Tugas B.indonesia
Tugas B.indonesia
Saat penduduk desa Kebanga bertambah dari waktu ke waktu, lahan pertanian
yang tersedia juga semakin sedikit. Hal ini berakibat pada sering terjadinya
wabah kelaparan di desa tersebut. Setiap terjadi wabah kelaparan, pasti ada
warga desa Kebanga yang pergi ke daerah lain untuk bekerja sebagai orang
upahan. Ada pula yang terpaksa pergi bertualang jauh ke dalam hutan mencari
rotan dan damar untuk dijual di Mamasa. Semua ini dilakukan untuk dapat
memperoleh bahan makanan yang sulit didapatkan.
Waktu kerja rodi pada saat itu biasannya berbulan-bulan. Dikarenakan tidak
adanya makanan untuk dijadikan bekal, banyak penduduk desa Kebanga yang
tidak pergi mengikuti kerja rodi. Yang pergi hanya sedikit orang. Mereka hanya
berbekal ubi, ketela, dan beras jagung, itupun sedikit jumlahnya. Akibatnya
pekerjaan mereka tidak terselesaikan karena sedikitnya jumlah tenaga kerja,
serta bekal yang cepat habis. Warga desa Kebanga sering cepat pulang ke
kampungnya karena hal itu, meninggalkan pekerjaan yang tidak selesai begitu
saja. Hal tersebut membuat pekerjaan yang ditetapkan untuk distrik Aralle tidak
selesai tepat waktu.
Kejadian seperti itu telah terjadi beberapa kali. Pemerintah tidak puas dengan
hasil kerja warga, khususnya di distrik Aralle. Akibatnya Pahengngek
(Indokadanenek) selaku pimpinan distrik Aralle berulang kali mendapat teguran
dari pemerintah Belanda. Meski demikian, tetap saja hal tersebut masih terjadi.
Pekerjaan warga desa Kebanga tidak terselesaikan dan mereka selau pulang
lebih awal dari waktu seharusnya.
Masalah ini akhirnya sampai ke telinga kepala HBA (Hulp Beetur Amstetnaf)
yang berkedudukan di Mambi yakni Tuan Lassa Mantik. Ia lalu berinisiatif
menemui Pahengngek (Indokadanenek) di kediamannya. Dengan menunggang
seekor kuda yang gagah, ia datang ke Aralle. Tiba di rumah Pahengngek, ia
mengikat kudanya ke sebuah pohon di depan rumah. Lalu ia masuk. Pahengngek
menyambutnya di depan pintu, sedikit takut. "Aka inde mutungka sule, Tuam?"
Pahengngek bertanya. "Deem inde la kukutanaingko, Pahengnhek" jawab Tuan
Lassa Mantik. "Makak susi, iya talao tama banua muokkok". Pahengngek
mempersilakan tamunya masuk. Mereka duduk di ruang depan.
Tuan Lassa Mantik memasuki sebuah bangunan yang besar dan tinggi berwarna
cokelat kayu. Di depan pintu, seorang penjaga menemuinya dan menanyakan
apa kepentingannya. Ia mengatakan hendak menemui Gubernur Jenderal untuk
menyampaikan satu dua hal penting. Si penjaga memintanya untuk menunggu
sejenak kemudian masuk ke dalam. Tak lama kemudian ia keluar lagi lalu
memberi isyarat pada Tuan Lassa Mantik untuk segera masuk. Penjaga itu
memandunya melewati koridor-koridor yang panjang sampai akhirnya tiba di
depan sebuah pintu berwarna hitam. Si penjaga mengetuk pintunya. Terdengar
suara berat seseorang dari dalam ruangan, mempersilakan masuk.
Di salah satu kursi, di belakng jendela, duduk seorang lelaki paruh baya dengan
rambut merah yang tampak licin dan kumis tipis yang tercukur rapi.
Penampilannya khas militer dan tampaknya orang ini tinggi. Sikapnya yang
dingin tampak dari sepasang mata kelabunya yang menatap dengan tajam
kepada tamu yang baru saja masuk. Ia mempersilakan Tuan Lassa Mantik duduk
di kursi di hadapannya.
Sersan Pongok terpesona melihat keadaan tempat itu. Wilayahnya luas, lapang,
dan menurut pengamatannya, tanah di situ subur. Cocok dijadikan tempat
bermukim. "Hasil panen pasti akan melimpah di tempat ini", pikir Sersan
Pongok. Sayang sekali bila tempat ini tidak diolah dan dibiarkan begitu saja.
Tempat ini harus dibuka.
Setelah beristirahat cukup lama, mereka memutuskan untuk meneruskan
perjalanan ke kediaman Pahengngek di Aralle. Saat tiba, mereka langsung
memasuki halaman rumah Pahengngek. Sebuah rumah panggung besar dan
panjang dengan dinding depan yang penuh ukiran. Pahengngek yang mendengar
kedatangan rombongan itu langsung menyambut mereka di depan pintu dan
mempersilakan masuk. Sersan Pongok memasuki rumah itu, sedang pasukannya
menunggu di luar.
Jawaban yang diberikan Pahengngek masuk akal bagi Pongok. Raut mukanya
yang tadinya menegang menjadi santai kembali. Suaranya pun merendah.
"Mapiantia Pahengngek ke susi'i, angga hia aka balek padioi mai hupataummu",
katanya. Pahengngek cuma mengangguk mengiyakan. Setelah pembicaraan
mereka selesai, Sersan Pongok bersama pasukannya meneruskan perjalanan
mereka. Rombongan itu menuju Mambi untuk melaporkan perjalanan mereka
kepada Tuan Lassa Mantik, terlebih keputusannya bersama Pahengngek Ahalle
tentang pemindahan masyarakat Kebanga ke Kanam Tokata (wilayah
Salutambun).
Dalam musyawarah ini, yang menjadi pokok bahasan adalah pemindahan orang
Kebanga ke Salutambun. Pahengngek dengan lugas dan tidak bertele-tele
menjelaskan kepada semua yang hadir alasan pemindahan itu, keputusannya
dengan pemerintah pusat, dan hal lainnya dengan sejelas-jelasnya. Tuan Lassa
Mantik juga menambahkan beberapa hal yang perlu. Ketika penjelasan selesai,
terdengar gumanan para peserta rapat di sana sini.
Hal ini membuat Pahengngek dan Tuan Lassa Mantik marah. Dengan nada
mengancam, Tuan Lassa Mantik berkata, "Makak la mutäkä ak lekbak lako
Salutambum, la inde liukoak Kebanga memase-mase, annala tontä liusiam to'o
tala umbela ak umponnoi kapahalluam kapahentaam, tontäntia dibabakoak
längam Mamasa ditahungkum annam bulanna".
Mendengar itu tobahak Madak dan kapala Tamemak segera menjawab, "Ä, tuam
Talemaka manditia untäkai lao, aka lalaohakato kamik". Tobahak Madak atau
Madaum adalah seorang Tomatua Tondäk sedangkan Tamemak adalah seorang
kepala kampung. Mereka mengatakan demikian karena takut terhadap ancaman
Pahengngek dan Tuan Lassa Mantik. Tidak seorang pun yang akan mau
dipenjara di Mamasa apalagi waktunya enam bulan.
Amarah Pahengngek dan Tuan Lassa Mantik reda mendengar jawaban tersebut.
Mereka dapat menguasai diri kembali. Setelah terdiam beberapa saat,
Pahengngek berkata, "Makak ke susi'i tobahak solakoak kapala, ia ladiua hitia
isanga, kedenni tau natäkä lekbak lako Salutambum, ladibaba längäm Mamasa
ditahungkum annam bulanna". Pahengngek melanjutkan, "Dadi temo
pakpasulengkoak'i anna umpasahhak iak lekbak lako Salutambum, aka indana
mepandasai'i to makpahenta ke täk liukoak lako".
Warga Kebanga setuju akan hal itu. Mereka akhirnya mau pindah ke wilayah
Salutambun, menuruti nasihat pemimpin mereka.
-4-
(4) "Täk koak to'o laumbabaliu kedomu iaja mai Kebanga angga lao mosaho,
sampo launtanangkoak to'o ulummu mengkähä illalam Salutambun. Anna
budapi sengak-sengakna tobahak solakoak kapala, lasitonokna diona litäk.
(2) "Täk koak to'o laumpadadi paksekla-sekla lako padammu hupatau. Aka deem
tau makbulu mänek, deem tau makbulu babi, anna deem tau makbulu tedom.
Laumpapada timbannak to'o umpakkasalleiina änggänna sahaam napalako
padammu hupatau, aka manggauam mänek tau anuk lasihatanna manggauam
mänek, manggauam babi anuk lasihatanna manggauam babi, anna manggauam
tedom anuk lasihatanna manggauam tedom. Susi siam to dukak muoloi
paktomateam. Dibabak mänek tau anuk la sihatam dibabak mänek, dibabak babi
tau anuk la sihatam dibabak babi, anna dibabak tedom lako tau anuk la
sihatamna dibabak tedom".
(5) "Laumbelaak to'o mak mänek bihä illalam botto litäkna Salutambun, täk koak
to'o lamaktanduk kalando makpalasa mahosom, lasanda panuhuk koak to'o lako
änggänna pangätohanna peadakam, pangätokanna kapahentaam, anna
pangätokanna tomatua lembä".
(7) "Makak to'o dengkoak lasisala dan ditulak lasikalla solamu, täk la umpaalaiak
bengi. Ke sikalla mebengngik koak sikapiai siangkoak kahubem, kesikalla
kahubengkoak sikapiai siangkoak mebengngik. Anna budapi sengak-sengakna
tobahak solakoak kapala lasitonokna hupatau".
(1) "Latubo meadak koak to'o illalam mutadongkonni Salutambun. Saluan adak
ak to'o handam la mupaiaboam illalam salukatuboammuak mane sengak-
sengaknai".
(2) "Aka aka dua saluan adak umbaba ak illammai Kebanga, ialiunto'o lamubaba
tama Salutambun".
(3) "Lasipak kasallei koak to'o illalam änggänna gauam peadakam umpalako ak'i
situhuk alukmuak".
Kapala Tamemak lalu mendirikan rumah di Kanam Tokata juga tobahak Madak
mendirikan rumah di Tanete. Rekan-rekan mereka mengikuti kemudian.
Keduanya tidak melupakan pesan Pahengngek untuk menyampaikan juga
nasihat yang telah mereka terima kepada teman-teman mereka. Mereka
langsung menyampaikannya begitu tiba di Salutambun setelah pulang dari
Aralle pada hari itu.
-5-
Mereka mulai menanam tanaman pangan seperti ubi, jagung ,talas, labu, dan
lain sebagainya. Mereka merawatnya dengan baik dan menjaganya dari binatang
pengganggu. Saat akhirnya masa panen tiba, mereka senang sekaligus kagum
dengan hasil kerja mereka. Hasil panen kala itu benar-benar melimpah ruah.
Kedelapan rumah tangga itu kaya akan bahan makanan. Mereka tidak takut
akan kelaparan lagi seperti ketika di kampung halamannya. Mereka terharu
karena ini pertama kalinya setelah sekian lama mereka memperoleh hasil panen
melimpah lagi.
"Lamakpasule häk kao sule lako Kebanga tobahak, aka kusanga to kao pakde
sikdasia puäna inde Salutambun", kata Tamemak kepada tobahak Madak. "Iko
mammo kapala, ke iam lamapia annala umpomasannam musikdim. Anggannia
aka iko hiko mutalingai'i pepasanganna battu diua pepaondoanna
Indokadanenek kela umpellei'i tau sule Salutambun, iala umbase-baseiko to'o
bittikmu iolo mane laoko, anna anggam to'o la mupak tinallo-nallo makpasule
sulle-sulle lupukmu situhuk hesomu tama attasak-tasakmu", jawab tobahak
Madak. "Susitia polek tobahak, täkmäk tia la mupamaiam aka kuissam asammi
tia".
Siang itu juga, kapala Tamemak berkemas kembali ke Kebanga. Tak lama setelah
Tamemak pergi, tobahak Madak bangkit dan pergi ke Aralle bersama Lapung
untuk menemui Pahengngek (Indokadanenek). Sesampainya di sana, mereka
masuk ke rumah Pahengngek dan berbincang dengannya. "Akala kipogauk
Indokadanenek aka dendakam sule mugahu illalam Salutambun", kata tobahak
Madak memulai. Pahengngek bertanya balik, "Tette kedede, menna hia itim ?".
"To Saludengem, Indokadanenek", jawab tobahak Madak. "Pakpasulengkoak
tobahak, pamatännänniak penabammu, appako hupataummu akala tamantia tau
dihambai lao itim to Saludengem", kata Pahengngek dengan tegas, menandakan
bahwa dia bersungguh-sungguh. Mendengar hal itu, tobahak Madak merasa lega.
Ia beserta Lapung kembali ke Salutambun lalu menyampaikan pesan
Pahengngek kepada semua warga Salutambun. Seperti tobahak Madak, mereka
pun lega mendengar pesan tersebut.
Kira-kira pada awal bulan Desember tahun 1927, tobahak Madak serta kapala
Tamemak pergi ke Aralle, ke kediaman Pahengngek (Indokadanenek) dengan
diikuti Lapung dan Tadilantum. Sampai disana, seperti biasa mereka
dipersilakan masuk oleh Pahengngek sendiri, lalu duduk di ruangan depan.
Mereka mulai berbincang-bincang.
"Aka inde untungkaak sule tobahak solakoak kapala", tanya Pahengngek. "Ia tia
inde kitungka sule Indokadanenek, sulekam mupalambik pak lalam penabanna
hupatau illalam Salutambun aka naua, lamasannam puha annala mätännäm
puha tau umpuängam anna mukähä litäk inde Salutambun kedenni ätoham-
ätoham di sesena adat kipentokoi lamendadi kamatotosangki umpuängäm anna
mukähä litäk inde Salutambun", jawab tobahak Madak. Pahengngek memandang
mereka dengan wajah menampakkan keseriusan. "Abana hitia tobahak solakoak
kapala ladipapiandakoak tia aka abana indo tulak to balikoak kupatinalloiam
lessuk, täkpi deem dipokada diona lamuaka ak teem muoloi ke makalek dua
benginna anna denni tau, tau illalam battu tau sulibam laumpadadi pakposanga-
sanga battu diua lamaksalle penaba tama botto litäkna Salutambun, battu diua
tolamugahu litäk anna hupatau inde Salutambun".
Pada awal bulan April tahun 1928 Pahengngek bersama seluruh To Sibaba Lalam
Inaba dari wilayah Aralle datang ke Salutambun untuk memberikan
"Kamatotosam battu diua Pentokoam di Sesena Adat" kepada warga desa Kebanga
yang akan memiliki serta mengerjakan tanah-tanah di Salutambun, melalui
gauam "Basseangkada" sola Tunuam Tallu. Gauam ini dilaksanakan di Sikkik dan
dihadiri oleh seluruh masyarakat di Salutambun. Semua yang diperlukan dalam
gauam ini dibawa ke lokasi pelaksanaan yakni ketiga hewan kurban (kerbau,
babi, dan ayam) serta baham-baham tallu mata. Paulus dengan bangga menarik
kerbaunya ke tempat yang telah disediakan dan mengikatnya disana. Ia
mengelus kepalanya sebentar sebelum meninggalkannya dan begabung ke
kerumunan orang di sekitar situ.
Deppasolok maju kedepan, tampak jelas di antara semua yang hadir mengikuti
gauam tersebut. Ia memulai dengan mengangkat tanduk kerbau, dan dengan
lantang berkata, "Inde tanduk tedom ladianna akala dipadadi tanda, aka menna-
mennanna tau, tau illalam battu tau sulibam laumpadadi pakposanga-sanga
annala umpakendek gauk lobok tama inde botto litäkna Salutambum,
lanatanduk tedom sauk anna dekke, illalam mentanduk sulibam, sulibam
mentanduk tama".
Lalu, ia mengangkat pudum kamussunna babi, dan dengan suara lantang berkata,
"Inde pudum pudum kamussunna babi ladianna akala dipadadi tanda, aka
menna-mennanna tau, tau illalam battu tau sulibam laumpadadi pakposanga-
sanga annala umpakendek gauk lobok tama inde botto litäkna Salutambum, lana
sumbem babi sauk anna dekke, illalam messumbem sulibam, sulibam
messumbem tama".
"Anna malai di kilalai liu inde gauam, lakbi-lakbinna Basseangkada ingenak, inde
tallu tunuam anna baham-baham tallu mata, anna na ladi pasusi inde ; Tanduk
tedom, pudum babi, anna doke, ladi beem naanna tomatua lembäna Salutambun
(Madaum). Bittik mänek, piso, anna pindam, la naanna tomatua lembäna Ahalle
(Indokadanenek). Ia pahallunna anna di pasusi'i anna na inde pemalianna
tunuam tallu anna baham-baham tallu mata, anna malai naissam sulelako ampo-
ampo batikna to Ahalle anna to Salutambum naua,
(2) "To Ahalle tala mugahu to Salutambum, susisiam dukak to Salutambum tala
mugahu to Ahalle".
Setelah pemalianna tunuam tallu dan baham-baham tallu mata ini selesai diatur
penempatannya serta diuraikan artinya, orang mengambil tiga buah batu besar
dan ditanamkan pada tiga lubang yang ke atasnya telah dicurahkan darah ketiga
hewan kurban. Juga pada ketiga lubang itu ditanam tiga batang täbä".
Pahengngek melanjutkan pidatonya, "Kalembasanna bilangam tallu, di osäk tallu
batu, ditanam tallu täbä ianto'o; Bilangam tallu makkalembasam, tallu
dudungam (Kapahentaam, Peadakam, Katomatuaam), lasilalikam tallu
umbalantam änggänna kaha-kaha susi mehhupataunna teem mendiadakna, susi
kadakena teem mapianna, ke makalek dua benginna annala denni kendek battu
diua dadi illalam paklembänganna Salutambum; Diosäk tallu batu,
kalembasanna pepakatotokna tallu to tamenabanna di pakpolalanni
Basseangkada (doke, piso, pindam); Ditanam tallu täbä, kalembasanna,
pepakatotokna tallu hupanna to menabanna di pak polalanni Basseangkada
(tedom, babi, mänek)".
"Loäna di osäk tallu batu anna ditanam tallu täbä, aka makak manik'i di
pakdeam inde pemalianna tallu tunuam anna baham-baham tallu mata,
maktandaanganna ianto'o diita dio inde tallu batu anna tallu täbä. Ianto'o loäna
maneanna. Loäna kapenduanna, lana issam sule lako ampo-ampo batikna to
Ahalle anna to Salutambum ke naita o'om inde tallu batu anna tallu täbä naua,
deem dipalako gauam tunuam tallu sola Basseangkada, anna eta inde dipalako
battu diua digauam".
Beberapa waktu kemudian, kepala HBA Mambi, kepala distrik Aralle, serta
beberapa orang pejabat pemerintahan lainnya datang ke Salutambun, melihat
dan memeriksa pekerjaan waga Salutambun. Mereka sangat kagum dan puas
dengan hasil kerja warga. Lahan yang telah dibuka sudah sangat luas. Bahkan
sudah ada kampung-kampung lain selain Mokkom yang dihuni warga.
OLEH :
Nama : Aspenas
OLEH :
Nama : Aspenas
Mapel : PJOK
Umur : 17 tahun