Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“SYOK”

DOSEN PEMBIMBING

SITI FATONAH, S. Kp., M. Kes

DISUSUN OLEH :
1. SITI MEGA MARSULI HANDAYANI (1914401012)
2. MUHAMMAD TAUFIQ (1914401025)
3. RESTI INDI SALSABILA (1914401028)

TINGKAT 1 / REGULER 1

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………...............................1

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI……………………………………….......……………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................4
1.3 Tujuan.................................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Syok.......................................................................................................................5
2.2 Jenis- jenis Syok..................................................................................................................5
2.3 Patofisiologi Syok................................................................................................................7
2.4 Manifestasi Klinik Syok.......................................................................................................8
2.5 Mekanisme Terjadinya Syok................................................................................................9
2.6 Diagnosis Syok...................................................................................................................10

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Terapi Syok .......................................................................................................................13
3.2 Pendekatan Umum ............................................................................................................13
3.3 Resusitasi Cairan Untuk Syok Hipovolemik......................................................................13
3.4 Terapi Farmakologi............................................................................................................14

BAB IV PENUTUP
 4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………........21

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal mengatur
peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan (hipovolemik),
Karena kegagalan pompa atau karena perubahan resistensi vaskuler perifer.
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang
bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
Setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen jaringan,
baik karena suplainya berkurang atau kebutuhannya yang meningkat, menimbulkan tanda-
tanda syok. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun
laboratorium yang jelas yang merupakan akibat dari berkurangnya perfusi jaringan. Syok
mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan pemahaman tentang
patofisiologi syok.
Syok bersifat progresif dan terus memburuk. Lingkaran setan dari kemunduran yang
progresif akan mengakibatkan syok jika tidak ditangani sesegera mungkin.
Dalam menanggulangi syok hal yang harus diketahui yaitu kemungkinan penyebab
syok tersebut. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan
mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang
tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi
pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat
disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus
dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan
pertolongan.
Syok juga dapat di akibatkan karena hilangnya cairan dalam jumlah yang banyak.
Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga terjadi
penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen
kejaringan tubuh.

3
1.2   Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat memahami tentang pengertian gangguan kardiovaskuler syok
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jenis syok
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu memahami tentang patofisologi, manifestasi
klinik serta terapi dari syok

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu:
1. Apakah pengertian dari salah satu gangguan kardiovaskular “syok” ?
2. Bagaimanakah cara membedakan jenis syok ?
3. Bagaimanakah patofisiologi serta terapi dari syok ?

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Syok


Syok merupakan kondisi manifestasi perubahan hemodinamik (contoh hipotensi,
takikardia, rendahnya curah jantung [cardiac output, CO] dan oliguria) disebabkan oleh
defisit volume intravaskular, gagal pompa miokardial (syok kardiogenik), atau vasodilatasi
periferal (septik, anafilaktik, atau syok neurogenik). Berdasarkan masalah pada situasi ini
perfusi jaringan tidak cukup sebagai hasil dari kegagalan sirkulatori.
2.2 Jenis Syok
a) Syok Hipovolemik
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok hipovolemik
berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler. Di Indonesia
shock pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock
perdarahan paling jarang, begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan
shock karena translokasi cairan. Adapun penyebabnya adalah :
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan lain-lain

b) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi
ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok
kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai
adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa
nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau
sekat jantung. Adapun penyebabnya adalah :
1. Aritmia
2. Bradikardi / takikardi
3. Gangguan fungsi miokard

5
4. Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
5. Penyakit jantung arteriosklerotik

c) Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Syok ini terjadi karena
penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya di dalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.
Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi
jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena
toksin kuman. Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir
normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan
tekanan nadi yang melebar.
Syok septik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (Pseudomonas
auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-
40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3%
(Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum).

d) Syok Neurogenik
Syok neurogenik adalah syok yang terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah
secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal.
Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf seperti trauma kepala, cidera spinal, atau
anastesi umum yang dalam. Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang
disebabkan karena disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi, misalnya
trauma pada tulang belakang, spinal syok. Adapun penyebabnya antara lain :
 Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
 Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
 Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
 Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
 Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

6
e) Syok Anafilaksis
Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi.
Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri
seringkali menurun dengan hebat. Adapun penyebabnya adalah :
o Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
o Allergen immunotherapy
o Gigitan atau sengatan serangga
o Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID
o Latex
o Vaksin
o Exercise induce
  Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa diketahui
penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test, diduga
karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine.

2.3 Patofisiologi Syok


- Syok merupakan hasil dari kegagalan sistem sirkulatori untuk mengantarkan oksigen
(O2) yang cukup ke jaringan tubuh secara normal atau berkurangnya konsumsi O 2.
Mekanisme umum patofisiologi dari jenis syok yang berbeda-beda hampir sama
kecuali kejadian awalnya.
- Syok hipovalemik dikarakteristik oleh defisiensi volum intravaskular karena
kekurangan eksternal atau redistribusi internal dari air ekstraselular. Syok tipe ini
dapat diperburuk oleh hemorrhage, luka bakar, trauma, operasi, obstruksi intestinal,
dan dehidrasi dari hilangnya cairan, pemberian yang berlebihan dari diuretik loop,
dan diare serta mual yang parah. Hipovalemia relatif terhadap syok hipovalemik dan
terjadi selama vasodilatasinya signifikan. Yang disertai dengan anafilaksis, sepsis,
dan syok neurogenik.
- Penurunan tekanan darah (blood pressure BP) dikompensasikan oleh meningkatnya
aliran keluar simpatetik, aktivasi renin-angiotensin, dan faktor humoral lainnya yang
menstimulasi vasokontriksi periferal. Akibatnya, vasokontriksi mendistribusikan
kembali darah ke kulit, otot skelet, ginjal, dan jalur gastrointestinal (GI) menuju
organ vital (conyoh jantung, otak) dalam halnya menjaga oksigenasi, nutrisi, dan
fungsi organ.

7
2.4 Manifestasi Klinik Syok
- Manifestasi klinik syok memiliki gejala dan tanda yang berbeda-beda. Penderita
dengan syok hipovalemik dapat menyebabkan kehausan, gelisah, kelelahan, sakit
kepa karena lampu, dan pusing. Penderita juga melaporkan urin keluar sedikit dan
berwarna kuning tua.
- Hipotensi, takikardia,takipnea, kebingungan, dan oliguria merupakan gejala umum.
Biasanya juga disertai dengan iskemiamiokardial dan cerebrum, edema pulmonari
(syok kardiogenik), dan gagal organ multisistem.
- Hipotensi yang signifikan (tekanan darah sistolik, SBP, kurang dari 90mmHg)
dengan refleks sinus takikardia (lebih besar dari 120 denyut/menit) dan
meningkatnya laju respiratori (lebih dari 30 tarikan napas/menit) seringkali terdapat
pada penderita hipovalemik. Secara klinik, manifestasinya adalah sentuhan yang
ekstrim dan dingin. Jika terjadi hipoksia koronari, aritmia jantung dapat timbul dan
pada akhirnya akan menyebabkan gagal pompa miokardial yang ireversibel, edema
pulmonari, dan kolapse kardiovaskular.
- Penderita dengan kerusakan miokardial luas, auskultasi dada dapat menyebabkan
bunyi jantung yang konsisten disertai penyakit jantungvalvular atau disfungsi
ventrikular yang signifikan (S3). Roentgenogram dada dapat mendeteksi bagian dari
aneurysm aorta ascending atau kardiomegali.
- Perubahan status mental disertai dengan pengosongan volum dapat berkisar dari
fluktuasi subtle pada mood – agitasi – ke tidak sadaran.
- Respiratori sekunder alkali pada hiperventilasi biasanya diobservasi sekunder
padastimulasi sistem saraf pusat dari pusat ventilatori sebagai akibat dari trauma,
sepsis, atau syok. Auskultasi paru-paru dapat membuat bunyi tajam yang pendek
(edema pulmonari) atau tidak adanya bunyi bernapas (pneumotoraks, hemotoraks).
Roentgenogram dada dapat memastikan lebih awal abnormalitas yang tidak
terdeteksi misalnya pneumonia (infiltrasi pulmonar). Pemaksaan yang diteruskan
pada paru-paru dapat menyebabkan sindrom distres respiratori pada orang dewasa
(adult respiratory distress syndrome, ARDS).
- Ginjal sangat sensitif pada perubahan tekanan perfusi. Perubahan menengah dapat
membuat perubahan laju filtrasi glomerolus (GFR) yang signifikan. Oliguria,
perkembangan anuria, terjadi karena vasokontriksi dari arteriol aferen.

8
- Kulit biasanya dingin, pucat, atau sianotik (kebiruan) karena hipoksemia.
Berkeringat menyebabkan perasaan lembab dan basah. Jari-jari mengalami
penurunan suplai darah kapiler.
- Redistribusi dari aliran darah keluar dari jalur GI dapat mengakibatkan gastritis tes,
iskemia gut, dan pada beberapa kasus infark, akibatnya adalah pendarahan GI.
- Pengurangan aliran darah hepatik terutama pada berbagai bentuk vasodilatori syok
dapat merubah metabolisme komponen endogen dan obat. Kerusakan progresif hati
(syok liver) manifes sebagai peningkatan transaminase hepatik serum dan bilirubin
tidak terkonjugasi. Kekuranag sintesa faktor pembekuan dapat meningkatkan waktu
protrombin (protrombin time, PT), rasio normalisasi internasional (INR), dan waktu
tromboplastin teraktivasi sebagian (aPTT, activated partial thromboplastin time).

2.5 Mekanisme Terjadinya Syok


Ada 3 tahap dalam mekanisme terjadinya syok, yaitu:
1. Tahap  nonprogresif
Mekanisme neurohormonal membantu mempertahankan curah jantung dan tekanan
darah. Meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi poros rennin-
angiotensin, pelepasan hormonan antidiuretik dan perangsangan simpatis umum. Efek
akhirnya adalah takikardi, vasokontriksi perifer dan pemeliharaan cairan ginjal.
Pembuluh darah jantung dan otak kurang sensitive terhadap respon simpatis tersebut
sehingga akan mempertahankan diameter pembuluh darah, aliran darah dan
pengiriman oksigen yang relative normal ke setiap organ vitalnya.
2. Tahap progresif
Jika penyebab syok yang mendasar tidak diperbaiki, syok secara tidak terduga akan
berlanjut ke tahap progresif. Pada keadaan kekurangan oksigen yang menetap,
respirasi aerobic intrasel digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai dengan produksi
asam laktat yang berlebihan. Asidosis laktat metabolic yang diakibatkannnya
menurunkan pH jaringan dan menumpulkan respon vasomotor, arteriol berdilatasi dan
darah mulai mengumpul dalam mikrosirulasi. Pegumpulan perifer tersebut tidak
hanya akan memperburuk curah jantung, tetapi sel endotel juga berisiko mengalami
cedera anoksia yang selanjutnya disertai DIC.  Dengan hipoksia jaringan yang
meluas, organ vital akan terserang dan mulai mengalami kegagalan. Secara klinis
penderita mengalami kebingungan dan pengeluaran urine menurun.

9
3. Tahap irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap irreversible.
Jejas sel yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim lisososm, yang semakin
memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang
sebagiannya disebabkan oleh sintesis nitrit oksida. Pada tahap ini, klien mempunyai
ginjal yang sama sekali tidak berfungsi akibat nekrosis tubular akut dan meskipun
dilakukan upaya yang hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi hamper secara pasti
menimbulkan kematian.

2.6 Diagnosis Syok


- Informasi yang berasal dari pengawasan infasif dan non-infasif (tabel 1) dan evaluasi
riwayat rekam medis, manifestasi klinik, dan penelitian laboratorium merupakan
komponen kunci pada diagnosis sebagai mekanisme umum yang bertanggung jawab
terhadap syok. Pada etiologi, penelitian yang konsisten ditemukan diantaranya adalah
hipotensi (SBP kurang dari 90 mmHg), indeks jantung menurun (CI kurang dari 2,2
mL/menit/m2), takikardia (denyut jantung, [heart rate, HR] lebih besar dari 100
denyut/menit), dan urin yang dikeluarkan sedikit (kurang dari 20 mL/jam).
- Evaluasi BP dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop menjadi tidak
akurat pada saat syok.
- Karakterisasi arteri pulmonari dengan menggunakan kateter Swan-Ganz sering dipakai
untuk pengawasan infasif untuk parameter muti kardiovaskular. Kateter Swan-Ganz ini
juga dapat digunakan untuk mendeterminasi tekanan vena pusat (central venous
prsessure, CVP); tekanan arteri pulmonari; curah jantung; dan tekananoklusif arteri
pulmonari (pulmonary artery occlusive pressure, PAOP), memperkirakan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri dan determinasi utama preload ventrikel kiri.
- Curah jantung (2,5 sampai 3 L/menit) dan Svo2 (70% hingga 75%) dapat menjadi
sangat rendah pada penderita kerusakan miokardial yang cukup parah.
- Respirasi alkalosis disertai dengan tekanan darah O 2 (PaO2) (25 hingga 35 mmHg) dan
pH alkali tetapi bikarbonatnya normal. Dua nilai yang diukur pertama adalah gas darah
arteri yang menghasilkan tekanan dari karbon dioksida (PaCO2) dan SaO2. SaO2 yang
bersirkulasi juga dapat diukur dengan menggunakan oximeter, metode noinfasif yang
cukup akurat dan berguna di sisi tempat tidur penderita.

10
- Fungsi ginjal dapat diestimasi secara keseluruhan dengan pengukuran keluarnya urin
per jam tetapi estimasi bersihan kreatinin serum yang terisolasi secara analitik penderita
yang sakitakan memberikan hasil eror. Penurunan perfusi renal dan pelepasan
aldosteron sebagai akibat dari retensi natrium dan kemudian rendahnya natrium urin
(UNa kurang dari 30 mEq/L).

Tabel 14.1. Parameter Pengawasan Hemodinamik dan Transport Oksigen


Parameter Nilai Normal
Tekanan darah sistol/diastol (Blood Pressure, BP) 100-130/70-85 mmHg
Rata-rata tekanan arteri (Mean Arterial Pressure, 80-100 mmHg
MAP)
Tekanan arteri pulmonal (Pulmonary Artery 25/20 mmHg
Pressure, PAP)
Rata-rata tekanan arteri pulmonal (Mean 12-15 mmHg
Pulmonary Artery Pressure, MPAP)
Tekanan vena sentral (Central Venous Pressure, 2-6 mmHg
CVP)
Tekanan oklusi arteri pulmonal (Pulmonary 8-12 mmHg (normal), 15-18 mmHg
Artery Occlusion Pressure, PAOP) (ICU)
Detak jantung (Heart Rate, HR) 60-80 detak/menit
Curah jantung (Cardiac Output, CO) 4-7 L/menit)
Indeks Jantung (cardiac Input, CI) 2,8-3,6 L/menit/m2
Indeks Stroke Volume (Stroke Volume Index, 30-50-mL/m2
SVI)
Indeks resistensi vaskular sistemik (Systemic 1300-2100 dyne.detik/ m2cm5
Vascular Resistance Index, SVRI)
Indeks resistensi vaskular pulmonal (Pulmonary 45-225 dyne.detik/ m2cm5
Vascular Resistance Index, PVRI)
Saturasi oksigen arteri (Arterial Oxygen 97 % (95%-100%)
Saturation, SaO2)
Saturasi oksigen vena campuran (Mixed Venous 75% (60%-80%)
Oxygen Saturation, SvO2)
Kandungan oksigen arteri (Arterial Oxygen 20,1% vol. (19-21)
Content, CaO2)
Kandungan oksigen vena (Venous Oxygen 15,5% vol (11,5-16,5)
Content, CvO2)
Perbedaan kandungan oksigen (Oxygen Content 5% vol. (4-6)
Difference, C(a-v)O2)
Indeks penggunaan oksigen (Oxygen 131 mL/menit/m2 (100-180)
Consumption Index, VO2)
Indeks penyakuran oksigen (oxygen Consumption 578 mL/menit/m2 (370-730)
Index,DO2)
Rasio ekstraksi oksigen (Oxygen Extraction Ratio, 25% (22%-30%)
O2ER)
pH intermukosa (intramucosal pH, pHi) 7,40 (7,35-7,45)
Indeks Parameter yang diindeks dari luas
permukaan tubuh

11
- Pada individu normal, konsumsi oksigen (Vo2) bergantung pada penghantaran oksigen
(DO2) hingga pada tahap kritis tertentu (ketergantungan aliran (V O2 ). Pada bagian ini
penerimaan oksigen di jaringan terpisah dengan baik dan lebih jauhnya peningkatan
DO2 tidak akan merubah VO2 (ketidaktergantungan aliran). Bagaimanapun, uji pada
penderita yang sakit akan menunjukkan kelanjutan, patologi ketergantungan hubungan
DO2 dan VO2. Indeks parameter ini dikalkulasikan sebagai berikut: DO2 =
- CI x CaO2 dan VO2 = CI x (CaO2 – CVO2), dimana CI adalah indeks jantung, CaO2 adalah
kandungan oksigen, dan CVO2 gabungan oksigen di vena. Saat ini data yang ada tidak
mendukung konsep bahwa bertahannya penderita dirubah oleh penanganan yang
langsung mendapatkan level supranormal dari DO2 dan VO2.
- Rasio VO2 terhadap DO2 (rasio ekstraksi oksigen, O2ER) dapat digunakan untuk
mengestimasi kebutuhan perfusi dan respon metabolik. Penderita yang dapat
meningkatkan VO2 saat DO2 diturunkan dapat dikatakan penderita tersebut mampu
bertahan. Tetapi, rendahnya nilai VO2 dan O2ER menyatakan rendahnya penggunaan
oksigen dan mengarah ke mortalitas.
- Laktat serum dapat digunakan sebagai pengukuran lain untuk oksigenasi jaringan dan
dapat menunjukkan korelasi yang baik daripada parameter oksigen transport pada
beberapa penderita.
- Tonometry gastrik mengukur PCO2 usus luminal pada kesetimbangan dengan mengatur
suatu balon permeabel yang berisi gas saline pada lumen gastrik. Peningkatan P CO2 di
mukosal dan penurunan pH intramukosal (pHi) disertai dengan hipoperfusi mukosal
dan mungkin dapat meningkatkan mortalitas. Tetapi manifestasi gangguan respiratori
asam-basa, pemberian bikarbonat secara sistemik, pengukuran eror pada gas di daerah
arteri, masuknya cairan konsumsi, dan darah atau feces di usus dapat membingungkan
determinasi pHi. Kebanyakan para ahli percaya bahwa PCO2 mukosal gastrik lebih
akurat dibandingkan pHi.

12
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Terapi Syok

Tujuan utamanya adalah membantu penghantaran oksigen melalui sistem sirkulasi


dengan memastikan volum plasma intravaskular efektif, kapasitas pembawa oksigen yang
optimal, BP yang sesuai saat keputusan diagnostik dan strategi terapi dideterminasi.

3.2 Pendekatan Umum

 Gambar 1 menunjukkan prosedur pendekatan langsung pada penderita orang dewasa


dengan hipovolemia.
 Suplementasi oksigen sebaiknya diutamakan pada gejala awal syok mulai dari 4
sampai 6 L/menit melalui kanula hidung atau 6 sampai 10 L/menit melalui masker
wajah.
 Cairan yang cukup untuk pemulihan diberiakan untuk menjaga sirkulasi volum darah
sangat penting untuk menangangi segala bentuk syok. Pilihan terapetik yang berbeda
didiskusikan di bawah ini.
 Jika pemberian cairan tidak mendapatkan hasil akhir yang baik maka dukungan
farmakologi dengan inotropik dan obat vasoaktif sangat aktif.

3.3 Resusitasi Cairan Untuk Syok Hipovolemik

 Cairan pemulih utama mengandung kristaloid isotonic (0,9% natrium klorida atau
cairan Ringer laktat), koloid (5% plasmanat atau albumin, 6% hetastarch), atau
darah keseluruhan. Pilihan larutan ini berdasarkan pada kapasitas pembawa oksigen
(contoh, hemoglobin, hematokrit), penyebab syok hipovolemik, penyakit suplemen,
tingkatan kehilangan cairan tubuh, dan mendapatkan penghantaran cairan dengan cepat.
Kebanyakan para ahli setuju bahwa kristaloid lebih baik dari koloid sebagai terapi
utama untuk penderita luka bakar karena kurangnya kemungkinan yang menyebabkan
akumulasi cairan interstsial. Jika volum resusitasi suboptimal disertai dengan beberapa
liter kristaloid, penggunaan koloid juga dipertimbangkan. Beberapa Penderita dapat

13
menerima produk darah untuk menjaga kapasitas penghantaran oksigen sebagai faktor
pembekuan darah dan platelet untuk hemostasis darah.

3.4 Terapi Farmakologi

Obat-obatan inotropik dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan memiliki


berbagai macam efek pada resisten vaskular perifer. Obat-obatan inotropik antara lain adalah
vasokonstriktor (misalnya, epinefrin, norepinefrin), vasodilator (misalnya, dobutamine,
milrinon). Indikasi penggunaan obat-obatan ini adalah apabila pasien memerlukan perbaikan
fungsi kontraksi atau pada pasien dengan syok yang tidak terkompensasi yang tidak respon
hanya dengan terapi cairan.

1. Dopamin
Dopamin sering digunakan pada pasien dengan syok septik, baik hanya dopamin saja
maupun dikombinasi dengan obat inotropik lainnya. Dopamin berguna dalam fungsi
vasodilatornya untuk perfusi end-organ seperti pembuluh darah di ginjal maupun di intestinal
dengan dosis rendahnya (2-5 mcg/kg/min IV). Pada dosis intermediet (5-10 mcg/kg/min IV)
obat ini dapat meningkatkan kontraktilitas miokard bersama dengan efek obat agonis-beta1.
Pada dosis tinggi (10-20 mcg/kg/min IV), obat ini dapat meningkatkan vasokonstriksi perifer
dan meningkatkan tekanan darah sentral.

2. Epinefrin
Epinefrin menstimulasi kedua reseptor alfa dan beta, sehingga dapat meningkatkan
kontraktilitas miokard dan meningkatkan vasokonstriksi perifer. Dosis pemberian biasanya
diawali dengan 0.1 mcg/kg/min IV. Pada kasus berat, pasien dapat menerima 2-3 mcg/kg/min
IV atau lebih.

3. Dobutamin
Dobutamin merupakan agen inotropik murni, dengan efek beta-1 agonis yang dapat
meningkatkan kontraktilitas jantung. Obat ini juga dapat memberikan efek beta-2 ringan,
yaitu vasodilatasi perifer yang akan mengurangi tahanan vaskuler sistemik dan afteload, juga
dapat meningkatkan perfusi jaringan. Karena itu, dobutamin merupakan obat yang cukup
baik bagi pasien dengan syok kardiogenik dengan tujuan untuk meningkatkan kontraktilitas
otot jantung. Dobutamin jarang menyebabkan disritmia ventrikular dibandingkan dengan

14
epinefrin. Dosis pemberian awal adalah 5 mcg/kg/menit IV dan dapat ditingkatkan perlahan-
lahan hingga 20 mcg/kg.menit IV.

4. Norepinefrin
Norepinefrin merupakan agonis alfa yang dapat memberikan efek vasokonstriksi perifer
dan meningkatkan tahanan vaskular perifer. Efek utamanya adalah sebagai pressor agent
untuk meningkatkan tekanan darah di sekitar muka pada keadaan syok setelah diberikan
terapi cairan.

Beberapa ahli menyarankan untuk mengkombinasi norepinefrin dengan dobutamin untuk


mendapatkan efek vasokonstriksi melalui reseptor alfa dan mendapatkan efek peningkatan
kontraktilitas otot jantung. Penggunaan norepinefrin diawali dengan dosis 0.1 mcg/kg/menit
IV.

Table 3. Vasoactive Drugs in Sepsis and Usual Hemodynamic Responses

Drug Dose Cardiac Blood Systemic Vascular

Output Pressure Resistance

Dopamine 2.5-20 + + +

mcg/kg/min

Norepinephrine 0.05-2 + ++ ++

mcg/kg/min

Epinephrine 0.05-2 ++ ++ +

mcg/kg/min

Phenylephrine 2-10 - ++ ++

mcg/kg/min

Dobutamine 2.5-10 + +/- -

mcg/kg/min

5. Glukosa

15
Bayi dan anak-anak memiliki simpanan glikogen yang terbatas yang dapat cepat
berkurang pada keadaan syok sehingga terjadi hipoglikemia. Karena glukosa merupakan
substrat yang penting, maka harus segera dilakukan pemeriksaan kadar glukosa pada pasien
syok. Apabila didapatkan kadar gula yang rendah maka berikan dextrosa IV. Dosis
pemberian dextrose adalah 0.5-1 gr/kg IV. Dextrosa sangat baik diberikan secara IV.

6. Sodium Bikarbonat
bikarbonat dalam penatalaksanaan syok masih kontroversial. Dalam keadaan syok,
terjadi asidosis yang akan mengganggu kontraktilitas miokardium dan fungsi optimal dari
katekolamin. Namun, pemberian bikarbonat akan memperburuk keadaan asidosis intraselular
karena sodum bikarbonat hanya mengkoreksi asidosis serum. Hal ini disebabkan karena ion
bikarbonat tidak dapat melewati membran sel semipermiabel. Sehingga, asidosis dalam
serum ditambah dengan bikarbonat akan menyebabkan produksi karbondioksida dan air,
seperti yang terdapat pada persamaan Henderson-Hasselbach. Apabila karbondioksida yang
meningkat tidak dikeluarkan melalui ventilasi, maka karbondioksida ini akan masuk ke dalam
sel dan terjadi reaksi Henderson-Hasselbach namun dalam arah yang sebaliknya dan
meningkatkan asidosis intraselular. Asidosis intraselular ini akan menyebabkan penurunan
kontraktilitas otot jantung (Cingolan, 1985; Pannier,1968). Selain itu, pemberian bikarbonat
akan menyebabkan hipernatremia dan hiperosmolalitas. Oleh karena itu, asidosis yang terjadi
pada keadaan syok dapt dikoreksi dengan meningkatkan perfusi dengan pemberian cairan
tambahan dan penggunaan obat-obatan kardiotropik dibarengi dengan ventilasi yang optimal.
Pada pasien dengan syok persisten dengan kehilangan bicarbonat yang terus menerus
(misalnya pada diare), pemberian bikarbonat secara hati-hati dapat diindikasikan.

Pemberian bikarbonat dapat dihitung sebagai berikut :

HCO3- (mEq) = Defisit basa x berat badan pasien (kg) x 0,3

Jumlah pemberian awal merupakan setengah dari hasil hitungan di atas dan dapat
diulangi sambil memantau perkembangan pasien. Atau, bikarbonat dapat juga diberikan 0.5-1
mEq/kg/dosis IV selama 1-2 menit. Penelitian pada pasien dengan cardiovascular arrest,
gagal untuk menunjukkan perbaikan setelah diberikan terapi bikarbonat.

7. Kalsium
Kalsium merupakan mediator coupling reaksi eksitasi-kontraksi dalam sel, termasuk
sel jantung. Syok dapat menyebabkan perubahan dalam kadar ion kalsium serum. Pemberian

16
produk darah (yang mengandung sitrat) dapat mengikat kalsium bebas, sehingga dapat
menyebabkan penurunan kadar kalsium. Karena itu, pemberian kalsium berguna pada pasien
syok dengan hipkalsemia. Pemberian kalsium juga diindikasikan untuk pasien syok yang
disebabkan oleh aritmia akibat hiperkalemia, hipermagnesemia, atau toksisitas calcium
channel bloker. Kalsium dapat diberikan dalam bentuk kalsium glukonat atau kalsium
klorida. Kalsium klorida merupakan obat terpilih pada kasus syok, karena kalsium klorida
memiliki efek yang dapat lebih meninggikan dan mempertahankan kadar kalsium dalam
darah. Dosis yang direkomendasikan adalah 10-20mg/kg (0,1- 0,2 ml/kg kalsium klorida
10%) IV, dimasukan bersama cairan ifus dengan kecepatan tetesan tidak lebih dari
100mg/menit IV.

A Apakah diperkirakan perfusi pada jaringan tidak memadai?

Ya Tidak

20 ml/kg LR (atau infus secepat mungkin jika tekanan tidak terukur Pemantauan secara kontinyu dan periodik

Perfusi pada jaringan tidak memadai

Ya Tidak

Kemungkinan GJ dekompensasi Pemantauan secara kontinyu dan periodik

Ya Tidak

Tekanan darah sistolik < 90 Pasien > 70 th atau mengalami akumulasi cairan intestisial

Ya Tidak
Ya Tidak
in 5 µg/kg/min + pertimbangan
Dobutamin
untuk kateter
2 µg/kg/min
arteri pulmonal
+ pertimbangan untuk kateter arteri pulmonal

Berat20 ml/kg
< 60 kg LR (atau infus cepat secara kontinyu sampai
Ya Tidak

Dipertimbangkan 250 ml albumin 5%


Dipertimbangkan
+ kateter arteri500
pulmonal
ml albumin 5% + kateter arteri pulmonal
Perfusi jaringan tidak memadai dengan komp

Ya
Tidak

17
Dopamin 5 µg/kg/minPemantauan kontinyu
+ pertimbangan untuk&kateter
periodic + infus
arteri jika dibutuhkan untuk mem
pulmonal
B
Perfusi jaringan secara kontinyu tidak memadai tetapi toleransi dalam pemberian caian (contoh: tidak ada bukti udem paru-paru

Ya Tidak

alam pemberian cairan. Norepinefrin 0,1 mcg/kg/menit jika TDS < 70; dopamin 2 mcg/kg/menit (jika sudah
Pasien dalam pengobatan
menerima dobutamin dobutamin, naikkan do

Ya Tidak

Naikkan dosis 5 mcg/kg/menit pada interval 10 menit sampai 20 mcg/kg/menit, toksisitas atau efikasi
Dobutamin 2 mcg/kg/menit (jika dalam penanganan dopamin, coba turunkan dosi

Perfusi tidak memadai


Jika TDS < 70 + norepinefrin (atau naikkan dopamin)

Ya Tidak

tau jika TDS ≥ 70, naikkan dosis dopamin atau dobutaminLanjutkan


dengan interval
assesmen
10 menit
periodik
sampai 20 mcg/kg/menit,Perfusi
toksisitas
tidakatau efikasi
memadai

Ya Tidak

Lanjutkan assesmen periodik


Naikkan dobutamin 3-5 mcg/kg/menit dengan interval 10 menit sampai 20 mcg/kg/menit, toksisitas atau efikasi

Gambar 14.1 Protokol Hipovolemia Pada Dewasa

Protokol ini tidak ditujukan untuk mengganti terapi seperti intervensi bedah atau
produk darah untuk meningkatkan kapasitas pengikat oksigen atau hemostatis. Jika
memungkinkan, beberapa pengukuran dapat digunakan sebagai tambahan algoritma tersebut,
seperti mean tekanan arteri atau pencatat arteri pulmonal. Selanjutnya boleh digunakan untuk
menilai pemilihan obat (contohnya obat dengan efek presor primer cocok untuk pasien
dengan kardiak output suboptimal). Dosis maksimal yang rendah dari obat dalam lagoritma
ini seharusnya dipertimbangkan juga jika katerisasi arteri pulmonal tidak dapat dilakukan.

18
HF, gagal jantung; LR, larutan Ringer Laktat. Koloid dapat diganti untuk albumin adalah
hetastrach 6% dan dekstran 40.

19
BAB IV

KESIMPULAN

1. Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik
yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi
jaringan.
2. Ada 5 jenis syok :
 Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
 Syok hipovolemik (akibat kehilangan cairan/darah)
 Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
 Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
 Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
3. Terapi Syok dapat dilakukan yaitu :
 Dengan Resusitasi Cairan
misalnya dengan kristaloid isotonic (0,9% natrium klorida atau cairan Ringer
laktat), koloid (5% plasmanat atau albumin, 6% hetastarch)
 Dengan Pemberian Obat Inotropik atau Vasopresor Aktif
misalnya dopamin, dobutamin, epinefrin, norepinefrin, dan fenilefrin

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Hayes, Peter C., Mackay, Thomas W., alih bahasa, Devy H. Ronardy, 1997,
“Buku Saku Diagnosis dan Terapi”, Jakarta : EGC
2. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam
buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive
Clinical Application.  USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 –499.
3. Robbins, dkk. (2007).”Buku ajar patologi” Vol.1, 7th edition. Hal.111

21

Anda mungkin juga menyukai