Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN

A. Definisi

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional.


Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat
(hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh –
pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. Cedera pada abdomen,
dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

B. Etiologi

Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
C. Manifestasi Klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi : nyeri
tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah,
takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
1. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
b. Terjadi perdarahan intra abdominal.
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
2. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen.
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.

D. Pathway

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi


pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya digambarkan
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda irirtasi cepat terlihat. Tanda-tanda dalam trauma
abdomentersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi
abdomen tanpa bising usus bila terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut
penderita akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampal. Pada fase awal
perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen maka operasi harus dilakukan.

Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen  →   Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus  →   Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

      Gangguan cairan        Nutrisi kurang dari


dan eloktrolit           kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

E. Komplikasi

a. Segera : Hemoragi, syok, dan cedera.


b. Lambat : Infeksi

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto thoraks : Untuk melihat adanya trauma pada thorak.


2. Pemeriksaan darah rutin : Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line
data  bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan
pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan
cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak : Memperlihatkan udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum
dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin : Menunjukkan adanya trauma pada saluran
kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat
menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. Pemeriksaan Fisik :
a. Askultasi : Mendengar bising usus, yang penting adalah
ada tidaknya bisiknya usus tersebut. Darah bebas di
retroperinium ataupun gastrointestinal dapat
mengakibatkan ielus yang menghilangkan bising usus.
b. Perkusi : Manuver mengakibatkan pergerakan peritoneum
tanda peritonitits. Dengan perkusi bisa kita ketahui adanya
nada timpani karena dilatasi lambung akut di kuadran kiri
atas ataupun adanya perkusi redup bila ada
hemiperitonium. Adanya darah dalam rongga perut dapat
ditentukan adanya shifting dullness sedangkan udara bebas
ditentukan dengan pekak hati yang beranjak atau
menghilang.
c. Palpasi : Adanyakekuan dinding perut yang involunte
merupakan tanda yang bermakna untuk merangsang
peritoneal. Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan
adanya nyeri lepas yang kadang-kadang dalam. Nyeri lepas
sesudah tangan yang menekan kita lepaskan dengan cepat
menunjukkan peritonitis. Yang biasanya oleh kontaminasi
isis usus maupun hemoperitoneum tahap awal.
6. Pemerikasaan Radiologi
Pemeriksaan X-Ray untuk screening pertama trauma tumpul. Rontgen untuk
screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP dan pelvis AP
dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto
abdomen 3 posisi (terlentang, tegak dan lateral dekubitus) berguna untuk
melihat adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara diluar lumen
di retroperitonium.
7. CT Scan
Merupakan prosedur diagnostik dimana kita perlu memindahkan pasien ke
tempat scanner, memberikan kontras intravena untuk pemeriksaan abdomen
atas, bawah serta pelvis. Akibatnya, dibutuhkan banyak waktu dan hanya
dilakukan pada pasien dengan hemodinamik stabil, dimana kita tidak perlu
segera melakukan laparatomi.
8. IVP (Intravenous Pylogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
9. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut.

G. Penatalaksanaan

1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian
awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya
jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika
tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30
kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1.     Stop makanan dan minuman
2.    Imobilisasi
3.    Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga
tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.     
2. Hospital
● Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli
bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada
luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur
(supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada :
i. Fraktur pelvis
ii. Trauma non-penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
e. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium
khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa,
amilase.
f. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah
diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
g. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
3. Penatalaksanaan medis :
a. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
e. Laparotomi
4. Penatalaksanaan keperawatan :
a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan,
sirkulasi) sesuai   indikasi.
b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ;  gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
i. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta
sistem saraf.
ii. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher
didapatkan.
iii. Gunting baju dari luka.
iv. Hitung jumlah luka.
v. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
c. Kaji tanda dan gejala hemoragi.
d. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
e. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
f. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin
basah untuk mencegah kekeringan visera.
g. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya
hematuria dan pantau haluaran urine.
h. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi,
atau hematuria.

II. Asuhan keperawatan secara teori


A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan
cedera (trauma)
2. Sirkulasi 
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu),
polanapas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.
Gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status
kesehatan
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
C. Intervensi
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
K.H      : Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi     :
a. Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
e. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka
penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
K.H      : Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
b. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen

c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi


R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
e. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
K.H    : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
b. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko
infeksi.
c. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses   infeksi.
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status
kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
K.H    : Klien tampak rileks
Intervensi :
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan
yang berhasil pada waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan
rasa takut dan berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi
masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada klien.
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan
mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam
menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Dapat bergerak bebas
K.H: Mempertahankan mobilitas optimal
Intervensi     :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
EGC : Jakarta.

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:        EGC
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai