Anda di halaman 1dari 4

FOLKLOR CERITA RAKYAT Maluku

Nama : Idris Soleman


Kelas : 21 A
Fakultas : Psikologi

BATU BADAONG

i sebuah desa di pulau Tanimbar (Maluku), hiduplah

seorang pria kaya bersama istri dan 2 orang anak yang sudah
tumbuh menjadi seorang pemuda dan seorang gadis, mereka
berdua sangat dimanjakan oleh ayah mereka sehingga mereka
mempunyai sifat yang malas dan sombong. Mereka memiliki
banyak pelayan yang siap melayani semua keinginan mereka.
Ketika ayah mereka meninggal, semua pelayan pergi karena
tidak tahan dengan perlakuan mereka. Sehingga sang ibulah
yang menggantikan tugas-tugas para pelayan itu. Mulai dari
mempersiapkan makanan, menyapu, mengepel, hingga
menyetrika dikerjakan oleh ibunya dengan ikhlas. Namun,
sungguh tidak terpuji. Kedua anak itu memperlakukan ibu
mereka seperti pelayan. Jika ada yang salah mereka tak segansegan membentak, seperti seorang majikan yang sedang
marah kepada budaknya.
Hati ibu yang malang sungguh sangat sakit, tetapi hanya bisa
pasrah. Bagimanapun juga, mereka adalah putra-putrinya
tercinta. Sekurang-ajar apapun perlakuan mereka, ibunya tetap
melayani kebutuhan mereka seperti biasanya. Sering ibu yang
malang itu melakukan pekerjaannya sambil meneteskan air
mata dan berdoa
Ampunilah hamba, ya Tuhanku
Hamba gagal mendidik mereka
Hamba gagal menjadikan mereka anak-anak yang berbakti
Ya Tuhanku
Bukalah mata hati mereka

Berilah mereka kesadaran


Agar mereka bisa menjadi anak-anak yang insyaf;
Insyaf akan dirinya;
Dan kembali ke jalanMu
Suatu hari ketika mereka bangun tidur dan ingin makan,
mereka terkejut melihat meja dalam keadaan kosong. Tak ada
makanan dan minuman yang tersaji. Hanya ada panci diatas
kompor. Mereka berdua marah dan membanting apapun yang
ditemukan sambil mencari ibu mereka.
Si pemuda berpikir pasti ibunya sedang mencuci pakaian di
sungai. Merekapun bergegas menuju kes ungai. Dan, ternyata
benar dugaan pemuda itu; sang ibu sedang mencuci pakaian.
Dalam keadaan marah pemuda itu mengahmpiri ibunya. Tanpa
bertanya, langsung wesss.. gubrakkk, pemuda itu
menendang cucian sang ibu hingga terjatuh ke sungai. Ibunya
tidak kuasa berbuat apa-apa selain menangis. Tak hanya itu, si
gadis pun tidak mau ketinggalan. Sementara tangan kirinya
memegangi tangan ibunya, tangan kanannya mengayunkan
pukulan bertubi-tubi ke tubuh ibunya.
Ampun nak. Ada apa gerangan, kenapa kalian
memperlakukan ibumu seperti ini? tanya sang ibu dengan
diriingi isakan tangis dan cucuran air mata.
Dasar kau perempuan tua, sampai jam begini aku belum
makan. Aku lapar! Kau tak ikhlas yah memasak untukku?
hardik gadis itu sambil terus memukuli tubuh ibunya.
Si Ibu menangis dengan nyaring dan memohon, tapi kedua
anak itu tidak mau mendengarkannya. Malah mereka
memukulnya lagi dan lagi. Ibu yang malang mendapatkan
perlakuan buruk dari sang anak.
Tiba-tiba sang Ibu berhenti menangis, tubuhnya lemah, dan
dengan suara tertahan berkata:

Ayahmu memang meninggalkan banyak kekayaan, tapi tidak


akan berlangsung lama. Dan meskipun aku yang melahirkan
kalian kedunia ini, mulai sekarang kalian bukan lagi anakanakku. Aku tidak akan pernah mau kembali kerumah kalian
lagi. Kalian bebas melakukan apapun, aku sudah tidak peduli
lagi.
Setelah mengatakan itu, si ibu menyeret tubuhnya ke sebuah
batu besar di pinggir sungai. Lalu berujar:
Wahai batu besar terbukalah. Biarkan aku masuk kedalam.
Jadikan aku bunga yang wangi seperti melati putih
Tak lama setelah itu, perlahan batu itu terbuka. Lalu masuklah
sang ibu kedalam batu itu. Dalam sekejap mata batu itu telah
tertutup kembali. Setelah beberapa hari, pada batu itu muncul
dedaunan dan bunga-bunga berwarna putih yang wangi
semerbak.
Apa yang terjadi pada kedua anak tersebut?
Penduduk desa marah serta mengusir mereka. Hartanypun
dijarah untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di desa
tersebut. Kini yang tertinggal hanya penyesalan. Menyesal
telah berlaku kasar kepada ibu yang telah melahirkan dan
merawat mereka. Namun penyesalan tinggal penyesalan, sang
ibu telah tiada.
Mereka mendatangi batu dimana ibu mereka tertelan. Sambil
mengelus batu yang telah ditumbuhi dedaunan dan bunga
putih, mereka menangis tersedu-sedu. berharap batu itu
membuka dan menelan mereka agar bisa bertemu kembali
dengan sang ibu tercinta

Fungsi Folklor yang ada pada lagenda di atas adalah :


1. Sebagai sistem proyeksi yang berfungsi sebagai alat
pencerminan angan-angan kelompok , khususya
masyarakat maluku terkait perlakuan anak anak yang

mendurhakai orang tua mereka. Dengan tujuan agar tidak


mendurhakai orang tua mereka.
2. Fungsi Pedagogis Sebagai alat pendidik bagi anak anak
khususnya masyarakat maluku agar dapat berbuat baik
kepada orang tua mereka selagi masih hidup.

Anda mungkin juga menyukai