Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi atau yang dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu
120/80 mmHg. Menurut WHO (Word Health Organization), batas tekanan darah
yang dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah
lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi. 1
Hipertensi ditemukan pada semua populasi laki laki dan perempuan sama
tingginya dengan angka kejadian yang berbeda-beda, sebab ada faktor-faktor genetik,
ras, regional, sosio budaya yang juga menyangkut gaya hidup yang juga berbeda.
Hipertensi akan makin meningkat bersama dengan bertambahnya umur. 2
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan jumlah penderita hipertensi
akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah pada 2025
mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi. WHO
menyebutkan negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi sebesar
40% sedangkan negara maju hanya 35%, kawasan Afrika memegang posisi puncak
penderita hipertensi, yaitu sebesar 40%. Kawasan Amerika sebesar 35% dan Asia
Tenggara 36%. Kawasan Asia penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap
tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita hipertensi. Sedangkan
di Indonesia cukup tinggi, yakni mencapai 32% dari total jumlah penduduk. 3
Menurut laporan Kemenkes (2013), bahwa hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, dimana proporsi kematiannya
mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013 menunjukkan prevalensi
hipertensi secara nasional mencapai 25,8%. Penderita hipertensi di Indonesia
diperkirakan sebesar 15 juta tetapi hanya 4% yang hipertensi terkendali. Hipertensi
terkendali adalah mereka yang menderita hipertensi dan mereka tahu sedang berobat
untuk itu. Sebaliknya sebesar 50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita
hipertensi, sehingga mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat.
Hasil Riskesdas tahun 2013 melaporkan bahwa prevalensi hipertensi di
Sumatera Utara sebesar 45,69% pada kelompok umur di atas 60 tahun untuk

1
penderita rawat jalan. Berdasarkan penyakit penyebab kematian pasien rawat inap di
Rumah Sakit Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara, hipertensi menduduki
peringkat pertama dengan proporsi kematian sebesar 27,02% (1.162 orang), pada
kelompok umur ≥ 60 tahun sebesar 20,23% (1.349 orang). ⁴
Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian dunia. Pada
anak-anak yang tumbuh kembang hipertensi meningkat mengikuti dengan
pertumbuhan badan.⁵ Dengan bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga
makin meningkat, sehingga di atas umur 60 tahun prevalensinya mencapai 65,4%.
Obesitas, sindroma metabolik, kenaikan berat badan adalah faktor resiko independen
untuk kejadian hipertensi. Faktor asupan NaCl pada diet juga sangat erat
hubungannya dengan kejadian hipertensi. Mengonsumsi alkohol, rokok, stres
kehupan sehari-hari, kurang olah raga juga berperan dalam kontribusi kejadian
hipertensi. ⁶
Bila anamnesa keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka sebelum umur
55 tahun resiko menjadi hipertensi diperkirakan sekitar 4 kali dibandingkan dengan
anamnesa kelurga yang tidak didapetkan hipertensi. Setelah umur 55 tahun, semua
orang akan menjadi hipertensi (90%).⁷

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi 4

Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus,
corpus, dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus merupakan bagian terbesar
dari kandung empedu. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan
arahnya ke atas, belakang, dan kiri. Collum adalah bagian yang sempit dari
kandung empedu. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis
membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea
dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral
hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica, cabang A. hepatica
kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi lymphatici
coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

3
Variasi anatomik misalnya double folded atau double twisted sangat sering
ditemukan, juga kandung empedu yang besar, non obstruktif, sering dijumpai pada
penderita alkoholisme atau diabetes melitus.

B. Fisiologi 5
Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas sekitar
50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk
membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu
sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang
tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati yang ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus
sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan
ke duodenum.
Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan
absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi
volumenya 80-90%.
Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu:
 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, karena asam empedu melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi
produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.
 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati.

4
C. Pengosongan kandung empedu
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke
dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari
mukosa duodenum, hormon kemudian masuk ke dalam darah, menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada
ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan
masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu
dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan
membantu pencernaan dan absorbsi lemak.5
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :5
a) Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai
duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin
akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi
kandung empedu.
b) Neurogen :
 Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan
kontraksi dari kandung empedu.
 Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan
mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu
lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan hormonal maupun


neurologis memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

5
D. Komposisi Cairan Empedu6

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit - -

Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua
macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
 Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi
partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
 Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol, dan vitamin
yang larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman
usus diubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam
empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan
sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi di segmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan
pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
garam empedu akan terganggu.

6
KOLESISTITIS

1. Kolesistitis Akut
A. Pengertian
Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan,
dan demam.6

B. Etiologi dan Patogenesis6


Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak
di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian
kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).
Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih
belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan
cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup
lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan
kandung empedu, batu di saluran empedu, atau merupakan salah satu komplikasi
penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus.

C. Faktor Resiko7
Faktor resiko dari kolesistitis antara lain jenis kelamin, umur, berat badan,
kehamilan, makanan dan suku bangsa tertentu. Digunakan akronim 4F dalam
bahasa Inggris (Female, Forty, Fat, and Fertile). Selain itu, kelompok
penderita batu empedu tentu saja lebih berisiko mengalami kolesistitis
daripada yang tidak memiliki batu empedu

7
1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena
kolesistitis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu..
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.

2. Umur. Resiko untuk terkena kolesistitis meningkat sejalan dengan


bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

3. Berat badan. Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi atau obesitas,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun
tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/
pengosongan kandung empedu.

4. Kehamilan. Orang yang lagi mengandung terjadi peningkatan kadar esterogen


dan juga meningkatkan resiko terkena kolesistitis.

5. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur
kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak
hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan
komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan
empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama
kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang
cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

6. Suku / etnis bangsa tertentu. Biasanya terjadi pada suku asli amerika serikat.

8
D. Gejala Klinis
Gejala yang dikeluhkan penderita umumnya berupa nyeri pada perut kanan
bagian atas. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan
dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi ringan sampai dengan gangren
atau perforasi kandung empedu. Penderita kadang mengalami demam, mual, dan
muntah, Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri
lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan atas yang menetap lebih dari 6 jam dan
sering menjalar sampai belikat kanan. Penderita kolesistitis umumnya
menunjukkan Murphy's sign positif, di mana gerakan tangan dokter pada kondisi di
atas menimbulkan rasa sakit dan sulit bernapas.8
Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), Kriteria diagnosis untuk kolesistitis
adalah: 9
 Gejala dan tanda lokal
o Tanda Murphy
o Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
o Massa di kuadran kanan atas abdomen
 Gejala dan tanda sistemik
o Demam
o Leukositosis
o Peningkatan kadar CRP
 Pemeriksaan pencitraan
o Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi

Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil USG atau
skintigrafi yang mendukung.9

9
E. Laboratorium10
 Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <4,0
mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu
di saluran empedu ekstrahepatik.
 Leukositosis
 Peningkatan enzim-enzim hati (SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan
bilirubin)
 Peninggian transaminase dan fosfatase alkali
F. Radiologi11
 Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis
akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak
tembus pandang (radioopak) oleh karena mengandung kalsium cukup
banyak.
 Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu
bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk
kolesistitis akut.
 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan
sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding
kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan
dan ketepatan USG mencapai 90-95%.
 Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau
99nTc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG
tapi teknik ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa
adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral
atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.
 CT Scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan
adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat
pada pemeriksaan USG.

10
 Kolangiografi transhepatik perkutaneous: Pembedahan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila
ikterik ada).
 MRI

H. Diagnosis12
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari pemeriksaan
tertentu.
Pemeriksaan USG bisa membantu memperkuat adanya batu empedu dalam
kandung empedu dan bisa menunjukkan penebalan pada dinding kandung empedu,
dan cairan peradangan disekitar empedu. ERCP (endoscopic retrograd
cholangiopancreatography) juga dapat dilakukan untuk melihat anatomi saluran
empedu, sekaligus untuk mengangkat batu apabila memungkinkan.
Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafi
hepatobilier, yang memberikan gambaran dari hati, saluran empedu, kandung
empedu dan bagian atas usus halus.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan ada
tidaknya komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi rawat
jalan, sedangkan pada pasien dengan komplikasi membutuhkan tatalaksana
pembedahan. Antibiotik dapat diberikan untuk mengendalikan infeksi. Untuk
kolesistitis akut, terapi awal yang diberikan meliputi mengistirahatkan usus, diet
rendah lemak, pemberian hidrasi secara intravena, koreksi abnormalitas elektrolit,
pemberian analgesik, dan antibiotik intravena. Untuk kolesistitis akut yang ringan,
cukup diberikan terapi antibiotik tunggal spektrum luas. Pilihan terapi yang dapat
diberikan:13

Rekomendasi dari Sanford guide: piperasilin, ampisilin, meropenem. Pada
kasus berat yang mengancam nyawa direkomendasikan imipenem/cilastatin.

Regimen alternatif termasuk sefalosporin generasi ketiga ditambah dengan
metronidazol.

Pasien yang muntah dapat diberikan antiemetik dan nasogastric suction.

11

Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan pemberian kolesistokinin
intravena.13

Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat jalan
dengan syarat:13
1. Tidak demam dan tanda vital stabil
2. Tidak ada tanda adanya obstruksi dari hasil pemeriksaan laboratorium.
3. Tidak ada tanda obstruksi duktus biliaris dari USG.
4. Tidak ada kelainan medis penyerta, usia tua, kehamilan atau kondisi
imunokompromis.
5. Analgesik yang diberikan harus adekuat.
6. Pasien memiliki akses transpotasi dan mudah mendapatkan fasilitas medik.
7. Pasien harus kembali lagi untuk follow up.

Terapi yang diberikan untuk pasien rawat jalan:13


 Antibiotik profilaksis, seperti levofloxacin dan metronidazol.
 Antiemetik, seperti prometazin atau proklorperazin, untuk
mengkontrol mual dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.
 Analgesik seperti asetaminofen/oxycodone.

Terapi pembedahan yang diberikan jika dibutuhkan adalah kolesistektomi.


Kolesistektomi laparoskopik adalah standar untuk terapi pembedahan kolesistitis.
Penelitian menunjukkan semakin cepat dilakukan kolesistektomi laparoskopik,
waktu perawatan di rumah sakit semakin berkurang.13
Koleksistektomi berdasarkan waktu pelaksanaan dibagi dalam 2 yaitu dini
dan ditunda.: 14
a. Koleksistektomi dini
Koleksistomi dini merupakan koleksistektomi yang dilakukan dalam
kurun waktu 24 – 72 jam. Indikasi koleksistektomi dini meliputi :

1. Kolesistitis Akut
2. Kolesistitis Emfisema
3. Empiema Kandung Empedu
4. Perforasi Kandung Empedu
5. Riwayat Koledokolitiasis.

12
b. Koleksistektomi ditunda
Koleksistektomi ditunda merupakan koleksistektomi yang dialakukan
setelah 72 jam. Indikasi koleksistektomi ditunda meliputi :

1. Diskinesia Biliaris
2. Kolesistitis Kronik
3. Kolelitiasis Simptomatik.

Jika kemudian ditemukan bahwa kasus kolesistitis ini terkait batu empedu,
tindakan pilihan adalah pembedahan. Pertimbangan utamanya adalah karena batu
empedu yang dibiarkan, bahkan percobaan peluruhan batu, akan semakin
menyumbat saluran empedu dan memperparah peradangan. Umumnya
pembedahan dilakukan dalam 72 jam setelah diagnosis ditegakkan oleh dokter.
Pembedahan segera hanya dilakukan jika sudah ada tanda-tanda pecahnya kandung
empedu (biasanya ditandai nyeri seluruh perut yang sangat hebat). Pilihan tindakan
pembedahan juga berbeda; untuk kasus bedah elektif digunakan teknik
laparoskopik; sedangkan untuk kasus akut digunakan teknik pembedahan terbuka
biasa.14
Sebagian kecil penderita akan merasakan episode nyeri yang baru atau
berulang, yang menyerupai serangan kandung empedu, meskipun sudah tidak
memiliki kandung empedu. Penyebab terjadinya episode ini tidak diketahui, tetapi
mungkin merupakan akibat dari fungsi sfingter Oddi yang abnormal. Sfingter Oddi
adalah lubang yang mengatur pengaliran empedu ke dalam usus halus. Rasa nyeri
ini mungkin terjadi akibat peningkatan tekanan di dalam saluran yang disebabkan
oleh penahanan aliran empedu atau sekresi pankreas.14
Untuk melebarkan sfingter Oddi bisa digunakan endoskopi. Hal ini
biasanya akan mengurangi gejala pada penderita yang memiliki kelainan sfingter,
tetapi tidak akan membantu penderita yang hanya memiliki nyeri tanpa disertai
kelainan pada sfingter.14
J. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan 85% kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang
menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara

13
cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati
atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang
adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien tua (>75th)
mempunyai prognosis jelek di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi
pasca bedah.15

K. Pencegahan

Mengurangi konsumsi lemak tidak lebih dari 10-25% dari kebutuhan energi
total 16

Menghindari makanan daging yang mengandung lemak, gorengan, bersantan,
dan makanan yang menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol, sawi,
lobak ketimun, durian dan nangka.

Konsumsi serat pada buah buahan dan sayuran hijau

Bila hendak menurunkan berat badan, lakukan secara bertahap. Penurunan
berat badan yang dianjurkan adalah sekitar 0,5–1,5 kg setiap minggu.

Menjaga berat badan agar tetap stabil. 17

14

Anda mungkin juga menyukai