Anda di halaman 1dari 4

SEKILAS TENTANG PEMAHAMAN HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL INDONESIA
Sebelum memasuki topik entertainment law, satu hal yang harus dipahami dengan baik
adalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI), atau Intellectual Property Rights dalam Bahasa
Inggris. HKI merupakan dasar dari seluruh peraturan terkait perlindungan suatu ciptaan
yang pernah anda dengar (selain hukum perdata dan ilmu perundang-undangan
tentunya). Dalam post ini, kami akan membahas HKI secara singkat supaya anda
memiliki bayangan yang lebih jelas akan topik-topik lain yang akan dibahas ke
depannya.
Sayangnya, HKI itu sulit untuk didefinisikan, meskipun praktiknya dapat diuraikan
secara umum. Intinya, kita sebagai manusia, memiliki imajinasi yang mampu menuntun
kita untuk mewujudkan suatu ciptaan kreatif, dan ciptaan kita ini dihargai dan untuk itu
dilindungi oleh HKI. Tentunya sebagai pencipta, kita tidak ingin orang lain
menggunakan ciptaan kita begitu saja, tanpa membawa keuntungan untuk kita, itulah
mengapa HKI menjadi penting.
Lantas, apa saja yang termasuk di dalam dan dapat dilindungi oleh HKI? Menurut Tim
Lindsey dkk dalam bukunya Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar:
Hukum HaKI sering menampung mengenai apa yang muncul dan selalu berubah-ubah
dan mengatur antara apa yang dapat dan apa yang tidak dapat dilindungi. Oleh karena
itu, hukum HaKI adalah satu dari cabang hukum yang paling banyak dikritik.
Pada dasarnya, HKI terbagi menjadi dua bidang, yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan
Industri. HKI Indonesia sendiri meliputi hal-hal berikut:
1. Hak Cipta dan Hak Terkait, yang melindungi ciptaan di bidang ilmu pengtahuan,
seni, dan sastra, misalnya buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato,
lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, koreografi
tari, seni rupa dalam segala bentuk, arsitektur, peta, fotografi, sinematografi,
bahkan hingga terjemahan dan karya lain dari hasil pengalihwujudan; dan
2. Hak Kekayaan Industri, yang terdiri dari:
1. paten, yaitu hak eksklusif yang diberikan kepada inventor untuk
melindungi idenya yang dituangkan untuk pemecahan masalah di bidang
teknologi, baik berupa proses atau produk, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses, contohnya teknik pondasi cakar
ayam yang ditemukan oleh Ir. Sedijatmo dan digunakan untuk
pembangunan Bandara Juanda;
2. merek, yang mengacu pada tanda berupa gambar, nama, huruf, angka,
susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut dan mempunyai
daya pembeda dalam bidang perdagangan barang dan/atau jasa, yang
dapat terdiri dari merek dagang, merek jasa, maupun merek kolektif,
misalnya merek Starbucks yang membedakannya dengan merek Coffee
Bean untuk dagangan yang serupa;
3. rahasia dagang, informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis, di mana mempunyai nilai ekonomis karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik
rahasia dagang, yang meliputi metode produksi, metode pengolahan,
metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis,
yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Contohnya rahasia dagang atas resep makanan suatu restoran;
4. desain industri, yang mengacu pada kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungannya, baik dalam bentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberi kesan estetis dan dapat diwujudkan, atau menghasilkan suatu
produk. Misalnya desain handphone Apple;
5. indikasi geografis, yang merupakan suatu tanda yang menunjukkan
daerah atau asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis
memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Contohnya indikasi geografis terhadap kopi Kintamani;
6. tata letak (topografi) sirkuit terpadu, yaitu kreasi berupa perancangan
peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, dengan minimal satu elemen
aktif, yang sebagian atau seluruhnya tergabung dalam suatu sirkuit
terpadu, yang merupakan barang jadi atau setengah jadi, yang tergabung
dalam sebuah bahan semi konduktor dengan maksud menghasilkan
fungsi elektronik;
dan juga mencakup perlindungan informasi rahasia serta kontrol terhadap praktik
persaingan usaha tidak sehat dalam perjanjian lisensi.
Sebagai catatan, blawg ini mengkhususkan diri pada entertainment law, sehingga tidak
semua jenis HKI di atas akan ditemukan dalam topik-topik berikutnya. Dan ya, sebagian
besar akan berputar di sekitar Hak Cipta.
Demi kemantapan perspektif, ada baiknya dibahas juga sedikit mengenai sejarah
singkat HKI di Indonesia. Pada awalnya, konsep HKI adalah sesuatu yang diwariskan
kepada kita oleh hukum Belanda. Kemudian, pada tahun 1994, Indonesia bergabung
dengan World Trade Organization (WTO), yang mana keanggotaan tersebut diikuti oleh
kewajiban untuk mengikuti peraturan yang terdapat dalam Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yang memuat berbagai norma dan
standar perlindungan bagi karya-karya intelektual berikut dengan pengaturan
pelaksanaan hukum di bidang HKI. Indonesia pun diberi waktu untuk membenahi
peraturan perundang-undangannya supaya mengikuti ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam TRIPs, yang notabene cukup ketat.
Kewajiban mengikuti TRIPs ini berlaku bagi seluruh negara anggota WTO. Tidak heran
jika kemudian ‘paksaan’ ini menimbulkan perdebatan, terutama antara negara-negara
maju dan berkembang. Negara-negara berkembang berpendapat bahwa HKI hanya
menguntungkan negara maju sebagai eksportir kekayaan intelektual. Contoh
sederhana, yang sesuai dengan tema blawg, adalah lihat saja kebesaran industri
musik, film, maupun sastra di negara maju oleh karena kemajuan teknologi mereka.
Negara berkembang khawatir bahwa penerapan HKI yang ketat justru akan membuat
harga royalti dan lisensi makin mahal, dan negara-negara berkembang banyak yang
belum mampu untuk membayarnya.
Sebaliknya, negara-negara maju berpendapat bahwa justru negara-negara berkembang
harus menerapkan HKI yang ketat supaya terdapat jaminan akan perlindungan suatu
ciptaan, sehingga para penduduknya merasa aman dan termotivasi untuk berkarya
sebanyak-banyaknya, di mana kelak hal tersebut juga akan mendatangkan pemasukan
bagi masyarakat negara berkembang. Jika hal itu sudah terjadi, ke depannya, negara-
negara berkembang pun akan mampu bersaing dengan negara-negara maju.
Semakin kami ikuti perdebatan ini, semakin kami menyimpulkan bahwa hal ini tidak ada
bedanya dengan situasi ‘telur atau ayam’. Mau tidak mau, kedua kutub argumen ada
benarnya. Kemudian, pertanyaan selanjutnya adalah lebih baik kita menerapkan HKI
atau tidak? Kami bilang iya, karena lebih banyak untungnya daripada ruginya. Betul,
kita tertatih-tatih pada awalnya, namun buahnya manis nantinya ketika insan kreatif
Indonesia bisa berkarya tanpa khawatir ciptaannya mudah dicuri. Mengutip Tim Lindsey
dkk lagi:
1. kerugian yang ditimbulkan dari penerapan HKI itu bersifat sementara. Jika
penerapan HKI sudah optimal, nantinya kerugian tersebut akan berubah menjadi
keuntungan bagi Indonesia;
2. seluruh negara WTO sudah sepakat untuk menerapkan HKI dengan segala
konsekuensinya, sehingga menolak kehadirannya justru akan merugikan kita;
dan
3. HKI sudah menjadi standar internasional.
Penerapan HKI ini cukup dilematis memang, tapi kita ambil baiknya saja. Sampai saat
ini, Indonesia sudah memiliki beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur
soal HKI. Salah satunya yang akan banyak disinggung dalam blawg ini adalah Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Selain itu, pemerintah juga membina
praktik HKI melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam blawg ini, kami akan membahas mengenai
praktik entertainment law dalam kaitannya dengan hukum di Indonesia, salah satunya
HKI. Dengan meluasnya pengenalan konsep ini, diharapkan seniman-seniman
Indonesia menjadi lebih bergairah untuk berkarya, karena tahu karyanya dilindungi.

Anda mungkin juga menyukai