Anda di halaman 1dari 9

Batu Batangkup

Pada zaman dahulu, di sebuah desa. Tinggallah seorang Janda yang bernama Mbok Minah. Ia
tinggal dengan kedua anaknya. Anak yang pertama seorang Laki-laki dan anak Mbok Minah
yang ke dua seorang perempuan.

Mbok Minah selalu bekerja keras untuk menghidupi kedua anaknya. Ia selalu pergi ke hutan
untuk mencari kayu bakar dan di jual ke pasar. Hasil dari penjualannya tersebut di gunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Kedua anaknya sangat nakal dan pemalas.
Kerjaannya hanya main-main saja. Mereka tidak pernah membantu Mbok Minah. Mereka
selalu membantah perkataan emaknya dan membuat Mbok Minah sedih dan menangis.Mbok
Minah sudah tua dan sakit-sakitan. Namun, kedua anaknya selalu bermain tanpa mengenal
waktu dan kadang sampai larut malam. Mak Minah sering menangis dan meratapi
dirinya."Yaaa Tuhan, hamba. Sadarkanlah anak hamba yang tidak pernah ingin menghormati
ibunya," Mbok Minah berdoa di antara tangisnya.Pada suatu hari. Mbok Minah memanggil
kedua anaknya. Namun, Kedua anaknya tidak menghiraukan panggilan ibunya tersebut malah
asik bermain. Mbok Minah pun terus memanggil kedua anaknya. Dan tetap sama, mereka
sama sekali tidak menghiraukan panggilannya. Akhirnya, mbok Minah pergi ke dapur untuk
membuatkan makanan, meskipun badannya terasa sangat lemas.Tidak lama kemudian,
makanan sudah siap. Mbok Minah segera memanggil kedua anaknya. ‘’ Anak-anakku ayo
pulang. Makanan sudah siap.’’ Ujar Mbok Minah. Mendengar makanan sudah siap, mereka
langsung berlari menuju dapur. Mereka makan dengan sangat lahap dan menghabiskan semua
makanan tanpa menyisakan sedikitpun untuk emaknya. Mbok Minah menahan rasa laparnya.
Kedua anaknya kembali bermain dan sama sekali tidak membantu Mbok Minah mencuci
piring.Ketika malam semakin larut. Sakitnya Mbok Minah semakin parah. Namun, anaknya
sama sekali tidak mempedulikannya sampai Mbok Minah tertidur sangat lelap.Suatu hari.
Mbok Minah menyiapkan makanan yang sangat banyak untuk kedua anaknya. Setelah itu,
Mbok Minah langsung pergi ke tepi sungai mendekati sebuah batu. Aneh.nya batu tersebut
dapat berbicara. Batu tersebut juga bisa membuka lalu menutup kembali seperti karang.
Orang-orang di desa tersebut menyebutnya Batu Batangkup

Mbok Minah mendatangi Batu Batangkup dengan perasaan sangat sedih.‘’ Wahai Batu yang
dapat bicara. Saya sudah tidak sanggup hidup dengan kedua anak yang sudah durhaka kepada
orang tuanya. Kedua anak yang tidak pernah mempedulikan keberadaanku dan tidak pernah
menghormati orang tuanya. Aku mohon. Tolong telanlah aku sekarang juga.’’ Kata Mbok
Minah menangis.
‘’ Apakah engkau tidak menyesal dengan permintaan mu ini Mbok Minah? Bagaimana nasib
kedua anakmu nanti?’’ jawab Batu Batangkup.

‘’ Aku tidak akan pernah menyesal. Mereka bisa hidup sendiri. Mereka juga tidak pernah
menganggapku dan peduli pada emaknya.’’ Kata Mbok Minah.

‘’ Baiklah Mbok Minah. Jika itu mau mu. Akan aku kabulkan.’’

Dalam sekejap, Batu Batangkup langsung menelan Mbok Minah, dan meninggalkan rambut
panjangnya.Kedua anaknya pun merasa heran. Karena tidak bertemu dengan emaknya dari
pagi. Namun, mereka tetap tidak mempedulikan emaknya. Karena makanan yang lumayan
banyak. Mereka hanya makan dan kembali bermain. Namun, setelah dua hari makanan pun
habis. Mereka mulai kebingungan dan mulai merasa lapar. Sudah dua hari berlalu. Namun,
emaknya belum juga kembali

Keesokkan harinya, mereka mencari Mbok Minah sampai menjelang malam. Namun, tidak
bisa menemuka emaknya. Keesokkan harinya lagi. Mereka mencari di sekita sungai. Mereka
melihat Batu Batangkup dan melihat ujung rambut Mbok Minah yang terurai. Mereka segera
berlari menghampiri Batu Batangkup tersebut.

‘’ Wahai Batu Batangkup. Tolong keluarkan emak kami. Kami sangat membutuhkan emak
kami.’’ Ratap mereka sedih.

‘’ Tidak!! Aku tidak akan mengeluarkan Mbok Minah keluar dari perutku. Kalian
membutuhkannya karena lapar. Kalian tidak menyayangi dan menghormati emak kalian.’’
Jawab Batu Batankup.

“Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka.Akhirnya
emak dikeluarkan dari perut Batu Batangkup. Namun, tindakan mereka hanya sebentar.
Setelah itu mereka kembali pada kebiasaan lamanya, pemalas, tidak mau membantu
emaknya, tidak menghargai dan menghormati orang tua. Dan kerjaannya hanya bermain dan
bermain.Mbok Minah merasa sangat sedih karena kejadian sebelumnya terulang kembali. Ia
pun memutuskan kembali untuk di telan oleh Batu Batangkup. Namun, kedua anaknya asik
bermain dari pagi sampai menjelang sore. Mereka pun menyadari dan tidak melihat emaknya.

Keesokan harinya, mereka mendatangi Batu Batangkup dan kembali menangis dan memohon
agar emaknya di keluarkan kembali. Namun, Batu Batangkup sangat marah.

‘’ Kalian anak-anak yang tidak tahu di untung. Kalian hanya anak nakal yang bisanya Cuma
main dan main. Sekarang penyesalan kalian tidak aka nada gunanya.’’ Kata Batu Batangkup
dengan nada tinggi.

Batu Batangkup pun langsung menelan kedua anak nakal tersebut masuk kedalam tanah.
Mereka pun sampai sekarang tidak pernah kembali.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Indonesia : Batu Batangkup adalah hormati dan sayangi
kedua orang tuamu karena kesuksesan dan kebahagianmu dimasa depan akan sangat
tergantung dari doa mereka.
Cerita Rakyat : Legenda Pulau Nusa

Tersebutlah seorang lelaki bernama Nusa. Ia tinggal di pinggir Sungai Kahayan bersama istri
dan adik iparnya. Nusa setiap hari menggarap sawah dan juga menangkap ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Suatu ketika terjadi musim kemarau yang terus berkepanjangan. Sungai dan mata air
mengering. Aneka tanaman merenggas dan layu. Seperti halnya warga lainnya, Nusa
merasakan kesulitan yang sangat dalam musim kemarau yang berkepanjangan itu. Tanaman
di sawahnya layu dan mati, diapun kesulitan untuk mencari ikan di sungai yang surut airnya
itu. Nusa pun berkehendak untuk pindah ke daerah lain yang masih mempunyai sumber air
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih balk. Setelah menyiapkan bekal secukupnya, Nusa
mengajak istri dan adik iparnya untuk berangkat. Dengan menaiki sebuah perahu kecil,
mereka menuju hilir Sungai Rungan.

Perjalanan mereka menuju hilir Sungai Rungan itu tidak dapat lancar mereka lakukan.
Sebatang pohon besar yang tumbang menghalangi laju perahu mereka. Satu-satunya cara agar
mereka dapat meneruskan perjalanan adalah memotong batang pohon besar itu. Nusa dan
adik iparnya segera bekerja memotong batang pohon itu dengan kapak. Sangat besar batang
pohon itu hingga Nusa dan adik iparnya harus bekerja keras selama berjam-jam. Akibatnya,
Nusa merasa lapar yang sangat. Nusa berkehendak mencari makanan di hutan untuk
menghemat bekal mereka yang tidak seberapa. Nusa lalu mengajak adik iparnya menuju
hutan.

Nusa menemukan telur yang cukup besar. Sekitar dua kali ukuran telur angsa. Nusa tidak
mengetahui telur apa yang ditemukannya itu. Ia kemudian merebus telur itu dan memakannya
sendirian karena istri dan adik iparnya tidak mau memakannya. Istrinya bahkan menyarankan
agar Nusa tidak memakan telur itu. Namun, Nusa tetap bersikeras untuk memakannya.

Di tengah malam, Nusa terbangun dari tidurnya. Ia merasakan tubuhnya gatal luar biasa. Di
sekujur tubuhnya juga terlihat bintik- bintik kemerah-merahan. Nusa telah menggaruk
bagian-bagian tubuhnya, namun tidak juga mereda rasa gatal yang dirasakannya. Segera
dibangunkannya istri dan adik iparnya untuk membantunya menggaruk. Namun demikian,
Nusa tetap merasa gatal. Berbagai cara telah dilakukan, tetap juga rasa gatal yang dirasakan
Nusa itu tidak juga berkurang. Adik ipar Nusa yang kebingungan lantas mencari bantuan ke
perkampungan terdekat.

Keesokan paginya tubuh Nusa mengalami perubahan yang sangat mengejutkan. Bintik-bintik
berwarna kemerah-merahan di sekujur tubuh Nusa telah berubah menjadi sisik-sisik. Tubuh
Nusa dari bagian perut hingga kaki telah juga memanjang hingga menyerupai bentuk naga.
Hanya bagian wajah hingga dadanya saja yang masih menyerupai manusia. Dalam keadaan
seperti itu Nusa pun berujar pada istrinya, "Aku rasa, semua yang terjadi pada diriku ini
bermula dari telur yang kumakan. Telur itu tentu telur naga. Sungguh, aku menyesal karena
tidak mendengarkan nasihatmu. Namun, bagaimanapun halnya, penyesalanku tidak lagi
berguna. Tuhan telah menakdirkan aku menjadi naga. Aku harus menerima takdirku ini"

Istri Nusa hanya bisa bersedih hati mendapati kejadian yang menimpa suaminya. Sementara
warga yang dimintai tolong adik ipar Nusa akhirnya berdatangan. Mereka terheran-heran
mendapati wujud Nusa tanpa bisa melakukan suatu tindakan apapun untuk menolong Nusa.

Di hadapan semuanya, Nusa berpesan, malam nanti akan turun hujan yang sangat lebat
disertai angin badai yang dahsyat. Guntur dan petir akan sambar-menyambar: Air sungai
Rungan akan meluap hingga membanjiri daerah-daerah di sekitar sungai Rungan itu. Nusa
juga berpecan agar istrinya, adik iparnya, dan juga segenap warga mengungsi ke daerah yang
aman. Nusa lantas meminta agar tubuhnya yang telah berubah menjadi naga dengan panjang
lebih dari tiga kali pohon kelapa itu digulingkan ke sungai. Ia tidak tahan dengan terik panas
sinar matahari. Naga jelmaan Nusa itu lantas berenang menuju muara Sungai Kahayan.

Pesan Nusa terbukti benar. Pada malam harinya keadaan di daerah itu persis seperti yang
dipesankan Nusa. Hujan turun sangat deras, angin badai dahsyat menerjang, diiringi guntur
dan petir yang sambung-menyambung. Permukaan Sungai Rungan terus meninggi dengan
cepat. Banjir pun terjadi. Ketinggian air di daerah itu bahkan melebihi tingginya pepohonan.
Istri Nusa, adik ipar Nusa, dan warga yang mendengarkan pesan Nusa dapat selamat setelah
mengungsi di tempat yang aman.

Banjir besar di Sungai Rungan menyebabkan tubuh Nusa terbawa arus hingga akhirnya ia
tiba di Sungai Kahayan. Sebelum menuju lautan luas, Nusa berkehendak berdiam di sebuah
teluk yang dalam. Ia pun memangsa ikan-ikan yang berada di teluk itu. Ikan-ikan yang
berdiam di muara Sungai Kahayan itu menjadi cemas dengan kehadiran Nusa. Dengan nafsu
makannya yang luar biasa, para ikan khawatir, Nusa akan memangsa mereka semua. Para
ikan lantas bertemu dan berunding untuk mencari cara agar terbebas dari malapetaka yang
diakibatkan Nusa itu. Ikan saluang tampil dengan rencananya yang akhirnya disetujui oleh
para ikan.

Ikan saluang lalu menghampiri Nusa untuk mewujudkan rencananya. Ia sebutkan kepada
Nusa, bahwa di laut luas ada seekor naga besar yang hendak menantang Nusa. Katanya,
"Tuan Naga, naga di laut itu ingin mengadu kesaktian dengan Tuan untuk membuktikan siapa
naga terkuat."

Nusa sangat geram mendengar laporan ikan saluang. "Seberapa besar naga di taut itu?"
tanyanya.

"Sesungguhnya naga itu tidak sebesar Tuan Naga," jawab ikan saluang. "Namun
keberaniannya sungguh luar biasa tinggi. Ia sangat terusik dengan kehadiran Tuan Naga di
muara Sungai Kahayan ini. Menurut kabar yang saya dengar, naga itu tengah menuju ke
muara Sugai Kahayan ini untuk menyerang Tuan Naga!"

Bertambah-tambah kegeraman Nusa. Ingin segera didatanginya naga itu dan mengadu
kekuatan dengannya. Namun, ikan saluang menyarankan agar Nusa menunggu saja di muara
Sungai Kahayan itu. "Hendaklah Tuan Naga menyimpan tenaga untuk menghadapi naga
besar itu di tempat ini. Jika Tuan Naga mencarinya di Laut luas, bisa jadi Tuan Naga akan
ketelahan. Bukankah naga itu bisa

mengalahkan Tuan Naga jika Tuan Naga ketelahan?"

Nusa setuju dengan saran ikan saluang. Berhari-hari Nusa terus menunggu kedatangan naga
besar dari taut dengan sikap waspada. Selama menunggu itu ia tidak berani tidur. Ia khawatir
naga di laut itu akan menyerangnya ketika ia tengah tertidur. Karena telah berhari-hari tidak
tidur, Nusa menjadi sangat mengantuk. Tertidurlah ia tak lama kemudian.

Ketika mengetahui Nusa tertidur, ikan saluang mendekati ekor Nusa. Berteriaklah ia
sekeras¬kerasnya, "Bangun Tuan Naga! Musuhmu telah datang! Musuhmu telah datang!"

Nusa terperanjat mendengar teriakan ikan saluang. Cepat ia memutarkan kepalanya.


Gerakannya yang tiba-tiba itu membuat air sungai bergolak-golak. Ia menyangka
bergolaknya air sungai itu disebabkan kedatangan musuhnya yang akan menyerangnya.
Padahal, bergolaknya air itu disebabkan oleh gerakan ekornya sendiri. Nusa langsung
menyerang. Digigitnya ekornya sendiri yang disangkanya musuhnya itu hingga ekornya
terputus!

Nusa menjerit kesakitan ketika ekornya putus. Ikan saluang segera memanggil ikan-ikan
lainnya untuk menggigiti luka pada tubuh Nusa. Nusa yang tidak berdaya kian kesakitan
akibat gigitan ikan-ikan itu. Kekuatan tubuhnya terus melemah dan ia pun akhirnya tewas
setelah kehabisan darah. Seluruh ikan terus memangsa dagingnya hingga hanya tersisa
tulang-belulang Nusa.

Tulang-belulang Nusa akhirnya tertimbun oleh lumpur dan tanah. Aneka pepohonan
kemudian tumbuh di tempat itu hingga akhirnya terbentuk sebuah pulau. Warga menyebut
pulau di muara Sungai Kahayan itu dengan nama Pulau Nusa.

Pesan Moral dari Kumpulan-Kumpulan Cerita Rakyat : Legenda Pulau Nusa adalah kita
hendaklah mendengarkan saran dan nasihat orang lain demi kebaikan diri kita sendiri. Orang
yang keras kepala dengan mengabaikan saran kebaikan akan merasakan kerugian sendiri di
kemudian hari.
Cindelaras ( Jawa timur )

Jaman dahulu kala ada sebuah kerajaan bernama Kediri di Jawa Timur. Kerajaan itu dipimpin oleh raja bernama
Raden Putra. Raden Putra kaya raya dan berkuasa. Kegemarannya menyabung ayam. Raden Putra memiliki
permaisuri dan beberapa orang selir. Seorang selirnya ingin merebut kedudukan permaisuri. Ia memfitnah
permaisuri dan mengatakan bahwa permaisuri menaruh racun pada makanan raja. Sang raja murka. Tanpa
berpikir panjang dan memeriksa kebenaran berita itu, ia memerintahkan prajurit untuk membawa permaisuri ke
hutan dan membunuhnya.
Para prajurit membawa permaisuri ke hutan, namun mereka tidak sampai hati membunuh permaisuri yang baik
hati dan bijaksana. Apalagi ia sudah mengandung. Mereka dengan berat hati meninggalkan permaisuri di hutan.
Mereka menangkap seekor rusa dan membawa jantungnya kepada raja sebagai bukti bahwa mereka telah
membunuh permaisuri.
Beberapa bulan kemudian permaisuri melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan dan sehat. Bayi itu diberi
nama Cinde Laras.
Cinde Laras tumbuh menjadi anak yang kuat dan cerdas. Ia suka bermain di hutan. Pada suatu hari ia
menemukan sebutir telur ayam. Cinde Laras membawa telur itu pulang dan merawatnya hingga menetaskan
seekor anak ayam jantan. Anak ayam itu dengan cepat tumbuh menjadi besar.

Seperti ayahnya, Cindelaras suka menyabung ayam. Ia pergi ke desa-desa tetangga untuk menyabung ayam.
Ayam jagonya sangat kuat dan selalu menang melawan ayam-ayam jago lain. Cindelaras menjadi terkenal.
Semua orang mendengar cerita tentang anak laki-laki itu dan ayam jagonya.
Sang raja juga mendengar berita tentang ayam jago yang tak terkalajkan dan pemiliknya yang masih bocah.
Raja mengundang Cinde Laras ke istana untuk melihat ayam jago terkenal itu bertarung.
Ketika Cinde Laras datang di istana, raja terkesiap. “Katanya anak ini tinggal di hutan, namun tindak tanduknya
seperti anak bangsawan,” pikirnya.
Raja mengajak Cinde Laras mengadu ayam. Cinde Laras mengajukan syarat, bila ia memenangkan
pertandingan itu, raja harus merelakan setengah kerajaan untuk diberikan kepadanya. Raja langsung setuju.
Ayam-ayam jagonya semua ayam pilihan dan dirawat dengan sangat baik. Tak mungkin ayam jago Cinde Laras
bisa menang. Raja memilih ayamnya yang terbaik untuk melawan ayam Cinde Laras, namun dengan mudah
dikalahkan. Semua orang terkejut. Mereka lebih heran lagi ketika ayam Cinde Laras berkokok.
Bunyinya, “Kukuruuyuuuk...! Akulah ayam jago Cindelaras, yang hidup di hutan, tapi ia anak Raden Putra!”
Ayam itu berkokok lantang berulang-ulang. Raja sangat terkejut. Ia kemudian memanggil Cindelaras mendekat.
"Siapa namamu? Di mana rumahmu?” tanya raja.
“Nama saya Cinde Laras, yang mulia. Saya tinggal bersama ibu di hutan"
“Siapa nama ibumu?”
Cinde Laras menyebutkan nama ibunya dan raja terperanjat.
"Apakah benar ia anakku?" tanyanya dalam hati.

Raja memerintahkan prajurit untuk mengawalnya dan Cinde Laras ke rumahnya di hutan. Di sana raja melihat
seorang wanita dan langsung mengenalinya sebagai permaisuri yang dulu hendak dibunuhnya. Permaisuri
menceritakan bahwa ia difitnah dan ia melahirkan Cinde Laras.
Raja sangat menyesal karena ia dulu terburu nafsu. Ia mengajak permaisuri dan Cinde Laras kembali ke istana.
Raja mengukuhkan kembali kedudukan permaisuri dan menghukum selir yang jahat itu. Setelah raja meninggal,
Cinde Laras menggantikannya menjadi raja. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana.
Legenda Batu Gantung ( Sumatera Utara )

Pada jaman dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau Toba hiduplah sepasang suami-
isteri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni. Selain cantik,
Seruni juga tergolong sebagai anak yang rajin karena selalu membantu kedua orang tuanya
ketika mereka sedang bekerja di ladang yang hasilnya digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu hari, Seruni harus bekerja di ladang seorang diri karena kedua orang tuanya sedang ada
keperluan di desa tetangga. Ia hanya ditemani oleh anjing peliharaannya yang diberi nama Si
Toki. Sesampainya di ladang Seruni hanya duduk termenung sambil memandangi indahnya
alam Danau Toba. Sementara anjingnya, Si Toki, ikut duduk disamping sambil menatap
wajah majikannya yang tampak seperti sedang menghadapi suatu masalah. Sesekali sang
anjing menggonggong untuk mengalihkan perhatian Seruni apabila ada sesuatu yang
mencurigakan di sekitar ladang.
Sebenarnya, beberapa hari terakhir Seruni selalu tampak murung. Hal ini disebabkan karena
Sang Ayah akan menjodohkannya dengan seorang pemuda yang masih tergolong sepupunya
sendiri. Padahal, ia telah menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya dan
telah berjanji pula akan membina rumah tangga. Keadaan ini membuatnya menjadi bingung,
tidak tahu harus berbuat apa, dan mulai berputus asa. Di satu sisi ia tidak ingin
mengecewakan kedua orang tuanya, namun di sisi lain ia juga tidak sanggup jika harus
berpisah dengan pemuda pujaan hatinya.
Setelah merenung beberapa saat dan tanpa menghasilkan apa-apa, Seruni beranjak bangkit
dari tempat ia duduk. Dengan berderai air mata ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba.
Rupanya ia sudah sangat berputus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara
menceburkan diri ke Danau Toba. Sementara Si Toki yang juga mengikuti majikannya
menuju tepi danau hanya bisa menggonggong karena tidak tahu apa yang sedang berkecamuk
di dalam benak Seruni.
Saat berjalan ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia terperosok ke dalam sebuah
lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya. Dan, karena berada di dasar lubang yang sangat
gelap, membuat gadis cantik itu menjadi takut dan berteriak minta tolong kepada anjing
kesayangannya. Namun karena Si Toki hanyalah seekor binatang, maka ia tidak dapat
berbuat apa-apa kecuali terus-menerus menggonggong di sekitar mulut lubang.
Akhirnya gadis itu pun semakin putus asa dan berkata dalam hati, “Ah, lebih baik aku mati
saja.”
Setelah berkata seperti itu, entah mengapa dinding-dinding lubang tersebut mulai merapat.
“Parapat…! Parapat batu!” seru Seruni agar dinding batu semakin merapat dan menghimpit
tubuhnya.
Melihat kejadian itu Si Toki langsung berlari ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampainya
di rumah Si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan sudah berada di
rumah. Sambil menggonggong, mencakar-cakar tanah dan mondar-mandir di sekitar
majikannya, Si Toki berusaha memberitahukan bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
Sadar akan apa yang sedang diisyaratkan oleh si anjing, orang tua Seruni segera beranjak
menuju ladang. Keduanya berlari mengikuti Si Toki hingga sampai ke tepi lubang tempat
anak gadis mereka terperosok. Ketika mendengar jeritan anaknya dari dalam lubang, Sang
Ibu segera membuat obor sebagai penerang karena hari telah senja. Sementara Sang Ayah
berlari kembali menuju desa untuk meminta bantuan para tetangga.
Tak berapa lama kemudian, sebagian besar tetangga telah berkumpul di rumah ayah Seruni
untuk bersama-sama menuju ke lubang tempat Seruni terperosok. Mereka ada yang
membawa tangga bambu, tambang, dan obor sebagai penerangan.
Sesampainya rombongan di ladang, sambil bercucuran air mata Ibu Seruni berkata pada
suaminya, “Pak, lubangnya terlalu dalam dan tidak tembus cahaya. Saya hanya mendengar
sayup-sayup suara anak kita yang berkata: parapat, parapat batu…”
Tanpa menjawab pertanyaan isterinya, Ayah Seruni segera melonggok ke dalam lubang dan
berteriak, “Seruniii…! Serunii…!”
“Seruni…anakku! Kami akan menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara
Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu di sekelilingnya untuk merapat dan
menghimpitnya.
Warga yang hadir di tempat itu juga berusaha untuk membantu dengan mengulurkan seutas
tambang hingga ke dasar lubang, namun sama sekali tidak disentuh atau dipegang oleh
Seruni.
Merasa khawatir, Sang Ayah memutuskan untuk menyusul puterinya masuk ke dalam
lubang, “Bu, pegang obor ini! Saya akan turun menjemput anak kita!”

“Jangan gegabah, Pak. Lubang ini sangat berbahaya!” cegah sang isteri.

“Benar Pak, lubang ini sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang tetangganya.

Setelah ayah Seruni mengurungkan niatnya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan bumi pun
bergoncang dahsyat yang membuat lubang secara perlahan merapat dan tertutup dengan
sendirinya. Seruni yang berada di dalam lubang akhirnya terhimpit dan tidak dapat
diselamatkan.
Beberapa saat setelah gempa berhenti, di atas lubang yang telah tertutup itu muncullah
sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis yang seolah-olah menggantung pada
dinding tebing di tepi Danau Toba. Orang-orang yang melihat kejadian itu mempercayai
bahwa batu itu adalah penjelmaan dari Seruni dan kemudian menamainya sebagai “Batu
Gantung”.
Dan, karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah “parapat, parapat,
dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung kemudian diberi nama Parapat.

Anda mungkin juga menyukai