Anda di halaman 1dari 3

Cerita Rakyat dari Kalteng (Kalimantan Tengah)

Judul:  Asal Usul Danau Malawen

Oleh: Riyan sony setyawan

Dahulu kala, ada seorang pemuda bernama Kumbang Banaung. Ia adalah seorang
pemuda yang tampan. Ia hidup bersama kedua orangtuanya yang sudah tua dan
hidup sangat sederhana.

Sifat Kumbang tidak serupawan wajahnya. Ia sering bertindak kasar kepada


orangtuanya dan selalu memaksakan kehendak.

Ketika ayahnya sedang sakit keras, Kumbang memaksanya untuk menemani dirinya
pergi berburu.

“Tidakkah kau kasihan kepada ayahmu yang sedang sakit ini, Nak?” tanya ibunya
dengan sedih, “Kau pergilah sendiri, Ibu akan membawakan kau bekal makanan ”

Meskipun dengan bersungut-sungut, akhirnya Kumbang pergi berburu seorang diri.


Sebelum ia pergi, ayahnya memberikan sesuatu kepadanya.

“Bawalah ini. Ini adalah piring malawen. Jika kau mengalami kesulitan, lemparkanlah
piring ini. Kelak kau akan tertolong.” kata sang ayah.

Kumbang pun pergi berburu. Ia menyusuri hutan lebat. Ketika semakin jauh ke
dalam hutan, ia tersesat. Kumbang pun segera mencari-cari jalan keluar dari hutan
tersebut.

Tak disangka, di kejauhan ia melihat sebuah desa. Lalu, ia berjalan memasuki desa
yang bernama Desa Sanggu. Di sana sedang diadakan semacam pesta rakyat
untuk merayakan masa perubahan anak gadis Kepala Desa dari gadis kecil ke
ambang kedewasaan. Gadis cantik jelita itu bernama Intan.

Kumbang terkagum-kagum melihat kecantikan gadis itu. Ketika ia kembali ke


rumahnya, wajah Intan masih terbayang-bayang.
Keesokan harinya, Kumbang kembali pamit untuk pergi berburu. Padahal, ia pergi
ke Desa Sanggu. Sesampainya di desa itu, ia berusaha mencari jalan agar bisa
berkenalan dengan Intan.

Akhirnya, Kumbang berhasil berkenalan dengan Intan dan mereka cukup lama
berbincang-bincang. Dari sikapnya, ternyata Intan juga menyimpan rasa terhadap
Kumbang. Mereka pun sepakat menjalin kasih.

Sejak saat itu, Kumbang semakin sering pergi ke Desa Sanggu untuk menemui
Intan. Hal itu berlangsung berkali-kali, sehingga menimbulkan kecurigaan warga.
Mereka menganggap sikap Intan dan Kumbang tidak memberikan contoh yang baik
bagi para gadis-gadis di desa itu.

Suatu hari, Intan menceritakan masalah yang dihadapinya kepada Kumbang.


Ternyata, ia telah dijodohkan dengan seorang pengusaha rotan yang kaya raya.
Kumbang menjadi gundah. Lalu, ia pulang untuk menemui kedua orangtuanya.

Kepada orangtuanya ia mengutarakan niatnya untuk segera melamar Intan. Ayah


dan Ibu Kumbang merasa keberatan.

“Jangan berharap terlalu tinggi, Anakku. Gadis itu berasal dari keluarga terpandang.
Kita tidak sebanding dengan mereka” ujar ibunya.

Namun, Kumbang tetap bersikeras, “Intan harus menjadi istriku!” Kemudian, anak
muds itu pergi ke Desa Sanggu dan menemui Intan.

“Adinda, tidak ada satu pun yang menyetujui pernikahan kita. Sebaiknya, kita pergi
saja,” ujar Kumbang. Intan juga menyetujui ajakan Kumbang.

Mereka pergi mengendap-endap meninggalkan rumah Intan. Ternyata, gerak-gerik


mereka sudah diamati oleh beberapa warga.

“Hei, lihat! Itu kan Kumbang dan Intan.” seru warga yang melihat.

Intan ketakutan. Ia khawatir warga akan menghukum dan mempermalukannya.


Kumbang tak kalah paniknya. Mereka mempercepat langkah dan menghindari
kejaran warga

Tiba-tiba, Kumbang ingat akan benda sakti yang diberikan ayahnya, piring malawen.
Segera saja ia melempar piring itu ke tepi sungai. Ajaib sekali, piring tersebut
berubah menjadi besar. Kumbang dan Intan naik ke atas piring untuk menyeberang
sungai.

Mereka bernapas lega, karena mereka selamat dari kejaran warga.

Mereka berdua tertawa gembira. Namun, ketika sampai di tengah sungai, tiba-tiba
terjadi badai dahsyat disertai petir menyambar dan hujan yang sangat lebat. Piring
malawen tidak mampu menahan gelombang dan cuaca seburuk itu. Piring itu pun
terbalik. Sungai itu kemudian menjelma menjadi sebuah danau. Masyarakat
kemudian menamakannya dengan Donau Malawen. Konon kabarnya Kumbang dan
Intan berubah menjadi sepasang buaya putih penunggu danau tersebut.

Anda mungkin juga menyukai