Anda di halaman 1dari 19

UJI KORELASI PEARSON dan UJI

KOLERASI SPEARMAN

NAMA KELOMPOK :
1 SUSI SUSANTI : 16.13201.90.18

2 TRIANA RIMA MELATI : 16.13201.90.20

3 CITRA WULANDARI : 16.13201.90.22

4 M. RIZKY SAPUTRA : 16.13201.90.24

5 DEDI HARYANTO : 16.13201.90.27

6 SEPTIANI : 16.13201.90.29
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG 2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, mei 2017

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Statistika adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengumpulkan,
menganalisis dan menginterpretasikan data. Atau dengan kata lain, statistika menjadi
semacam alat dalam melakukan suatu riset empiris.Dalam menganalisis data, para ilmuwan
menggambarkan persepsinya tentang suatu fenomena. Deskripsi yang sudah stabil tentang
suatu fenomena seringkali mampu menjelaskan suatu teori. (Walaupun demikian, orang dapat
sajaberargumentasi bahwa ilmu biasanya menggambarkanbagaimana sesuatu itu terjadi,
bukannya mengapa). Penemuan teori baru merupakan suatu proses kreatif yang didapat
dengan cara mereka ulang informasi pada teori yang telah ada atau mengesktrak informasi
yang diperoleh dari dunia nyata. Pendekatan awal yang umumnya digunakan untuk
menjelaskan suatu fenomena adalah statistikadeskriptif.
Di Indonesia Pengantar Statistika telah dicantumkan dalam kurikulum Matematika
Sekolah Dasar sejak tahun1975. Hal itu disebabkan karena sekitar lingkungan kita berada
selalu berkaitan dengan Statistik. Misalnya di kantor kelurahan kita mengenal statistik desa,
di dalamnya memuat keadaan penduduk mulai dari banyak penduduk, pekerjaanya, banyak
anak, dan sebagainya.
BAB 2
PEMBAHASAN
1. UJI KORELASI PEARSON

Uji korelasi Pearson. Banyak penelitian meminati keberadaan hubungan antara 2 atau
lebih variabel. Korelasi adalah suatu ukuran hubungan linier antar variabel. Contoh, peneliti
ingin melihat apakah terdapat hubungan antara Minat Mahasiswa atas Matakuliah Pengantar
Ilmu Politik (x) dengan Minat Mahasiswa untuk Berpolitik Praktis (y).

Banyak penelitian meminati keberadaan hubungan antara 2 atau lebih variabel.


Korelasi adalah suatu ukuran hubungan linier antar variabel. Contoh, peneliti ingin melihat
apakah terdapat hubungan antara Minat Mahasiswa atas Matakuliah Pengantar Ilmu Politik
(x) dengan Minat Mahasiswa untuk Berpolitik Praktis (y). Potret Indonesia

Kedua variabel tersebut, x dan y, bisa berhubungan dengan salah satu dari 3 cara berikut:

1. Hubungan Positif. Artinya, semakin berminat seorang mahasiswa atas Matakuliah


Pengantar Ilmu Politik, semakin besar minat mereka untuk Berpolitik Praktis. 
2. Tidak Ada Hubungan. Artinya, minat mahasiswa atas matakuliah Pengantar Ilmu
Politik tetap sama kendati mereka berminat untuk Berpolitik Praktis. 
3. Hubungan Negatif. Artinya, semakin mahasiswa berminat atas matakuliah Pengantar
Ilmu Politik, semakin tidak berminat mahasiswa untuk Berpolitik Praktis.

Cara termudah guna melihat apakah dua variabel berhubungan adalah dengan melihat apakah
mereka memiliki covarians. Pemahaman atas covarians menuntut kita memahami konsep
varians. Varians suatu variabel mewakili rata-rata perbedaan data variabel tersebut dengan
nilai Mean-nya. Rumus varians sebagai berikut:

Mean sampel diwakili 

adalah nilai yang hendak dicari dan N adalah jumlah pengamatan (sampel). Jika kita tertarik
apakah kedua variabel berhubungan, maka kita harus melihat apakah perubahan di satu
variabel disusul dengan perubahan di variabel lainnya. Kala satu variabel menyimpang dari
Mean, maka kita bisa berharap bahwa variabel lain juga menyimpang dari Mean-nya dengan
cara serupa. Agar lebih jelas, lihat data berikut:

Jika terdapat hubungan di antara kedua variabel, maka kala satu variabel menyimpang dari
Mean diikuti penyimpangan yang sama oleh variabel lainnya, baik searah atau berlawanan.
Rumus covarians sebagai berikut:

Menghitung covarians adalah cara yang baik guna menilai apakah 2 variabel punya
hubungan. Jika nilai covarians positif maka kala satu variabel menyimpang dari Mean diikuti
oleh penyimpangan pada variabel lain secara searah. Jika nilai covarians negatif maka kala
satu variabel menyimpang dari Mean diikuti oleh penyimpangan variabel lain secara
berlawanan. Namun, covarians ini bukan uji standar guna menentukan hubungan. 

Standardisasi

Masalah uji standar bagi hubungan antar variabel diselesaikan lewat konversi. Artinya,
covarians dikonversikan ke dalam unit yang lebih standar. Proses ini dinamakan
standardisasi. Dalam kajian statistik, ukuran standar ini adalah Standar Deviasi. Jika kita
membagi setiap penyimpangan nilai observasi terhadap Mean dengan Standar Deviasi, maka
kita akan mendapat jarak dalam satuan Standar Deviasi.

Singkatnya, jika kita ingin mengekspresikan covarians ke dalam unit standar pengukuran,
kita tinggal membaginya dengan Standar Deviasi. Dengan demikian jika terdapat 2 variabel,
maka akan terdapat 2 Standar Deviasi. Kini, kala kita hendak menghitung covarians,
sesungguhnya kita menghitung 2 penyimpangan lalu mengkalikan mereka. Lalu, kita
melakukannya secara sama terhadap Standar Deviasi. Kita mengkalikan mereka dan
membaginya dengan hasil perkalian ini. Covarians yang sudah distandardisasi dinamakan
Koefisien Korelasi. Rumusnya sebagai berikut:

Rumus di atas dikenal dengan nama korelasi Pearson Product-Moment atau Pearson
Correlation Coefficient dan ditemukan oleh Karl Pearson. 
Jenis lain uji korelasi yang populer digunakan adalah Spearman Rank Correlation (rho). Uji
statistik korelasi ini banyak digunakan untuk statistik nonparametrik yang datanya tidak
berdistribusi normal dan diukur menggunakan skala ordinal. Tulisan ini hanya akan
membahas uji korelasi Pearson Product Moment. 

Pearson Product Moment

Adapun rumus Pearson Product Moment (r) adalah sebagai berikut di bawah ini: 

Lihat tabel di bawah ini dalam perhitungan korelasi Pearson:

Cara melakukan perhitungan manual untuk uji korelasi di atas adalah sebagai berikut 

Asumsi Uji Korelasi

Sebelum diimplementasi, uji Korelasi terlebih dulu harus memenuhi serangkaian asumsi.
Asumsi-asumsi uji Korelasi adalah:
1. Normalitas. Artinya, sebaran variabel-variabel yang hendak dikorelasikan harus
berdistribusi normal. 
2. Linearitas. Artinya hubungan antara dua variabel harus linier. Misalnya ditunjukkan
lewat straight-line. 
3. Ordinal. Artinya, variabel harus diukur dengan minimal skala Ordinal. 
4. Homoskedastisitas. Artinya, variabilitas skor di variabel Y harus tetap konstan di
semua nilai variabel X. 

Cara Uji Asumsi Korelasi dengan SPSS

1.Normalitas 

Uji Normalitas bisa dilakukan dengan teknik Kolmogorov-Smirnov. Data yang normal adalah
Sig. Kolmogorov-Smirnov hitung > Sig. Penelitian (0,05). Cara melakukan uji normalitas
dengan SPSS adalah:

1. Klik Analyze --> Nonparametric Tests --> 1-Sample K-S. 


2. Pada jendela One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, masukkan variabel x1, x2, x3,
x4, dan y ke kota Test Variable List. 
3. Pastikan sudah terceklis Normal pada Test Distribution. 
4. Klik OK. 
5. Linieritas. Linieritas terlihat apabila skor variabel X meningkat, skor variabel Y juga
meningkat. Plot-plot data cenderung mengikuti garis diagonal Z yang menaik. Uji
asumsi dengan SPSS sangatlah mudah, caranya adalah: 
6. Klik Graphs --> Scatter/Dot... 
7. Klik icon Simple Scatter 
8. Klik Define untuk membuka jendela Simple Scatter plot. 
9. Masukkan variabel Y ke Y Axis ---> Masukkan variabel X ke X Axis. 
10. Klik Options --> Ceklis Exclude cases listwise. 
11. Klik Continue 
12. Klik OK. 

2.Ordinal. 

Masih terdapat sejumlah perdebatan diantara para ahli apakah skala sikap (misal: sangat
setuju, setuju, agak setuju, kurang setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju) masuk kategori
ordinal atau interval. Juga, uji Pearson apakah layak ditimpakan pada skala Interval dan
Rasio ataukah minimal Ordinal bisa menggunakannya. 

Robert Ho menyatakan bahwa skala Ordinal pun layak ditimpakan uji korelasi Pearson.
Mengenai apakah skala sikap masuk ke dalam kategori skala Ordinal atau Interval, Donald P.
Schwab menjawab bahwa skala sikap boleh dimasukkan ke dalam skala Interval. Atau, jika
tidak bisa, sekurangnya “mendekati Interval.” Schwab memutuskan, dengan demikian uji-uji
statistik yang diperuntukkan bagi skala Interval bisa ditimpakan kepada yang “mendekati
interval” tersebut. 
3.Homoskedastisitas. 

Dalam menguji asumsi Homoskedastisitas dilakukan secara grafis. Dengan SPSS hal ini
sangat mudah. Caranya adalah sebagai berikut:

Caranya dengan melihat grafik persilangan SRESID dengan ZPRED pada output hasil SPSS.
Caranya sebagai berikut: 

1. Klik Analyze --> Regression --> Linear 


2. Masukkan variabel y ke Dependent. 
3. Masukkan variabel-variabel x ke Independent(s) 
4. Klik Plot. 
5. Isikan SRESID pada y-axis dan ZPRED pada x-axis. 
6. Klik Continue. 
7. Saksikan hasilnya pada Output SPSS. 

Perhatikan grafik scatterplot. Ingat, Homoskedastisitas terjadi jika varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap atau sama. Heteroskedastisitas terjadi jika varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tidak sama atau tidak tetap. 

Homoskedastisitas terjadi jika tidak terdapat pola tertentu yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu X. Heteroskedastisitas terjadi jika
terdapat titik-titik memili pola tertentu yang teratur seperti bergelombang, melebar kemudian
menyempit.

Uji Korelasi Pearson dengan SPSS

Melakukan uji Korelasi Pearson untuk mencari nilai r dengan SPSS sangatlah mudah.
Caranya sebagai berikut:

1. Klik Analyze --> Correlate --> Bivariate 


2. Klik Masukkan variabel x1, x2, x3, dan y ke kotak Variables. 
3. Pada bagian Correlation Coefficients, ceklis Pearson. 
4. Pada bagian Test of Significance, ceklis Two-tailed. 
5. Klik Options --> Ceklis Means and standard deviations --> Ceklis Exclude cases
pairwise. 
6. Klik Continue. 
7. Klik OK. 
8. Saksikan hasilnya pada Output SPSS. 
Contoh Output Hasil SPSS sebagai berikut:

Hipotesis penelitian adalah:

Interpretasi Hasil Uji Korelasi

Penelitian (contoh) hendak menguji apakah terdapat hubungan antara Budaya Organisasi (x1)
dan Iklim Organisasi (x2) dengan Kepuasan Kerja (y). Hasil uji statistik menggunakan
Pearson Product Moment (sudah tertera di atas). Bagaimana melakukan penafsiran?

Korelasi. Jika suatu hubungan tidak sama dengan 0, maka dapat dikatakan terjadi hubungan.
Perhatikan baris-baris Pearson Correlation, di mana dihasilkan hasil-hasil berikut:

1. Budaya Organisasi berhubungan secara positif dengan Kepuasan Kerja sebesar 0,451
(r = 0,451). 
2. Iklim Organisasi berhubungan secara positif dengan Kepuasan Kerja sebesar 0,838 (r
= 0,838). 

Dengan demikian, terdapat hubungan antara variabel x1 dan x2 dengan y. Hipotesis-hipotesis


0 di atas, sebab itu, ditolak. 

Signifikansi. Signifikansi bisa ditentukan lewat baris Sig. (2-tailed). Jika nilai Sig. (2-tailed)
< 0,05, maka hubungan yang terdapat pada r dianggap signifikan. Hasil uji signifikansi (di
atas) adalah: 
 Nilai r hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja adalah 0,000. Artinya,
0,000 < 0,05 dan dengan demikian korelasi antara kedua variabel signifikan. 
 Nilai r hubungan Iklim Organisasi dengan Kepuasan Kerja adalah 0,000. Artinya,
0,000 < 0,05 dan dengan demikian korelasi antara kedua variabel signifikan. 

Interval Kekuatan. Sejumlah penulis statistik membuat interval kategorisasi kekuatan


hubungan korelasi. Jonathan Sarwono, misalnya, membuat interval kekuatan hubungan
sebagai berikut: 

Atau penulis lain seperti D.A de Vaus menginterpretasikannya sebagai berikut:

Untuk korelasi negatif (-) interpretasi adalah sama.

Koefisien Determinasi. Koefisien Determinasi digunakan untuk menafsirkan skor korelasi


Pearson (r). Caranya dengan mengkuadratkan nilai r tersebut. Nilai r harus dikuadratkan
karena ia bukan berada dalam skala Rasio. Akibatnya, kita tidak bisa melakukan operasi
aritmetika (kurang, bagi, kali, tambah) terhadap nilai r tersebut. Guna mencari nilai Koefisien
Determinasi, dilakukan langkah berikut:

 Nilai r Budaya Organisasi – Kepuasan Kerja = 0,451 x 0,451 = 0,2034. Kalikan nilai
ini dengan 100% maka 0,2034 x 100% = 20,34%. 
 Nilai r Iklim Organisasi – Kepuasan Kerja = 0,838 x 0,838 = 0,7022. Kalikan nilai ini
dengan 100% maka 0,7022 x 100% = 70,22. 

Penafsiran Koefisien Determinasi adalah: 

Sebesar 20,34% varians Kepuasan Kerja dapat dijelaskan oleh Budaya Organisasi. Sebesar
70,22% varians Kepuasan Kerja dapat dijelaskan oleh Iklim Organisasi. 
---------------------------------

2. UJI KOLERASI SPEARMAN

Koefisien korelasi spearman merupakan statistik nonparametrik.  Statistik ini


merupakan suatu ukuran asosiasi atau hubungan  yang dapat digunakan pada kondisi satu
atau kedua variabel yang diukur adalah skala ordinal (berbentuk ranking) atau kedua variabel
adalah kuantitatif namun kondisi normal tidak terpenuhi.  Simbol ukuran populasinya adalah 
ρ  dan ukuran sampelnya rs.  Formula rs untuk korelasi Spearman adalah sebagai berikut:

Pembuatan ranking dapat dimulai dari nilai terkecil atau nilai terbesar tergantung
permasalahannya. Bila ada data yang nilainya sama, maka pembuatan ranking didasarkan
pada nilai rata-rata dari ranking-ranking data tersebut. Apabila proporsi angka yang sama
tidak besar, maka formula diatas masih bisa digunakan. Namun apabila proporsi angka yang
sama cukup besar, maka dapat digunakan suatu faktor koreksi dan formula menjadi seperti
berikut ini:

contoh:

Seorang manager produksi ingin mengetahui apakah ada hubungan antara nilai tes bakat
(aptitude test) pada waktu penerimaan kerja dengan rating tampilannya setelah satu semester
bekerja.  Nilai aptitude test berkisar antara  0 sampai 100.  Sedangkan rating tampilan
mempunyai skala sebagai berikut:

1 =  pekerja berpenampilan sangat dibawah rata-rata


2 =  pekerja berpenampilan dibawah rata-rata

3 =  pekerja berpenampilan sedang (rata-rata)

4 =  pekerja berpenampilan diatas rata-rata

5 =  pekerja berpenampilan sangat diatas rata-rata


Uji korelasi Spearman dengan SPSS pada hakikatnya serupa dengan secara manual. Uji
korelasi Spearman adalah uji statistik yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antara dua
atau lebih variabel berskala Ordinal. Selain Spearman, D.A. de Vaus menyebutkan bahwa uji
korelasi yang sejenis dengannya adalah Kendall-Tau.[1] Asumsi uji korelasi Spearman
adalah: (1) Data tidak berdistribusi normal dan (2) Data diukur dalam skala Ordinal.

Rumus uji korelasi spearman untuk jumlah sampel < = 30 adalah:

Di mana:
Uji Korelasi Spearman Secara Manual 

Jika dilakukan secara manual, maka tata tertib melakukan uji korelasi Spearman adalah: 

1. Jumlahkan skor item-item di tiap variabel untuk mendapatkan skor total variabel
(misalnya cari skor total variabel X dengan menotalkan item-item variabel X). 
2. Lakukan rangkin skor total x (rx) dan rangking skor total y (ry). 
3. Cari nilai d yaitu selisih rx – ry . 
4. Cari nilai d2 yaitu kuadrat d (selisih rx – ry). 

Agar lebih mudah, kerjakan dengan Excel dan buat saja tabel seperti contoh di bawah ini:

Setelah data dihitung dalam tabel, lalu masukkan ke dalam rumus uji korelasi Spearman:

Dengan demikian korelasi Spearman (rs) variabel x dengan variabel y dalam contoh
adalah 0,47. Nilai korelasi Spearman hitung ini (rs) lalu diperbandingkan dengan Spearman
Tabel (rs tabel). Keputusan diambil dari perbandingan tersebut. Jika rs > rs tabel, H0 ditolak
dan H1 diterima. Jika rs hitung <= rs tabel, H0 diterima, H1 ditolak. Pengambilan keputusan
dari contoh di atas adalah karena rs hitung > rs tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Artinya terdapat hubungan antara variabel x dengan variabel y. Lalu, bagaimana
menginterpretasikannya? 

Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Versi de Vaus 

D.A. de Vaus menginterpretasikan koefisien korelasi sebagai berikut:


Dalam contoh di atas maka kekuatan hubungan antara x dan y adalah hubungan moderat
(karena 0,47). 

Data Saya Lebih Besar dari 30 ! 

Rumus di atas berlaku jika jumlah sampel lebih kecil atau sama dengan 30 (<=30).
Lalu, bagaimana menghitung uji korelasi Spearman dengan lebih dari 30 sampel? Caranya
mudah saja yaitu Cari Nilai z hitung terlebih dahulu. 

Cara mencari nilai z hitung sebagai berikut:

Di mana:

Nilai rs dicari dengan cara yang sama seperti perhitungan terdahulu (di bagian atas).
Dalam contoh sampel yang lebih besar dari 30 ini misalnya sampel menggunakan 50
responden. Maka perhitungannya sebagai berikut:

Nilai z hitung dalam sampel > 30 ini adalah 6,93. Pengambilan keputusan dalam
sampel > 30 ini adalah membandingkan antara z hitung dengan z tabel. Z hitung sudah
diperoleh sekarang tinggal z tabel. 

Cara Mencari z Tabel 

Nilai z tabel dicari dari tabel Z (lihat buku-buku statistik). Caranya adalah: 

1. Tentukan Taraf Keyakinan Penelitian (misalnya 95%). Taraf Keyakinan 95% berarti
Interval Keyakinan-nya (alpha) 0,05. Nilai 0,05 ini merupakan bentuk desimal dari
5% yang diperoleh dari pengurangan 100% selaku kebenaran absolut dengan 95%
(100% - 95% = 5% atau 0,05). 
2. Tentukan Uji yang digunakan. Apakah 1 sisi (One-Tailed) atau 2 sisi (Two-Tailed).
Penentuan 1 sisi atau 2 sisi ini didasarkan hipotesis penelitian. Jika hipotesis hanya
menyebutkan “terdapat hubungan” maka artinya bentuk hubungan belum ditentukan
apakah positif atau negatif dan dengan demikian menggunakan uji 2 sisi. Jika
hipotesis menyatakan “terdapat hubungan positif” atau “terdapat hubungan negatif”
maka artinya bentuk hubungan sudah ditentukan dan dengan demikian menggunakan
uji 1 sisi. 
3. Jika Uji 2 Sisi (Two-Tailed) maka lihat Tabel Z. Dalam uji 2 sisi Interval Keyakinan
dibagi dua yaitu 0,05 / 2 = 0,025. Cari pada kolom tabel nilai yang paling mendekati
0,025. Dari nilai yang paling dekat tersebut tarik garis ke kiri sehingga bertemu
dengan nilai 1,9 + 0,060 = 1,96. Batas kiri pengambilan keputusan dengan kurva
adalah –1,96 batas kanannya +1,96. Keputusannya: Tolak H0 dan Terima H1 jika –z
hitung < dari –1,96 dan > dari +1,96. Sebaliknya, Terima H0 dan Tolak H1 jika – z
hitung > -1,96 dan < dari +1,96. 

Uji Korelasi Spearman dengan SPSS 

Jika uji korelasi Spearman diadakan dengan SPSS maka langkah-langkahnya sebagai
berikut: 

1. Totalkan item-item variabel x menggunakan menu Transform > Compute Variable >
jumlahkan item-item variabel x. 
2. Totalkan item-item variabel y menggunakan menu Transform > Compute Variable >
jumlahkan item-item variabel y. 
3. Buatlah Ranking bagi rx dan ry menggunakan menu Transform > Compute >
Masukkan Skor Total Variabel X dan Variabel Y ke Variables > Pilih saja Smallest
pada Assign Rank > Klik OK. Setelah itu muncul dua variabel baru yaitu rangking
untuk x dan y (lihat di tab Variable View). 
4. Lakukan Uji Korelasi Spearman dengan SPSS dengan klik Analyze > Correlate >
Bivariate > Masukkan Rangking X dan Ranking Y ke Variables > Pada Correlation
Coefficient ceklis Spearman > Pada Test of Significance pilih 2-Tailed (jika 2 sisi)
atau 1-Tailed (jika 1 sisi) > Klik OK. 

Hasilnya output SPSS misalnya sebagai berikut:

Variabel X dan Variabel Y pada contoh output di atas berhubungan dalam koefisien 0,823.
SPSS menunjukkan bahwa korelasi tersebut signifikan bahkan dalam Interval Keyakinan
(alpha) yang lebih teliti lagi yaitu 0,01 untuk Uji 2 Sisi. 

Pengambilan keputusannya sama dengan cara manual di atas yaitu membandingkan antara z
hitung dengan z tabel. Atau bisa juga dengan Kurva Normal berikut:
-------------------------------------

[1] D.A. de Vaus, Survey in Social Research, 5th Edition (New South Wales: Allen and
Unwin, 2002) p. 259.

tags:
uji korelasi spearman dengan spss uji korelasi spearman secara manual tabel kekuatan
hubungan de vaus pengambilan keputusan dengan kurva normal
Daftar Pustaka
 Andi Field, Discovering Statistics using SPSS: And Sex Drug and Alcohol, Second
Edition (London: SAGE Publication, 2005) 
 Donald P. Schwab, Research Methods for Organizational Studies, Second Edition
(New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, 2005) 
 Jonathan Sarwono, Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap untuk Belajar Komputasi
Statistik Menggunakan SPSS 16 (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2009). 
 Mark R. Leary, Introduction to Behavioral Research Methods, Third Edition (Boston:
Allyn and Bacon, 2001) 
 Muhammad Nisfiannoor, Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial (Jakarta:
Penerbit Salemba Humanika, 2009) 
 Robert Ho, Handbook of Univariate and Multivariate Data Analysis and
Interpretation with SPSS (Boca Raton: Chapman & Hall/CRC, 2006) p. 184. 

Anda mungkin juga menyukai