Anda di halaman 1dari 115

ANALISIS KESESUAIAN BIAYA RIIL TERHADAP TARIF INA-CBGs

PADA PENGOBATAN STROKE NON HEMORAGIK PASIEN JKN


RAWAT INAP RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO
SRAGEN TAHUN 2015

Usulan Penelitian

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


mencapai derajat Sarjana Strata 2

Diajukan oleh :

ARI DWIDAYATI
SBF131440294

Kepada
PROGRAM PASCASARJANA ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016
ANALISIS KESESUAIAN BIAYA RIIL TERHADAP TARIF INA-CBGs
PADA PENGOBATAN STROKE NON HEMORAGIK PASIEN JKN
RAWAT INAP RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO
SRAGEN TAHUN 2015

TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Derajat Sarjana Strata-2
Program Pascasarjana Ilmu Farmasi
Minat Magister Manajemen Farmasi Rumah Sakit

Oleh :
ARI DWIDAYATI
SBF 131440294

PROGRAM STUDI S-2 ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016

i
PENGESAHAN TESIS
Berjudul :

ANALISIS KESESUAIAN BIAYA RIIL TERHADAP TARIF INA-CBGs PADA


PENGOBATAN STROKE NON HEMORAGIK PASIEN JKN RAWAT INAP
RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN TAHUN 2015

Oleh :
ARI DWIDAYATI
SBF131440294

Dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Proposal


Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Pada Tanggal : 30 Juli 2016

Mengetahui ,
Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi
Dekan,

Prof. Dr. R. A., Oetari, SU., MM., M.Sc., Apt.


Pembimbing Utama,

Tri Murti Andayani, Sp.FRPS., Phd., Apt


Pembimbing Pendamping,

Dr. Chairun.W, M.Kes.,M.App.Sc., Apt


Dewan Penguji
1. Drs. Suharsono, Sp.FRS., Apt 1..................
2. Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M.si., Apt 2..................
3. Dr. Chairun.W, M.Kes.,M.App.Sc., Apt 3..................
4. Tri Murti Andayani, Sp.FRS., Phd., Apt 4..................

ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka.

Apabila tesis ini merupakan jiplakan dari penelitian/karya ilmiah/tesis

orang lain, maka saya siap menerima sanksi baik secara akademis maupun hukum.

Surakarta, Agustus 2016

ARI DWIDAYATI

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat hidayah dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“ANALISIS KESESUAIAN BIAYA RIIL TERHADAP TARIF INA-CBG’s

PADA PENGOBATAN STROKE NON HEMORAGIK PASIEN JKN RAWAT

INAP DI RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN TAHUN 2015”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai derajat

Sarjana Strata S-2 pada Program Studi Magister Farmasi (M.Farm) pada Fakultas

Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. Melalui tesis ini perkenankan penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus kepada ayahanda Suwarto Sunandar dan

ibunda Emmy Syamsuddin untuk segala cinta, kasih sayang yang tak pernah

putus, doa, bimbingan dan dukungan baik moral maupun materil kepada penulis.

Untuk Saudara-saudaraku, Ika Sartika, Adningtyas, Niken Ayu, Ummi Dahlillah

dan Muh. Bagus yang telah banyak memberi dukungan dan motivasi serta seluruh

keluarga besarku atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.

Selama penyusunan dan terselesainya tesis ini tidak lepas dari bantuan,

bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil

dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat,

penulis mengucapkan terima kasih baik kepada pihak-pihak yangterlibat langsung

maupun tidak, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Djoni Tarigan, MBA selaku rektor Universitas Setia Budi

iv
2. Prof. Dr. R.A.,Oetari,SU.,MM.,M.Sc.,Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi

Universitas Setia Budi, atas semua fasilitas yang disediakan selama penulis

mengikuti pendidikan.

3. Tri Murti Andayani, Sp.FRS., PhD., Apt., selaku pembimbing utama atas

waktu dan kesempatan yang diluangkan dalam memberikan arahan dan

bimbingan kepada penulis.

4. Chairun Wiedyaningsih, M.App.Sc.,Apt., selaku pembimbing pendamping

atas waktu dan kesempatan yang diluangkan dalam memberikan arahan dan

bimbingan kepada penulis.

5. Dosen penguji tesis Drs. Suharsono, Sp.FRS., Apt, yang telah memberikan

tambahan ilmu, masukan, nasehat, saran, serta ketersediaannya dalam

menelaah tesis ini.

6. Dosen penguji tesis Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M,Si, Apt, yang telah

memberikan tambahan ilmu, masukan, nasehat, saran, serta ketersediaannya

dalam menelaah tesis ini.

7. Seluruh dosen pascasarjana minat Manajemen Farmasi Rumah Sakit Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta yang telah memberikan

bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.

8. Direktur dan Wakil Direktur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang

telah memberikan izin penelitian dan banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian.

v
9. Kepala Diklat, Kepala Keuangan, Kepala IFRS dan Staf bagian rekam medik

dan staf lainnya di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang sudah banyak

membantuk selama penelitian.

10. Kepada “Mas Tagepir S,Kep, Ners,.” terima kasih telah menjadi

penyemangat, yang telah banyak membantu, berdoa dan memberikan

dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

11. Kepada Partner kerja Milda Rianty Lakoan S.Farm.,Apt yang telah banyak

membantu dan memberi nasehat hingga terselesainya tesis ini.

12. Seluruh keluarga Besarku yang ada di Yogyakarta, Makassar, Medan dan

Ampel. Terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

13. Seluruh teman –teman Pascasarjana seangkatan. Terima kasih atas bantuan

dan kerjasamanya baik dalam kuliah maupun dalam penyelesaian tesis ini.

14. Segenap pihak yang membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah membantu penyelesaian tesis ini

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis yakin

bahwa karya ini jauh darikata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan

sumbangan kritik yang membangun sebagai langkah untuk meningkatkan

kualitas penulis. Sebagai akhir,penulis mengucapkan permohonan maaf atas

segala kekurangan, Kekhilafan dan keterbatasan yang ada.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,,

Yogyakarta, Juni 2016

Penulis

vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi

DAFTAR ARTI CODE ICD....................................................................... xii

INTISARI.................................................................................................... xiii

ABSTRACT ................................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 6
D. Keaslian Penelitian ................................................................ 7
E. Manfaat Penelitian ................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 9


A. Stroke ..................................................................................... 9
B. Farmakoekonomi ................................................................... 16
C. Analisis Biaya ........................................................................ 18
D. Jaminan Kesehatan Nasional ................................................. 20
E. Sistem Case Based Groups (CBGs) ....................................... 23
F. Landasan Teori ...................................................................... 26
G. Kerangka Konsep ................................................................... 28
H. Hipotesis ................................................................................ 29

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 30


A. Rancangan Penelitian ............................................................. 30
B. Populasi dan Sampel .............................................................. 30
C. Variabel Penelitian ................................................................. 31

vii
D. Alat dan Bahan....................................................................... 33
E. Jalannya penelitian ................................................................. 34
F. Analisis hasil .......................................................................... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 37


A. Karakteristik Pasien Stroke Non Hemoragik ......................... 37
B. Pola Pengobatan Pasien Stroke Non Hemoragik ................... 46
C. Kesesuaian Biaya Riil dengan Tarif INA-CBGs ................... 49
i. Komponen Biaya Pasien Stroke Non Hemoragik ............. 49
ii. Analisis Kesesuaian Biaya Riil dengan Tarif INA-CBGs.. 54
D. Faktor yang Mempengaruhi Biaya Riil ...................................... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 60


A. Kesimpulan ............................................................................ 60
B. Saran ...................................................................................... 61

BAB VI RINGKASAN ............................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 76

LAMPIRAN ................................................................................................ 81

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1 Kerangka Konsep Penelitian .................................................................. 28

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Anjuran untuk Farmakope Stroke Non Hemoragik .................................. 15
2. Daftar Ragional tarif INA-CBGs .............................................................. 25
3. Karakteristik Pasien berdasarkan Jenis Kelamin dengan Kode
INA-CBG’s G-4-14-I/II/III dan kelas perawatan Periode Januari-
Juni 2015 ................................................................................................... 37
4. Karakteristik Pasien berdasarkan Umur dengan Kode INA-CBG’s
G-4-14-I/II/III dan kelas perawatan Periode Januari-Juni 2015 ............... 37
5. Karakteristik Perawatan Pasien dengan Kode INA-CBG’s G-4-14-
I/II/III dan kelas perawatan Periode Januari-Juni 2015 ............................ 40
6. Lima Jenis Diagnosis Sekunder yang Banyak Dialami Pasien ................. 42
7. Karakteristik Distribusi LOS Pasien dengan INA-CBG’s G-4-14-
I/II/III dan kelas perawatan Periode Januari-Juni 2015 dengan Kelas
Perawatan 1/2/3 Rawat Inap di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.. 45
8. Deskripsi Terapi Pengobatan Stroke Non Hemoragik rawat inap di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni 2015 .......... 46
9. Komponen Biaya Pasien Rawat Inap JKN Stroke Non Hemoragik
dengan kode G-4-14-I/II/II, Kelas Perawatan 1,2,3, Periode Januari-
Juni 2015 ................................................................................................... 50
10. Selisih antara total biaya riil RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen
dengan tarif paket INA-CBG’s dengan kode G-4-14-I/II/II, Kelas
Perawatan 1,2,3, Periode Januari-Juni 2015 ............................................. 55
11. Perbandingan antara rata-rata biaya riil RSUD Dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen dengan tarif paket INA-CBG’s dengan kode G-4-
14-I/II/II, Kelas Perawatan 1,2,3, Periode Januari-Juni 2015 ................... 56
12. Perbandingan antara rata-rata biaya riil dengan tarif paket INA-CBG’s
berdasarkan analisis one sample t tets....................................................... 57
13. Hasil analisis korelasi bivariat faktor yang mempengaruhi biaya riil
pengobatan pasien dengan kode INA-CBG’s G-4-14-I/II/III, rawat
inap pasien stroke non hemoragik di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen........................................................................................................ 58

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Surat Izin Penelitian ................................................................................ 81
2. Surat Rekomendasi Penelitian ................................................................ 82
3. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian ................................... 83
4. Form Observasi Data Pasien dengan Kode INA CBG's G-4-14............. 84
5. Data pengobatan Pasien dengan Kode INA CBG's G-4-14 .................... 88
6. Rekapitulasi Biaya Pengobatan pasien dengan Kode INA CBG's G-4-14 92
7. One Sampel T Test Biaya Riil ................................................................. 97
8. Uji Korelasi Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Biaya Riil pada
Pasien JKN denganKode INA CBG's G-4-14 ....................................... 100

xi
DAFTAR KODE ICD-10

D649 : Anemia, ditentukan

E119 : Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus tanpa Komplikasi

I10 : Hipertensi Esensial (primer)

I211 : Infark miokard akut transmural dinding rendah

I252 : Infark Miokard Lama

I259 : Penyakit Jantung Iskemik Kronis, tidak spesifik

I48 : Atrial Fibrilas dan flitter

I493 : Ventricular depolarisasi prematur

I509 : Gagal Jantung, tidak spesifik

J441 : Penyakit Paru Obstruksi Kronik dengan eksaserbasi akut

J46 : Status Asmatikus

J90 : Efusi pleura, tidak diklasifikasi yang lain

K30 : Dypepsia

K921 : Melena

L89 : Ulkus dekubitus

N189 : Gagal ginjal kronik, tidak spesifik

R402 : Koma, tidak spesifik

R568 : Kejang lain dan tidak spesifik

S099 : Tidak disebutkan cedera kepala

G-4-14-I : Kecederaan Pembuluh Darah Otak dengan Infark Ringan

G-4-14-II : Kecederaan Pembuluh Darah Otak dengan Infark Sedang

G-4-14-III : Kecederaan Pembuluh Darah Otak dengan Infark Berat

xii
INTISARI

DAYATI, A. 2016. ANALISIS KESESUAIAN BIAYA RILL TERHADAP


TARIF INA-CBGs PADA PENGOBATAN STROKE NON HEMORAGIK
PASIEN JKN RAWAT INAP RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO
SRAGEN TAHUN 2015. TESIS. FAKULTAS FARMASI. UNIVERSITAS
SETIA BUDI.
Stroke termasuk salah satu penyakit degeneratif dan juga penyebab
kematian nomor satu di Indonesia. Pemberlakuan INA-CBGs (Indonesia Case
Based Groups) pada pembiayaan rumah sakit bagi pasien stroke membutuhkan
perencanaan pengobatan dan analisis biaya karena stroke memerlukan biaya yang
tinggi sehingga rumah sakit dapat melakukan penghematan biaya dan diharapkan
mampu menjadi solusi dalam pengendalian biaya pelayanan kesehatan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pola pengobatan pada pasien stroke non
hemoragik, kesesuaian antara biaya rill dengan tarif INA-CBGs dan faktor yang
mempengaruhi biaya riil.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional, data diambil secara
retrospektif dari berkas klaim jaminan kesehatan nasional periode Januari-Juni
2015. Analisa deskriptif digunakan untuk karakteristik pasien dan biaya rill,
analisis data menggunakan one sample t test untuk membandingkan biaya riil
dengan tarif INA-CBGs, uji korelasi untuk mengetahui pengaruh faktor terhadap
biaya riil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengobatan digunakan citicoline
(35,31%), clopidogrel (26,02%), amlodipin (7,06%), simvastatin (5,20%).
Analisis menggunakan one sample t-test diperoleh pada tingkat keparahan I kelas
3 didapatkan rata-rata selisih biaya sebesar Rp. 1.066.143,-, tingkat keparahan II
kelas 3 Rp. 766.848,-, dan tingkat keparahan III kelas 3 Rp. 931.119,-. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan biaya riil yaitu diagnosa sekunder, tingkat
keparahan, kelas perawatan dan LOS.

Kata Kunci : Stroke non hemoragik, kesesuaian biaya, biaya riil, INA-CBGs.

xiii
ABSTRACT

DAYATI, A. 2016. ANALYSIS OF COMPLIANCE OF REAL COST TO


INA-CBG's COST IN NON HEMORRHAGIC STROKE TREATMENT
OFHOSPITALIZED JKN PATIENTS IN DR.SOEHADI PRIJONEGORO
HOSPITAL SRAGEN 2015.THESIS. FACULTY OF PHARMACY. SETIA
BUDI UNIVERSITY.

Stroke is one of the degenerative diseases and is also the number one cause
of death in Indonesia. Enforcement INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups) on
the financing of the hospital for stroke patients in need of treatment planning and
cost analysis for a costly stroke so that the hospital can make cost savings and is
expected to be a solution in controlling health care costs. The purpose of this
study was to determine treatment pattern of non-hemorrhagic stroke,correlation
between real cost to INA-CBG's cost, and factors affecting the real cost.

This study was an observational research, the data was taken


retrospectively from the document of national health insurance claim in January-
June 2015 period. The descriptiveanalysis is used for patient characteristic and
real cost, the data analysis was conducted using one sample t-test to compare the
real cost and INA-CBG’s tariff, correlational test to find out the factors affecting
the real cost.

The results showned that treatment pattern were citicoline ( 35,31 % ) ,


clopidogrel ( 26,02 % ) , amlodipin ( 7,06 % ) , simvastatin ( 5,20 % ). Analysis
using one sample t-test obtained severity I treatment class 3 Rp. 1.066.143,-,
severity II treatment class 3 Rp. 766.848,-, dan severity III treatment class 3 Rp.
931.119,-. Factors that affect were secondary diagnosis, severity, treatment class
and LOS.

Keywords: non-hemorrhagic stroke, compliance cost, real cost, INA-CBG's.

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola makan telah terbukti mempengaruhi kesehatan. Pola makan

merupakan salah satu perubahan gaya hidup masyarakat saat ini. Di Indonesia,

sebagian besar masyarakat cenderung menyukai makanan siap saji, yang

kandungan gizinya tidak seimbang yang umumnya mengandung lemak dan garam

tinggi dengan kandungan serat rendah. Pola makan yang salah, dengan cepat

menimbulkan gizi lebih atau obesitas dan berakibat timbulnya penyakit

degenerative seperti hipertensi, stroke, penyakit jantung dan diabetes yang sering

menimpa kelompok usia produktif.

Menurut World Health Organization (2011), stroke adalah manifestasi

klinik dari gangguan fungsi serebral, baik lokal maupun menyeluruh, yang

berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut,

tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Sesuai penyebabnya

stroke dibagi menjadi dua yaitu, stroke iskemik dan stroke pendarahan (DiPiro et

al., 2008). Lebih dari 80 % stroke asalnya iskemik dan disebabkan oleh oklusi

arteri trombotik atau tromboemboli. Tempat awal bekuan yang paling sering

meliputi arteri-arteri serebral ekstrakranial, jantung (fibrilasi atrium, penyakit

katup mitral, trombus LV), arteri kecil menembus otak (stroke lakunar), dan plak

arkus aorta. Stroke iskemik biasanya muncul defisit neurologis fokal dalam

distribusi pembuluh darah tunggal (Adrian et al., 2013).

1
2

Pada data tahun 2008, di Amerika Serikat tercatat sekitar 700.000 individu

terserang stroke dengan angka kematian sebesar 150.000 setiap tahun, yang

sebagian besar disebabkan oleh penyumbatan aliran darah. Menurut WHO (2011),

stroke merupakan penyebab kematian ketiga (10%) di dunia setelah penyakit

jantung koroner (13%) dan kanker (12%). Menurut laporan statistik dari American

Heart Association tahun 2011, stroke juga penyebab kecacatan serius dan jangka

panjang nomor satu di Amerika dan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-

negara yang sedang berkembang (Roger et al., 2011).

Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,

prevalensi stroke nasional sebesar 8,3% dan pada tahun 2013, RISKESDAS

mencatat terjadi peningkatan sebesar 12,1%. Dimana pravalensi stroke diserang

pada kelompok usia yaitu 45 sampai 54 tahun mencapai 15,9% dan meningkat

menjadi 26,8% pada kelompok usia 55 sampai 64 tahun. Hal ini terjadi karena

pertambahan usia yang menyebabkan penurunan fungsi tubuh termasuk fungsi

pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian

endotel yang mengalami penebalan pada bagian intima, mengakibatkan lumen

pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada penurunan aliran darah

otak, sehingga kasus stroke memerlukan penanganan intensif dan edukasi dengan

tujuan mengedepankan keselamatan pasien (Yuniadi, 2010).

Peningkatan angka kematian pada penderita stroke sangat bergantung pada

terapi yang diberikan. Pola pengobatan untuk manajemen stroke iskemik akut

pada umumnya hanya 2 obat yang direkomendasikan dengan rekomendasi Grade

A yaitu injeksi intravena tissue plasminogen activator (t-PA) dengan onset 3 jam
3

dan aspirin dosis kecil dengan onset 48 jam (Dipiro et al, 2005). Jenis terapi obat

yang digunakan juga dipengaruhi oleh jenis tindakan yang diberikan tenaga

medis, keahlian tim medis dalam mendiagnosis secara cepat dan tepat, serta

kepatuhan tenaga medis terhadap clinical pathway sangat diharapkan.

Implementasi clinical pathway sebagai pedoman dalam rumah sakit sangat perlu

dalam penanganan atau pemilihan terapi karena terapi yang tidak tepat maka dapat

menyebabkan waktu tinggal di rumah sakit menjadi lebih lama atau terjadinya

komplikasi yang lain sehingga biaya terapi menjadi meningkat, yang pada

akhirnya akan terjadi pembengkakan biaya. Pengobatan penyakit yang kurang

efisien dan pelayanan yang tidak sesuai, dapat menjadi keluhan utama pasien

terhadap rumah sakit sehingga bisa mengurangi kualitas rumah sakit tersebut.

Berdasarkan penelitian Wijayanti (2014) pada pasien rawat inap penyakit

stroke non hemoragik di RSUD Tarakan, menyimpulkan bahwa besarnya biaya

riil pengobatan stroke non hemoragik pasien JKN lebih besar dibandingkan

dengan pembiayaan kesehatan berdasarkan tarif INA-CBG’s. Lama rawat inap

(LOS), kelas perawatan dan tingkat keparahan merupakan faktor yang

mempengaruhi biaya rill pada penyakit stroke non hemoragik.

Stroke merupakan penyakit yang ”mahal” karena penderita stroke sering

memerlukan perawatan lebih lanjut dan rehabilitasi jangka panjang. Besarnya

biaya pada penyakit stroke ini, maka sangat penting dilakukan suatu studi tentang

analisis biaya pasien stroke sehingga dapat mendukung pembuat kebijakan

kesehatan publik dalam pengembangan strategi manajemen stroke (Kang et al.,

2011). Sistem pelayanan kesehatan sangat berkaitan erat dengan biaya pelayanan
4

kesehatan. Analisis biaya layanan kesehatan di rumah sakit juga diperlukan untuk

dapat memberi informasi tentang total biaya yang terjadi di rumah sakit dan

sumber pembiayaan beserta komponennya.

Terdapat dua metode pembayaran rumah sakit yang digunakan yaitu

metode pembayaran retrospektif dan metode prospektif. Metode pembayaran

retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan

yang diberikan kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan yang

diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar

biaya yang harus dibayarkan. Metode pembayaran prospektif adalah metode

pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah

diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan (Permenkes No.27 tahun

2014).

Pemerintah di Indonesia menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan

Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, sebagai upaya

memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta untuk memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan. Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah

diatur pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah

dengan INA-CBGs sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013

tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Presiden Nomor 111 Tahun 2013 (Permenkes No.27 tahun 2014).

Tarif INA-CBGs merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen

sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun
5

non-medis. Dimana cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis

atau kasus yang relatif sama. Dalam pembayaran menggunakan sistem INA-

CBGs, baik rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan

berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan

menyampaikan diagnosis keluar pasien dan prosedur. Adapun kode INA-CBGs

untuk stroke non hemoragik rawat inap adalah G-4-14 (Permenkes No.27 tahun

2014).

Berdasarkan Permenkes No. 27 tahun 2014, RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Sragen merupakan rumah sakit negeri kelas B dan masuk dalam

regional 1. RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen hingga kini menjadi rumah

sakit pilihan dan telah memiliki pasien dari berbagai daerah sekitar. Untuk itu

dilakukan penelitian untuk mengetahui pola pengobatan rumah sakit serta

menganalisis model sistem pembayaran pelayanan kesehatan INA-CBGs terhadap

biaya rill pada terapi pengobatan stroke non hemoragik dan mengindentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi biaya terapi pasien stroke non hemoragik di

RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen.

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pola pengobatan penyakit stroke non hemoragik pada pasien rawat

inap di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni tahun

2015?
6

2. Apakah terdapat perbedaan biaya pengobatan penyakit stroke non hemoragik

pasien rawat inap JKN dengan besarnya pembiayaan kesehatan berdasarkan

INA-CBGs di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni

tahun 2015?

3. Apakah terdapat hubungan faktor pasien; umur, jenis kelamin, diagnosa

sekunder,tingkat keparahan, kelas perawatan dan LOS (Lenght of stay)

terhadap biaya rill pada pasien rawat inap JKN penyakit stroke non hemoragik

di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni tahun 2015?

C. Tujuan Peneltian

1. Mengetahui pola pengobatan penyakit stroke non hemoragik pada pasien

rawat inap JKN di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni

tahun 2015.

2. Untuk mengetahui kesesuaian biaya rill dengan tarif INA-CBGs dengan

melihat perbedaan biaya riil pasien stroke non hemoragik di RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni tahun 2015 yang berstatus

JKN dengan pembiayaan kesehatan berdasarkan INA-CBGs

3. Untuk mengetahui hubungan faktor pasien; umur, jenis kelamin, diagnosa

sekunder,tingkat keparahan, kelas perawatan dan LOS (Lenght of stay)

terhadap biaya rill pada pasien rawat inap JKN penyakit stroke non hemoragik

di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni tahun 2015.


7

D. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang analisis biaya pengobatan stroke non hemoragik pasien

rawat inap JKN di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari – Juni

2015 belum pernah dilakukan.

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Sugiyanto (2009) tentang “Analisis

Biaya Pengobatan Stroke Iskemik Sebagai Pertimbangan Dalam Penetapan

Pembiayaan Kesehatan Berdasar INA-DRGs di RSUP Dr. Sardjito. Perbedaan

penelitian yang dilakukan dengan penelitian tersebut terletak pada sistem

pembiayaan kesehatan yang berdasar INA-DRGs, serta pengaruh faktor risiko

terhadap LOS. Sari Wijayanti (2014) tentang “Analisis Kesesuaian Biaya Riil

Terhadap Tarif INA-CBGs Pada Pasien JKN Rawat Inap Penyakit Stroke Non

Hemoragik Di RSUD Tarakan Periode Januari-Desember Tahun 2014. Perbedaan

yang dilakukan dengan penelitian ini terletak pada regional, sebagai evaluasi

terhadap penetapan tarif INA-CBGs di berbagai regional apakah dari beberapa

regional terdapat kesesuaian biaya rill dengan tarif INA-CBGs.

Perbedaan lain dari penelitian sebelumnya yaitu tempat penelitian, jumlah

sampel, waktu serta kondisi yang berbeda dari penelitian terdahulu.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Data-data hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai suatu

masukan dalam rangka evaluasi terhadap biaya pengobatan serta dapat

digunakan sebagai tambahan pembendaharaan ilmu pengetahuan dalam


8

melakukan analisis biaya untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pasien di

masa mendatang.

2. Bagi Peneliti

Data-data hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu,

sehingga nantinya dapat diaplikasikan dalam dunia kerja khususnya dalam

melakukan analisis biaya.

3. Bagi Masyarakat

Data-data hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi kepada

masyarakat biaya pengobatan stroke non hemoragik.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke

1. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO) (2011), stroke adalah

manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik lokal maupun

menyeluruh, yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau

berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan

vaskuler.

2. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju.

Setiap tahun 700.000 warga Amerika mengalami stroke dan mengakibatkan

hampir 150.000 kematian. Stroke juga merupakan penyebab medis neurologis

yang sering ditangani di rumah sakit (Adrian et al., 2013).

Menurut WHO (2011) sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit

stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia.

Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus

stroke di dunia.

Stroke juga penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor

dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan

semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara

yang sedang berkembang (Roger et al., 2011).


10

Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi

stroke nasional sebesar 8,3% dan terus meningkat pada tahun 2013 sebesar

12,1%. Prevalensi terlihat meningkat seiring peningkatan umur pasien. Pada

kelompok umur yaitu 45 sampai 54 tahun, pasien stroke mencapai 15,9% dan

meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55 sampai 64 tahun (Yuniadi,

2010). Saat ini Indonesia termasuk dalam kelompok antara 100.000 sampai

199.999 orang kematian per tahunnya akibat stroke (World Health

Organization, 2011).

3. Patofisiologi

Dari semua stroke, 87% adalah non hemoragik, 10% adalah hemoragik

intraserebral dan 3% stroke sub arachnoid (Roger et al., 2011). Stroke non

hemoragik (iskemik) sebagaian besar terjadi akibat obstruksi atau bekuan di

satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan

oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau

pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas

atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ jantung dan kemudian dibawa

melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus

Menurut Alway & Cole (2012), stroke iskemik paling sering

disebabkan oleh kurangnya aliran darah ke seluruh atau sebagian otak,

menyebabkan deprivasi neuron dari glukosa dan oksigen vital. Deprivasi ini,

jika berat dan berkepanjangan menyebabkan gangguan pada proses selular

normal dan akhirnya menyebabkan kematian sel serta pecahnya membran sel

syaraf.
11

4. Faktor Risiko

Menurut DiPiro et al (2008) terdapat beberapa faktor risiko stroke non

hemoragik, antara lain: (1) Faktor risiko bawaan yang tidak dapat dimodifikasi

(non modifiable) meliputi usia, jenis kelamin, ras, keturunan keluarga penyakit

stroke dan kelahiran dengan berat rendah; (2) Faktor risiko yang dapat

dimodifikasi (tercatat baik) yakni hipertensi, artial fibrilasi, penyakit jantung

lainnya, diabetes, dislipidemia, perokok, alkohol’Sickle cell disease,

asymptomatic carotid stenosis, terapi hormon post menopause dan gaya hidup

(obesitas, non kegiatan fisik, diet); (3) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

(sedikit tercatat) meliputi kontrasepsi oral, migrain, penyalah gunaan obat dan

alkohol, hemostatik dan inflammatory, homosistein dan kelainan pernafasan.

Di Indonesia sendiri, faktor risiko ini menurut hasil penelitian Kisjanto

et al.,(2005) dilaporkan bahwa faktor yang paling berpengaruh pada stroke

adalah bertambahnya berat badan, sedangkan faktor lainnya yang signifikan

adalah riwayat hipertensi (OR 13,9), diabetes (7,4) dan meningkatnya

kolesterol serum (OR 3,7). Semakin tinggi kelas sosial dan pendidikan, maka

semakin rendah risiko stroke (OR 0,7), akan tetapi faktor risiko akan menigkat

pada kelas sosiol-ekonomi yang tinggi.

5. Klasifikasi

Menurut Aliah et al (2003) Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk

klinis yakni: (1) Serangan Iskemia Sepintas/Transient Iskemik Attack (TIA)

yakni gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

akan menghilang dalam waktu 24 jam; (2) Defisit Neurologik Iskemia


12

Sepintas/Reversible Iskemik Neurological Deficit (RIND) dengan gejala

neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi

tidak lebih dari seminggu; (3) Stroke progresif (progressive stroke/stroke in

evolution) dengan gejala neurologik makin lama makin berat; (4) Stroke

komplet (completed stroke/permanent stroke) dengan gejala klinis sudah

menetap.

6. Tatalaksana Terapi

Dari hasil penelitian Quaglini et al.,(2004) penggunaan

guidelines/pedoman tatalaksana terapi akan menimbulkan biaya yang lebih

rendah pada pasien rawat inap stroke daripada yang tidak menggunakan

guidelines dengan rata-rata lama rawat inap yang lebih rendah (10,8 hari) dari

pada yang tidak (12,9 hari).

Menurut Adrian (2013), tujuan pengobatannya untuk mengembalikan

aliran darah ke daerah otak yang terkena secepat mungkin. Pengobatan yang

digunakan meliputi terapi medis, terapi perfusi dan terapi bedah (Hartwig,

2003).

6.1. Terapi non farmakologi. Pada stroke iskemia akut, penanganan

melalui jalan operasi terbatas. Operasi dekompresi dapat menyelamatkan hidup

dalam kasus pembengkakan signifikan yang berhubungan dengan infark

serebral. Pendekatan interdisipliner untuk penanganan kejadian stroke berulang

pada pasien tertentu. Pembesaran karotid dapat efektif dalam pengurangan

resiko stroke berulang pada pasien komplikasi beresiko tinggi selama

endarterektomi (Dipiro et al., 2009). Selain itu, terapi non farmakologi dapat
13

dilakukan dengan mengkonsumsi makanan berserat tinggi misalnya oat brain

yang berasal dari gandum, yang menurunkan kadar total kolesterol darah dan

LDL (Low Density Lipoprotein) dimana mampu mengurangi resiko penyakit

aterosklerosis yang merupakan faktor penyebab dalam kebanyakan masalah

stroke iskemik (Soeharto, 2001).

6.2. Terapi farmakologi. DiPiro et al (2005) mengemukakan bahwa

hanya dua famakologi agen yang direkomendasikan dengan grade rekomendasi

A yaitu t- PA (Tissue Plasminogen Activator ) intravena dalam waktu 3 jam

dari onset dan aspirin dalam waktu 48 jam dari onset. Awal reperfusi (<3 jam

sejak onset) dengan t-PA (Tissue Plasminogen Activator) telah terbukti

mengurangi, hal ini dapat ditunjukkan pada tabel 1.

Rekomendasi untuk farmakologi stroke iskemia menurut Sukandar, dkk

(2008), yaitu:

a. Alteplase, diawali dalam 3 jam munculnya gejala telah diperlihatkan

mengurangi cacat hebat disebabkan stroke iskemik. CT scan harus

didapatkan untuk mencegah perdarahan sebelum terapi dimulai. Dosis 0,9

mg/kg (maksimum 90 mg) diberikan secara infus intravena sampai 1 jam

setelah bolus 10% dosis total diberikan sampai 1 menit. Terapi

antikoagulan dan antiplatelet seharusnya dihindarkan selama 24 jam dan

pendarahan pasien harus di pantau lebih dekat lagi.

b. Aspirin, dosis 50-325 mg/hari dimulai antara 24-48 jam setelah alteplase

ditujukan mengurangi kematian dan cacat jangka panjang.


14

c. Panduan American Colleege of Chest Physicians (ACCP) untuk penggunaan

terapi antitrombotik dalam pencegahan sekunder stroke iskemia menganjurkan

terapi antiplatelet sebagai dasar untuk pencegahan sekunder dalam stroke

nonkardiakemboli. Aspirin, clopidogrel dan pelepasan diperluas clopidogrel

dengan aspirin semuanya dipertimbangkan sebagai senyawa antiplatelet utama.

Kombinasi aspirin dan clopidogrel hanya dianjurkan pada pasien dengan stroke

iskemik.

d. Warfarin, merupakan senyawa antitrombotik pilihan pertama untuk

pencegahan sekunder pada pasien dengan fibrilasi atrial dan perkiraan

embolisme dari kardiak.

e. Peningkatan tekanan darah umum terjadi setelah stroke iskemia, dan

pengobatannya berhubungan dengan resiko penurunan stroke berulang.

National Comitee (JNC 7) menganjurkan inhibitor ACE dan diuretik untuk

mengurangi tekanan darah pada pasien stroke atau TIA setelah periode akut

(tujuh hari pertama) Bloker reseptor angitensin II atau Angiotensin receptor

blocker (ARB) telah memperlihatkan pengurangan resiko stroke dan

seharusnya dipertimbangkan pada pasien yang tidak dapat menerima ACE

(angiotensin Converting Enzyme) inhibitor setelah stroke iskemia akut.

f. Heparin biasanya digunakan pada terapi stroke akut. Akan tetapi tidak ada

percobaan yang cukup untuk memastikan efikasi dan keamanannya. Pedoman

penanganan stroke iskemia akut saat ini tidak merekomendasikan

antikoagulan pada keadaan gawat dengan heparin atau heparin bobot molekul

rendah karena kurangnya bukti yang menguntungkan pada peningkatan


15

fungsi neurologik dan karena resiko terjadinya pendarahan. Heparin dapat

mencegah berulangnya stroke pada pasien dengan atherotrombosis pembuluh

darah besar atau stroke kardioembolik. Akan tetapi perlu dilakukan

penenlitian lebih lanjut. Komplikasi umum dari heparin meliputi perubahan

dari stroke iskemik ke stroke non hemoragik, pendarahan dan

trombositopenia (Chisholm-burns et al, 2008).

Tabel 1. Anjuran untuk farmakoterapi stroke non hemoragik (iskemik)


menurut Dipiro et al., (2005)
Kategori Senyawa Primer Alternatif
Penanganan Akut Alteplase 0.9 mg/kg iv Alteplase (dosis variasi)
(maksimum 90 kg) sampai intra arteri hingga 6 jam
1 jam pada pasien terpilih setelah onset pada pasien
dengan onset 3 jam. terpilih.
Aspirin 160-325 mg setiap
hari dimulai dalam 48 jam
omset.
Pencegahan Sekunder
 Non kardioemboli Asprin 50-325 mg setiap
hari dimulai dalam 48 jam
onset Tiklopidin 250mg dua kali
Clopidogrel 75 mg setiap sehari
hari

Aspirin 25mg + pelepasan


 Kardioemboli lebih luas dipiridamol 200
(terutama fibrilasi mg dua kali sehari
atrial) Warfarin (INR=2,5)
Semua

Inhibitor ACE + diuretik


atau ARB untuk penurunan
tekanan darah.
Statin

INR: Internasional Normalized Ratio, ACE: Angiotensin-corverting enzyme,


ARB: Angiotensin receptor blocker.
16

B. Farmakoekonomi

Farmakoekonomi adalah suatu metode untuk mendapatkan pengobatan

dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam

merawat penderita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik. Farmakoekonomi

mengadopsi dan mengaplikasikan prinsip-prinsip dan metodologi ekonomi

kesehatan ke dalam bidang kefarmasian dan kebijakan kefarmasian.

Farmakoekonomi mengidentifikasi, mengukur dan membandingkan antara biaya

(penggunaan sumber daya) suatu produk dan konsekuensi (outcome klinik,

ekonomi dan humanistic) suatu produk dan pelayanan farmasi (Walley et

al.,2004).

Tujuan dari farmakoekonomi diantaranya membandingkan obat yang

berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama selain itu juga dapat

membandingkan pengobatan (treatment) yang berbeda untuk kondisi yang

berbeda. Adapun prinsip farmakoekonomi yaitu menetapkan masalah, identifikasi

alternatif intervensi, menentukan hubungan antara income dan outcome sehingga

dapat diambil kesimpulan yang tepat, identifikasi dan mengukur outcome dari

alternatif intervensi, menilai biaya dan efektivitas, dan langkah terakhir adalah

interpretasi dan pengambilan kesimpulan (Walley et al., 2004).

Penerapan farmakoekonomi dapat dilakukan baik dalam skala kecil seperti

penentuan pilihan terapi untuk seorang pasien, maupun dalam skala besar seperti

penentuan daftar obat yang akan disubsidi pemerintah. Bagi pemerintah,

farmakoekonomi sangat berguna dalam memutuskan apakah suatu obat layak

dimasukkan ke dalam daftar obat yang disubsidi serta membuat kebijakan-


17

kebijakan strategis yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Contoh kebijakan

terkait dalam farmakoekonomi yang relatif baru yang telah diterapkan di

Indonesia adalah penerapan kebijakan INA-CBG’s yang menyetarakan standar

pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah. Selain itu, data farmakoekonomi

dapat dimanfaatkan untuk memutuskan obat mana saja yang dapat dimasukkan

atau dihapuskan dalam formularium rumah sakit yang biasanya disusun oleh

Komite Farmasi dan Terapi rumah Sakit. Farmakoekonomi juga dapat digunakan

sebagai dasar penyusunan pedoman terapi obat. Bagi tenaga kesehatan,

farmakoekonomi berperan mewujudkan penggunaan obat yang rasional dengan

membantu pengambilan keputusan klinik, mengingat penggunaan obat yang

rasional tidak hanya mempertimbangkan aspek keamanan, khasiat, mutu saja

tetapi juga harus mempertimbangkan aspek ekonomi (Trisna, 2009).

Pada umumnya terdapat empat metode analisa farmakoekonomi yang

digunakan yaitu analisa biaya keuntungan (Cost-Benefit Analysis) yakni

perbandingan nilai monoter dari penggunaan sumber daya alternatif. Analisa

efektifitas (Cost-Effectiveness Analysis) yakni perbandingan nilai moneter dengan

mengukur biaya dalam satuan medis. Analisa biaya minimisasi (Cost-

Minimization Analysis) yakni perhitungan banyaknya biaya yang dapat disimpan

sebagai akibat dari suatu tindakan terapi. Analisa biaya utilitas (Cost-Utility

Anlysis) yakni pengukuran dari hasil kesehatan dalam satuan kualitas hidup

(Quality-Adjusted Life Year) (Trisna, 2009).

Menurut Venturi dan Jhonson (2002), studi farmakoekonomi

menggunakan tiga model analisis untuk mengumpulkan data, antara lain :


18

a) Prospektif, yaitu sebagai bagian dari suatu percobaan klinis dan langsung

bertemu dengan responden.

b) Retrospektif, yaitu mengambil data yang sudah ada misalnya, data dari

database atau rekam medik.

c) Prediktif, yaitu berupa modeling, menggunakan suatu alat keputusan atau

percobaan yang dikendalikan oleh data acak.

C. Analisis Biaya

Analisis biaya merupakan metode yang paling sering digunakan dalam

pemilihan alternatif lokasi, karena metode ini lebih mudah pemahamannya.

Analisis biaya adalah suatu metode analisa yang menghitung variabel biaya

perunit atau pertahun, baik biaya investasi tetap maupun biaya operasional yang

diperkirakan dan membandingkan biaya tersebut antara lokasi yang satu dengan

lokasi yang lain. Variabel-variabel yang digunakan dalam lokasi tersebut adalah

variabel biaya yang membedakan antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain.

Sedangkan variabel yang sama tidak dimasukkan.

Analisis biaya di rumah sakit adalah suatu proses yang lebih dinamis,

memberikan informasi tentang komponen biaya dan distribusinya pada

masingmasing unit di rumah sakit serta perhitungan biaya satuan produk

pelayanan rumah sakit (Rosvita, 2011). Dalam hal ini, tujuan dari analisis biaya

adalah adanya kejelasan unit yang menghasilkan penerimaan (unit produktif) dan

untuk yang tidak menghasilkan penerimaan (unit non produktif), adanya kejelasan

beban total unit produktof dan non produktif serta adanya besaran unit cost.
19

Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan

yang berkesinambungan dengan jumlah mencukupi, terlokasi secara adil dan

termanfaatkan secara berhasil dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya

pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

setinggi-tingginya (Depkes no. 36, 2009).

Penerapan analisis biaya (cost analysis) di rumah sakit selalu mengacu

pada penggolongan biaya, adapun biaya yang penting dalam cost analysis yaitu

(Walley et al., 2004) :

a. Biaya medik langsung (direct medical cost) adalah biaya yang secara jelas

atau nyata untuk diukur. Biaya yang digunakan secara langsung oleh

pasien untuk membayar semua tindakan pengobatannya, seperti biaya

obat, biaya dokter, biaya laboratorium, biaya rawat inap, biaya tindakan

emergency atau tindakan lainnya yang menunjang untuk perawatan pasien.

b. Biaya non medik langsung (direct non medical cost) adalah biaya

langsung yang berhubungan dengan perawatan non medik pasien atau

tidak berhubungan dengan pasien. Misalnya biaya makan, biaya

transportasi dan biaya menginap keluarga yang merawat pasien.

c. Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya-biaya dari sudut pandang

masyarakat secara keseluruhan, seperti hilangnya produktivitas,

kehilangan penghidupan, transportasi pasien ke rumah sakit dan lainnya.

Biaya tersebut tidak hanya meliputi diri pasien tetapi keluarga dan

masyarakat juga.
20

d. Biaya tidak terukur (intangible cost), yaitu sakit, trauma atau suatu kondisi

psikologis yang diderita oleh pasien atau keluarganya yang sulit diukur

dengan nominal, tetapi dapat diukur kualitas hidupnya.

e. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh

perubahan volume output seperti sewa gudang.

f. Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang dipengaruhi oleh

perubahan volume output seperti harga obat.

g. Biaya rata-rata (average cost) yaitu, hasil pembagian biaya total dengan

kualitas dari output.

h. Opportunity cost yaitu, besarnya biaya sumber pada saat nilai tertinggi

penggunaan alternatif.

i. Marginal adalah perubahan total biaya hasil bertambahnya atau

berkurangnya unit output.

D. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

1. Deskripsi dan tujuan

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah untuk memberikan

perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam

rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang

yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. JKN yang

dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional

yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial


21

yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang

SJSN (Depkes no. 27, 2014).

2. Sasaran

Sasaran pedoman pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) adalah seluruh komponen mulai dari pemerintap pusat, BPJS, fasilitas

kesehatan, peserta dan pemangku kepentingan lainnya sebagai acuan dalam

pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

3. Ruang lingkup

Ruang lingkup pengaturan dalam Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) ini meliputi penyelenggaraan, peserta dan kepesertaan,

pelayanan kesehatan, pendanaan, badan penyelenggara dan hubungan antar

lembaga, monitoring dan evaluasi, pengawasan, dan penanganan keluhan.

4. Prinsip-prinsip JKN

Dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) mengacu pada

prinsip-prinsip sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu:

4.1. Kegotongroyongan. Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),

prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang

mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena

kepesertaannya bersifat wajib untuk seluruh penduduk.

4.2. Nirlaba. Dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah dana amanah yang dikumpulkan dari


22

masyarakat secara nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Tujuan

utamanya adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.

4.3. Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.

Prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal

dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4.4. Portabilitas. Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk

memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka

berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

4.5. Kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar

seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan

bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan

kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan

program.

4.6. Dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana

titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka

mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

4.7. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial. Dipergunakan seluruhnya untuk

pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.


23

E. Indonesian Case Based Group’s (INA-CBG’s)

INA-CBG's (Indonesian Case Based Group's) merupakan aplikasi yang

digunakan untuk pengajuan klaim pelayanan oleh Penyedia Pelayanan Kesehatan

(PPK) yang berupa Rumah Sakit, Puskesmas ataupun Balai Pengobatan kepada

warga masyarakat miskin di Indonesia dan diwajibkan mengacu pada

formularium obat Jamkesmas, di mana obat-obatan dalam formularium ini

sebagian besar merupakan obat generik. Hal ini berkaitan dengan keputusan

Menteri Kesehatan agar dibudayakan penggunaan obat generik karena obat

generik berkhasiat baik dengan harga ekonomis (Depkes no. 28, 2008).

Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif

INA-CBG’sadalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan

kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Tarif rawat jalan dan

rawat inap di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diberlakukan

tarif INA-CBGs berdasarkan kelas rumah sakit (Depkes no. 28, 2014).

Pelaksanaan sistem Case Mix INA-CBG’s membutuhkan peran penting

koding (pengkodean data), dimana logic software yang digunakan untuk

menetukan tarif adalah dengan pedoman ICD 10 untuk menentukan diagnois dan

ICD 9 CM untuk tindakan atau prosedur. Besar kecilnya tarif yang muncul dalam

software INA-CBG’s ditentukan oleh Diagnosis dan Prosedur. Kesalahan

penulisan diagnosis akan mempengaruhi tarif. Tarif bisa menjadi lebih besar atau

lebih kecil. Diagnosis dalam kaidah CBG’s, harus ditentukan diagnosa utama dan
24

diagnosa penyerta. Diagnosa penyerta terdiri dari Komplikasi dan Komorbiditas

(Alunand, 2013).

Pengelompokan menggunakan sistem teknologi informasi berupa aplikasi

INA-CBGs sehingga dihasilkan 1077 grup/kelompok kasus yang terdiri dari 789

kelompok kasus rawat inap dan 288 kelompok kasus rawat jalan. Setiap grup

dilambangkan dengan kode kombinasi alphabet dan nomorik sebagai berikut:

1. Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups)

2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus

3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus

4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level.

Tarif INA-CBGs merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen

sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun

non-medis. Regionalisasi tarif INA-CBGs dikelompokkan menjadi 5 regional.

Tujuan dari regionalisasi ini adalah untuk mengakomodir perbedaan biaya

distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia. Dasar penentuan regionalisasi

menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Kesepakatan mengenai pembagian regional dilaksanakan oleh BPJS kesehatan

dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesian (PERSI). Daftar

regionalisasi tarif INA-CBGs dapat dilihat pada tabel 2.


25

Tabel 2. Daftar regional tariff INA-CBGs (Permenkes RI, 2014)


Regionalisasi
I II III IV V
Banten Sumatera Barat NAD Kal. Selatan Bangka Belitung
Jakarta Riau Sumatera Utara Kal. Tengah NTT
Jawa Barat Sumatera Selatan Jambi Kal. Timur
Jawa Tengah Lampung Bengkulu Kal. Utara
DI Yogyakarta Bali Kepulauan Riau Maluku
Jawa Timur NTB Kalimantan Barat Maluku Utara
Sulawesi Utara Papua
Sulawesi Tengan Papua Barat
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan

Metode perhitungan biaya menggunakan SISTEM INA-CBG’S yang

digunakan oleh Rumah Sakit maupun pihak pembayar (pemerintah selaku pihak

BPJS) tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan,

tapi ditentukan oleh beberapa data penting yaitu (Koirunisa,2014) :

1. Kode DRG (Disease Related Group)

2. Diagnosis keluar pasien tanpa melibatkan jumlah hari perawatan (length of

stay).

3. Regional Rumah sakit (regional 1-5)

4. Kualifikasi rumah sakit (rujukan nasional, kelas A-D)

Komponen medis tarif yang terhitung ke dalam tarif INA-CBGs adalah

sebagai berikut:

1. Konsultasi dokter

2. Pemeriksaan penunjang; seperti laboratorium,radiologi,CT Scan,dan lain-lain.

3. Obat formularium Nasional (Fornas) maupun obat bukan Fornas

4. Bahan dan alat medis habis pakai


26

5. Akomodasi atau kamar perawatan

6. Biaya lainnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien

F. Landasan Teori

Penyakit stroke menjadi penyebab cacat nomor 1 dan penyebab kematian

kedua di dunia pada kelompok usia di atas 60 tahun dan penyebab kematian

kelima pada kelompok usia 15-59 tahun (Ikawati, 2011). Stroke lebih banyak

diderita oleh laki-laki dibanding wanita. Tetapi, kematian stroke lebih banyak

dijumpai pada wanita dibanding laki-laki karena umunya wanita terserang stroke

pada usia lebih tua. Risiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan banyaknya

faktor risiko. Salah satu risiko yang penting untuk terjadinya stroke adalah

hipertensi (Hariyono, 2002).

Tujuan dari pengobatan stroke adalah menurunkan mortalitas dan

morbiditas jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan

disfungsi sistem saraf dan mencegah berulangnya stroke. Obat-obatan yang

digunakan untuk pengobatan awal stroke iskemik adalah alteplase, aspirin, dan

antikoagulan (Sukandar et al., 2008).

Pengobatan stroke non hemoragik memerlukan biaya yang mahal. Biaya

stroke yang mahal dipengaruhi oleh tingkat keparahan (stroke yang lebih parah

akan menyebabkan LOS lama dan biaya meningkat) dan usia (biaya yang lebih

besar pada pasien stroke muda)(Palmer et al., 2004).

Penelitian Huang et al, (2012) menyimpulkan bahwa lama perawatan

pasien stroke di rumah sakit mempengaruhi biaya perawatan. Faktor yang


27

menyebabkan peningkatan lama perawatan pasien stroke iskemik akut adalah

pasien dengan usia 65 tahun atau lebih, tipe stroke, terapi stoke, dan kekambuhan.

Penelitian lain oleh Wijayanti (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi biaya riil

penyakit stroke non hemoragik tersebut antara lain adalah lama rawat inap (LOS)

dan kelas perawatan dan tingkat keparahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

dapat meningkatkan biaya yang besar. Besarnya biaya pada penyakit stroke non

hemoragik sehingga pemerintah membuat kebijakan kesehatan.

Pemerintah di Indonesia menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan

Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, sebagai upaya

memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta untuk memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan. JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari sistem

jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme

asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU Nomor

40 tahun 2004 tentang SJSN (Depkes, 2014). BPJS Kesehatan merupakan badan

yang ditunjuk untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan ini. Menurut Menkes

RI (2014), INA-CBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS kesehatan

kepada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan atas paket layanan yang

didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.

Biaya tarif INA-CBGs pada penyakit stroke non hemoragik dengan biaya

riil sering menimbulkan selisih, hal ini merupakan masalah yang dihadapi dalam

pelaksanaan program BPJS kesehatan. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa

faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat meningkatkan biaya


28

pengobatan. Berdasarkan penelitian Wijayanti (2014) dilihat dari nilai signifikan

P<0,05 yang artinya adanya pengaruh faktor LOS (Length of stay), kelas

perawatan dan tingkat keparahan terhadap biaya rill pengobatan pasien stroke non

hemoragik, dimana terdapat selisih negatif antara biaya rill dengan tarif INA-

CBGs pada pasien stroke non hemoragik kelas 1,2,3, tingkat keparahan I,II dan

tingkat keparahan III,kelas perawatan 3 sehingga perlu dilakukan evaluasi ulang

terhadap tarif INA-CBGs pada biaya pengobatan stroke non hemoragik.

G. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:
Pasien Rawat
Inap JKN stroke
Non Hemoragik

Jenis Terapi: Faktor pasien:


1. Diagnosa 1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat keparahan
berdasarkan INA-
CBGs
4. Komorbid
5. Kelas Perawatan
6. LOS

Biaya Rill,meliputi:
Biaya pengobatan stroke 1. Biaya Obat
non hemoragik 2. Biaya tindakan Medis
berdasarkan INA-CBGs 3. Biaya penunjang
4. Biaya Rawat Inap
5. Biaya lain-lain

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian


29

H. Hipotesis

1. Adanya pengaruh faktor umur, jenis kelamin, diagnosa sekunder, tingkat

keparahan, kelas perawatan dan LOS (Lenght of stay) pada pasien JKN rawat

inap terhadap biaya rill pengobatan penyakit stroke non hemoragik.

2. Terdapat ketidaksesuaian antara biaya rill dengan tarif paket INA-CBGs

pasien JKN rawat inap penyakit stroke non hemoragik.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasional menggunakan

rancangan penelitian cross sectional menurut perspektif rumah sakit. Pengambilan

data dilakukan secara retrospektif yaitu melalui penelusuran catatan rekam medik

pasien dan penelusuran data biaya pengobatan pasien stroke non hemoragik yang

menjalani rawat inap. Data penelitian ini diambil secara kuantitatif di RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah data pasien rawat inap JKN dengan penyakit

stroke non hemoragik di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-

Juni tahun 2015.

2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah data pasien rawat inap

JKN yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Pasien penyakit stroke non hemoragik yang menjalani rawat inap di RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni 2015 berdasarkan kelas 1,2

dan 3 dengan kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III.

30
31

b. Pasien stroke non hemoragik dengan atau tanpa penyakit penyerta yang

dirawat inap.

c. Pasien dengan jenis pembiayaan BPJS.

Kriteria ekslusi yaitu apabila pasien tersebut telah meninggal, data rekam

medik pasien yang tidak lengkap, dan pasien pulang paksa tidak diikutkan dalam

penelitian ini.

C. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel

Variabel bebas untuk mengetahui perbedaan biaya riil pengobatan dengan

tarif INA-CBG’s adalah biaya riil pengobatan, sedangkan variabel terikat adalah

tarif INA-CBG’s. Kemudian variabel bebas untuk mengetahui faktor yang

mempengaruhi biaya riil pengobatan adalah usia, jenis kelamin, LOS, diagnosa

sekunder, dan prosedur, sedangkan variabel terikatnya adalah biaya riil

pengobatan.

2. Definisi Operasional Variabel

a. Pasien adalah pasien dengan diagnosis stroke non hemoragik yang dirawat

di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni tahun 2015

dengan kode INA-CBGs G-4-14-I, G-4-14-II, dan G-4-14-III yang

tercantum dalam berkas klaim.

b. Tingkat keparahan adalah diagnosa atau prosedur yang tercatat pada rekam

medik pasien berdasarkan pada kode INA-CBGs G-4-14-I untuk

kecederaan pembuluh darah otak dengan infark ringan,kode G-4-14-II


32

untuk kecederaan pembuluh darah otak dengan infark sedang, dan kode G-

4-14-III untuk kecederaan pembuluh darah otak dengan infark berat yang

ada di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

c. Komorbid adalah penyakit yang menyertai diagnosa utama (diagnosis

sekunder) stroke non hemoragik di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

d. Pola pengobatan adalah terapi yang diberikan pada pasien selama

menjalani perawatan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

e. Length of Stay (LOS) yaitu lamanya pasien menjalani perawatan inap di

rumah sakit dihitung mulai pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit

atas penyakit yang diderita.

f. INA-CBG’s atau Indonesian Case Based Group’s merupakan suatu sistem

pembayaran oleh BPJS Kesehatan kepada penyedia pelayanan kesehatan

(PPK) atas paket layanan yang didasarkan pengelempokkan diagnosa

penyakit dan kelas rumah sakit . Biaya paket INA-CBG’s untuk

Kecederaan Pembuluh Darah Otak Dengan Infark Ringan kode INA-

CBGs G-4-14-I, tarif kelas 3 sebesar Rp. 3.684.900,-; tarif kelas 2 sebesar

Rp. 4.421.800,-; tarif kelas 1 sebesar Rp. 5.158.800,-. Pada Kecederaan

Pembuluh Darah Otak Dengan Infark Sedang dengan kode INA-CBGs G-

4-14-II , tarif kelas 3 sebesar Rp. 6.663.600,-; tarif kelas 2 sebesar Rp.

7.996.300,-; tarif kelas 1 sebesar Rp. 9.329.000.,-. Pada Kecederaan

Pembuluh Darah Otak Dengan Infark Berat dengan kode INA-CBGs G-4-

14-III, tarif kelas 3 sebesar Rp. 8.332.400,-; tarif kelas 2 sebesar Rp.

9.998.800,-; tarif kelas 1 sebesar Rp. 11.665.300,- (Permenkes,2014).


33

g. Ketidaksesuaian adalah perbedaan biaya antara biaya rill dengan tarif

INA-CBGs adalah biaya yang diperoleh dari total tarif INA-CBGs

dikurangi total biaya rill.

D. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan adalah form yang telah disusun sesuai dengan kriteria

penelitian, alat tulis dan alat hitung.

2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah seluruh berkas klaim pelayanan rawat inap

pasien stroke non hemoragik dengan kode INA-CBG’s G-4-14-I, G-4-14-II dan

G-4-14-III, dan rekam medik (medical record) dan buku status pasien JKN rawat

inap dengan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari – Juni

tahun 2015. Data yang dicatat dalam lembar pengumpulan data meliputi : nomor

rekam medik, identitas pasien (umur dan jenis kelamin), kelas perawatan,

diagnosis masuk rumah sakit (MRS) meliputi diagnosis utama, komorbid, tanggal

masuk rumah sakit (MRS), tanggal keluar rumah sakit (KRS), terapi obat, kondisi

pada saat pasien keluar dari rumah sakit serta biaya pasien.
34

E. Jalannya Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tahap sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

Tahapan ini meliputi Tahap persiapan dimulai dari studi pustaka yang

digunakan untuk membuat proposal sampai mengurus perizinan pada lokasi

penelitian, yaitu di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Surat ijin dibuat oleh

Program Studi Magister Manajemen Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Setia

Budi dan ditujukan kepada Direktur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

dengan tembusan kepada Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklat) yang

selanjutnya diteruskan ke bagian Rekam Medik untuk mendapatkan ijin

peminjaman rekam medik pasien guna pengumpulan data penelitian, bagian

keuangan untuk memperoleh data keuangan pasien, dan bagian Instalasi Farmasi

untuk mendapatkan data rincian penggunaan obat pasien

2. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dilakukan secara retrospektif : Pengumpulan data

rekam medik di rumah sakit. Tujuan diperolehnya data tersebut yaitu untuk

mendapatkan data karakteristik demografi yang meliputi nama pasien, nomor

rekam medik (RM), usia, jenis kelamin, pendidikan, serta pekerjaan pasien,

catatan penggunaan obat, catatan keperawatan, yang telah dilakukan dan data

laboratorium. Semua data tersebut dicatat dalam lembar pencatatan data pasien.

Data jumlah biaya terapi pasien rawat inap penyakit stroke non hemoragik

diperoleh dari data rekam medis pasien. Biaya tersebut meliputi biaya penggunaan

obat dan alat kesehatan yang diperoleh dari instalasi farmasi rumah sakit,

sedangkan tarif biaya rekam medis, biaya perawatan, biaya pemeriksaan


35

penunjang seperti laboratorium, biaya administrasi ditelusuri dari bagian

administrasi keuangan. Data kemudian di input dan dikelompokkan berdasarkan

tujuan penelitian.

3. Tahap pengolahan dan analisis data

Tahap pengolahan dan analisis data dapat dilakukan apabila data rekam

medik pasien dan data penelusuran biaya pengobatan pasien telah diperoleh

dengan lengkap maka pengolahan dan analisis data dapat dilakukan dengan

menggunakan metode analisis yang sesuai. Data mengenai deskripsi pasien dapat

disajikan dalam bentuk tabel dan persentase yang meliputi data karakteristik

demografi pasien yang meliputi kelompok usia, jenis kelamin, pola pengobatan,

faktor komorbid, tingkat keparahan, kelas perawatan dan LOS. Data kemudian

dimasukkan kedalam komputer dan dikelompokkan berdasarkan faktor yang

diteliti.

F. Analisis Hasil

Data penelitian diolah dengan cara sebagai berikut :

1. Karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, pola pengobatan, tingkat

keparahan, kelas perawatan, faktor komorbid, dan LOS dilakukan dengan

analisis deskriptif untuk mengetahui jumlah dan persentase tiap kelompok

faktor. Persentase diperoleh dari perhitungan jumlah masing-masing

komponen dibagi jumlah total dikalikan 100%. Dimana jumlah dihitung dari

jumlah pasien yang melakukan konsulen.


36

2. Analisis biaya merupakan biaya total dari perawatan yang diperoleh selama

dirumah sakit yang meliputi;

a. Biaya pengobatan dilihat dari harga obat yang digunakan pasien selama

perawatan. Total jumlah penggunaan obat yang digunakan secara

keseluruhan dapat dilihat dengan rincian persentase .

b. Biaya tindakan medis dihitung dari pemeriksaan dokter, tindakan

perawatan, tindakan medis di IGD, biaya kunjungan dokter (visite), serta

biaya yang diberikan oleh tenaga medis.

c. Biaya penunjang disesuaikan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan

selama perawatan. Total jumlah biaya didata sesuai pemeriksaan

penunjang yang telah dilakukan selama perawatan.

d. Biaya rawat inap adalah biaya selama pasien dinyatakan tinggal untuk

mendapatkan perawatan hingga pasien keluar dari rumah sakit.

3. Analisis faktor yang mempengaruhi biaya rill dilakukan dengan analisis

korelasi, menggambarkan hubungan antara faktor yang mempengaruhi biaya

rill pasien JKN rawat inap penyakit stroke non hemoragik.

4. Analisis kesesuaian biaya rill dengan tarif INA-CBG’s dilakukan untuk

melihat besar selisih biaya dan analisis one sample t test menggunakan

program SPSS yaitu untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara biaya

rill dengan tarif INA-CBGs


37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Pasien Stroke Non Hemoragik


1. Karakteristik Demografi Pasien

Penelitian yang dilakukan secara retrospektif di RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni 2015 diperoleh data rekam medik seluruh

pasien JKN rawat inap stroke non hemoragik sebanyak 113 pasien. Pasien stroke

non hemoragik yang termasuk dalam kriteria eksklusi sebanyak 18 pasien

dikarenakan pasien meninggal, data rekam medik tidak lengkap atau tidak

ditemukan sehingga diperoleh 95 pasien sebagai subjek penelitian (lampiran 4).

Karakteristik pasien stroke non hemoragik dengan kode INA-CBGs G-4-14-

I/II/III yang menjalani rawat inap periode Januari-Juni tahun 2015 dapat dilihat

pada tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik pasien dengan kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III dan kelas perawatan
periode Januari-Juni tahun 2015

Karakteristik Kelompok Tingkat Jumlah pasien Total


Persentase
pasien keparahan pasien
<55 >55
Jenis kelamin Laki-laki G-4-14-I 8 24 74,41 95
G-4-14-II 1 8 20,94
G-4-14-III - 2 4,65
Total 43 100,00
Perempuan G-4-14-I 12 31 82,69
G-4-14-II 1 6 13,47
G-4-14-III - 2 3,84
Total 52 100,00
Usia <55 G-4-14-I 20 90,90
G-4-14-II 2 9,10
G-4-14-III 0 0
Total 22 100,00
>55 G-4-14-I 55 75,35
G-4-14-II 14 19,17
G-4-14-III 4 5,48
Total 73 100,00
38

a. Karakteristik subyek berdasarkan jenis kelamin

Pengelompokkan subyek berdasarkan jenis kelamin untuk mengetahui

banyaknya penderita serta mengetahui perbandingan jenis kelamin terhadap

penyakit stroke non hemoragik. Dari hasil penelitian pada tabel 3

menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki pravelensi lebih

tinggi (82,69%) terserang stroke non hemoragik dibanding dengan laki-laki

(74,41%). Hal ini selaras dengan penelitian menurut Wijayanti (2014)

menyatakan bahwa jenis kelamin wanita memiliki pravalensi lebih tinggi

(78,26) terserangan stroke non hemoragik dibandingkan laki-laki (75,86%).

Jenis kelamin perempuan di usia >55 tahun memiliki pravalensi lebih tinggi

dibandingkan perempuan diusia <55 tahun. Kondisi Ini dipengaruhi oleh

peningkatan risiko hipertensi pada wanita lebih besar karena wanita

menjelang masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah yang lebih

tinggi disebabkan pengaruh hormon estrogen yang pada saat menopause

kadarnya menurun (Alway & Cole, 2012). Sedangkan pada jenis kelamin

laki-laki juga memiliki pravalensi yang sama, hal ini disebabkan hampir

sebagian besar laki-laki mempunyai kebiasaan merokok sehingga

menyebabkan penumpukan kotoran di bagian dalam pembuluh darah atau

aterosklerosis. Hal lain juga bisa disebabkan oleh pola hidup masyarakat yang

saat ini kurang baik, misalnya pola makan yang tidak sehat, kurangnya

olahraga, kurangnya istirahat dan mengonsumsi obat perangsang dan narkoba

membuat aliran darah menjadi meningkat. Sedangkan Kombinasi obat-obatan

dan rokok ini sangat mudah memicu terjadinya stroke (Davis et al., 2005).
39

b. Karakteristik subyek berdasarkan Usia

Hasil pada tabel 3 menunjukkan bahwa rentang usia >55 tahun pada

tingkat keparahan I didapatkan hasil tertinggi (75%). Hal ini dikarenakan

faktor stroke akan meningkat dua kali lipat setelah mencapai usia 55 tahun.

Angka kematian stroke yang lebih tinggi banyak dijumpai pada golongan usia

lanjut (Wahyu, 2008). Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan

peningkatan usia berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ

tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah otak.

Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian endotel yang

mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga mengakibatkan lumen

pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada penurunan aliran darah

otak (Kristiyawati et al.,2009).

2. Karakteristik Perawatan Pasien

Karakteristik perawatan pasien stroke non hemoragik berdasarkan

kelas perawatan, tingkat keparahan dan jenis diagnosa sekunder yang dialami

pasien dapat dilihat pada tabel 4. Karakteristik perawatan pasien meliputi:

a. Karakteristik kelas perawatan

Kelas perawatan pada pasien stroke non hemoragik dibagi menjadi

3 kelas perawatan kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Pada tabel 4 menunjukkan

bahwa pasien stroke non hemoragik kelas perawatan 3 sebanyak

(61,05%) lebih banyak dibandingkan kelas perawatan 1 (28,43%) dan

kelas perawatan 2 (10,52%). Hal ini disebabkan karena pasien

merupakan pasien BPJS non PBI (pensiun dan petani) dan BPJS PBI.
40

Dimana BPJS PBI (Peserta Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta

Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu

sebagaimana diamanatkan UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)

yang iurannya dibayar oleh Pemerintah sebagai peserta program Jaminan

Kesehatan masyarakat dan mendapatkan pelayanan kelas perawatan 3.

Sedangkan BPJS Non PBI (Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran)

terdiri dari; 1). Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya (PNS,

anggota POLRI/TNI, pejabat Negara, Pegawai Pemerintah non PNS serta

pegawai swasta), 2). Pekerja bukan penerima upah dan anggota

keluarganya (pekerja mandiri dan WNA yang kerja minimal 6 bulan), 3).

Bukan pekerja dan anggota keluarganya (Investor,penerima pensiun,

veteran, petani dan pember kerja). Pelayanan kelas perawatan untuk

BPJS Non PBI berdasarkan pembayaran premi yang dipilih.

Tabel 4. Karakteristik Perawatan Pasien dengan Kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III


kelas perawatan periode Januari-Juni 2015.

Karakteristik Kelompok Jumlah Persentase (%)


Kelas Perawatan Kelas 1 27 28,43
Kelas 2 10 10,52
Kelas 3 58 61,05
Total 95 100,00
Tingkat G-4-14-I 75 78,95
Keparahan G-4-14-II 16 16,84
G-4-14-III 4 4,21
Total 95 100,00
Jumlah Diagnosa Tanpa Diagnosa Sekunder 37 38,95
Sekunder 1 Diagnosa Sekunder 42 44,21
>1 Diagnosa Sekunder 16 16,84
Total 95 100,00
Data Penelitian Tahun 2015
41

b. Karakteristik Tingkat Keparahan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 tentang

Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan

Kesehatan, penyakit stroke hemoragik dikelompokkan kedalam sistem INA-

CBG’s berdasarkan kelas perawatan dan tingkat keparahan dibagi menjadi tiga

kelompok kode diagnosis, yaitu G-4-14-I,G-4-14-II, dan G-4-14-III dengan

digit terakhir angka romawi dari kode INA-CBG’s sebagai penunjuk tingkat

keparahan dari penyakit tersebut.

Hasil pada tabel 4 menunjukkan bahwa pasien stroke non hemoragik

tingkat keparahan I dengan jumlah pasien 75 orang (78,95%) lebih banyak

dibandingkan dengan tingkat keparahan II dengan jumlah pasien 16 orang

(16,84%) dan tingkat keparahan III dengan jumlah pasien 4 orang (4,21%). Hal

ini terjadi karena oleh RSUD dr. Soehadi Prijonegoro merupakan rumah sakit

rujukan dari puskesmas di Kabupaten Sragen, sehingga pasien yang datang

lebih banyak dengan tingkat keparahan yang ringan, sedangkan pasien dengan

tingkat keparahan yang sedang dan berat biasanya lebih memanfaatkan

pelayanan kesehatan di rumah sakit lanjutan (tipe A) yang memiliki fasilitas

lengkap, pelayanan yang baik dan tenaga medis yang profesional.

c. Karakteristik berdasarkan Diagnosa Sekunder

Bila dilihat pada tabel 4 jumlah diagnosa sekunder yang banyak dialami

pasien stroke non hemoragik adalah 1 diagnosa sekunder dengan persentase

44,21%. Pada umumnya pasien stroke non hemoragik disertai dengan

diagnosa sekunder yang memegang peranan penting dalam progresifitas


42

penyakit dan respon terhadap terapi. Berdasarkan penelitian, jenis diagnosis

sekunder dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis karena banyaknya

variasi jenis diagnosa sekunder yang dialami pasien stroke non hemoragik.

Berikut ini adalah tabel 5 yang memuat jenis dan persentase diagnosis

sekunder yang banyak dialami oleh pasien.

Tabel 5. Lima Jenis Diagnosa Sekunder yang Banyak dialami Pasien


Jumlah
Presentase
Diagnosis Sekunder Selain G-4-14 Kejadian
(%)
(n=49)
I1.0= Essential Primary Hypertension 28 57,14
E11.9= Type 2 Diabetes Melitus Without Complications 8 16,33
I25.9= Chronic Ischaemic Heart Disease, unspecified 6 12,25
I4.8= Atrial Fibrillation and Flutter 4 8,16
I25.2= Old Myocardial Infarction 3 6,12

Hasil penelitian tabel 5. menunjukkan bahwa hipertensi merupakan

diagnosa sekunder yang paling banyak menyertai penyakit stroke untuk semua

kode diagnosa. Secara teoritis, hipertensi adalah diagnosa sekunder yang paling

banyak terjadi pada stroke iskemik, dimana terjadi peningkatan tekanan darah

sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (National Institutes

of Health, 2004). Hipertensi merupakan faktor resiko yang potensial untuk

terjadinya stroke karena hipertensi dapat mengakibatkan menyempitnya atau

pecahnya pembuluh darah di otak dan apabila pembuluh darah di otak menyempit

maka aliran darah ke otak akan terganggu sehingga sel-sel otak mengalami

kematian (Alway et al, 2012).

Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang pengobatannya bersifat

jangka panjang sehingga memerlukan biaya yang besar. Di beberapa kasus,

pengobatan hipertensi sangatlah beragam. Macam-macam jenis pengobatan


43

hipertensi sesuai dengan tindakan yang diberikan pada setiap rumah sakit.

Penelitian menurut Syifa (2013) hipertensi dan stroke memiliki kaitan yang sangat

erat. Hipertensi merupakan penyebab lazim dari stroke, dimana 60 % penderita

hipertensi yang tidak terobati dapat menimbulkan stroke. Dan menurut Yulinda

(2013), hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan biaya pengobatan

yang besar dikarenakan semakin banyak diagnosa sekunder yang dialami pasien

maka tingkat keparahan pasien semakin meningkat.

Diagnosis sekunder yang terbesar kedua adalah non-insulin-dependent-

diabetes melitus tanpa komplikasi (16,33%), hasil penelitian sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Indrayani (2013), diabetes Melitus merupakan

penyakit penyerta terbesar ketiga yang dapat menyebabkan stroke. Diabetes

Melitus merupakan salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan memicu

terjadinya keadaan sistem vaskula risasi yang patologis sebagai dasar terjadinya

stroke non hemoragik (Antonios and Silliman, 2005). Penebalan dinding

pembuluh darah otak yang berukuran besar dapat disebabkan oleh diabetes

melitus, penebalan ini akan berakibat terjadinya penyempitan lumen pembuluh

darah sehingga akan mengganggu aliran darah serebral akibatnya akan terjadi

iskemia dan infark (Nurhidyat dan Rosjidi,2008).

Pasien Diabetes Melitus tipe 2 mengalami peningkatan risiko stroke dua

sampai lima kali lebih dibandingkan pasien yang tidak menderita diabetes (Zafar

et al, 2007). Beberapa hasil penelitian case control dan beberapa penelitian

epidemiologi secara prospektif menunjukkan Diabetes Melitus meningkatkan


44

faktor risiko stroke iskemik menjadi l,8 sampai 6 kali (Antonios and Silliman,

2005).

Diagnosa sekunder ketiga yaitu penyakit jantung iskemis kronis (12,25 %).

Secara teoritis penyakit jantung iskemik kronik adalah keadaan berbagai etiologi,

yang menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

miokard. Penyebab paling umum iskemia miokard adalah aterosklerosis.

Keberadaan aterosklerosis menyebabkan penyempitan pada lumen pembuluh

arteri koronaria epikardial sehingga suplai oksigen miokard berkurang dan

berdampak pada penurunan aliran darah otak (Isselbacher, 2000).

Diagnosa sekunder keempat yaitu Atrial Fibrillation and Flutter (8,16 %).

Fibrilasi atrium (Afib) adalah kelainan irama jantung yang disebabkan oleh

masalah dengan sistem listrik jantung. Fibrilasi atrium merupakan faktor risiko

stroke. Sekitar 15 % orang stroke memiliki AFib. Karena aliran darah tidak teratur

dan kacau saat melalui jantung, penggumpalan darah kecil dapat terbentuk dalam

bilik jantung ketika terjadi atrial fibrilasi. Gumpalan ini dapat berjalan melalui

aliran darah ke otak, menyebabkan stroke (Sulaiman, 2014). Dan diagnosa

sekunder kelima yaitu Old Myocardial Infarction (6,12%).

Diagnose sekunder yang diderita pasien merupakan penyakit katastropik.

Penyakit katastropik berpotensi menjadi kronis dan berkomplikasi yang

menyebabkan banyak kematian sehingga membutuhkan penanganan

komprehensif. Penanganan yang komprehensif memerlukan biaya yang cukup

tinggi sehingga meningkatkan total biaya rill pada pasien.


45

3. Distribusi LOS (Length of stay)/ Lama rawat Inap Rumas Sakit

LOS (Length of stay) dalam penelitian ini merupakan jumlah hari

perawatan dalam satu periode rawat inap pada pasien stroke non hemoragik.

Variasi kelompok distribusi LOS (Length of stay) dalam penelitian ini dibagi

menurut tingkat keparahan dan kelas perawatan berdasarkan tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat variasi lama perawatan pada masing

masing tingkat keparahan dengan kelas perawatan yang berbeda dapat dilihat dari

nilai rata-rata LOS (Length of stay) pasien stroke non hemoragik. Untuk tingkat

keparahan 1, rata-rata LOS pasien <10 hari, tingkat keparahan II dan tingkat

keparahan III kelas perawatan 3, rata-rata LOS >10 hari. Rata-rata LOS dari

penelitian ini tercatat ±10 hari. Hal ini rata-rata LOS rill pasien lebih besar dari

standar ketetapan paket INA-CBGs (LOS <8,5 dan ≥8,5). Hal ini dikarenakan

pasien yang menjalani perawatan adalah pasien usia lanjut yang memiliki jumlah

diagnosa sekunder lebih tinggi seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik

kronik, diabetes mellitus sehingga mempengaruhi pola pengobatan yang diberikan

oleh pasien dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pasien dirawat.

Tabel 6. Karakteristik distribusi LOS (Length of stay)pasien dengan kode INA-


CBGs G-4-14-I/II/III dengan kelas Perawatan 1/2/3 rawat inap di RSUD
Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni 2015
LOS
Kelas
Tingkat Keparahan n Median Max
Perawatan Rerata Min (Hari)
(Hari) (Hari)
G-4-14-I Kelas 1 22 8,45 ± 5,38 6,5 3 16
Kelas 2 6 8,33 ± 4,22 6,5 4 15
Kelas 3 47 10,31 ± 4,82 9 4 26
G-4-14-II Kelas 1 4 18.25 ± 10,24 18 7 30
Kelas 2 3 14,33 ± 5,50 14 9 20
Kelas 3 9 13 ± 6,55 12 7 29
G-4-14-III Kelas 1 1 - 9 9 9
Kelas 2 1 - 29 29 29
Kelas 3 2 13 ± 1,41 13 12 14
Ket: n (jumlah episode perawatan)
46

B. POLA PENGOBATAN PASIEN STROKE NON HEMORAGIK

Penatalaksanaan pada pasien stroke non hemoragik yang dilakukan adalah

perawatan, mengontrol tekanan darah pasien serta terapi pengobatan untuk

mencegah berulangnya stroke. Terapi pengobatan yang digunakan di RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari – Juni 2015 yaitu terapi pengobatan

golongan nootropik dan anti agregasi platelet ditujukkan pada lampiran 5. Hal ini

telah sesuai dengan Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis Neurologi 2006

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Tabel 7. Deskripsi Terapi Pengobatan Stroke Non Hemoragik dengan Obat Stroke
Non Hemoragik Rawat Inap di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode
Januari –Juni 2015.

Kelas Terapi Nama Obat Jumlah (n) %


Neuroprotektor Citicoline 95 35,31
Anti Agregasi
Clopidogrel 70 26,02
Platelet
Antihipertensi Amlodipin 19 7,06
Neuroprotektor Piracetam 18 6,70
Antidislipidemia Simvastatin 14 5,20
Antihipertensi Candesartan 13 4,83
Furosemide 12 4,46
Diuretik
Spironolakton 11 4,09
Antiangina Isosorbid dinitrat 9 3,35
Anti Agregasi
Aspilet 8 2,98
Platelet
Total 269 100,00
Sumber : Data Penelitian tahun 2015

Tabel 7. menunjukkan persentase jenis obat stroke non hemoragik yang

digunakan oleh RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Jenis obat yang paling

banyak digunakan pasien adalah citicoline (nootropik). Prinsip pemberian

citicoline pada penanganan stroke adalah membatasi daerah yang rusak,

meningkatkan aliran darah otak mencegah terjadinya edema dan memperbaiki


47

aliran darah. Menurut Alvarez-Sabin dan Roman (2011) citicoline adalah obat

yang aman dan disetujui diberbagai negara untuk pengobatan stroke iskemik akut.

Citicoline merupakan golongan obat neuroproktektif yang bersifat melindungi

otak selama stroke (Junaidi, 2004).

Pemberian citicoline pada pasien stroke non hemoragik yang datang ke rumah

sakit setelah lewat 3 jam dari waktu serangan. Terapi pengobatan stroke selain

menggunakan citicoline dan piracetam dapat juga diberikan golongan

antikoagulan dan t-PA, tetapi jika pasien stroke mendapat pengobatan setelah

lewat 3 jam dari waktu serangan maka t-PA tidak diberikan lagi (DiPiro et al

(2005). Pengobatan dengan citicoline secara oral pada 24 jam pertama setelah

onset pada pasien stroke dapat meningkatkan kesembuhan dan kemungkinan

sembuh total dalam waktu 3 bulan (Davalos et al,2002).

Citicoline merupakan suatu senyawa endogen alami yang berfungsi sebagai

perantara dalam sintesis fosfatidilkolin membran yang mengurangi pembentukan

asam lemak selama stroke. Citicoline mengurangi kejadian infark dan berfungsi

untuk memperbaiki keadaan tidak sadar akibat kerusakan otak, bedah otak, infark

serebral, pasca stroke, gangguan saraf, psikomotorik dan meningkatkan hasil

neurologis dalam studi eksperimental fokal serebral iskemik. Dalam studi klinis,

pengobatan dengan citicoline meningkatkan fungsi kognitif dan perilaku pasien

dengan memori defisit. Citicoline efektif dan ditolerensi dengan baik untuk

pasien-pasien yang menderita stroke infark akut (Fisher and Schaebitz, 2000).
48

Selain itu digunakan clopidogrel untuk terapi stroke iskemik, dimana obat

ini bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga menghambat

pembentukan trombus pada sirkulasi arteri. Clopidogrel diindikasikan untuk

menurunkan kejadian aterosklerotik (infark miokard, stroke, dan kematian

vaskuler) pada pasien dengan riwayat asterosklerosis yang ditandai dengan

serangan stroke yang baru terjadi (Ikawati, 2011).

Pada tabel 7 menunjukkan bahwa golongan antihipertensi yang banyak

digunakan pada pasien stroke non hemoragik adalah amlodipin sebanyak 7,06%

yang termasuk golongan CCB dimana cara kerja amlodipin beraksi untuk

peningkatan hasil neurologis dengan mengurangi insiden dan keparahan defisit

iskemik dan menghambat transfer ion kalsium kedalam sel dengan demikian

menghambat kontraksi otot polos vaskuler sehingga meningkatkan aliran darah

kejaringan otak. Pemberian golongan obat antihipertensi pada pengobatan stroke

non hemoragik untuk menurunkan tekanan darah setelah stroke non hemoragik

akut (DiPiro,et al, 2008). Tujuan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas serta untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan

mengendalikan setiap faktor risiko kardiovaskuler melalui perubahan gaya hidup.

Apabila terapi obat tidak cukup memadai untuk mendapatkan tekanan darah yang

diharapkan maka diberikan kombinasi pengobatan berupa ARB, dimana ARB

telah terbukti dapat mengurangi resiko stroke dan dapat mengurangi tekanan

darah, mencegah terjadinya kardiovaskular dalam kelompok pasien stroke non

hemoragik. Dengan menurunkan tekanan darah pasien telah terbukti efektif dalam

menurunkan risiko stroke sebesar 4,83%. Oleh sebab itu, direkomendasikan


49

antihipertensi dan kepatuhan jangka panjang saat pasien masih dirawat di rumah

sakit karena merupakan tindakan yang benar.

Pasien yang mendapatkan terapi dengan simvastatin sebesar 5,20%.

Simvastatin bekerja untuk mencegah trombosis dan menurunkan kadar LDL

kolestrol sehingga dapat mengurangi faktor penyebab hipertensi (Tjay & Raharja,

2002). Kombinasi deuretik dalam satu golongan yaitu spironolakton yang

digunakan secara per-oral dengan furosemid rute intravena. Tujuan dari

kombinasi itu untuk mencegah adanya efek samping dari furosemid yaitu

hipokalemi. Berdasarkan mekanisme kerjanya, spironolakton bekerja pada

segmen yang berespon terhadap aldosteron pada nefron distal, dimana

homeostatis K+ dikendalika (Neal, 2005).

Aspilet® merupakan golongan obat penghambat agregasi trombosit

(Antiplatelet) yang bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet sehingga

dapat menghambat pembentukan thrombus pada sirkulasi arteri. Terapi

antiplatelet harus diberikan sedini mungkin pada saat pasien terdiagnosis non- ST

elevation myocardial infarction (NSTEMI) dengan tujuan mengurangi terjadinya

komplikasi akut dan terjadinya aterotrombosis ulang (In health, 2013).

C. KESESUAIAN BIAYA RILL DENGAN TARIF INA-CBGS

1. Komponen Biaya Rawat Inap Pasien Stroke Non Hemoragik

Penelitian ini menganalisis biaya dari perspektif rumah sakit. Pada

lampiran 6 menyajikan total komponen biaya pasien stroke non hemoragik dengan

tingkat keparahan G-4-14-I/II/III dengan kelas perawatan 1/2/3. Berdasarkan tabel


50

8 dapat diketahui jenis komponen biaya yang mempunyai alokasi dana terbesar

dari pelayanan IGD, biaya jasa rumah sakit, biaya pelayanan, pemeriksaan

penunjang, dan biaya obat/barang medis.

Tabel 8. Biaya Pasien Dengan Kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III dengan kelas


perawatan 1/2/3 yang menjalani rawat inap di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Januari-Juni 2015.
Rerata
Kategori Biaya (Rp) Min (Rp) Max (Rp) (%)
(Rp)
Tingkat Keparahan I (n=75)
IGD 5.393.700 74.913 19.000 782.200 2,31
Rawat Inap 64.366.100 858.215 180.000 5.215.000 27,51
Tindakan Medis 47.500.925 320.902 40.000 1.405.000 20,30
Penunjang 64.349.774 211.644 20.880 739.500 17,50
Obat 52.214.222 715.263 64.192 2.692.326 22,32
Lain-lain 140.700 46.917 12.500 100.000 0,06
Total 233.965.421 2.227.854 336.572 10.934.026 100,00
Tingkat Keparahan II (n=16)
IGD 1.825.500 121.700 64.000 818.000 1,82
Rawat Inap 26.517.000 1.657.313 430.000 5.572.000 26,42
Tindakan Medis 19.922.500 622.578 80.000 2.810.000 19,85
Penunjang 20.619.040 356.902 38.000 2.080.000 21,55
Obat 27.120.106 1.695.007 626.761 6.136.431 27,02
Lain-lain 4.350.800 621.543 86.000 1.440.000 4,34
Total 100.354.946 5.075.043 1.324.761 18.856.431 100,00
Tingkat Keparahan III (n=4)
IGD 344.000 86.000 64.000 127.000 1,31
Rawat Inap 7.856.000 1.964.000 1.235.000 2.958.000 29,99
Tindakan Medis 5.539.000 692.375 120.000 1.555.000 21,14
Penunjang 4.056.740 265.491 55.000 626.400 15,48
Obat 7.111.748 1.777.937 594.352 3.810.084 27,14
Lain-lain 1.296.000 432.000 259.200 604.800 4,94
Total 26.203.488 5.217.803 2.327.552 9.681.284 100,00
Sumber data mentah komponen biaya, 2015

a. IGD (Instalasi Gawat Darurat)


Biaya IGD merupakan biaya atas semua tindakan dan pelayanan yang

diterima pasien ketika pasien berada di ruang IGD. Pada tabel 8 menunjukkan

rata-rata biaya IGD terbesar terdapat pada tingkat keparahan II , kemudian

biaya di ruang IGD terbesar kedua pada tingkat keparahan I dan terbesar

ketiga terdapat pada tingkat keparahan III. Hal ini terjadi karena banyaknya
51

pasien menerima tindakan keperawatan, tindakan medik, tindakan

laboratorium, tindakan penunjang selama dalam ruangan IGD yang

mengakibatkan biaya IGD meningkat. Sedangkan rata-rata biaya IGD yang

minimum karena pasien masih menjalani penanganan pertama (tindakan

perawatan dan tindakan medik) pada saat masuk rumah sakit diruangan IGD,

setelah itu pasien dipindahkan ke ruangan biasa sehingga biaya IGD nya

menjadi rendah.

b. Biaya Rawat Inap

Biaya rawat inap merupakan biaya ruangan yang digunakan pasien

selama pasien menjalani perawatan rawat inap di rumah sakit. Berdasarkan

tabel 8 biaya rawat inap pasien stroke non hemoragik merupakan biaya yang

berada teratas dari semua kategori biaya, dimana rata-rata biaya rawat inap

terbesar terdapat pada tingkat keparahan III dibandingkan tingkat keparahan

II dan tingkat keparahan I. Biaya rawat inap semakin meningkat seiring

dengan bertambahnya tingkat keparahan pasien. Hal ini terjadi terkait dengan

diagnosa sekunder pasien yang menyebabkan semakin tingginya tingkat

keparahan pasien, maka LOS yang dibutuhkan pasien untuk perawatan di

rumah sakit menjadi semakin lama, sehingga membutuhkan biaya rawat inap

yang relatif tinggi.

c. Tindakan Tenaga Medis

Jasa pelayanan adalah tindakan dan pelayanan yang diterima pasien

stroke non hemoragik selama perawatan. Biaya jasa pelayanan meliputi


52

pemeriksaan dokter, konsultasi, visite, asuhan keperawatan tindakan

pengobatan yang menggunakan alat, dan tindakan diagnostik lainnya.

Pada penilitian ini dapat dilihat dari tabel 8 biaya jasa pelayanan

menempati peringkat ketiga dari kategori biaya. Pada tingkat keparahan III

biaya jasa pelayanan lebih tinggi dibanding pada tingkat keparahan I dan

tingkat keparahan II. Tingginya biaya jasa pelayanan pada tingkat keparahan

III dikarenakan banyaknya tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada

pasien stroke non hemoragik terkait dengan semakin tinggi tingkat keparahan

dari pasien maka tindakan dan pelayanan yang dibutuhkan untuk perawatan

pasien di rumah sakit juga semakin beragam, sehingga akan membutuhkan

biaya tindakan yang lebih tinggi.

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang medik merupakan pemeriksaan yang

dilakukan untuk menegakkan diagnosa pasien dan untuk menunjang terapi

yang akan diberikan kepada pasien. Pada penelitian ini pemeriksaan yang

diberikan untuk menunjang penegakan diagnosis pasien stroke non

hemoragik antara lain laboratorium, CT-scan, radiologi, fisioterapi dan USG.

Pada Tabel 8. Biaya pemeriksaan penunjang untuk pasien stroke non

hemoragik yang paling besar yaitu tingkat keparahan II, yaitu sebesar

21,55%. Sedangkan pada penelitian Wijayanti (2015), biaya pemeriksaan

penunjang (pemeriksaan laboratorium) menempati posisi kedua dalam urutan

komponen biaya total pengobatan pasien stroke non hemoragik di rumah

sakit, yaitu sebesar 27% dari biaya total pengobatan pasien.


53

Dari hasil rata-rata biaya pemeriksaan penunjang pasien stroke non

hemoragik dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat keparahan maka

semakin besar biaya pemeriksaan penunjang yang dikeluarkan, dimana dari

hasil penelitian ini (85%) pasien stroke non hemoragik mendapatkan

pemeriksaan penunjang CT-Scan untuk membedakan stroke hemoragik dan

stroke non hemoragik secara tepat karena pasien stroke non hemoragik

memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin (Hassmann,2010).

Selain itu pasien stroke non homoragik juga mendapatkan pemeriksaan

penunjang berupa fisioterapi, hal yang ini dilakukan untuk untuk mencegah

kekakuan dan imobilisasi. Dari sudut pandang fisioterapi akan banyak

komplikasi yang timbul apabila tidak ditangani dengan baik (Rujito, 2009).

e. Biaya Pengobatan

Obat dan barang medis yang digunakan oleh pasien stroke non

hemoragik bermacam-macam. Termasuk dalam obat stroke non hemoragik

adalah citicolin, clopidogrel, obat-obat hipertensi, dan obat kolestrol

sedangkan yang termasuk barang medis antara lain spuit, infus set, masker,

kasa gulung, Tro-venocath plus dan polifix 15cm x 5ml. Besarnya biaya obat

dan barang medis dipengaruhi oleh banyaknya jenis obat dan barang medis

yang digunakan pada perawatan pasien stroke non hemoragik.

Berdasarkan tabel 8 diketahui biaya obat/barang medik memiliki

komponen terbesar yaitu 27,14% dari biaya total pengobatan stroke non

hemoragik dengan tingkat keparahan III. Hal ini terjadi karena semakin tinggi

tingkat keparahan, maka obat yang digunakan akan semakin banyak


54

tergantung dari banyaknya diagnosa sekunder yang diderita pasien. Hasil ini

serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riewpalboon et al (2007),

dimana biaya obat dan jasa kefarmasian memiliki peresentase sebesar 45%

dari biaya total pengobatan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat

keparahan, maka biaya obat yang dikeluarkan semakin meningkat.

f. Biaya lain-lain

Biaya lain-lain merupakan biaya terkecil diantara semua biaya.

Termasuk dalam biaya lain-lain adalah biaya tindakan darurat saat pasien

dalam perawatan dan dokumen medik. Biaya tindakan darurat yang diberikan

berupa pemasangan oksigen dan transfusi darah, sedangkan dokumen medik

adalah biaya pencatatan medis pada saat pasien masuk rumah sakit dan

selama pasien menjalankan perawatan. Pada penelitian ini, tingkat keparahan

II memiliki biaya dokumen medik lebih besar dibandingkan dengan tingkat

keparahan I dan tingkat keparahan III. Hal ini dikarenakan besarnya tindakan

perawatan berupa pemasangan oksigen maupun transfusi darah yang

diberikan pada pasien sehingga biaya tingkat keparahan II lebih besar dan

mempengaruhi total akhir biaya yang tinggi.

2. Analisis Kesesuaian Biaya Rill dengan Tarif INA-CBGs


Tabel 9 menggambarkan analisis kesesuaian biaya riil dengan Tarif INA-

CBG’s pasien rawat inap JKN Stroke Non Hemoragik di RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Sragen periode Januari– Juni 2015. Besar selisih biaya diperoleh dari

pengurangan total tarif INA-CBG’s dengan total biaya rill pasien JKN Stroke Non

Hemoragik.
55

Tabel 9. Selisih antara total biaya pada pasien dengan Kode G-4-14-I/II/III dengan
Kelas Perawatan 1/2/3 Rawat Inap di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen tahun
2015.
Tingkat Jumlah Biaya INA-
Kelas Biaya Rill Selisih
Keparahan Pasien CBGs
1 22 90.038.443 113.493.600 23.455.157
G-4-14-I 2 6 21.929.712 26.530.800 4.601.088
3 47 129.427.716 173.190.300 43.762.584
Total 75 241.395.871 313.214.700 71.818.829
1 4 43.134.145 37.316.000 (-5.818.145)
G-4-14-II 2 3 19.235.728 23.988.900 4.753.172
3 9 37.925.273 59.972.400 22.047.172
Total 16 100.295.146 121.277.300 20.982.199
1 1 3.188.352 11.665.300 8.476.948
G-4-14-III 2 1 11.118.284 9.998.800 (-1.119.484)
3 2 11.828.852 16.664.800 4.835.948
Total 4 26.135.488 38.328.900 12.193.412

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui terjadi selisih positif antara total biaya

riil dengan total tarif INA-CBG’s pada pasien dengan kode INA-CBG’s G-4-14-

I/II/III. Selisih yang paling besar terdapat pada tingkat keparahan I (Rp.

71.818.829,-) dikarenakan episode perawatan sebanyak 75 episode. Hal ini terjadi

karena kondisi pasien dengan tingkat keparahan I cenderung memerlukan biaya

pengobatan yang lebih kecil dan lama rawat inap yang lebih singkat dibandingkan

pasien dengan tingkat keparahan II dan III yang datang ke rumah sakit dengan

kondisi penyakit yang kompleks. Pada tingkat keparahan II kelas perawatan 1 dan

tingkat keparahan III kelas 2 terdapat selisih negatif. Selisih biaya dipengaruhi

oleh tingkat keparahan dan diagnosa sekunder pasien sehingga biaya pengobatan

pasien semakin besar. Pihak rumah sakit memberikan subsidi silang terhadap

selisih negatif yang terdapat pada biaya pengobatan pasien, dimana total biaya rill

yang melebihi biaya paket INA-CBGs sehingga pihak rumah sakit tidak

mengalami kerugian.
56

Tabel 10. Perbandingan rata-rata biaya Biaya Rill dengan Tarif INA-CBGs pada
pasien dengan Kode G-4-14-I/II/III dengan Kelas Perawatan 1/2/3 Rawat Inap di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen tahun 2015.

Standar
Kelas Biaya Rerata Min Max Ρ
Deviasi
Tingkat Keparahan I
Biaya Rill 4.092.657 2.724.646 578.192 11.516.326 0,081
1
Biaya INA-CBGs 5.158.800 - - -
Biaya Rill 3.654.952 2.360.265 1.735.590 8.028.347 0,462
2
Biaya INA-CBGs 4.421.800 - - -
Biaya Rill 2.753.781 1.086.262 1.097.387 6.381.515 0,000
3
Biaya INA-CBGs 3.684.900 -
Tingkat Keparahan II
Biaya Rill 10.783.536 7.528.731 4.227.278 20.184.231 0,725
1
Biaya INA-CBGs 9.329.000 - - -
Biaya Rill 6.411.909 1.075.698 5.336.806 7.488.203 0,125
2
Biaya INA-CBGs 7.996.300 - - -
Biaya Rill 4.213.919 2.225.011 2.400.721 9.779.953 0,011
3
Biaya INA-CBGs 6.663.600 - - -
Tingkat Keparahan III
Biaya Rill 3.188.352 - 3.188.352 3.188.352 -
1
Biaya INA-CBGs 11.665.300 -
Biaya Rill 11.118.284 - 11.118.284 11.118.284 -
2
Biaya INA-CBGs 9.998.800 -
Biaya Rill 5.914.426 157.286 5.803.208 6.025.644 0,029
3
Biaya INA-CBGs 8.332.400 -

Berdasarkan hasil analisis one sample t test pada lampiran 7, nilai rata-rata

untuk pasien tingkat keparahan I, II, dan III untuk semua kelas 3 diperoleh nilai

(p=<0,05). Hal ini berarti rata-rata biaya riil pengobatan stroke non hemoragik

menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara biaya rill dengan tarif INA-

CBGs sehingga dapat disimpulkan kesesuaian rata-rata biaya riil pasien stroke

non hemoragik dengan tarif INA-CBGs dapat dilihat pada tabel 11.
57

Tabel 11. Perbandingan rata-rata biaya Biaya Rill dengan Tarif INA-CBGs
berdasarkan analisis one sample t test.
Standar
Kelas Biaya Rerata p Selisih
Deviasi
Tingkat Keparahan I
Biaya Rill 4.092.657 2.724.646 0,000 1.066.143
3
Biaya INA-CBGs 5.158.800 -
Tingkat Keparahan II
Biaya Rill 3.654.952 2.360.265 0,011 766.848
3
Biaya INA-CBGs 4.421.800 -
Tingkat Keparahan III
Biaya Rill 2.753.781 1.086.262 0,029 931.119
3
Biaya INA-CBGs 3.684.900 -
Ket : Data analisis one sample t test

Berdasarkan pada tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat selisih positif

antara biaya riil terhadap tarif INA-CBGs, dimana pada tingkat keparahan I kelas

3 didapatkan rata-rata selisih biaya sebesar Rp. 1.066.143,-, tingkat keparahan II

kelas 3 rata-rata selisih biaya sebesar Rp. 766.848,-, dan tingkat keparahan III

kelas 3 rata-rata selisih biaya sebesar Rp. 931.119,-. Selisih positif yang diperoleh

bagi pihak rumah sakit merupakan bentuk keuntungan pihak rumah sakit dalam

mengelola dan memberikan terapi kepada pasien secara efektif dan efisien.

Perolehan sisa klaim yang didapat oleh rumah sakit dapat digunakan untuk

menutupi atau memberikan subsidi silang bagi pasien yang total biaya riilnya

melebihi biaya paket INA-CBGs dan juga digunakan sebagai pemasukan rumah

sakit itu sendiri.

3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA RILL

Untuk mengetahui apakah umur, jenis kelamin, LOS, (length of stay),

diagnosa sekunder, tingkat keparahan dan kelas perawatan merupakan faktor yang
58

mempengaruhi biaya rill, maka dilakukan analisis korelasi. Tabel 12 dan lampiran

8 menyajikan hasil analisis korelasi bivariat.

Tabel 12. Hasil analisis korelasi bivariat, faktor yang mempengaruhi biaya rill
pengobatan pasien dengan kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III rawat inap pasien stroke
non hemoragik di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni 2015.

Biaya Rill
Faktor Karakter n Rata-rata P

<55 Tahun 22 2.893.737 ± 1.563.365


Umur 0,121
>55 Tahun 73 4.166.634 ± 3.127.450
Total 95
Jenis Laki-laki 43 3.007.395 ± 1.292454
0,391
Kelamin Perempuan 52 4.104.070 ± 3.436.737
Total 95
<10 hari 50 2.507.256 ± 1.061.881
LOS 0,000
≥10 hari 45 5.388.082 ± 3.474.368
Total 95
Tanpa Diagnosa Sekunder 37 3.105.403 ± 1.883.722
Diagnosa
1 Diagnosa Sekunder 42 3.649.400 ± 1.924..180 0,002
Sekunder
>1 Diagnosa Sekunder 16 6.228.238 ± 5.103.897
Total 95
G-4-14-I 75 3.218.612 ± 1.896.422
Tingkat
G-4-14-II 16 6.268.447 ± 4.701.493 0,002
Keparahan
G-4-14-III 4 6.533.872 ± 3.316.700
Total 95
1 27 5.050.405 ± 4.301.456
Kelas
2 10 5.228.372 ± 3.053.518 0,000
Perawatan
3 58 3.089.342 ± 1.489.996
Total 95

Berdasarkan tabel 12. menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi

biaya rill adalah LOS, diagnosa sekunder, tingkat keparahan dan kelas perawatan,

dimana nilai p < 0,05 yang artinya bahwa ada korelasi bermakna antara LOS,

diagnosa sekunder, tingkat keparahan dan kelas perawatan terhadap biaya rill.

Faktor pertama yang mempengaruhi terhadap biaya rill adalah tingkat keparahan

karena selain dilihat dari nilai p dan nilai rata-rata biaya tertinggi, tingkat

keparahan pasien membutuhkan penanggulangan perawatan yang cukup lama


59

sehingga pasien semakin banyak mendapatkan perawatan baik dari segi

pemeriksaan penunjang, biaya obat, biaya jasa tenaga medis, biaya rawat inap

pasien di ruangaan maupun ICU/ICCU. Secara keseluruhan pelayanan yang

diberikan akan mempengaruhi total biaya rill. Faktor kedua yang berpengaruh

terhadap biaya rill adalah diagnosa sekunder, karena semakin banyak diagnosa

sekunder yang dialami pasien maka semakin banyak perawatan dan pengobatan

yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa dan untuk menunjang terapi pasien

sehingga LOS (length of stay) juga mempengaruhi total biaya rill karena semakin

lama pasien tinggal untuk memperoleh kesembuhan. Faktor ketiga yang

mempengaruhi adalah kelas perawatan. Hal ini disebabkan karena pelayanan tiap

kelas perawatan yang berbeda, dimana semakin tinggi suatu kelas perawatan,

maka semakin baik perawatan yang diperoleh sehingga proses penyembuhan

semakin cepat.

Berdasarkan hasil tabel 12, diketahui faktor umur dan jenis kelamin

memiliki nilai p > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara jenis kelamin dan umur terhadap biaya rill, dimana nilai p umur (p=0,121)

dan p jenis kelamin (p=0,391).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang Analisis Kesesuaian Biaya Riil Terhadap

Tarif INA-CBG’s Pada Pasien JKN Rawat Inap Penyakit Stroke Non Hemoragik

di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni 2015 maka ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola pengobatan pasien JKN rawat inap penyakit stroke non hemoragik yang

banyak digunakan yaitu citicoline sebesar 35,31% sebagai Neuroprotektor,

clopidogrel sebesar 26,02% yang merupakan anti agregasi platelet, amlodipin

sebesar 7,06% sebagai antihipertensi,simvastatin sebesar 5,20% sebagai

antidislipidemia.

2. Terdapat ketidaksesuaian antara biaya riil dengan tarif INA-CBG’s pada

tingkat keparahan I kelas 3 didapatkan rata-rata selisih biaya sebesar Rp.

1.066.143,-, tingkat keparahan II kelas 3 rata-rata selisih biaya sebesar Rp.

766.848,-, dan tingkat keparahan III kelas 3 rata-rata selisih biaya sebesar Rp.

931.119,-, yang artinya diperoleh selisih positif, dimana biaya rill lebih rendah

dibandingkan tarif INA-CBGs.

3. Adanya hubungan faktor diagnosa sekunder, kelas perawatan, tingkat

keparahan dan LOS terhadap biaya riil pada pasien JKN rawat inap penyakit

stroke non hemoragik dengan kode INA-CBG’s G-4-14 di RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Sragen periode Januari – Juni tahun 2015 yaitu banyaknya

diagnose sekunder mengakibatkan tingkat keparahan pasien semakin berat

60
61

dengan kelas perawatan yang rendah menyebabkan LOS pasien juga semakin

panjang yang dapat meningkatkan total biaya riil pasien.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan penelitian maka dapat diajukan saran-saran

sebagai berikut:

1. Diharapkan komite medik rumah sakit dapat menyusun clinical pathway agar

alur terapi menjadi tepat, sehingga biaya pelayanan kesehatan lebih efektif

dan efisien.

2. Dari hasil besarnya standar deviasi pada masing-masing komponen biaya,

diharapkan pihak rumah sakit dapat mengevaluasi komponen biaya yang

diperoleh pada masing-masing tingkat keparahan penyakit untuk melihat

inefisiensi pada komponen-komponen tersebut.

3. Dari hasil analisis biaya dapat dijadikan bahan evaluasi untuk meningkatkan

efisiensi dalam pemililihan terapi untuk pasien guna meminimalisir kerugian

rumah sakit terutama dalam peningkatan peran apoteker dalam promosi

penggunaan obat yang rasional dan penurunan biaya peresepan obat.

4. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI perlu melakukan evaluasi

pola tarif INA-CBG’s dengan lebih memperhatikan struktur biaya setiap

penyakit untuk penetapan tarif selanjutnya sehingga tidak merugikan rumah

sakit yang menjadi mitra.


BAB VI

A. RINGKASAN

Menurut World Health Organization (2011), stroke adalah manifestasi

klinik dari gangguan fungsi serebral, baik lokal maupun menyeluruh, yang

berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut,

tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler.

Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,

prevalensi stroke nasional sebesar 8,3% dan pada tahun 2013, RISKESDAS

mencatat terjadi peningkatan sebesar 12,1%. Peningkatan angka kematian pada

penderita stroke sangat bergantung pada terapi yang diberikan. Penanganan atau

pemilihan terapi yang tidak tepat dapat menyebabkan waktu tinggal di rumah sakit

menjadi lebih lama atau terjadinya komplikasi sehingga biaya terapi menjadi

meningkat, yang pada akhirnya akan terjadi pembengkakan biaya. Pengobatan

penyakit yang kurang efisien dan pelayanan yang tidak sesuai, dapat menjadi

keluhan utama pasien terhadap rumah sakit.

Penderita stroke sering memerlukan perawatan lebih lanjut dan rehabilitasi

jangka panjang. Besarnya biaya pada penyakit stroke ini, maka sangat penting

dilakukan suatu studi tentang analisis biaya pasien stroke sehingga dapat

mendukung pembuat kebijakan kesehatan publik dalam pengembangan strategi

manajemen stroke (Kang et al., 2011). Sistem pelayanan kesehatan sangat

berkaitan erat dengan biaya pelayanan kesehatan.

Pemerintah di Indonesia menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan

Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, sebagai upaya

62
63

memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta untuk memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan. Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah

diatur pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah

dengan INA-CBGs sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013

tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Presiden Nomor 111 Tahun 2013 (Permenkes No.27 tahun 2014).

Tarif INA-CBGs merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen

sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun

non-medis. Dimana cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis

atau kasus yang relatif sama. Dalam pembayaran menggunakan sistem INA-

CBGs, baik rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan

berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan

menyampaikan diagnosis keluar pasien dan prosedur.

Berdasarkan Permenkes No. 27 tahun 2014, RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Sragen merupakan rumah sakit negeri kelas B dan masuk dalam

regional 1. RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen hingga kini menjadi rumah

sakit pilihan dan telah memiliki pasien dari berbagai daerah sekitar. Untuk itu

dilakukan penelitian untuk mengetahui pola pengobatan rumah sakit serta

menganalisis model sistem pembayaran pelayanan kesehatan INA-CBGs terhadap

biaya rill pada terapi pengobatan stroke non hemoragik dan mengindentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi biaya terapi pasien stroke non hemoragik di

RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen.


64

B. TUJUAN PENELTIAN

1. Mengetahui pola pengobatan penyakit stroke non hemoragik pada pasien

rawat inap JKN di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni

tahun 2015.

2. Untuk mengetahui kesesuaian biaya riil dengan tarif INA-CBGs dengan

melihat perbedaan biaya riil pasien stroke non hemoragik di RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni tahun 2015 yang berstatus

JKN dengan pembiayaan kesehatan berdasarkan INA-CBGs.

3. Untuk mengetahui hubungan faktor pasien: umur, jenis kelamin, diagnosa

sekunder,tingkat keparahan, kelas perawatan dan LOS (Lenght of stay)

terhadap biaya rill pada pasien rawat inap JKN penyakit stroke non hemoragik

di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni tahun 2015.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasional menggunakan

rancangan penelitian cross sectional menurut perspektif rumah sakit. Pengambilan

data dilakukan secara retrospektif yaitu melalui penelusuran catatan rekam medik

pasien dan penelusuran data biaya pengobatan pasien stroke non hemoragik yang

menjalani rawat inap. Data penelitian ini diambil secara kuantitatif di RSUD dr.

Soehadi Prijonegoro Sragen.


65

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Demografi Pasien

Tabel 1. Karakteristik pasien dengan kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III dan kelas perawatan
periode Januari-Juni tahun 2015.
Karakteristik Tingkat Total
kelompok Jumlah pasien persetase
pasien keparahan pasien
<55 >55
Jenis Laki-laki G-4-14-I 8 24 74,41
kelamin G-4-14-II 1 8 20,94
G-4-14-III - 2 4,65
Total 43 100
95
Perempuan G-4-14-I 12 31 82.69
G-4-14-II 1 6 13.47
G-4-14-III - 2 3.84
TOTAL 52 100
Usia <55 G-4-14-I 20 90,90
G-4-14-II 2 9,10
G-4-14-III - -
Total 22 100
95
>55 G-4-14-I 55 75,35
G-4-14-II 14 19,17
G-4-14-III 4 5,48
Total 73 100

a. Karakteristik subyek berdasarkan jenis kelamin

Dari hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa jenis kelamin

perempuan memiliki pravelensi lebih tinggi (82,69%) terserang stroke non

hemoragik dibanding dengan laki-laki (74,41%). Jenis kelamin perempuan di

usia >55 tahun memiliki pravalensi lebih tinggi dibandingkan perempuan

diusia <55 tahun.

b. Karakteristik subyek berdasarkan Usia

Hasil pada tabel 1 menunjukkan bahwa rentang usia >55 tahun pada

tingkat keparahan I didapatkan hasil tertinggi (75%). Hal ini dikarenakan

faktor stroke akan meningkat dua kali lipat setelah mencapai usia 55 tahun.
66

2. Karakteristik Perawatan Pasien

Tabel 2. Karakteristik Perawatan Pasien dengan Kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III kelas


perawatan periode Januari-Juni 2015.
Karakteristik Kelompok Jumlah Persentase (%)
Kelas Perawatan Kelas 1 27 28,43
Kelas 2 10 10,52
Kelas 3 58 61,05
Total 95 100,00
Tingkat G-4-14-I 75 78,95
Keparahan G-4-14-II 16 16,84
G-4-14-III 4 4,21
Total 95 100,00
Jumlah Diagnosa Tanpa Diagnosa Sekunder 37 38,95
Sekunder 1 Diagnosa Sekunder 42 44,21
>1 Diagnosa Sekunder 16 16,84
Total 95 100,00

a. Karakteristik kelas perawatan

Kelas perawatan pada pasien stroke non hemoragik dibagi menjadi

3 kelas perawatan kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Pada tabel 2 menunjukkan

bahwa pasien stroke non hemoragik kelas perawatan 3 sebanyak (61,05%)

lebih banyak dibandingkan kelas perawatan 1 (28,43%) dan kelas

perawatan 2 (10,52%). Hal ini disebabkan karena pasien merupakan pasien

BPJS PBI dan pasien BPJS non PBI (pensiun dan petani).

b. Karakteristik Tingkat Keparahan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014

tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan

Program Jaminan Kesehatan, penyakit stroke hemoragik dikelompokkan

kedalam sistem INA-CBG’s berdasarkan kelas perawatan dan tingkat

keparahan dibagi menjadi tiga kelompok kode diagnosis, yaitu G-4-14-


67

I,G-4-14-I, dan G-4-14-III dengan digit terakhir angka romawi dari kode

INA-CBG’s sebagai penunjuk tingkat keparahan dari penyakit tersebut.

Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa pasien stroke non

hemoragik tingkat keparahan I dengan jumlah pasien 75 orang (78,95%)

lebih banyak dibandingkan dengan tingkat keparahan II dengan jumlah

pasien 16 orang (16,84%) dan tingkat keparahan III dengan jumlah pasien

4 orang (4,21%).

c. Karakteristik berdasarkan Diagnosa Sekunder

Tabel 3. Lima Jenis Diagnosa Sekunder yang Banyak dialami Pasien


Jumlah Presentase
Diagnosis Sekunder Selain G-4-14 Kejadian (%)
(n=49)
I1.0= Essential Primary Hypertension 28 57,14
E11.9= Type 2 Diabetes Melitus Without Complications 8 16,33
I25.9= Chronic Ischaemic Heart Disease, unspecified 6 12,25
I4.8= Atrial Fibrillation and Flutter 4 8,16
I25.2= Old Myocardial Infarction 3 6,12
Sumber: Data penelitian tahun 2015

Hasil penelitian tabel 3 menunjukkan bahwa hipertensi merupakan

diagnosa sekunder yang paling banyak menyertai penyakit stroke untuk semua

kode diagnosa. Secara teoritis, hipertensi adalah diagnosa sekunder yang paling

banyak terjadi pada stroke iskemik karena hipertensi dapat mengakibatkan

menyempitnya atau pecahnya pembuluh darah di otak dan apabila pembuluh

darah di otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu sehingga sel-

sel otak mengalami kematian (Alway et al, 2012).

Diagnosis sekunder yang terbesar kedua adalah non-insulin-dependent-

diabetes melitus tanpa komplikasi (16,33%), hasil penelitian sesuai dengan


68

penelitian yang dilakukan oleh Indrayani (2013), diabetes melitus merupakan

penyakit penyerta terbesar ketiga yang dapat menyebabkan stroke. Diabetes

Melitus merupakan salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan memicu

terjadinya keadaan sistem vaskula risasi yang patologis sebagai dasar terjadinya

stroke non hemoragik (Antonios and Silliman, 2005).

Diagnosa sekunder ketiga yaitu penyakit jantung iskemis kronis (12,25

%). Secara teoritis penyakit jantung iskemik kronik adalah keadaan berbagai

etiologi, yang menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen miokard. Diagnosis sekunder keempat yaitu Atrial Firbrillation and

Flutter (8,16%). Fibrilasi Atrium (Afib) adalah kelainan irama jantung yang

disebabkan oleh masalah dengan sistem lirik jantung. Aliran darah yang tidak

teratur dapat mengakibatkan penggumpalan darah kecil sehingga terbentuk

dalam bilik jantung ketika terjadi atrial fibrilasi. Gumpalan ini dapat berjalan

melalui aliran darah ke otak, menyebabkan stroke (Sulaiman, 2014). Dan

diagnosa sekunder kelima yaitu Old Myocardial Infarction (6,12%).

3. Distribusi LOS (Length of stay)/ Lama rawat Inap Rumas Sakit

Dari hasil distribusi LOS menunjukkan untuk tingkat keparahan 1, rata-

rata LOS pasien <10 hari, tingkat keparahan II dan tingkat keparahan III kelas

perawatan 3, rata-rata LOS >10 hari. Rata-rata LOS dari penelitian ini tercatat

±10 hari. Hal ini rata-rata LOS rill pasien lebih besar dari standar ketetapan paket

INA-CBGs (LOS <8,5 dan ≥8,5). Hal ini dikarenakan pasien yang menjalani

perawatan adalah pasien usia lanjut yang memiliki jumlah diagnosa sekunder

lebih tinggi seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik kronik, diabetes mellitus
69

sehingga mempengaruhi pola pengobatan yang diberikan oleh pasien dan

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pasien dirawat.

4. Pola Pengobatan Pasien Stroke Non Hemoragik

Tabel 4. Deskripsi Terapi Pengobatan Stroke Non Hemoragik dengan Obat Stroke
Non Hemoragik Rawat Inap di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode
Januari –Juni 2015.

Kelas Terapi Nama Obat Jumlah (n) %


Neuroprotektor Citicoline 95 35,31
Anti Agregasi
Clopidogrel 70 26,02
Platelet
Antihipertensi Amlodipin 19 7,06
Neuroprotektor Piracetam 18 6,70
Antidislipidemia Simvastatin 14 5,20
Antihipertensi Candesartan 13 4,83
Furosemide 12 4,46
Diuretik
Spironolakton 11 4,09
Antiangina Isosorbid dinitrat 9 3,35
Anti Agregasi
Aspilet 8 2,98
Platelet
Total 269 100,00
Menunjukkan persentase jenis obat stroke non hemoragik yang digunakan

oleh RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Jenis obat yang paling banyak

digunakan pasien adalah citicoline (nootropik). Prinsip pemberian citicoline pada

penanganan stroke adalah membatasi daerah yang rusak, meningkatkan aliran

darah otak mencegah terjadinya edema dan memperbaiki aliran darah. Menurut

Alvarez-Sabin dan Roman (2011) citicoline adalah obat yang aman dan disetujui

diberbagai negara untuk pengobatan stroke iskemik akut. Citicoline merupakan

golongan obat neuroproktektif yang bersifat melindungi otak selama stroke

(Junaidi, 2004).

Persentase obat stroke non hemoragik kedua terbanyak yang digunakan

pasien adalah clopidogrel untuk terapi stroke iskemik, dimana obat ini bekerja
70

dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga menghambat pembentukan

trombus pada sirkulasi arteri. Clopidogrel diindikasikan untuk menurunkan

kejadian aterosklerotik (infark miokard, stroke, dan kematian vaskuler) pada

pasien dengan riwayat asterosklerosis yang ditandai dengan serangan stroke yang

baru terjadi (Ikawati, 2011).

5. Komponen Biaya Rawat Inap Pasien Stroke Non Hemoragik

Berdasarkan penelitian diketahui jenis komponen biaya yang mempunyai

alokasi dana terbesar selama perawatan pasien stroke non hemoragik yaitu biaya

rawat inap, biaya obat/barang medis, biaya tindakan medis, pemeriksaan

penunjang medik, IGD, dan biaya lain-lain.

6. Kesesuaian Biaya Riil dengan Tarif INA-CBG’s

Tabel 5. Perbandingan rata-rata biaya Biaya Rill dengan Tarif INA-CBGs pada
pasien dengan Kode G-4-14-I/II/III dengan Kelas Perawatan 1/2/3 Rawat Inap di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen tahun 2015
Total Standar
Kelas Biaya Rerata Selisih Min Max Ρ
Biaya Deviasi
Tingkat Keparahan I
Biaya Rill 90.038.443 4.092.657 2.724.646 578.192 11.516.326
1 23.455.157 0,081
Biaya INA-CBGs 113.493.600 5.158.800 - - -
Biaya Rill 21.929.712 3.654.952 2.360.265 1.735.590 8.028.347
2 4.601.088 0,462
Biaya INA-CBGs 26.530.800 4.421.800 - - -
Biaya Rill 129.427.716 2.753.781 1.086.262 1.097.387 6.381.515
3 43.762.584 0,000
Biaya INA-CBGs 173.190.300 3.684.900 -
Tingkat Keparahan II
Biaya Rill 43.134.145 10.783.536 7.528.731 4.227.278 20.184.231
1 0,725
Biaya INA-CBGs 37.316.000 9.329.000 - (-5.818.145) - -
Biaya Rill 19.235.728 6.411.909 1.075.698 5.336.806 7.488.203
2 4.753.172 0,125
Biaya INA-CBGs 23.988.900 7.996.300 - - -
Biaya Rill 37.925.273 4.213.919 2.225.011 2.400.721 9.779.953
3 22.047.172 0,011
Biaya INA-CBGs 59.972.400 6.663.600 - - -
Tingkat Keparahan III
Biaya Rill 3.188.352 3.188.352 - 3.188.352 3.188.352 -
1 8.476.948
Biaya INA-CBGs 11.665.300 11.665.300 -
Biaya Rill 11.118.284 11.118.284 - 11.118.284 11.118.284 -
2 (-1.119.484)
Biaya INA-CBGs 9.998.800 9.998.800 -
3 Biaya Rill 11.828.852 5.914.426 157.286 4.835.948 5.803.208 6.025.644 0,029
71

Biaya INA-CBGs 16.664.800 8.332.400 -


Sumber: data penelitian tahun 2015

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui terjadi selisih positif antara total biaya

riil dengan total tarif INA-CBG’s pada pasien dengan kode INA-CBG’s G-4-14-

I/II/III. Selisih yang paling besar terdapat pada tingkat keparahan I (Rp.

71.818.829,-) dikarenakan episode perawatan sebanyak 75 episode. Pada tingkat

keparahan II kelas perawatan 1 dan tingkat keparahan III kelas 2 terdapat selisih

negatif. Selisih biaya dipengaruhi oleh tingkat keparahan dan diagnosa sekunder

pasien sehingga biaya pengobatan pasien semakin besar. Pihak rumah sakit

memberikan subsidi silang terhadap selisih negatif yang terdapat pada biaya

pengobatan pasien, dimana total biaya rill yang melebihi biaya paket INA-CBGs

sehingga pihak rumah sakit tidak mengalami kerugian.

Data yang diperoleh berdasarkan analisis one sample t test pada tabel 6, nilai

rata-rata untuk pasien tingkat keparahan I, II, dan III untuk semua kelas 3

diperoleh nilai (p=<0,05). Hal ini berarti rata-rata biaya riil pengobatan stroke non

hemoragik menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara biaya rill dengan

tarif INA-CBGs sehingga dapat disimpulkan kesesuaian rata-rata biaya riil pasien

stroke non hemoragik dengan tarif INA-CBGs dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan rata-rata biaya Biaya Rill dengan Tarif INA-CBGs


berdasarkan analisis one sample t test.
Standar
Kelas Biaya Rerata p Selisih
Deviasi
Tingkat Keparahan I
Biaya Rill 4.092.657 2.724.646 0,000 1.066.143
3
Biaya INA-CBGs 5.158.800 - - -
Tingkat Keparahan II
Biaya Rill 3.654.952 2.360.265 0,011 766.848
3
Biaya INA-CBGs 4.421.800 - - -
Tingkat Keparahan III
72

Biaya Rill 2.753.781 1.086.262 0,029 931.119


3
Biaya INA-CBGs 3.684.900 -

Hasil yang diperolah menunjukkan bahwa terdapat selisih positif antara

biaya riil terhadap tarif INA-CBGs, dimana pada tingkat keparahan I kelas 3

didapatkan rata-rata selisih biaya sebesar Rp. 1.066.143,-, tingkat keparahan II

kelas 3 sebesar Rp. 766.848,-, dan tingkat keparahan III kelas 3 sebesar Rp.

931.119,-. Selisih positif yang diperoleh bagi pihak rumah sakit merupakan bentuk

keuntungan pihak rumah sakit dalam mengelola dan memberikan terapi kepada

pasien secara efektif dan efisien.

7. Faktor yang Mempengaruhi Biaya Riil

Tabel 7 menyajikan hasil analisis korelasi bivariat untuk mengetahui

umur, jenis kelamin, LOS, (length of stay), diagnosa sekunder, tingkat keparahan

dan kelas perawatan merupakan faktor yang mempengaruhi biaya rill.

Tabel 7. Hasil analisis korelasi bivariat, faktor yang mempengaruhi biaya rill pengobatan
pasien dengan kode INA-CBGs G-4-14-I/II/III rawat inap pasien stroke non hemoragik di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni 2015.
Biaya Rill
Faktor Karakter
n Rata-rata p
<55 Tahun 22 2.893.737 ± 1.563.365
Umur 0,121
>55 Tahun 73 4.166.634 ± 3.127.450
Total 95
Jenis Laki-laki 43 3.007.395 ± 1.292454
Perempuan 52 4.104.070 ± 3.436.737 0,391
Kelamin
Total 95
<10 hari 50 2.507.256 ± 1.061.881
LOS ≥10 hari 45 5.388.082 ± 3.474.368 0,000
Total 95
Tanpa Diagnosa Sekunder 37 3.105.403 ± 1.883.722
Diagnosa
1 Diagnosa Sekunder 42 3.649.400 ± 1.924..180 0,002
Sekunder
>1 Diagnosa Sekunder 16 6.228.238 ± 5.103.897
Total 95
G-4-14-I 75 3.218.612 ± 1.896.422
Tingkat
G-4-14-II 16 6.268.447 ± 4.701.493 0,002
Keparahan
G-4-14-III 4 6.533.872 ± 3.316.700
Total 95
1 27 5.050.405 ± 4.301.456
Kelas
2 10 5.228.372 ± 3.053.518 0,000
Perawatan
3 58 3.089.342 ± 1.489.996
73

Total 95
Sumber : Data Penelitian Tahun 2015

Berdasarkan tabel 7. menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi

biaya rill adalah LOS, diagnosa sekunder, tingkat keparahan dan kelas perawatan,

dimana nilai p < 0,05 yang artinya bahwa ada korelasi bermakna antara LOS,

diagnosa sekunder, tingkat keparahan dan kelas perawatan terhadap biaya rill.

Sedangkan faktor umur dan jenis kelamin memiliki nilai p > 0,05 yang artinya

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan umur terhadap

biaya rill. Dimana nilai p umur (p=0,121) dan p jenis kelamin (p=0,391).

E. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang Analisis Kesesuaian Biaya Riil Terhadap

Tarif INA-CBG’s Pada Pasien JKN Rawat Inap Penyakit Stroke Non Hemoragik

di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen periode Januari-Juni 2015 maka ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola pengobatan pasien JKN rawat inap penyakit stroke non hemoragik yang

banyak digunakan yaitu citicoline sebesar 35,31% sebagai Neuroprotektor,

clopidogrel sebesar 26,02% yang merupakan anti agregasi platelet, amlodipin

sebesar 7,06% sebagai antihipertensi,simvastatin sebesar 5,20% sebagai

antidislipidemia.

2. Terdapat ketidaksesuaian antara biaya riil dengan tarif INA-CBG’s pada

tingkat keparahan I kelas 3 didapatkan rata-rata selisih biaya sebesar Rp.

1.066.143,-, tingkat keparahan II kelas 3 rata-rata selisih biaya sebesar Rp.

766.848,-, dan tingkat keparahan III kelas 3 rata-rata selisih biaya sebesar Rp.
74

931.119,-, yang artinya diperoleh selisih positif, dimana biaya rill lebih rendah

dibandingkan tarif INA-CBGs.

3. Adanya hubungan faktor diagnosa sekunder, kelas perawatan, tingkat

keparahan dan LOS terhadap biaya riil pada pasien JKN rawat inap penyakit

stroke non hemoragik dengan kode INA-CBG’s G-4-14 di RSUD dr. Soehadi

Prijonegoro Sragen periode Januari – Juni tahun 2015 yaitu banyaknya

diagnose sekunder mengakibatkan tingkat keparahan pasien semakin berat

dengan kelas perawatan yang rendah menyebabkan LOS pasien juga semakin

panjang yang dapat meningkatkan total biaya riil pasien.

F. SARAN

Berdasarkan kesimpulan penelitian maka dapat diajukan saran-saran

sebagai berikut:

1. Diharapkan komite medik rumah sakit dapat menyusun clinical pathway agar

alur terapi menjadi tepat, sehingga biaya pelayanan kesehatan lebih efektif

dan efisien.

2. Dari hasil besarnya standar deviasi pada masing-masing komponen biaya,

diharapkan pihak rumah sakit dapat mengevaluasi komponen biaya yang

diperoleh pada masing-masing tingkat keparahan penyakit untuk melihat

inefisiensi pada komponen-komponen tersebut.

3. Dari hasil analisis biaya dapat dijadikan bahan evaluasi untuk meningkatkan

efisiensi dalam pemililihan terapi untuk pasien guna meminimalisir kerugian

rumah sakit terutama dalam peningkatan peran apoteker dalam promosi

penggunaan obat yang rasional dan penurunan biaya peresepan obat.


75

4. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI perlu melakukan evaluasi

pola tarif INA-CBG’s dengan lebih memperhatikan struktur biaya setiap

penyakit untuk penetapan tarif selanjutnya sehingga tidak merugikan rumah

sakit yang menjadi mitra.


DAFTAR PUSTAKA

Adrian J., Caplan L. 2013. Stroke Essensial edisi kedua. Jakarta: PT. Indeks
Permata Puri Media.

AHA. 2011. Classes of heart failure..


http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFa
ilure/Classes-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp. tanggal Mei 22,
2013

Aliah, A., Kuswara, F., Limoa, R., & Wuysang. (2003). Gangguan Peredaran
Darah Otak. Dalam Kapita Selekta Neurologi (2nd ed., pp. 79-202).
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Alway, D., & Cole, J. W. (2012). Esensial Stroke Untuk Layanan Primer.
penerjemah; Jonathan, Indra, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Alvarez-Sabin, J., dan Roman, G.J., 2011, Citicoline in Vascular Cognitive


Impairment and Vascular Dementia After Stroke, American Heart
Association.

Antonios N, Silliman S, 2005. Diabetes Melitus. Northeast Florida Medicine


Spring.Diunduh dari www.DCMsonline.org.tanggal 2 April 2014

Arifin J. 2006. Manajemen Rumah Sakit Moderen Berbasis Komputer. Jakarta:


PT. Elex Media Komputindo.

Asil, T., Celik, Y., Sut, N., Celik, A. D., Balci, K., Yilmaz, A., & Karaduman, F.
(2011). Cost of acute ischemic and hemorrhagic stroke in Turkey.
Clinical neurology and neurosurgery, 113(2), 111-4. Elsevier B.V.
doi:10.1016/j.clineuro.2010.09.014

Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Davalos, A., Castillo, J., Alvarez-Sabin, J., Secades, J.J., Mercadal, J., Lopez, S.,
et,al,2002, Oral Citicoline in Acute Ischemic Stroke An Individual
Patient Data Pooling Analysis of Clinical Trials, American Heart
Association

Depkes. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia


Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kesehatan RI.

76
77

Depkes. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia


Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kesehatan RI.

Depkes. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor903/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Depkes. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009


Tentang Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Depkes. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27


Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case
BaseGroups (INA-CBGs). Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Depkes. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28


Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan.Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dipiro, J.T. 2005. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach Six.


McGraw-Hill. New York.

Dipiro, J.T., et al. 2008. Pharmacotherapy. 7th Edition. New York: Appleton
andLange.

Feigin V. 2006. Stroke. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, Kelompok Gramedia.

Flynn, R. W. V., MacWalter, R. S. M., & Doney, A. S. F. (2008). The cost of


cerebral ischaemia. Neuropharmacology, 55(3), 250-256. Retrieved from
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0028390808001664
Gandodiputro, S., 2007., Perhitungan Unit Cost di Pelayanan Kesehatan
Primer,Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran,Bandung.
Gandodiputro, S., 2007.., Perhitungan Unit cost di Pelayanan Kesehatan Primer.,
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung.

Hariyono, T. 2002. Hipertensi dan Stroke.


http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052002/pus-1.htm.
78

Huang Y. C., Hu C. J., Lee T. H., Yang J. T., Weng H. H., Lin L. C., Lai S.
L.,2012, The Impact Factors on the Cost and Length of Stay among
Acute Ischemic Stroke, [Online], http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed,
[2013,Januari 31].

Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview.

Ikawati Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa


Ilmu. hlm 145-169.

Indrayani, Fena. 2013. Analisa Biaya Terapi Stroke Non Hemoragik di Rumah
Sakit Umum Daerah Pandan Arang Kabupaten Boyolali Periode
Desember 2010 - Desember 2010, Universitas Setia Budi, Suakarta.

Junaidi, Iskandar. 2004. Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan


Stroke.Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Kang, H.-Y., Lim, S.-J., Suh, H. S., & Liew, D. (2011). Estimating the lifetime
economic burden of stroke according to the age of onset in South Korea:
a cost of illness study. BMC public health, 11, 646. doi:10.1186/1471-
2458-11-646

Kisjanto, J., Bonneux, L., Prihartono, J., Ranakusuma, T. a S., & Grobbee, D. E.
(2005). Risk factors for stroke among urbanised Indonesian women of
reproductive age: a hospital-based case-control study. Cerebrovascular
diseases (Basel, Switzerland), 19(1), 18-22. doi:10.1159/000081907

Kristiyawati, S.P., Irawaty, D., Hariyati, Rr.T.S. 2009. “Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Stroke di RS Panti Wilasa Citarum
Semarang”, Jurnal Keperawatan dan Kebidanan (JIKK),Volume 1 (1),
hal. 1-7.Semarang: STIKES Telogorejo

Koirunisa, R. Mengenal INA-CBG's Standar tarif BPJS Kesehatan. INA-CBGs


III.htm. http://www.depkes.go.id/resources/download/peraturan/pmk-59-
thn-2014-ttg-standar-tarif-jkn.pdf

Nurhidayat S and Rosjidi C.H. 2008. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan
Stroke. Jogjakarta : Ardana Media, pp :167; 177-182.

Quaglini, S., Cavallini, A., Gerzeli, S., & Micieli, G. (2004). Economic benefit
from clinical practice guideline compliance in stroke patient
management. Health Policy, 69(3), 305-315. from
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0168851003002598
79

Roger, V. L., Go, A. S., Lloyd-Jones, D. M., Adams, R. J., Berry, J. D., Brown, T.
M., Carnethon, M. R., et al. (2011). Heart Disease And Stroke Statistics--
2011 update: a report from the American Heart Association. Circulation,
123(4), e18-e209. doi:10.1161/CIR.0b013e3182009701

Rosvita, Vivin. 2011. Analisis Biaya Pengobatan Gagal Jantung sebagai


Pertimbangan dalam Penetapan Pembiayaan Kesehatan berdasarkan
INA-DRG’s di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Universitas Gajah
Mada,Yogyakarta.

Sharma, V. K., Tsivgoulis, G., Teoh, H. L., Ong, B. K. C., & Chan, B. P. L.
(2012). Stroke Risk Factors and Outcomes Among Various Asian Ethnic
Groups in Singapore. Journal of Stroke and Cerebrovascular 75
Diseases, 21(4), 299-304. Retrieved from
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1052305710001837

Sari wijayanti., 2014., Analisis Kesesuaian Biaya Riil Terhadap Tarif Ina-Cbg’s
Pada Pasien Jkn Rawat Inap Penyakit StrokeNon Hemoragik Di Rsud
TarakanPeriode Januari-Desember Tahun 2014. Universitas Setia Budi.
Surakarta.

Sugiyanto, K.C., 2009, Analisis Biaya Pengobatan Stroke Iskemik Sebagai


Pertimbangan Dalam Penetapan Pembiayaan Kesehatan Berdasar
INADRGsdi RSUP Dr. Sardjito, Tesis, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Sukandar EY, Andrajati R, Sigit JI, Adnyana IK, Setiadi AAP, Kusnandar. 2008.
Iso Farmakoterapi., PT. ISFI. Jakarta

Palmer, A. J., Valentine, W. J., Roze, S., Lammert, M., Spiesser, J., & Gabriel, S.
(2004). Overview of costs of stroke from published, 74 incidence-based
studies spanning 16 industrialized countries. Current Medical Research
and Opinion, 21(1), 19-26. Expert Opinion.
doi:10.1185/030079904X17992

Trisna, Y., 2009. Kendalikan Biaya Kesehatan dengan Farmakoekonomi,Instalasi


Farmasi RSUP Ciptomangunkusumo.

Sulaiman, T., 2014. MedicineNet.com., http: www.afibbers.org

Venturini, F dan Jhonson, A, 2002., Introduction To Pharmacoeconomic


Principles And Aplications In Pharmacy Practice. California journal of
health system,14.1 : 6-15.

V.Wiratna Sujarweni., 2015. Statistik Untuk Kesehatan,. Penerbit Gava Media.


Yogyakarta.
80

Wahyu GG. 2008. Stroke : Hanya Menyerang Orang Tua?. Penerbit Benteng
pustaka. Yogyakarta.

Walley T, Haycox A, Boland A. 2004. Pharmacoeconomic. London: Elsevier

World Health Organization. (2011). Global Atlas on Cardiovascular Disease


Prevention And Control. Policies, Strategies and Interventions. Iraq.

Yuniadi, Y. (2010). Intervensi Stroke. Kardiologi Indonesia, 31(31), 153-155.


81

Lmpiran 1. Surat Izin Penelitian


82

Lampiran 2. Surat Rekomendasi Penelitian


83

Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian


84

LAMPIRAN 4. FORM OBSERVASI DATA PASIEN DENGAN KODE INA-CBGs G-4-14


Kelas TARIF INA
NO RM Usia JK MRS KRS Los INA-CBGs DU D1 D2 D3 TARIF RIIL
Rawat CBG
1 416795 56 1 30/12/2014 05/01/2015 7 G-4-14-I 1 I639 3.554.024 5.158.800
2 416538 52 1 05/01/2015 17/01/2015 13 G-4-14-I 3 I639 I259 3.194.482 3.684.900
3 417593 59 2 05/01/2015 14/01/2015 10 G-4-14-I 3 I639 2.367.218 3.684.900
4 204229 66 1 07/01/2015 12/01/2015 6 G-4-14-I 3 I639 1.811.990 3.684.900
5 79953 69 2 09/01/2015 14/01/2015 6 G-4-14-I 1 I639 I259 4.192.575 5.158.800
6 246736 42 1 13/01/2015 24/01/2015 12 G-4-14-II 3 I639 J46 4.410.390 6.663.600
7 418434 64 2 15/01/2015 27/01/2015 13 G-4-14-I 3 I639 I10 3.063.313 3.684.900
8 291409 85 1 15/01/2015 22/01/2015 8 G-4-14-I 1 I639 4.952.899 5.158.800
9 418461 83 1 17/01/2015 28/01/2015 12 G-4-14-II 3 I639 I48 3.015.584 6.663.600
10 418468 78 1 17/01/2015 05/02/2015 20 G-4-14-II 2 I639 J441 6.410.719 7.996.300
11 239138 68 2 19/01/2015 26/01/2015 8 G-4-14-I 3 I639 I10 1.942.872 3.684.900
12 358920 54 2 20/01/2015 02/02/2015 14 G-4-14-I 3 I639 E119 I10 3.828.216 3.684.900
13 418951 56 2 22/01/2015 26/01/2015 5 G-4-14-I 3 I639 I259 1.667.750 3.684.900
14 383562 61 1 22/01/2015 24/01/2015 3 G-4-14-I 1 I639 1.761.569 5.158.800
15 419325 55 2 23/01/2015 04/02/2015 13 G-4-14-I 3 I639 2.818.299 3.684.900
16 419340 73 2 24/01/2015 04/02/2015 12 G-4-14-III 3 I639 I211 6.025.644 8.332.400
17 413727 63 1 25/01/2015 06/02/2015 13 G-4-14-I 1 I639 I259 5.227.330 5.158.800
18 318787 54 2 27/01/2015 01/02/2015 6 G-4-14-I 1 I639 578.192 5.158.800
19 324302 54 1 29/01/2015 04/02/2015 7 G-4-14-I 3 I639 I10 1.932.678 3.684.900
20 344362 55 1 31/01/2015 05/02/2015 6 G-4-14-I 2 I639 I10 2.399.658 4.421.800
21 386720 69 2 01/02/2015 11/02/2015 11 G-4-14-I 1 I639 4.904.643 5.158.800
22 97251 58 1 02/02/2015 14/02/2015 13 G-4-14-II 1 I639 N189 I10 5.199.443 9.329.000
23 420625 33 1 03/02/2015 26/02/2015 24 G-4-14-I 3 I639 6.012.106 3.684.900
24 420629 72 2 03/02/2015 10/02/2015 8 G-4-14-I 3 I639 I10 2.349.004 3.684.900
25 185582 58 2 06/02/2015 07/03/2015 30 G-4-14-II 1 I639 R402 I10 20.184.231 9.329.000
85

Kelas TARIF INA


NO RM Usia JK MRS KRS Los INA-CBGs DU D1 D2 D3 TARIF RIIL
Rawat CBG
26 420668 62 1 07/02/2015 16/02/2015 10 G-4-14-I 3 I639 I10 2.495.326 3.684.900
27 31817 56 1 14/02/2015 20/02/2015 7 G-4-14-I 2 I639 I10 3.535.451 4.421.800
28 416643 66 2 19/02/2015 10/03/2015 20 G-4-14-I 3 I639 I10 4.637.252 3.684.900
29 416672 55 2 22/02/2015 28/02/2015 7 G-4-14-I 3 I639 E119 2.390.510 3.684.900
30 421980 56 2 24/02/2015 24/03/2015 29 G-4-14-II 3 I639 R402 R568 I259 9.779.953 6.663.600
31 422044 62 2 27/02/2015 12/03/2015 14 G-4-14-III 3 I639 L89 5.803.208 8.332.400
32 186662 84 2 28/02/2015 09/03/2015 10 G-4-14-I 1 I639 E119 5.962.734 5.158.800
33 422677 65 2 03/03/2015 16/03/2015 14 G-4-14-II 2 I639 K921 N189 7.488.203 7.996.300
34 422989 75 1 04/03/2015 14/03/2015 11 G-4-14-I 3 I639 I10 2.202.658 3.684.900
35 378672 71 1 05/03/2015 16/03/2015 12 G-4-14-I 3 I639 3.055.930 3.684.900
36 423079 79 2 07/03/2015 14/03/2015 8 G-4-14-II 3 I639 D649 3.354.761 6.663.600
37 185582 58 2 09/03/2015 11/03/2015 3 G-4-14-I 1 I639 1.680.408 5.158.800
38 383088 77 2 09/03/2015 14/03/2015 6 G-4-14-I 2 I639 I10 1.917.144 4.421.800
39 366454 52 2 10/03/2015 16/03/2015 7 G-4-14-I 3 I639 2.041.662 3.684.900
40 364384 46 2 16/03/2015 24/03/2015 9 G-4-14-I 3 I639 E119 2.498.917 3.684.900
41 424044 58 2 17/03/2015 08/04/2015 23 G-4-14-II 1 I639 I48 I509 13.523.193 9.329.000
42 418468 78 1 18/03/2015 15/04/2015 29 G-4-14-III 2 I639 R402 J90 11.118.284 9.998.800
43 424652 71 1 21/03/2015 04/04/2015 15 G-4-14-I 3 I639 3.612.319 3.684.900
44 424664 66 1 22/03/2015 30/03/2015 9 G-4-14-I 3 I639 2.517.704 3.684.900
45 424684 47 1 23/03/2015 30/03/2015 8 G-4-14-I 3 I639 2.497.666 3.684.900
46 424191 91 1 24/03/2015 06/04/2015 14 G-4-14-II 3 I639 R402 3.682.596 6.663.600
47 425025 72 2 27/03/2015 06/04/2015 11 G-4-14-I 3 I639 2.868.206 3.684.900
48 425045 51 1 28/03/2015 02/04/2015 6 G-4-14-I 3 I639 1.918.482 3.684.900
49 425053 84 2 29/03/2015 08/04/2015 11 G-4-14-I 3 I639 2.953.525 3.684.900
50 425489 59 2 31/03/2015 08/04/2015 9 G-4-14-I 3 I639 2.352.619 3.684.900
86

Kelas TARIF INA


NO RM Usia JK MRS KRS Los INA-CBGs DU D1 D2 D3 TARIF RIIL
Rawat CBG
51 343883 48 2 04/04/2015 11/04/2015 8 G-4-14-I 3 I639 2.332.849 3.684.900
52 423574 67 2 06/04/2015 20/04/2015 15 G-4-14-I 3 I639 E119 4.053.992 3.684.900
53 423346 52 2 08/04/2015 22/04/2015 15 G-4-14-I 2 I639 I10 8.028.347 4.421.800
54 425892 60 1 11/04/2015 13/04/2015 3 G-4-14-I 1 I639 761.832 5.158.800
55 308359 56 2 11/04/2015 22/04/2015 12 G-4-14-I 2 I639 4.313.522 4.421.800
56 150036 87 2 15/04/2015 23/04/2015 9 G-4-14-II 2 I639 S099 W06 5.336.806 7.996.300
57 426508 56 2 16/04/2015 28/04/2015 13 G-4-14-I 3 I639 3.151.091 3.684.900
58 428145 81 1 16/04/2015 11/05/2015 26 G-4-14-I 3 I639 6.381.515 3.684.900
59 344082 75 1 18/04/2015 02/05/2015 15 G-4-14-II 3 I639 D649 4.657.056 6.663.600
60 426189 60 1 19/04/2015 05/05/2015 17 G-4-14-I 3 I639 3.889.048 3.684.900
61 426925 62 2 21/04/2015 28/04/2015 8 G-4-14-I 3 I639 2.393.588 3.684.900
62 427125 64 1 22/04/2015 27/04/2015 6 G-4-14-I 1 I639 2.606.774 5.158.800
63 426949 48 2 22/04/2015 02/05/2015 11 G-4-14-I 3 I639 3.084.116 3.684.900
64 427348 64 2 23/04/2015 28/04/2015 6 G-4-14-I 3 I639 1.879.310 3.684.900
65 427622 66 1 28/04/2015 13/05/2015 16 G-4-14-I 3 I639 3.651.910 3.684.900
66 428141 79 2 30/04/2015 04/05/2015 5 G-4-14-I 1 I639 E119 1.761.000 5.158.800
67 172544 86 2 18/05/2015 02/06/2015 16 G-4-14-I 1 I639 11.506.326 5.158.800
68 251122 47 2 21/05/2015 28/05/2015 8 G-4-14-I 3 I639 2.532.596 3.684.900
69 156822 84 2 22/05/2015 27/05/2015 6 G-4-14-I 1 I639 3.145.778 5.158.800
70 136038 62 1 24/05/2015 01/06/2015 9 G-4-14-III 1 I639 I493 3.188.352 11.665.300
71 345095 45 2 29/05/2015 06/06/2015 9 G-4-14-II 3 I639 I10 G409 2.400.721 6.663.600
72 430628 74 2 30/05/2015 14/06/2015 16 G-4-14-I 3 I639 I10 4.095.807 3.684.900
73 387085 65 2 30/05/2015 04/06/2015 6 G-4-14-I 3 I639 I10 M5459 1.395.732 3.684.900
74 430582 78 2 31/05/2015 10/06/2015 11 G-4-14-I 1 I639 I10 6.827.012 5.158.800
75 430641 43 1 31/05/2015 09/06/2015 10 G-4-14-I 3 I639 2.714.332 3.684.900
87

Kelas TARIF INA


NO RM Usia JK MRS KRS Los INA-CBGs DU D1 D2 D3 TARIF RIIL
Rawat CBG
76 318787 55 2 01/06/2015 26/06/2015 26 G-4-14-I 1 I639 2.226.503 5.158.800
77 135254 66 2 01/06/2015 08/06/2015 8 G-4-14-I 1 I639 I10 5.510.108 5.158.800
78 431208 71 1 01/06/2015 06/06/2015 6 G-4-14-I 3 I639 M5459 1.265.276 3.684.900
79 431118 64 2 03/06/2015 10/06/2015 8 G-4-14-I 1 I639 I10 3.540.088 5.158.800
80 127329 89 1 03/06/2015 09/06/2015 7 G-4-14-II 3 I639 I48 I10 2.598.310 6.663.600
81 431567 52 1 05/06/2015 10/06/2015 6 G-4-14-I 3 I639 I10 2.085.903 3.684.900
82 431235 69 2 05/06/2015 09/06/2015 5 G-4-14-I 3 I639 I10 1.938.831 3.684.900
83 431867 73 1 09/06/2015 13/06/2015 5 G-4-14-I 1 I639 I10 4.204.739 5.158.800
84 295870 89 1 10/06/2015 24/06/2015 15 G-4-14-I 1 I639 I252 9.889.201 5.158.800
85 432047 73 1 10/06/2015 20/06/2015 11 G-4-14-II 3 I639 I252 J449 4.025.902 6.663.600
86 432150 68 2 12/06/2015 16/06/2015 5 G-4-14-I 3 I639 M5459 K30 1.827.276 3.684.900
87 171904 66 1 14/06/2015 17/06/2015 4 G-4-14-I 1 I639 I252 I10 2.595.261 5.158.800
88 432253 86 2 14/06/2015 17/06/2015 4 G-4-14-I 3 I639 K30 1.097.387 3.684.900
89 431889 66 1 15/06/2015 22/06/2015 8 G-4-14-I 3 I639 I10 2.370.592 3.684.900
90 432278 49 2 16/06/2015 19/06/2015 4 G-4-14-I 2 I639 1.735.590 4.421.800
91 432642 76 1 16/06/2015 22/06/2015 7 G-4-14-I 3 I639 2.333.765 3.684.900
92 423254 58 2 18/06/2015 29/06/2015 12 G-4-14-I 3 I639 I10 E119 4.123.005 3.684.900
93 146632 78 1 20/06/2015 26/06/2015 7 G-4-14-II 1 I639 I10 I48 4.227.278 9.329.000
94 321823 73 1 22/06/2015 27/06/2015 6 G-4-14-I 1 I639 I259 2.649.447 5.158.800
95 285347 72 1 22/06/2015 27/06/2015 6 G-4-14-I 3 I639 E119 1.799.091 3.684.900

KET : RM : No. Rekam Medik


JK : Jenis Kelamin
MRS: Masuk RS
KRS : Keluar RS
88

LAMPIRAN 5. DATA OBAT


Isosorbid
No. No. RM
Citicoline Clopidogrel Furosemide Piracetam Spironolacton Dinitrat Aspilet Candesartan Simvastatin Amlodipin
1 416795   
2 416538   
3 417593  
4 204229  
5 79953     
6 246736  
7 418434 
8 291409  
9 418461     
10 418468  
11 239138  
12 358920 
13 418951     
14 383562  
15 419325  
16 419340 
17 413727      
18 318787 
19 324302  
20 344362   
21 386720  
22 97251   
23 420625 
24 420629  
25 185582    
89

Isosorbid
No. No. RM
Citicoline Clopidogrel Furosemide Piracetam Spironolacton Dinitrat Aspilet Candesartan Simvastatin Amlodipin
26 420668   
27 31817    
28 416643      
29 416672  
30 421980      
31 422044  
32 186662  
33 422677   
34 422989  
35 378672   
36 423079   
37 185582  
38 383088   
39 366454  
40 364384 
41 424044    
42 418468  
43 424652  
44 424664  
45 424684  
46 424191  
47 425025  
48 425045  
49 425053  
50 425489  
51 343883    
90

Isosorbid
No. No. RM
Citicoline Clopidogrel Furosemide Piracetam Spironolacton Dinitrat Aspilet Candesartan Simvastatin Amlodipin
52 423574  
53 423346   
54 425892 
55 308359  
56 150036   
57 426508  
58 428145 
59 344082   
60 426189  
61 426925 
62 427125  
63 426949 
64 427348  
65 427622  
66 428141   
67 172544 
68 251122   
69 156822   
70 136038   
71 345095     
72 430628    
73 387085    
74 430582 
75 430641 
76 318787  
77 135254    
91

Isosorbid
No. No. RM
Citicoline Clopidogrel Furosemide Piracetam Spironolacton Dinitrat Aspilet Candesartan Simvastatin Amlodipin
78 431208 
79 431118    
80 127329     
81 431567  
82 431235    
83 431867    
84 295870    
85 432047       
86 432150   
87 171904   
88 432253  
89 431889     
90 432278 
91 432642   
92 423254     
93 146632    
94 321823 
95 285347  
95 70 12 18 11 9 8 13 14 19
TOTAL
92

LAMPIRAN 6. FORM OBSERVASI RINCIAN BIAYA PASIEN DENGAN KODE INA-CBGs G-4-14
Biaya Rill
No. Biaya Tindakan Medis Biaya Penunjang Biaya Tarif INA-
No. Biaya Biaya Biaya
RM IGD Total/ Rill CBGs
Rawat Inap Pemeriksaan Tindakan Obat Lain-lain
Dokter Perawat Diagnostik Laboratorium CT Scan Fisioterapi Radiologi
1 416795 55.500 1.715.000 312.875 228.150 295.100 525.000 409.899 12.500 3.554.024 5.158.800

2 416538 64.000 520.000 240.000 540.000 30.000 255.000 500.000 229.680 815.802 3.194.482 3.684.900

3 417593 64.000 445.000 128.000 360.000 30.000 225.000 500.000 20.880 564.338 2.367.218 3.684.900
4 204229 64.000 277.000 72.000 225.000 38.000 202.000 500.000 433.990 1.811.990 3.684.900
5 79953 87.000 1.837.500 385.000 350.000 304.000 500.000 474.075 3.937.575 5.158.800
6 246736 64.000 1.317.000 276.000 625.000 348.000 1.693.990 88.400 4.410.390 6.663.600
7 418434 64.000 569.000 184.000 540.000 38.000 215.000 500.000 205.320 747.993 3.063.313 3.684.900
8 291409 64.000 230.600 285.000 420.000 38.000 516.000 500.000 130.000 693.899 4.952.899 5.158.800
9 418461 534.000 256.000 495.000 270.000 500.000 146.160 814.424 3.015.584 5.158.800
10 418468 64.000 1.693.000 496.000 920.000 38.000 351.000 500.000 2.348.719 6.410.719 7.996.300
11 239138 64.000 360.000 104.000 332.500 38.000 500.000 41.760 502.612 1.942.872 3.684.900
12 358920 64.000 634.000 304.000 585.000 38.000 463.000 500.000 983.536 3.571.536 3.684.900
13 418951 64.000 245.000 88.000 180.000 257.000 500.000 333.750 1.667.750 6.663.600
14 383562 64.000 650.000 40.400 120.000 244.000 500.000 143.169 1.761.569 5.158.800
15 419325 79.000 610.000 176.000 540.000 38.000 202.000 334.080 839.219 2.818.299 3.684.900
16 419340 64.000 1.387.000 465.000 1.129.000 190.000 421.500 500.000 83.520 1.421.624 432.000 6.025.644 3.684.900
17 413727 64.000 1.780.000 328.000 540.000 270.000 500.000 739.500 1.005.830 5.227.330 8.332.400
18 318787 64.000 805.000 80.000 180.000 38.000 202.000 500.000 357.503 2.226.503 5.158.800
19 324302 64.000 335.000 72.000 270.000 208.500 500.000 415.778 1.865.278 3.684.900
20 344362 83.000 940.000 104.000 270.000 76.000 225.000 217.500 454.158 2.399.658 4.421.800
93

Biaya Rill

Biaya Tindakan Medis Biaya Penunjang Biaya Tarif INA-


No. No. RM Biaya Rawat Biaya
IGD Biaya Obat Total/ Rill CBGs
Inap Pemeriksaan Tindakan Lain-lain
Dokter Perawat Diagnostik Laboratorium CT Scan Fisioterapi Radiologi
21 386720 64.000 2.235.000 313.000 555.000 38.000 202.000 500.000 260.000 737.643 4.904.643 5.158.800

22 97251 64.000 1.770.000 328.000 495.000 38.000 290.000 500.000 391.500 1.322.943 5.199.443 5.158.800

23 420625 64.000 1.100.000 544.000 1.035.000 275.000 383.000 500.000 334.080 55.000 1.722.026 6.012.106 9.329.000

24 420629 64.000 380.000 104.000 315.000 38.000 296.000 500.000 62.640 589.364 2.349.004 3.684.900

25 185582 818.000 5.572.000 1.010.000 2.810.000 114.000 951.000 500.000 1.495.000 6.136.431 777.600 20.184.231 9.329.000

26 420668 64.000 470.000 120.000 360.000 38.000 255.000 500.000 41.760 646.566 2.495.326 3.684.900

27 31817 64.000 1.480.000 375.000 405.000 38.000 187.000 500.000 468.451 3.535.451 4.421.800

28 416643 64.000 1.010.000 264.000 855.000 38.000 255.000 500.000 167.040 1.484.212 4.637.252 3.684.900

29 416672 64.000 335.000 40.000 315.000 64.000 358.000 500.000 41.760 672.750 2.390.510 3.684.900

30 421980 64.000 2.203.000 817.000 1.837.500 114.000 102.000 500.000 229.680 3.394.373 518.400 9.779.953 6.663.600

31 422044 89.000 2.276.000 238.000 1.080.000 283.000 292.320 1.285.688 259.200 5.803.208 8.332.400

32 186662 2.555.000 575.000 600.000 38.000 506.000 500.000 1.123.734 5.897.734 5.158.800

33 422677 64.000 1.229.000 352.000 645.000 102.000 695.000 500.000 548.100 1.913.103 1.440.000 7.488.203 4.421.800

34 422989 64.000 515.000 184.000 495.000 38.000 202.000 704.658 2.202.658 7.996.300

35 378672 64.000 665.000 160.000 540.000 202.000 500.000 104.400 820.530 3.055.930 3.684.900

36 423079 79.000 510.000 112.000 225.000 38.000 544.000 500.000 626.761 720.000 3.354.761 3.684.900

37 185582 64.000 685.000 40.000 180.000 292.000 195.000 224.408 1.680.408 5.158.800

38 383088 64.000 867.000 80.000 270.000 187.000 449.144 1.917.144 4.421.800

39 366454 64.000 335.000 80.000 270.000 215.000 500.000 104.400 473.262 2.041.662 3.684.900

40 364384 64.000 415.000 208.000 315.000 38.000 241.000 500.000 41.760 676.157 2.498.917 3.684.900

41 424044 64.000 5.323.000 1.449.000 1.495.000 395.000 500.000 2.080.000 2.130.793 86.400 13.523.193 9.329.000

42 418468 127.000 2.958.000 547.000 1.555.000 64.000 271.000 500.000 626.400 55.000 3.810.084 604.800 11.118.284 9.998.800

43 424652 64.000 660.000 200.000 765.000 38.000 202.000 500.000 83.520 1.099.799 3.612.319 3.684.900
94

Biaya Rill
Biaya Tindakan Medis Biaya Penunjang Biaya Tarif INA-
No. No. RM Biaya Biaya
IGD Biaya Obat Total/ Rill CBGs
Rawat Inap Pemeriksaan Tindakan Lain-lain
Dokter Perawat Diagnostik Laboratorium CT Scan Fisioterapi Radiologi
44 424664
64.000 425.000 120.000 405.000 38.000 270.000 500.000 41.760 653.944 2.517.704 3.684.900
45 424684
64.000 470.000 120.000 360.000 38.000 255.000 500.000 41.760 646.566 2.495.326 3.684.900
46 424191 202.000 1.135.316
128.000 650.000 176.000 690.000 76.000 500.000 125.280 3.682.596 6.663.600
47 425025 255.000 744.686
64.000 515.000 128.000 540.000 38.000 500.000 83.520 2.868.206 2.872.200
48 425045 270.000 472.482
64.000 270.000 72.000 270.000 500.000 1.918.482 3.684.900
49 425053 270.000 705.245
64.000 620.000 136.000 495.000 38.000 500.000 125.280 2.953.525 3.684.900
50 425489 202.000 580.979
64.000 425.000 120.000 360.000 38.000 500.000 62.640 2.352.619 3.684.900
51 343883 244.000 530.569
64.000 380.000 136.000 315.000 38.000 500.000 125.280 2.332.849 3.684.900
52 423574 528.000 1.022.072
64.000 690.000 368.000 630.000 64.000 500.000 187.920 4.053.992 3.684.900
53 423346 296.000 887.347
64.000 4.365.000 636.000 955.000 500.000 325.000 8.028.347 4.421.800
54 425892 156.832
430.000 40.000 135.000 761.832 5.158.800
55 308359 382.000 809.522
1.645.000 176.000 540.000 500.000 261.000 4.313.522 3.684.900
56 150036 296.000 969.306
96.500 2.155.000 585.000 540.000 500.000 195.000 5.336.806 7.996.300
57 426508 202.000 818.171
64.000 580.000 176.000 585.000 38.000 500.000 187.920 3.151.091 3.684.900
58 428145 471.000 2.183.035
64.000 1.180.000 352.000 1.193.000 500.000 438.480 6.381.515 3.684.900
59 344082 528.000 1.080.136
64.000 690.000 264.000 585.000 38.000 500.000 187.920 720.000 4.657.056 6.663.600
60 426189 202.000 1.050.128
64.000 895.000 232.000 720.000 38.000 500.000 187.920 3.889.048 4.421.800
61 426925 304.000 582.188
64.000 375.000 104.000 360.000 500.000 104.400 2.393.588 3.684.900
62 427125 202.000 562.332
64.000 835.000 72.000 270.000 500.000 101.442 2.606.774 5.158.800
63 426949 270.000 811.436
64.000 510.000 211.000 450.000 38.000 500.000 229.680 3.084.116 3.684.900
95

Biaya Rill
Biaya Tindakan Medis Biaya Penunjang Biaya Tarif INA-
No. No. RM Biaya Biaya
IGD Biaya Obat Total/ Rill CBGs
Rawat Inap Pemeriksaan Tindakan Lain-lain
Dokter Perawat Diagnostik Laboratorium CT Scan Fisioterapi Radiologi
64 427348
64.000 270.000 88.000 270.000 187.000 500.000 62.640 437.670 1.879.310 3.684.900
65 427622
45.000 740.000 216.000 765.000 202.000 500.000 62.640 1.121.270 3.651.910 3.684.900
66 428141
64.000 690.000 48.000 180.000 38.000 241.000 500.000 1.761.000 5.158.800
67 172544
87.000 5.215.000 665.000 1.070.000 301.000 456.000 500.000 520.000 2.692.326 11.506.326 5.158.800
68 251122
64.000 385.000 104.000 360.000 38.000 202.000 500.000 879.596 2.532.596 3.684.900
69 156822
64.000 1.250.000 226.000 330.000 38.000 268.000 500.000 469.778 3.145.778 5.158.800
70 136038
64.000 1.235.000 120.000 405.000 270.000 500.000 594.352 3.188.352 11.665.300
71 345095
64.000 430.000 112.000 405.000 270.000 500.000 41.760 643.961 2.446.721 3.684.900
72 430628
109.000 740.000 208.000 795.000 270.000 500.000 229.680 1.144.127 100.000 4.095.807 3.684.900
73 387085
64.000 295.000 88.000 270.000 64.000 255.000 64.728 295.004 1.395.732 6.663.600
74 430582
64.000 277.500 490.000 720.000 38.000 498.000 500.000 520.000 1.222.012 6.827.012 5.158.800
75 430641
64.000 425.000 112.000 405.000 38.000 270.000 500.000 146.160 754.172 2.714.332 3.684.900
76 318787 270.000 64.192
64.000 180.000 578.192 5.158.800
77 135254 64.000 289.000 878.108
64.000 2.535.000 320.000 535.000 500.000 325.000 5.510.108 5.158.800
78 431208 38.000 202.000 332.516
64.000 290.000 72.000 225.000 41.760 1.265.276 3.684.900
79 431118 38.000 364.000 771.588
64.000 1.105.000 120.000 360.000 500.000 3.322.588 5.158.800
80 127329 38.000 180.000 760.710
64.000 541.000 80.000 270.000 500.000 156.600 2.590.310 3.684.900
96

Biaya Rill
Tarif
Biaya Tindakan Medis Biaya Penunjang Biaya
No. No. RM Biaya Biaya INA-
IGD Biaya Obat Total/ Rill
Rawat Inap Pemeriksaan Tindakan Lain-lain CBGs
Dokter Perawat Diagnostik Laboratorium CT Scan Fisioterapi Radiologi
81 431567
64.000 300.000 72.000 315.000 38.000 372.000 500.000 41.760 383.760 2.086.520 6.663.600
82 431235
79.000 245.000 56.000 180.000 38.000 202.000 500.000 62.640 576.191 1.938.831 3.684.900
83 431867
64.000 1.637.500 200.000 350.000 38.000 241.000 500.000 390.000 784.293 4.204.793 3.684.900
84 295870
782.200 3.347.000 1.313.000 1.405.000 178.000 311.000 500.000 238.500 28.250 8.102.950 5.158.800
85 432047
64.000 540.000 352.000 495.000 38.000 416.000 500.000 167.040 1.453.862 4.025.902 6.663.600
86 432150
64.000 250.000 40.000 225.000 38.000 202.000 500.000 53.244 455.032 1.827.276 5.158.800
87 171904
19.000 980.000 160.000 240.000 38.000 270.000 500.000 258.261 2.465.261 5.158.800
88 432253
64.000 205.000 115.000 180.000 255.000 20.880 257.507 1.097.387 3.684.900
89 431889
64.000 360.000 120.000 360.000 38.000 270.000 500.000 125.280 533.312 2.370.592 3.684.900
90 432278
64.000 369.000 64.000 180.000 38.000 239.000 500.000 281.590 1.735.590 4.421.800
91 432642 187.000 104.400 724.365
64.000 335.000 104.000 315.000 500.000 2.333.765 3.684.900
92 423254 602.000 167.040 1.458.965
64.000 545.000 291.000 495.000 500.000 4.123.005 3.684.900
93 146632 288.000 270.000 325.000 695.278
64.000 1.360.000 320.000 405.000 500.000 4.227.278 9.329.000
94 321823 38.000 200.000 26.100 686.347
64.000 830.000 80.000 225.000 500.000 2.649.447 5.158.800
95 285347 465.000 62.640 466.451
64.000 295.000 176.000 270.000 1.799.091 3.684.900
97

Lampiran 7. Analisis One Sample t-test

Tingkat Keparahan I kelas 1

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error


Mean

Biaya Rill 22 4092656,50 2724646,735 580896,636

One-Sample Test

Test Value = 5158800

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference 95% Confidence Interval of the


Difference

Lower Upper

Biaya Rill -1,835 21 ,081 -1066143,500 -2274184,19 141897,19

Tingkat keparahan I kelas 2

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Biaya Rill 6 3654952,00 2360265,617 963574,403

One-Sample Test

Test Value = 4421800

t Df Sig. (2-tailed) Mean 95% Confidence Interval of the


Difference Difference

Lower Upper

Biaya Rill -,796 5 ,462 -766848,000 -3243794,86 1710098,86


98

Tingkat Keparahan 1 kelas 3

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Biaya Rill 47 2753781,19 1086262,042 158447,603

One-Sample Test

Test Value = 3684900

t df Sig. (2-tailed) Mean 95% Confidence Interval of the


Difference Difference

Lower Upper

Biaya Rill -5,877 46 ,000 -931118,809 -1250057,29 -612180,32

Tingkat Keparahan 2 Kelas 1

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Biaya Rill 4 10783536,25 7528731,645 3764365,823

One-Sample Test

Test Value = 9329000

t df Sig. (2-tailed) Mean 95% Confidence Interval of the


Difference Difference

Lower Upper

Biaya Rill ,386 3 ,725 1454536,250 -10525355,85 13434428,35

Tingkat Keparahan 2 Kelas 2

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Biaya Rill 3 6411909,33 1075698,994 621055,104


99

One-Sample Test

Test Value = 7996300

t df Sig. (2-tailed) Mean 95% Confidence Interval of the


Difference Difference

Lower Upper

Biaya Rill -2,551 2 ,125 -1584390,667 -4256575,10 1087793,77

Tingkat Keparahan 2 kelas 3

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Biaya Rill 9 4213919,22 2225011,206 741670,402

One-Sample Test

Test Value = 6663600

t df Sig. (2-tailed) Mean 95% Confidence Interval of the


Difference Difference

Lower Upper

Biaya Rill -3,303 8 ,011 -2449680,778 -4159975,79 -739385,76

Tingkat Keparahan 3 kelas 3

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Biaya Rill 2 5914426,00 157286,004 111218,000

One-Sample Test

Test Value = 8332400

t df Sig. (2-tailed) Mean 95% Confidence Interval of the


Difference Difference

Lower Upper

Biaya Rill -21,741 1 ,029 -2417974,000 -3831132,68 -1004815,32


100

Lampiran 8. Analisis Korelasi Bivariat

Correlations

Usia Jenis Lama Kelas Tingkat Diagnosa Biaya Rill


Kelamin Perawatan Perawatan keparahan Sekunder
*
Pearson Correlation 1 -,049 ,064 ,168 -,239 ,160 ,160

Usia Sig. (2-tailed) ,640 ,539 ,103 ,020 ,122 ,121

N 95 95 95 95 95 95 95
Pearson Correlation -,049 1 ,037 -,086 ,025 -,058 ,089
Jenis Kelamin Sig. (2-tailed) ,640 ,724 ,405 ,813 ,580 ,391
N 95 95 95 95 95 95 95
** * **
Pearson Correlation ,064 ,037 1 ,314 ,138 ,236 ,518
Lama
Sig. (2-tailed) ,539 ,724 ,002 ,183 ,021 ,000
Perawatan
N 95 95 95 95 95 95 95
** ** **
Pearson Correlation ,168 -,086 ,314 1 -,019 ,863 ,419
Kelas
Sig. (2-tailed) ,103 ,405 ,002 ,856 ,000 ,000
Perawatan
N 95 95 95 95 95 95 95
* **
Pearson Correlation -,239 ,025 ,138 -,019 1 ,017 -,319
Tingkat
Sig. (2-tailed) ,020 ,813 ,183 ,856 ,872 ,002
keparahan
N 95 95 95 95 95 95 95
* ** **
Pearson Correlation ,160 -,058 ,236 ,863 ,017 1 ,318
Diagnosa
Sig. (2-tailed) ,122 ,580 ,021 ,000 ,872 ,002
Sekunder
N 95 95 95 95 95 95 95
** ** ** **
Pearson Correlation ,160 ,089 ,518 ,419 -,319 ,318 1

Biaya Rill Sig. (2-tailed) ,121 ,391 ,000 ,000 ,002 ,002

N 95 95 95 95 95 95 95

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Anda mungkin juga menyukai