Anda di halaman 1dari 32

-1-

Penduduk asli Salutambun sebenarnya adalah para pendatang dari desa


Kebanga, Buntumalangka'. Mereka datang membuka lahan di wilayah
Salutambun pada masa kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda, tepatnya tahun
1926. Pada masa itu, desa Kebanga secara administratif termasuk ke dalam
wilayah pemerintahan distrik Aralle. Pemerintah Belanda memberi kepercayaan
kepada Pahengngek Ahalle (Indokadanenek) sebaga pimpinan distrik ini.

Seperti di semua wilayah lainnya di Indonesia pada masa penjajahan Belanda,


rakyat di daerah P.U.S pada umumnya juga memiliki kewajiban melaksanakan
kerja rodi. Mereka membangun jalan raya, benteng-benteng, dan pekerjaan
lainnya. Rupanya pada masa itu, setiap distrik melaksanakan kerja rodi dengan
sistem borong. Pemerintah menetapkan tempat, waktu, dan volume pekerjaan
untuk kemudian dikerjakan dan harus diselesaikan oleh setiap distrik. Jika tidak
selesai, biasanya pemerintah akan memberikan teguran.

Wilayah desa Kebanga merupakan daerah yang berbukit-bukit. Kondisi geografis


ini berpengaruh besar terhadap mata pencaharian masyarakat. Kebanyakan
orang di desa kebanga adalah petani pekebun. Mereka mengolah tanah menjadi
ladang-ladang kemudian ditanami ubi, jagung, talas, pisang, dan tanaman
lainnya. Sawah jarang ditemui, hanya beberapa orang yang memilikinya di masa
itu. Sehingga makanan pokok masyarakat ketika itu adalah ubi kayu, ubi jalar,
jagung dan sebagainya.

Saat penduduk desa Kebanga bertambah dari waktu ke waktu, lahan pertanian
yang tersedia juga semakin sedikit. Hal ini berakibat pada sering terjadinya
wabah kelaparan di desa tersebut. Setiap terjadi wabah kelaparan, pasti ada
warga desa Kebanga yang pergi ke daerah lain untuk bekerja sebagai orang
upahan. Ada pula yang terpaksa pergi bertualang jauh ke dalam hutan mencari
rotan dan damar untuk dijual di Mamasa. Semua ini dilakukan untuk dapat
memperoleh bahan makanan yang sulit didapatkan.
Waktu kerja rodi pada saat itu biasannya berbulan-bulan. Dikarenakan tidak
adanya makanan untuk dijadikan bekal, banyak penduduk desa Kebanga yang
tidak pergi mengikuti kerja rodi. Yang pergi hanya sedikit orang. Mereka hanya
berbekal ubi, ketela, dan beras jagung, itupun sedikit jumlahnya. Akibatnya
pekerjaan mereka tidak terselesaikan karena sedikitnya jumlah tenaga kerja,
serta bekal yang cepat habis. Warga desa Kebanga sering cepat pulang ke
kampungnya karena hal itu, meninggalkan pekerjaan yang tidak selesai begitu
saja. Hal tersebut membuat pekerjaan yang ditetapkan untuk distrik Aralle tidak
selesai tepat waktu.

Kejadian seperti itu telah terjadi beberapa kali. Pemerintah tidak puas dengan
hasil kerja warga, khususnya di distrik Aralle. Akibatnya Pahengngek
(Indokadanenek) selaku pimpinan distrik Aralle berulang kali mendapat teguran
dari pemerintah Belanda. Meski demikian, tetap saja hal tersebut masih terjadi.
Pekerjaan warga desa Kebanga tidak terselesaikan dan mereka selau pulang
lebih awal dari waktu seharusnya.

Masalah ini akhirnya sampai ke telinga kepala HBA (Hulp Beetur Amstetnaf)
yang berkedudukan di Mambi yakni Tuan Lassa Mantik. Ia lalu berinisiatif
menemui Pahengngek (Indokadanenek) di kediamannya. Dengan menunggang
seekor kuda yang gagah, ia datang ke Aralle. Tiba di rumah Pahengngek, ia
mengikat kudanya ke sebuah pohon di depan rumah. Lalu ia masuk. Pahengngek
menyambutnya di depan pintu, sedikit takut. "Aka inde mutungka sule, Tuam?"
Pahengngek bertanya. "Deem inde la kukutanaingko, Pahengnhek" jawab Tuan
Lassa Mantik. "Makak susi, iya talao tama banua muokkok". Pahengngek
mempersilakan tamunya masuk. Mereka duduk di ruang depan.

"Aka inde la umpekutanaam, Tuam", Pahengngek memulai. "Anu, Pahengngek,


aka isanga anna sibuda talaoi iya makjama inde to Kebanga? Lambisam polek si
täk ia puha bohonganna." Pahengngek segera menjawab, "aka sipakde adek
napaktinallo, Tuam." "Oooo, susi le." Tuan Lassa Mantik manggut-manggut, lalu
melanjutkan, "Makak tia isanga ke susi'i, la laoäk tia isanga kupalambik längam
tomakpahenta pusat yabo Mamasa inde kaha-kaha. Iya la laomäk tia pe
Pahengnhek. Kuhhuk sumangak."
Tuan Lassa Mantik keluar dari rumah diantar oleh Pahengngek dan langsung
menuju kudanya. Ia menaikinya kemudian menghentak tali kekangnya. Tak
lama kemudian ia telah melaju di jalanan desa Aralle yang panas akibat sinar
matahari yang terik siang itu.
-2-

Tuan Lassa Mantik memasuki sebuah bangunan yang besar dan tinggi berwarna
cokelat kayu. Di depan pintu, seorang penjaga menemuinya dan menanyakan
apa kepentingannya. Ia mengatakan hendak menemui Gubernur Jenderal untuk
menyampaikan satu dua hal penting. Si penjaga memintanya untuk menunggu
sejenak kemudian masuk ke dalam. Tak lama kemudian ia keluar lagi lalu
memberi isyarat pada Tuan Lassa Mantik untuk segera masuk. Penjaga itu
memandunya melewati koridor-koridor yang panjang sampai akhirnya tiba di
depan sebuah pintu berwarna hitam. Si penjaga mengetuk pintunya. Terdengar
suara berat seseorang dari dalam ruangan, mempersilakan masuk.

Tuan Lassa Mantik membuka pintu dan masuk, sementara si penjaga


menunggunya di depan pintu. Di dalam, terdapat sebuah meja dipenuhi
tumpukan buku, dokmen, kertas, dan tinta, serta pena. Dua kursi saling
berhadapan di kedua sisi meja itu. Jendela besar dengan tirai putih bersulam
yang terbuka menampakkan pemandangan di halaman luar dan membuat
ruangan itu cukup terang karena cahaya yang masuk.

Di salah satu kursi, di belakng jendela, duduk seorang lelaki paruh baya dengan
rambut merah yang tampak licin dan kumis tipis yang tercukur rapi.
Penampilannya khas militer dan tampaknya orang ini tinggi. Sikapnya yang
dingin tampak dari sepasang mata kelabunya yang menatap dengan tajam
kepada tamu yang baru saja masuk. Ia mempersilakan Tuan Lassa Mantik duduk
di kursi di hadapannya.

"Apa yang membawamu kemari ?" tanyanya sambil menyilangkan jari-jarinya


dan menyandarkan tubuhnya ke belakang. Tuan Lassa Mantik menatap lawan
bicaranya dengan serius lalu menjawab, "Saya ingin melaporkan hasil
penyelidikan saya kemarin tentang penyebab orang Kebanga sering tidak
menyelesaikan pekerjaannya dengan semestinya." Ia melanjutkan, "Alasan
utama mereka adalah masalah makanan atau bekal. Makanan sedang sulit
didapat di wilayah bawah, sehingga ketika pergi bekerja, bekal yang dibawa
orang-orang Kebanga sangat sedikit dan cepat habis. Selain itu, karena
keterbatasan makanan pula, jumlah orang yang ikut bekerja sedikit. Oleh sebab
semua hal inilah, orang-orang Kebanga sering tidak menyelesaikan pekerjaan
mereka dengan baik".

Sang Gunernur manggut-manggut mendengar penjelasan Tuan Lassa Mantik.


"Baik, laporanmu cukup bagus. Kembalilah ke Mambi. Aku akan mengurus
masalah ini", katanya. "Baik, tuan. Terima kasih". Tuan Lassa Mantik bangkit
berdiri. Ia berbalik dan melangkah menuju pintu lalu menutupnya setelah ia
berada di luar. Penjaga yang menunggunya tadi kembali memandunya keluar
dari bangunan tersebut. Ketika sampai di pintu depan, Tuan Lassa Mantik
mengucapkan terima kasih pada si penjaga lalu melangkah ke arah kudanya dan
kemudian menaikinya.

Bersamaan dengan perginya Tuan Lassa Mantik, Gubernur Jenderal memanggil


salah satu kepala tentara, seseorang bernama Pongok yang berpangkat sersan.
Gubernur Jenderal memberinya tugas untuk pergi memeriksa keadaan alam dan
masyarakat di wilayah Pitu Ulunna Salu. Sang sersan mengangguk tanda
mengerti dan langsung keluar dari ruangan Gubernur Jenderal. Ia melakukan
tugas tersebut hari itu juga.

Dengan membawa serta satu peleton pasukan, Sersan Pongok meninggalkan


Mamasa turun ke wilayah Pitu Ulunna Salu. Ia memilih berjalan melewati hutan
belantara. Mereka berjalan tanpa henti sampai akhirnya tiba di Makulak dan
terus ke Lalam Peuk. Mereka berbelok ke Selatan hingga akhirnya sampai di
Kanam Tokata yang merupakan bagian dari wilayah Salutambun. Di tempat itu
mereka beristirahat sambil mengamati keadaan alam sekitarnya.

Sersan Pongok terpesona melihat keadaan tempat itu. Wilayahnya luas, lapang,
dan menurut pengamatannya, tanah di situ subur. Cocok dijadikan tempat
bermukim. "Hasil panen pasti akan melimpah di tempat ini", pikir Sersan
Pongok. Sayang sekali bila tempat ini tidak diolah dan dibiarkan begitu saja.
Tempat ini harus dibuka.
Setelah beristirahat cukup lama, mereka memutuskan untuk meneruskan
perjalanan ke kediaman Pahengngek di Aralle. Saat tiba, mereka langsung
memasuki halaman rumah Pahengngek. Sebuah rumah panggung besar dan
panjang dengan dinding depan yang penuh ukiran. Pahengngek yang mendengar
kedatangan rombongan itu langsung menyambut mereka di depan pintu dan
mempersilakan masuk. Sersan Pongok memasuki rumah itu, sedang pasukannya
menunggu di luar.

"Aka inde mutungka sule, sahassam?" tanya Pahengngek. Bukannya menjawab


dengan baik-baik, tanpa disangka-sangka Sersan Pongok memarahi Pahengngek.
Nada bicaranya meninggi saat ia berkata, "Aka isanga Pahengngek anna
umpatengko taummu, sipakde naande anna dessiam inde illalam Kanam Tokata
kaliane tadikähä täkdem pada kaluak anna mahombo litäkna?" Mendengar itu,
Pahengngek sangat gugup. Tubuhnya gemetaran, muka dan telinganya memerah
karena takut. Ia menjawab masih dengan rasa takut, " Ä, Tuam aka balintia
dibeem to Kebanga itim illalam kaliane sampo täkpi dio mai, manela dio hitia
mai. Anna täktia illalam mandi Kanam Tokata dibeem pe Tuam sampo änggänna
to'o illalam paluäkna Salutambum".

Jawaban yang diberikan Pahengngek masuk akal bagi Pongok. Raut mukanya
yang tadinya menegang menjadi santai kembali. Suaranya pun merendah.
"Mapiantia Pahengngek ke susi'i, angga hia aka balek padioi mai hupataummu",
katanya. Pahengngek cuma mengangguk mengiyakan. Setelah pembicaraan
mereka selesai, Sersan Pongok bersama pasukannya meneruskan perjalanan
mereka. Rombongan itu menuju Mambi untuk melaporkan perjalanan mereka
kepada Tuan Lassa Mantik, terlebih keputusannya bersama Pahengngek Ahalle
tentang pemindahan masyarakat Kebanga ke Kanam Tokata (wilayah
Salutambun).

Setelah selesai melapor, Sersan Pongok bersama pasukannya kembali ke


Mamasa, senang karena telah dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Tidak
lama setelah rombongan Sersan Pongok pergi, Tuan Lassa Mantik berdiri,
langsung memacu kudanya menuju Aralle. Setibanya di rumah Pahengngek, ia
langsung masuk ke dalam. "Aka kakattuam tulakmuak sola Sahassam Pongok
diona to Kebanga, Pahengngek ?", tanyanya kepada Pahengngek. "Kuuaam
Sahassam Pongok, itim illalam paluäkna Salutambum puhantia dibeem to
Kebanga sampo täkpi sikadiomai", jawab Pahengnhek. Tuan Lassa Mantik
berpikir sejenak sebelum berkata, "Makak ke susi'i Pahengngek, talao dekke anna
di suai masahhak to Kebanga diomai, indana dipandasai tau ke täk'i balek diomai
Salutambun to Kebanga".
-3-

Keesokan harinya, Tuan Lassa Mantik bersama Pahengngek (Indokadanenek)


dengan beberapa orang pengikutnya pergi ke Kayuberang. Setibanya mereka
disana, dipanggillah semua To Sibaba Lalam Inaba di ketiga kampung yakni
Kayuberang, Bombä, dan Kebanga. Mereka lalu mengadakan musyawarah di
Pesanggrahan Kayuberang, sebuah rumah panggung yang besar dan luas yang
merupakan semacam aula tempat orantua dulu melakukan musyawarah.

Dalam musyawarah ini, yang menjadi pokok bahasan adalah pemindahan orang
Kebanga ke Salutambun. Pahengngek dengan lugas dan tidak bertele-tele
menjelaskan kepada semua yang hadir alasan pemindahan itu, keputusannya
dengan pemerintah pusat, dan hal lainnya dengan sejelas-jelasnya. Tuan Lassa
Mantik juga menambahkan beberapa hal yang perlu. Ketika penjelasan selesai,
terdengar gumanan para peserta rapat di sana sini.

Tobahak Talemaka angkat bicara, "Takuaku punala polek la lekbak lako


Salutambum pe Indokadanenek, aka täk kutua umpellei andohak-dohak
tunungku". Orang-orang mengiyakan pendapat Talemaka. Pemindahan itu
sangat mendadak dan tidak pernah diberitahukan sebelumnya. Wajar saja jika
orang-orang kurang menyetujuinya. Singkatnya mayoritas peserta rapat saat itu
setuju dengan Talemaka, tidak mau pindah ke Salutambun.

Hal ini membuat Pahengngek dan Tuan Lassa Mantik marah. Dengan nada
mengancam, Tuan Lassa Mantik berkata, "Makak la mutäkä ak lekbak lako
Salutambum, la inde liukoak Kebanga memase-mase, annala tontä liusiam to'o
tala umbela ak umponnoi kapahalluam kapahentaam, tontäntia dibabakoak
längam Mamasa ditahungkum annam bulanna".

Mendengar itu tobahak Madak dan kapala Tamemak segera menjawab, "Ä, tuam
Talemaka manditia untäkai lao, aka lalaohakato kamik". Tobahak Madak atau
Madaum adalah seorang Tomatua Tondäk sedangkan Tamemak adalah seorang
kepala kampung. Mereka mengatakan demikian karena takut terhadap ancaman
Pahengngek dan Tuan Lassa Mantik. Tidak seorang pun yang akan mau
dipenjara di Mamasa apalagi waktunya enam bulan.

Amarah Pahengngek dan Tuan Lassa Mantik reda mendengar jawaban tersebut.
Mereka dapat menguasai diri kembali. Setelah terdiam beberapa saat,
Pahengngek berkata, "Makak ke susi'i tobahak solakoak kapala, ia ladiua hitia
isanga, kedenni tau natäkä lekbak lako Salutambum, ladibaba längäm Mamasa
ditahungkum annam bulanna". Pahengngek melanjutkan, "Dadi temo
pakpasulengkoak'i anna umpasahhak iak lekbak lako Salutambum, aka indana
mepandasai'i to makpahenta ke täk liukoak lako".

Musyawarah ditutup. Tuan Lassa Mantik dan Pahengngek kembali ke Aralle.


Para peserta rapat yang lain juga bergegas kembali ke kampung dan rumah
mereka. Mereka meninggalkan Pesanggrahan Kayuberang yang kembali kosong
dan sepi.

Sesampainya di Kebanga, tobahak Madak bersama kapala Tamemak kembali


mengumpulkan warganya dan mengadakan rapat. Mereka memandang perlu
untuk melakukan hal ini mengingat keputusan pada rapat di Pesanggrahan
Kayuberang. Setelah berpikir sejenak, akhirnya tobahak Madak angkat bicara.
"Tatuhuk'iak inde pahentana tomakpahenta, talaoak lako Salutambum, aka
ahantia laokiak annala dibabakiak längäm Mamasa ditahungkum annam
bulanna".

Warga Kebanga setuju akan hal itu. Mereka akhirnya mau pindah ke wilayah
Salutambun, menuruti nasihat pemimpin mereka.
-4-

Setelah warga Kebanga setuju dengan perpindahan mereka ke wilayah


Salutambun, maka mereka mulai mempersiapkan diri untuk mengurus
kepindahan itu. Secara bertahap mereka meninggalkan kampung halaman
mereka dan datang di Salutambun. Dikatakan secara bertahap karena warga
Kebanga tidak secara serentak pindah bersamaan pada suatu waktu. Melainkan
secara berkelompok mereka pindah pada waktu-waktu yang berlainan.

Kelompok yang paling pertama datang ke wilayah Salutambun terdiri dari


delapan kepala keluarga. Mereka datang pada tahun 1926 untuk mulai membuka
lahan pemukiman. Kedelapan kepala keluarga itu adalah Madaum, Tamemak,
Tanggana, Läkbä, Malino, Lapung, Pahunde, dan Tadilantum. Setibanya di
Salutambun, mereka mendirikan tempat tinggal sementara ( mebahum ) di
Tanete, tepatnya di lokasi rumah Ambe Lina saat ini.

Setelah selesai mendirikan bahum, mereka kemudian beristirahat. Tobahak


Madak (Madaum) dan kapala Tamemak bermaksud pegi ke Aralle untuk
menemui Pahengnhek. Kepada rekan-rekannya mereka berkata, "Indengkoak
to'o le leä anna sauk pakam Ahalle umpellambik'i Indokadanenek, ladipaissanni
di uaam sulengkam to'o illalam Salutambun". Rekan-rekan mereka mengiyakan.
Maka berjalanlah keduanya menuju Aralle.

Setibanya di rumah Pahengngek, keduanya dipersilakan masuk. Mereka duduk


di ruang depan rumah itu dan mulai mengobrol. "Aka inde mulao-laoiak tobahak
solakoak kapala ?", Pahengngek memulai pembicaraan. Tobahak Madak
menjawab, "Ia tia inde kitungka sule Indokada nenek, sulekanni muhäppok
kaleki aka mengebäbängkan to'o sule illalam Salutambun. Anna sulepole pakam
mekutana kiua lamak akam kanteem illalam Salutambum, aka la kipogauk ?".
Mendengar hal ini, Pahengngek merasa sangat senang. Tampak seulas senyum di
wajanya yang sudah tua dimakan usia, dihiasi garis-garis keriput di dahinya.
Meskipun begitu, pembawaannya tenang, roman mukanya memancarkan
kearifan dan kebijaksanaan, sebagaimana layaknya seorang pemimpin sejati.

"Suppik pianna tobahak solakoak kapala, aka untuhuk'i mammakoak pahentana


tomakpahenta. Sitahhukna muak ingenak lamak akam kanteem anna aka la
kipogauk illalam Salutambun. Maneanna la kuuangkoak tobahak solakoak
kapala, pengkähä koak sauk anna dekke illalam lembäna Salutambun, sukak
koak bukummu situhak kamatohoammu, tala bata-bata dan ditulak la maheak,
aka kupaissanikoak'i, itim illalam kaliane pangalak tämmäm, kaliane
tadipuängam battu diua täkdem puäna. Indo to umpuängänni lessuk täk diissam
diua menna anna lekbak umbangei. Dadi täkdem la umpakendek'ak illalam
penabammu mu ua dennaham puäna inde litak battu diua inde kaliane. Ianto'o
maneanna tulak kupatinalloiangkoak lamendadi kamatotosammuak'i mukähä
litäk iaja lembäna Salutambun".

"Kapenduanna, lakuuangkoak'i, temo umpahanduk miak muongei anna latohho


manontom illalam lembäna Salutambun umposaha salukatuboammuak'i allo
anna bengi. Angga hia aka tallu kaha-kaha la ungkambik manappaak'i illalam
mutadongkonni Salutambun. Inde tallu kaha-kaha ianto'o laungkambik koak
sakkena litäk, la ungkambik koak sakkena hupatau, anna pepaihanganna
peadasam".

Tobahak Madak menyela, "Lasusihia inde Indokadanenek, lamutättäk bale


mänesam dakannia, umbala dipasusi mukambik sakkena litäk, sakkena hupatau,
anna pepaihanganna peadasam". Pahengngek menjawab sambil tertawa, "Aka
isanga tobahak solakoak kapala, akanna täk ohiak lamuissam". Ia lalu
melanjutkan, "Makak ladi lisek-lisekanni umbasusi mukambik sakkena litäk,
sakkena hupatau, anna pepaihanganna peadasam, tuttuk allo tuttuk bengi täkpi
lateppuk. Lakutulasam mandakoak sanaka-naka hondonganna anna ikohamiak
mupekaluak'i illalam salukatuboammu situhuk adak kabiasaammuak, akala
muissam miak tia polek".

"Maneanna, mukambik sakkena litak. Kutulakam manda koak appak


hondonganna".
(1) "Lasulekoak illalam Salutambun anggannia, lamengkähätongam koak to'o,
laumbussuk koak kanukummu, talamusikdim naande allo tala madingim
natambeke uham. Lamakposaha koak'i la umponnoiam kapahalluam dapokmu,
laumponnoiam kapahalluam adak, annala umponnoiam kapahalluam
kapahentaam. Lamukambik manappaak to'o pepaihanganna diona
paktotibojongam aka ia to'okna laummatohoikoak umpalako kähängam. Makalek
dua benginna annala umpellei hako sule Salutambun, laumbase-baseiko to'o
bittikmu iolo mane laoko, anggannia aka anggan to'o laumpaktinallo-nallo
makpasule sulle-sulle lupukmu situhuk hesomu tama attasak-tasakmu".

(2) "keillalammakoak Salutambun, täk koak to'o lamala umpakkalutettai litäk".

(3) "Täk koak to'o lamatinna annala kalitäk-litäk illalam Salutambun".

(4) "Täk koak to'o laumbabaliu kedomu iaja mai Kebanga angga lao mosaho,
sampo launtanangkoak to'o ulummu mengkähä illalam Salutambun. Anna
budapi sengak-sengakna tobahak solakoak kapala, lasitonokna diona litäk.

"Kapenduanna mukambik sakkena hupatau".

(1) "Laumpapada timbannak to'o pepaihanganna sahaam pakbanne tauam anna


sahaam paktomateam".

(2) "Täk koak to'o laumpadadi paksekla-sekla lako padammu hupatau. Aka deem
tau makbulu mänek, deem tau makbulu babi, anna deem tau makbulu tedom.
Laumpapada timbannak to'o umpakkasalleiina änggänna sahaam napalako
padammu hupatau, aka manggauam mänek tau anuk lasihatanna manggauam
mänek, manggauam babi anuk lasihatanna manggauam babi, anna manggauam
tedom anuk lasihatanna manggauam tedom. Susi siam to dukak muoloi
paktomateam. Dibabak mänek tau anuk la sihatam dibabak mänek, dibabak babi
tau anuk la sihatam dibabak babi, anna dibabak tedom lako tau anuk la
sihatamna dibabak tedom".

(3) "Latubokoak situboam mate simateam illalam muoloi änggänna kaha-kaha, la


umpaitambuk ak'i pepaondoanna neneta to mutadongkonni paluäkna
Kondosapatak Uaisapalelean; 'Mesa kada di potuo pantang kada di pomate',
mutadongkonni Salutambun".
(4) "Lamesa penaba koak to'o anna mesa pattuju illalam muoloi änggänna
sahaam, susi mehhupataunna, teem mendiadakna".

(5) "Laumbelaak to'o mak mänek bihä illalam botto litäkna Salutambun, täk koak
to'o lamaktanduk kalando makpalasa mahosom, lasanda panuhuk koak to'o lako
änggänna pangätohanna peadakam, pangätokanna kapahentaam, anna
pangätokanna tomatua lembä".

(6) "Laumpakkasallei koak to'o änggänna to liu lalam, täkkoak la ullokbäi


kuhimmu, akala mutahiaiam änggänna totadeak anna to mabähhäm".

(7) "Makak to'o dengkoak lasisala dan ditulak lasikalla solamu, täk la umpaalaiak
bengi. Ke sikalla mebengngik koak sikapiai siangkoak kahubem, kesikalla
kahubengkoak sikapiai siangkoak mebengngik. Anna budapi sengak-sengakna
tobahak solakoak kapala lasitonokna hupatau".

"Kapentallunna, mukambik pepaihanganna peadakam".

(1) "Latubo meadak koak to'o illalam mutadongkonni Salutambun. Saluan adak
ak to'o handam la mupaiaboam illalam salukatuboammuak mane sengak-
sengaknai".

(2) "Aka aka dua saluan adak umbaba ak illammai Kebanga, ialiunto'o lamubaba
tama Salutambun".

(3) "Lasipak kasallei koak to'o illalam änggänna gauam peadakam umpalako ak'i
situhuk alukmuak".

"Iannto'o sanaka-naka hondonganna pakpalakoam laungkedoannak'i anna


budapi lauhhängänniannak'i, laumpepaondoam sule lako ampo-ampo batikmu
anna la umbasseiangkada lako änggänna taummu susi to illalammi temo anna
lakbi-lakbinna lako tau tolamane tama Salutambun. Dadi pakpasulengkoak
tobahak solakoak kapala anna umpalambik'i lako hupataummu änggänna
topuhakoak kupokadaam ingenak anna musuako hupataummu mengkähä sauk
anna dekke illalam Salutambun situhuk pambelanna, tala bata-bata, tala maheak,
akala kuuam polekoak'i itim illalam kaliane, kaliane tadipuängam battu diua
täkdem puäna".
Pahengngek menyudahi nasihatnya yang disampaikan dengan sangat jelas.
Tobahak Madak serta kapala Tamemak begitu gembira mendengar nasihat yang
baru saja diberikan pada mereka. Kini sangat jelas bagi mereka bagaimana harus
bertindak dan apa yang mesti mereka lakukan dalam mengarungi kehidupan
mereka di Salutambun. Keduanya tersenyum. Kata-kata nasihat Pahengngek
merupakan petunjuk sekaligus penerang jalan mereka dalam melanjutkan
perjalanan hidup, siang maupaun malam. Mereka berterima kasih pada
Pahengngek sebelum meninggalkan rumahnya dan berjalan pulang ke kediaman
sementara mereka di Salutambun.

Kapala Tamemak lalu mendirikan rumah di Kanam Tokata juga tobahak Madak
mendirikan rumah di Tanete. Rekan-rekan mereka mengikuti kemudian.
Keduanya tidak melupakan pesan Pahengngek untuk menyampaikan juga
nasihat yang telah mereka terima kepada teman-teman mereka. Mereka
langsung menyampaikannya begitu tiba di Salutambun setelah pulang dari
Aralle pada hari itu.
-5-

Kedelapan rumah tangga yang merupakan kelompok pertama warga Kebanga


yang datang ke wilayah Salutambun mulai membuka lahan dengan menebang
pohon-pohon dan membakar hutan lalu membersihkannya sehingga menjadi
areal yang dapat dihuni dan diolah menjadi lahan pertanian. Sistem tebang
bakar sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka kalau berurusan
dengan soal pembukaan suatu lahan. Mereka memulainya di Suangam sampai
Podileam.

Mereka mulai menanam tanaman pangan seperti ubi, jagung ,talas, labu, dan
lain sebagainya. Mereka merawatnya dengan baik dan menjaganya dari binatang
pengganggu. Saat akhirnya masa panen tiba, mereka senang sekaligus kagum
dengan hasil kerja mereka. Hasil panen kala itu benar-benar melimpah ruah.
Kedelapan rumah tangga itu kaya akan bahan makanan. Mereka tidak takut
akan kelaparan lagi seperti ketika di kampung halamannya. Mereka terharu
karena ini pertama kalinya setelah sekian lama mereka memperoleh hasil panen
melimpah lagi.

Berita mengenai keberhasilan mereka sampai juga ke telinga orang-orang yang


masih tinggal di Kebanga, sehingga mereka tertarik dengan daerah Salutambun.
Sehingga, kira-kira pada bulan Agustus 1926, datang rombongan kedua dari
Kebanga berjumlah tiga puluh kepala keluarga (KK). Nama-nama ketiga puluh
KK ini tidak begitu jelas. Pada perkembangan selanjutnya, hari demi hari orang-
orang yang datang semakin banyak. Jumlah warga Salutambun bertambah
banyak, menyebabkan lahan pemukiman yang ada harus diperluas. Maka jadilah
orang-orang tersebut mencari wilayah baru di daerah Salutambun.

Mereka mengadakan perluasan teeutama ke arah timur, sampai di Mokkom.


Sebuah kampung dibangun di Mokkom yang kemudian menjadi ramai karena
banyak penduduknya. Tobahak Madak temasuk salah satu yang pindah ke
kampung Mokkom. Sedangkan kapala Tamemak, dia pindah ke kampung Tanete.
Masyarakat Salutambun berada dalam suasana damai. Mereka mengerjakan
tanah mereka dengan gembira dan penuh sukacita. Namun akhirnya masalah
datang menimpa. Pada permulaan tahun 1927, orang-orang Saludengen datang
dan mendirikan kampung di lereng bukit dekat Mokkom. Yang menjadi masalah
adalah karena pendatang baru ini berperilaku buruk, sering mengganggu, serta
melakukan hal-hal yang tidak terpuji kepada warga kampung di Mokkom, juga
semua warga di Salutambun. Timbul keresahan dan rasa tidak suka di hati setiap
orang terhadap perilaku orang-orang Saludengen ini. Beberapa orang takut dan
memutuskan kembali ke Kebanga, salah satunya adalah kapala Tamemak.

"Lamakpasule häk kao sule lako Kebanga tobahak, aka kusanga to kao pakde
sikdasia puäna inde Salutambun", kata Tamemak kepada tobahak Madak. "Iko
mammo kapala, ke iam lamapia annala umpomasannam musikdim. Anggannia
aka iko hiko mutalingai'i pepasanganna battu diua pepaondoanna
Indokadanenek kela umpellei'i tau sule Salutambun, iala umbase-baseiko to'o
bittikmu iolo mane laoko, anna anggam to'o la mupak tinallo-nallo makpasule
sulle-sulle lupukmu situhuk hesomu tama attasak-tasakmu", jawab tobahak
Madak. "Susitia polek tobahak, täkmäk tia la mupamaiam aka kuissam asammi
tia".

Siang itu juga, kapala Tamemak berkemas kembali ke Kebanga. Tak lama setelah
Tamemak pergi, tobahak Madak bangkit dan pergi ke Aralle bersama Lapung
untuk menemui Pahengngek (Indokadanenek). Sesampainya di sana, mereka
masuk ke rumah Pahengngek dan berbincang dengannya. "Akala kipogauk
Indokadanenek aka dendakam sule mugahu illalam Salutambun", kata tobahak
Madak memulai. Pahengngek bertanya balik, "Tette kedede, menna hia itim ?".
"To Saludengem, Indokadanenek", jawab tobahak Madak. "Pakpasulengkoak
tobahak, pamatännänniak penabammu, appako hupataummu akala tamantia tau
dihambai lao itim to Saludengem", kata Pahengngek dengan tegas, menandakan
bahwa dia bersungguh-sungguh. Mendengar hal itu, tobahak Madak merasa lega.
Ia beserta Lapung kembali ke Salutambun lalu menyampaikan pesan
Pahengngek kepada semua warga Salutambun. Seperti tobahak Madak, mereka
pun lega mendengar pesan tersebut.

Pahengngek menyuruh memanggil Deppasolok, seorang pahlawan dan Tomatua


Lembä di Makulak. Ia tinggal di Saheppek. Pahengngek memerintahkannya
memasuki daerah Salutambun untuk mengusir orang Saludengen dari
Salutambun. Ia membawa serta beberapa orang pengikut. Sampai di
Salutambun, tobahak Madak menawarkan diri untuk mengantarkannya ke
lereng bukit dekat Mokkom tempat kampung milik orang Saludengen berdiri.
Bersama puluhan pengikut, mereka berjalan menuju tempat tersebut.

Orang Saludengen yang mengetahui kedatangan mereka bersiap menyambut di


depan kampung. Saat rombongan Deppasolok tiba, mereka berhadapan dengan
orang Saludengen, dibatasi suatu lembah yang tidak terlalu dalam. Sang
pahlawan, Deppasolok, mengedarkan pandangannya ke barisan orang-orang
Saludengen. Mata hitamnya menatap dengan tajam bak burung rajawali yang
siap menerkam mangsanya. Dengan suara lantang ia berkata, "Maloloangkoak
singkikmu leä to Saludengem, pellei manappaiak inde kaliane, aka mulendakoak
pepaondoanna nenek tomutadongkonni kondosapatak uaisapalelean lakbi-
lakbinna pepaondoanna tomatua illalam paklembänganna Ahalle diona ladi hisi
ia lako bihinna langik änggänna tau anuk to la umpakendek gauk lobok, susi inde
pakpogaukmuak temo. Anna makak täk koak lekbak temo siam leä to
Saludengem, umpellei inde botto litakna Salutambum, la siande bassi anna la
hopu bokbok koak, aka täk koak la kibali sola kabahaniam, sampo la
mentokokam iabo kamaloloam situhuk aluk kabiasaanna paklembänganna
Ahalle. Lakipelleingkoak'i, anggahantia la kiuangkoak'i lentem lemo lessuk
matim. Lalao hakokak, abana haka to'o lahopu indengkoak inde onge-
ongeammuak".

Deppasolok dan rombongannya meninggalkan tempat itu setelah mengatakan


perkataan barusan kepada orang-orang Saludengen. Sesampainya di kampung
Mokkom, tobahak Madak mengucapkan terima kasih kepada Deppasolok. Ia
sangat lega sekarang. "Pamasannam miak polek penabammu mengkähä pe
tobahak akala täk umtia polek dem la mugahu koak", kata Deppasolok. Setelah
itu ia kembali ke Saheppek bersama para pengikutnya.

Sementara itu, orang-orang Saludengen yang mendengar perkataan Deppasolok


yang seperti kutukan itu banyak yang merasa takut. Akhirnya mereka menuruti
perkataan Deppasolok. Hari itu juga mereka meninggalkan Salutambun. Ada
yang berangkat pada malam hari, ada pula yang berangkat keesokan harinya.
Mereka kembali ke daerah asal mereka, Saludengen, melewati hutan belantara di
wilayah Selatan. Peristiwa ini terjadi kira-kira bulan Juni 1927.

Dengan perginya orang-orang Saludengen, masyarakat di Salutambun dapat


kembali bernapas lega dan bekerja dengan senang hati tanpa ada yang
mengganggu.
-6-

Berita kepergian orang-orang Saludengen dari Salutambun didengar oleh kapala


Tamemak di Kebanga. Ia kemudian memutuskan untuk kembali dan menetap di
Salutambun. Bersama keluarganya, ia berangkat di Kebanga, berjalan melewati
perbukitan dan hutan sampai akhirnya tiba di Salutambun. Ia lalu menemui
tobahak Madak. Saat itu, tobahak Madak sedang berisirahat di rumahnya setelah
pulang dari ladangnya. Melihat kapala Tamemak datang, ia berjalan ke pintu dan
membukanya serta mempersilakan Tamemak masuk. Mereka duduk di ruang
depan rumah tobahak Madak. "La makpasule häk to sule pe tobahak. Aka
kuhingnginnai kalekbakanna inde to Saludengem sola masannammi sule
mengkähä hupatau inde Salutambun, kuua abana lamakpasule äk sule lako
Salutambun", kata kapala Tamemak memulai pembicaraan. Tobahak Madak
menjawab, "Täktia mak aka kapala. Angga hia aka iko hiko nabassei kada
Indokadanenek indo anna sauk kik lessuk, anggantia lakuangko, anna malako
masakke mutadongkonni sule Salutambun, ia lamakbatta kada koto'o tama inde
botto, aka mulendako kambikna sakkena litak inde Salutambum ianto'o umpak
kalutettai litäk". Kapala Tamemak mengiyakan, "Abana hitia tobahak, illalam
asam mitia dukak penabangku, sampo manela makposaha äk". Tobahak Madak
tertawa mendengarnya. "Abana hitia kapala, aka täkdia diua laumpalako siam
masahhak. Moi dakokpi, assalak dia illalammi penaba aka tamahamukna inde
isanga umpepaihangam tau kale anna umpepaihangam botto", katanya.

Tidak lama kemudian, setelah kembali ke Salutambun, kapala Tamemak


diangkat lagi menjadi kepala kampung. Masayarakat merasakan damai dan
keamanan tanpa adanya gangguan dari manapun. Mereka bekerja setiap hari
dengan penuh kesenangan sambil menantikan tibanya musim panen.

Penduduk Salutambun terus bekerja sambil membuka lahan pemukiman baru.


Pemukiman yang dibuka kini telah jauh melewati Mokkom, yakni di Balo-balo.
Setiap pemukiman baru dibuka, penduduk akan menyebar ke pemukiman-
pemukiman tersebut untuk menghuninya. Selain menghuni, mereka juga akan
membuat ladang-ladang dan sawah-sawah untuk dikerjakan. Dari hari ke hari,
penduduk Salutambun terus meningkat jumlahnya. Hal ini menyebabkan
pemukiman-pemukiman yang ada tidak mampu lagi menampung jumlah
penduduk yang terus naik. Hal yang sama terjadi pula di Mokkom. Di kampung
tersebut, jumlah penduduknya sudah cukup banyak sehingga tidak ada lagi
lahan yang tersedia bahkan untuk membangun rumah.

Menindaklanjuti hal tersebut, berkumpullah semua kepala keluarga yang ada di


Salutambun untuk melaksankan musyawarah. Yang dibahas dalam musyawarah
ini terutama adalah mengenai tempat pemukiman yang baru sebagai perluasan
dari kampung Mokkom. Dalam musyawarah itu semua sepakat memilih
Allaksalu sebagai tempat pemukiman baru, yang terletak di sebelah barat
kampung Mokkom. Setelahnya, mulailah penduduk di kampung Mokkom pindah
ke Allaksalu dan juga Balo-balo. Masalah akhirnya selesai. Pada hari-hari
selajutnya, masyarakat Salutambun terus bekerja, membuka lahan-lahan baru,
dan mengolah lahan pertanian mereka. Semuanya bekerja dengan penuh rasa
bahagia.

Meskipun penduduk telah merasakan kedamaian, berkecukupan dalam soal


makanan, dan hal lainnya, namun sepertinya masih ada yang kurang. To sibaba
lalan inaba dalam wilayah Salutambun berpikir, akan lebih baik bila masyarakat
Salutambun bisa memiliki suatu pegangan atau kekuatan yang bersumber dari
adat dalam memiliki dan menempati daerah Salutambun. Sehingga warga
Salutambun kembali bermusyawarah di Allaksalu, di rumah orang tua hadat,
membahas tentang rencana meminta "Pentokoam disesena adak" kepada orang
tua hadat di wilayah Aralle. Hal ini sangatlah penting karena akan menjadi
kekuatan serta ketahanan masyarakat dalam menempati dan memiliki daerah
Salutambun.

Kira-kira pada awal bulan Desember tahun 1927, tobahak Madak serta kapala
Tamemak pergi ke Aralle, ke kediaman Pahengngek (Indokadanenek) dengan
diikuti Lapung dan Tadilantum. Sampai disana, seperti biasa mereka
dipersilakan masuk oleh Pahengngek sendiri, lalu duduk di ruangan depan.
Mereka mulai berbincang-bincang.
"Aka inde untungkaak sule tobahak solakoak kapala", tanya Pahengngek. "Ia tia
inde kitungka sule Indokadanenek, sulekam mupalambik pak lalam penabanna
hupatau illalam Salutambun aka naua, lamasannam puha annala mätännäm
puha tau umpuängam anna mukähä litäk inde Salutambun kedenni ätoham-
ätoham di sesena adat kipentokoi lamendadi kamatotosangki umpuängäm anna
mukähä litäk inde Salutambun", jawab tobahak Madak. Pahengngek memandang
mereka dengan wajah menampakkan keseriusan. "Abana hitia tobahak solakoak
kapala ladipapiandakoak tia aka abana indo tulak to balikoak kupatinalloiam
lessuk, täkpi deem dipokada diona lamuaka ak teem muoloi ke makalek dua
benginna anna denni tau, tau illalam battu tau sulibam laumpadadi pakposanga-
sanga battu diua lamaksalle penaba tama botto litäkna Salutambun, battu diua
tolamugahu litäk anna hupatau inde Salutambun".

Pahengngek melanjutkan, "Angga hia aka lamupasedia koak tallu hupanna


tunuam, anna baham-baham tallu mata battu diau tallu hupanna. Inde tallu
tunuam, la umpeäkoak mesa tedom, mesa babi, anna mesa mänek. Anna inde
baham-baham tallu mata laumpeä ak'i mesa doke, mesa piso, anna mesa pindam.
Inde tallu tunuam anna baham-baham tallu mata ladipakpolalanni basseangkada
anna malai maktandaam liu sulelako ampo-ampo batikmuak'i, aka inde
basseangkada lamendadi sakkena litäk, sakkena hupatau mutadongkonni
Salutambun".

Tobahak madak bertanya, "Indohia Indokadanenek, laumbang kamikngei


lakipangalai tedom ? Aka anggahia inde duapi tunuam anna baham-baham tallu
mata lakibela tia polek kipadeem". Pahengngek (Indokadanenek) menjawab, "Ä
tobahak solakoak kapala, indesiam diä tedom-tedongku lamusahoak". "Sampo
lasanakannia polek allona lakisaho ?" tanya tobahak Madak. Pahengngek
tertawa. "Lasanakannia allona tobahak, anggannia kuissam kuua kahua pulo
manditia tau. Umpaiajam mai tau si sapulo pissam, la anggam kahua allona
musahoak inde diä tedom-tedomku".

Tobahak Madak sangat senang dengan penawaran tersebut. Ia mengatakan, "Täk


sikda deem pada mahingam Indokadanenek. Ia lamalangka kihendem dekke
inde diä tedom?". "Aka isanga tobahak, hendemmiak to dekke !", jawab
Pahengngek. Mereka berempat kembali ke Salutambun dengan membawa
kerbau pemberian Pahengngek. Kerbau tersebut lalu diberikan kepada Pandak
Lino (Paulus) untuk dipelihara sementara waktu. Tiga bulan lamanya Paulus
memelihara kerbau itu sebelum tiba saatnya pelaksanaan gauam yang
dinamakan gauam "Tunuam Tallu".
-7-

Pada awal bulan April tahun 1928 Pahengngek bersama seluruh To Sibaba Lalam
Inaba dari wilayah Aralle datang ke Salutambun untuk memberikan
"Kamatotosam battu diua Pentokoam di Sesena Adat" kepada warga desa Kebanga
yang akan memiliki serta mengerjakan tanah-tanah di Salutambun, melalui
gauam "Basseangkada" sola Tunuam Tallu. Gauam ini dilaksanakan di Sikkik dan
dihadiri oleh seluruh masyarakat di Salutambun. Semua yang diperlukan dalam
gauam ini dibawa ke lokasi pelaksanaan yakni ketiga hewan kurban (kerbau,
babi, dan ayam) serta baham-baham tallu mata. Paulus dengan bangga menarik
kerbaunya ke tempat yang telah disediakan dan mengikatnya disana. Ia
mengelus kepalanya sebentar sebelum meninggalkannya dan begabung ke
kerumunan orang di sekitar situ.

Pahengngek memberi kepercayaan kepada Deppasolok, tomatua lembä daerah


Makulak untuk mewakilinya memimpin gauam tersebut. Setelah dibuka oleh
Deppasolok, gauam dilaksanakan. Pertama-tama, orang menggali tiga lubang di
tanah. Selanjutnya, leher ketiga hewan kurban digorok, darahnya kemudian
dicurahkan kedalam tiga lubang yang telah digali itu, satu lubang untuk securah
darah hewan kurban. Setelah itu, diambillah dari masing-masing hewan kurban
ini bagian yang disebut "pemalianna". Tanduk dari kerbau, pudum kamussum
dari babi, dan kedua kaki dari ayam. Semua itu ditempatkan dalam tiga wadah
terpisah lalu ditaruh bersama dengan baham-baham tallu mata di hadapan para
sesepuh dari wilayah Aralle karena akan nakada-kadai Deppasolok yang
kemudian disebut "Basseangkada".

Deppasolok maju kedepan, tampak jelas di antara semua yang hadir mengikuti
gauam tersebut. Ia memulai dengan mengangkat tanduk kerbau, dan dengan
lantang berkata, "Inde tanduk tedom ladianna akala dipadadi tanda, aka menna-
mennanna tau, tau illalam battu tau sulibam laumpadadi pakposanga-sanga
annala umpakendek gauk lobok tama inde botto litäkna Salutambum,
lanatanduk tedom sauk anna dekke, illalam mentanduk sulibam, sulibam
mentanduk tama".

Lalu, ia mengangkat pudum kamussunna babi, dan dengan suara lantang berkata,
"Inde pudum pudum kamussunna babi ladianna akala dipadadi tanda, aka
menna-mennanna tau, tau illalam battu tau sulibam laumpadadi pakposanga-
sanga annala umpakendek gauk lobok tama inde botto litäkna Salutambum, lana
sumbem babi sauk anna dekke, illalam messumbem sulibam, sulibam
messumbem tama".

Kemudian, ia mengangkat tombak di tangan kanannya lalu menghadap ke buntu


Kallam. Sesaat kemudian ia mengayunkan dan menancapkannya dengan kuat ke
tanah. Dengan suara lantang ia berkata, "Inde doke lapetondäkna katonanna
litak. Makbala Sikkik lekbak libam buntu Kallam, malolo tama Podilleam. Anna
inde doke ladianna akala dipadadi tanda, aka menna-mennanna tau, tau illalam
battu tau sulibam laumpadadi pakposanga-sanga annala umpakendek gauk
lobok lakbi-lakbinna lamugahu katonanna litäk Salutambun anna litäk sengak,
lamembuno doke sauk anna dekke, illalam membuno sulibam, sulibam
membuno tama".

Setelah itu, secara bergantian Deppasolok mengangkat parang, sepasang kaki


ayam, dan pindam, sambil berkata, "Inde piso lamembatta sauk anna dekke
umbukka litäk Salutambum, anna inde piso ladianna aka ladipadadi tanda, aka
kedenni tau, tau illalam battu tau sulibam la umpadadi pakposanga-sanga annala
umpakendek gauk lobok lakbi-lakbinna la umpaksahantangam kaliane anna
pangalak illalam lembäna Salutambum, lamembatta piso sauk anna dekke,
illalam membatta sulibam, sulibam membatta tama. Annala mengkaho bittik
mänek sauk anna dekke, illalam mengkaho sulibam, sulibam mengkaho tama.
Lamakabu pindam, paunnäk pebajoam".

Setelah semua perkataan yang diucapkan Deppasolok berakhir, berakhir pulalah


acara utama dari gauam tersebut. Deppasolok telah makbasseangkada kepada
tanah Salutambun. Kemudian Pahengngek (Indokadanenek) berdiri,
menyampaikan pidato penutup dan sekaligus nasihat. "Lako mentuk änggänna
kasahapuangko illalam lembäna Salutambum; änggänna to puha dipogauk
ingngenak, ia miak to'o la muolik mammak musalungku metindo, la muita
bulabam, la ungkambik anna la ungkedoannak sule lako ampo-ampo batik mu,
anna täk sikda-sikda mala mulenda. Aka makak dua benginna annala denni tau,
tau illalam battu tau sulibam Salutambum la umpasahantangam inde gauam
kasalle tapogauk ak allo temo, lana kettak basseangkada. Dadi, la tuttuam
masannam makoak tia, annala tuttuam matotok umpuängam litäk inde
Salutambum aka demmi ak umpentokoi. Susi tulak to kupatinalloiangko ak indo
mane sule koak inde Salutambun, tipungnguk illalam basseangkada to
manepuha ak tahingngi ingngenak. Aka inde basseangkada makkalembasam
sakkena litäk, anna sakkena hupatau mutadongkonni litäk Salutambum".

"Tallu tunuam anna baham-baham tallu mata makkalembasam "Tomanjaga,


Kamatotosam na Pengkähängam, anna Allakna Katonam". Inde tallu kaha-kaha
maktandaam illalam tanduk tedom, pudum babi, bittik mänek, doke, piso, anna
pindam".

"Anna malai di kilalai liu inde gauam, lakbi-lakbinna Basseangkada ingenak, inde
tallu tunuam anna baham-baham tallu mata, anna na ladi pasusi inde ; Tanduk
tedom, pudum babi, anna doke, ladi beem naanna tomatua lembäna Salutambun
(Madaum). Bittik mänek, piso, anna pindam, la naanna tomatua lembäna Ahalle
(Indokadanenek). Ia pahallunna anna di pasusi'i anna na inde pemalianna
tunuam tallu anna baham-baham tallu mata, anna malai naissam sulelako ampo-
ampo batikna to Ahalle anna to Salutambum naua,

(1) "To Ahalle anna to Salutambum sisolasubum".

(2) "To Ahalle tala mugahu to Salutambum, susisiam dukak to Salutambum tala
mugahu to Ahalle".

(3) "Makak dua benginna annala umpadadi'i pakposanga-sanga to Ahalle tama


litäk Salutambum lana kettak Basseangkada. Susisiam to dukak, makak dua
benginna annala to Salutambum di maksallepenaba sauk Ahalle, lana kettak
Basseangkada".

Setelah pemalianna tunuam tallu dan baham-baham tallu mata ini selesai diatur
penempatannya serta diuraikan artinya, orang mengambil tiga buah batu besar
dan ditanamkan pada tiga lubang yang ke atasnya telah dicurahkan darah ketiga
hewan kurban. Juga pada ketiga lubang itu ditanam tiga batang täbä".
Pahengngek melanjutkan pidatonya, "Kalembasanna bilangam tallu, di osäk tallu
batu, ditanam tallu täbä ianto'o; Bilangam tallu makkalembasam, tallu
dudungam (Kapahentaam, Peadakam, Katomatuaam), lasilalikam tallu
umbalantam änggänna kaha-kaha susi mehhupataunna teem mendiadakna, susi
kadakena teem mapianna, ke makalek dua benginna annala denni kendek battu
diua dadi illalam paklembänganna Salutambum; Diosäk tallu batu,
kalembasanna pepakatotokna tallu to tamenabanna di pakpolalanni
Basseangkada (doke, piso, pindam); Ditanam tallu täbä, kalembasanna,
pepakatotokna tallu hupanna to menabanna di pak polalanni Basseangkada
(tedom, babi, mänek)".

"Loäna di osäk tallu batu anna ditanam tallu täbä, aka makak manik'i di
pakdeam inde pemalianna tallu tunuam anna baham-baham tallu mata,
maktandaanganna ianto'o diita dio inde tallu batu anna tallu täbä. Ianto'o loäna
maneanna. Loäna kapenduanna, lana issam sule lako ampo-ampo batikna to
Ahalle anna to Salutambum ke naita o'om inde tallu batu anna tallu täbä naua,
deem dipalako gauam tunuam tallu sola Basseangkada, anna eta inde dipalako
battu diua digauam".

Setelah selesai Indokadanenek (Pahengngek) menjelaskan arti dan fungsi dari


tunuam tallu dan Basseangkada, selesai pulalah seluruh rangkaian gauam
tersebut. Masyarakat Salutambun begitu senang setelah dapat menerima
pentokoam disesena adat dari para sesepuh atau tomatua paklembänganna Aralle,
karena dengan begitu mereka akan semakin masakke dan matotok dalam
menempati dan memiliki serta bekerja di tanah Salutambun.
-8-

Meskipun masyarakat Salutambun telah matotok dan merasakan kedamaian


memiliki dan menempati tanah Salutambun secara adat, namun terpikir oleh
para sesepuh atau tomatua bahwa akan lebih baik lagi apabila masih ada
pentokoam diona okkokanna litäk Salutambun dari pemerintah. Maka
berkumpullah semua To Sibaba Lalan Inaba di salutambun dipimpin tomatua
lembä Madaum dan kapala Salutambun Tamemak untuk kembali
bermusyawarah. Mereka membahas tentang rencana meminta suhak
katähängam mengenai okkokanna litäk di Salutambun kepada pemerintah.
Mereka berdiskusi satu sama lainnya dengan penuh perhatian serta sangat
tertib. Hasil dari musyawarah ini adalah semua warga masyarakat di
Salutambun setuju dengan rencana meminta suhak katähängam kepada
pemerintah tersebut.

Keesokan harinya, tobahak Madak bersama kapala Tamemak pergi ke Aralle


menemui Pahengngek. Mereka menyampaikan paklalam penabanna To Sibaba
Lalan Inaba di Salutambun. Pahengngek mendengarkan mereka dengan penuh
perhatian. Setelah selesai dan Pahengngek mengerti dengan maksud kedua
tamunya, ia menyatakan bahwa ia setuju dan menerima permintaan mereka. "La
dipelauandakoak tia lako tomakpahenta, tobahak solakoak kapala, sampo lalaopi
iolo dipetuak pengkähämuak illalam. Pakpasulengkoak, pangampa mammakoak
iaja battu umbapingei mala tau dekke". Pahengngek berjanji akan hal itu.

Setelah itu, Pahengngek pergi ke Mambi untuk menyampaikan permohonan


warga Salutambun kepada kepala HBA Mambi. Ia menjelaskannya dengan
sangat detail sehingga membuat kepala HBA yakni Tuan Lassa Mantik mengerti
bahkan setuju. Ia mengatakan bersedia mengurusnya. Namun tentu saja mereka
harus terlebih dahulu memeriksa pekerjaan masyarakat di Salutambun.

Beberapa waktu kemudian, kepala HBA Mambi, kepala distrik Aralle, serta
beberapa orang pejabat pemerintahan lainnya datang ke Salutambun, melihat
dan memeriksa pekerjaan waga Salutambun. Mereka sangat kagum dan puas
dengan hasil kerja warga. Lahan yang telah dibuka sudah sangat luas. Bahkan
sudah ada kampung-kampung lain selain Mokkom yang dihuni warga.

Semua warga Salutambun dipanggil untuk melakukan musyawarah di Allaksalu,


di bawah naungan sebuah lumbung padi. Pahengngek membuka musyawarah
dengan berkata, "Pamanontonniak penabammu mengkähä, änggänna ko to
mutadongkonni inde Salutambum akala dipapiam makoak tia suhak kätäham
kan beengammuak to makpahenta litäk inde Salutambun". Tuan Lassa Mantik
memandang Pahengngek dan berkata, "Anggahia Pahengngek laumpasediako
doik dua kattek ladipake muuhuk inde suhak katähängam litäk". Saat itu juga
pahengngek memberikan uang sebesar dua kattek kepada Tuan Lassa Mantik,
dan warga Salutambun akan menebusnya dengan bekerja kepada Pahengngek.
Musyawarah akhirnya selesai, warga bubar, dan Pahengngek serta Tuan Lassa
Mantik menuju Mamasa untuk mengurus suhak katähängam litäkna Salutambun.

Tanggal 11 Mei tahun 1932, pemerintah mendatangkan suhak katähängam


litäkna Salutambun, selanjutnya disebut "SEGEL" atau dalam bahasa Bambam
disebut "SEGEK". Dengan adanya Basseangkada, pepakatotok secara adat, dan
Segel atau Segek, pepakatotok dari pemerintah, masyarakat Salutambun semakin
merasakan damai dan kebahagiaan dalam meniti hari dan bekerja di tanah
Salutambun, sampai saat ini.
SANG
PEMBUKA
Laoanna Kadibeenganna Litäk inde
Salutambun to Kebanga
TUGAS

MENULIS NOVEL SEJARAH


D

OLEH :

Nama : Aspenas

Kelas : XII MIPA 3

Mapel : Bahasa Indonesia


KLIPING

BIODATA ATLET VOLLEY BALL

OLEH :

Nama : Aspenas

Kelas : XII MIPA 3

Mapel : PJOK

SMA Negeri 1 Buntumalangka

Tahun Pelajaran 2020/2021


Profil Penulis
Nama Lengkap : Aspenas

Tempat, tanggal lahir : Balo-balo, 1 April 2003

Umur : 17 tahun

Alamat : Desa Salutambun Timur, kecamatan Buntumalangka.

Sekolah asal : SMA Negeri 1 Buntumalangka

Kelas : XII MIPA 3

Nama Ayah : Josema

Nama Ibu : Rusniati

Hobi : Membaca, olahraga

Anda mungkin juga menyukai