]. Mineral yang berbeda juga menunjukkan kerentanan alterasi yang
berbeda [6]. Intensitas alterasi (Ia) merupakan ukuran seberapa sempurna suatu batuan bereaksi
untuk menghasilkan mineral hidrotermal atau mineral sekunder. Intensitas alterasi adalah rasio
mineral yang tidak berubah terhadap mineral yang diubah (tabel 1). Sifat permeabilitas batuan
berbanding terbalik dengan intensitas alterasi. Mineral yang diubah atau sekunder dapat mengubah
sifat porositas dan permeabilitas litologi sehingga menutup jalur fluida untuk mengangkut lebih
banyak cairan hidrotermal.
Alterasi argilik adalah kondisi dengan berbagai macam mineral lempung, termasuk kaolinit,
smektit, dan ilit. Pada umumnya terjadi dimana airtanah yang bersuhu rendah menjadi asam
biasanya < 200 °C dan beberapa dapat terjadi pada kondisi atmosfer yang menyebabkan mineral
primer terkonversi menjadi mineral lempung. Setiap mineral memiliki signifikansi geologi masing-
masing dibagi menjadi geotermometer, indikator permeabilitas, menunjukkan kimia fluida, studi
inklusi fluida, menunjukkan rasio uap terhadap air yang tinggi. Ini menunjukkan hanya mineral
tertentu yang dapat digunakan sebagai geotermometer (gambar 1) [8]. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui alterasi hidrotermal di kawasan Gunung Endut menggunakan metode petrografi
untuk memahami genesis, distribusi dan intensitas alterasi hidrotermal di kawasan Gunung Endut. 

2. Metodologi  

Sampel diambil selama pemetaan geologi. Sepuluh sampel diklasifikasikan sebagai representatif
dan disiapkan sebagai bagian tipis dan dianalisis menggunakan mikroskop petrografi. Litologi daerah
penelitian terdiri dari tuf apung, batupasir tufaan, breksi konglomerat, dan napal yang termasuk
dalam Formasi Genteng Pliosen (Tpg) yang terletak di utara daerah penelitian [9]. Formasi
Bojongmanik (Tmb) terdiri dari batupasir, batugamping, dan batulempung berumur Miosen Akhir
yang terletak di Barat Daya dan Timur Laut daerah penelitian. Formasi Badui (Tmd) terdiri dari
konglomerat, Formasi Sareweh (Tms) terdiri dari batulempung, dan batuan Andesit (Tma) yang
masing-masing berumur Miosen Tengah-Akhir, Miosen Tengah, Miosen Akhir, dan Batuan Vulkanik
Endut Pleistosen (Qpv) yang terletak di bagian tengah daerah penelitian dan terdiri dari breksi
vulkanik, lava, dan tuf (gambar 2). 

2.1. Analisis petrografi  


Sebuah mikroskop terpolarisasi digunakan untuk mengamati bagian tipis sampel
batuan. Rincian litologi dan mineralogi sampel dapat dirinci meliputi komposisi mineral,
tekstur, serta jenis dan intensitas alterasi hidrotermal dari daerah penelitian. Analisis
dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Mineral yang mengalami alterasi ditentukan
berdasarkan karakteristiknya dengan pengamatan visual. Nomenklatur batuan menurut
klasifikasi Schmid (1981) digunakan untuk mengklasifikasikan piroklastik berdasarkan
komposisi pecahan kaca, batuan dan kristal vulkanik [13]. Klasifikasi Travis (1955) digunakan
sebagai acuan untuk pengamatan batuan beku berdasarkan tekstur batuan, komposisi
mineral (seperti kuarsa, plagioklas, dan alkali-feldspar) [14]. Analisis juga dapat
dibandingkan dengan analisis X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui kandungan mineral
yang lebih detail. Hasil analisis petrografi dapat membantu menentukan proses geologi dan
hidrotermal yang terjadi di sekitar kawasan Gunung Endut berdasarkan asosiasi mineral
yang terbentuk pada zona alterasi dan intensitasnya. 
3. Hasil dan Pembahasan  
Sampel batuan yang berubah menunjukkan adanya mineral kuarsa sekunder, mineral lembaran
silika, dan mineral sulfida. Tabel 2 merangkum analisis petrografi dari sampel yang diambil di sekitar
wilayah Gunung Endut. Sepuluh sampel menunjukkan mineral hidrotermal seperti mineral kuarsa
sekunder, klorit, pirit dan lempung dengan menggunakan klasifikasi (tabel 1) dengan hasil (tabel 2).
Jenis alterasi dibagi menjadi tiga hasil yaitu lemah (gambar 3), sedang (gambar 4) dan kuat (gambar 5
dan gambar 6). Kuarsa sekunder berlimpah di daerah penelitian menunjukkan perubahan oleh cairan
asam. Kuarsa dapat ditemukan sebagai mineral pengganti dan pengisi urat.
Mineral lembaran silika seperti klorit, mineral lempung dan pirit juga ditemukan pada sampel
N.14 dan Z.8.3. Mirip dengan kuarsa sekunder, klorit adalah mineral pengisi kekosongan. Sampel
Z.8.3 (andesit) menunjukkan pirit di mana sebagian besar pirit didistribusikan di massa dasar
(gambar 4). Pirit merupakan salah satu mineral hidrotermal asam, melimpah di sebagian besar
wilayah, produk alterasi yang terkait dengan manifestasi termal, serta kerak dan produk korosi. 
Semua mineral ubahan yang diamati dari analisis petrografi irisan tipis menunjukkan ubahan
argilik dengan suhu berkisar antara 180–200 °C. Alterasi argilik dipicu oleh perubahan mineral primer
menjadi mineral lempung seperti klorit, kuarsa dan pirit. Jenis mineral lempung dapat ditentukan
hanya dengan menggunakan mikroskop terpolarisasi berdasarkan karakteristiknya dengan sedikit
tindakan pencegahan karena tidak semua mineral lempung dapat ditentukan hanya dengan deskripsi
visual. 
3.1. Calc-silicate  
Proses alterasi yang melakukan alterasi fluida hidrotermal dapat menyimpulkan
adanya sistem panas bumi yang mendasari di Daerah Gunung Endut. Alterasi argilik
umumnya merupakan tanda untuk zona upflow panas bumi dalam sistem medan vulkanik
[15]. Intensitas alterasi menunjukkan dinamika fluida hidrotermal di wilayah tersebut.
Semakin tinggi intensitas alterasi dapat menunjukkan arah sumber fluida hidrotermal. 
3.2. Intensitas  
alterasi Berdasarkan analisis petrografi pada sepuluh sampel, sebaran alterasi di
Gunung Endut, Banten dapat dilihat pada Gambar 7. Interpolasi untuk persebaran zonasi
alterasi dengan metode kriging. Selain itu, sebaran alterasi juga didukung oleh data lokasi
manifestasi panas bumi. Semakin dekat dengan manifestasi panas bumi, semakin tinggi
intensitas alterasinya, karena mempengaruhi lamanya interaksi antara batuan dan fluida.
Sebaliknya, jarak dari lokasi manifestasi panas bumi lebih rendah maka intensitas alterasinya
rendah. Gunung Endut dibagi menjadi tiga intensitas alterasi, terdiri dari lemah (di bawah 25
%), sedang (25-50 %), dan kuat (di atas 25%). 

4. Kesimpulan  

Studi petrografi sampel batuan dari daerah Gunung Endut mengungkapkan sebaran alterasi
argilik yang ditunjukkan dengan adanya mineral lempung dan mineral kalk-silikat. Suhu alterasi
berkisar antara 180-200 C dengan sebagian besar sampel menunjukkan intensitas alterasi sedang
hingga tinggi. Alterasi argilik dan intensitas alterasi dapat menunjukkan kemungkinan zona upflow
sistem panas bumi di daerah Gunung Endut.

Anda mungkin juga menyukai