Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana
terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan
beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan
berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik
merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). Kehilangan
darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan
gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada
syok hemoragik. Syok hemoragik juga dapat merupakan akibat dari
kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam rongga dada dan rongga
abdomen.
Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah
cedera pada organ padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok
hipovolemik dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan yang signifikan
(selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas.
Pembahasan utama dari makalah ini adalah syok hipovolemik akibat
kehilangan darah dan kontraversi mengenai penanganannya.
Banyak cedera yang mengancam kehidupan yang terjadi selama
perang tahun 1900-an yang berpengaruh secara signifikan terhadap
perkembangan prinsip resusitasi syok hemoragik. Selama perang Dunia I,
W.B Cannon menganjurkan menunda resusitasi cairan hingga penyebab syok
hemoargik ditangani dengan pembedahan. Kristaloid dan darah digunakan
secara luas selama Perang Dunia II untuk penanganan pasien yang kondisinya
tidak stabil. Pengalaman dari perang Korea dan Vietnam menunjukkan bahwa
resusitasi volume dan intervensi bedah segera sangat penting pada cedera
yang menyebabkan syok hemoragik. Prinsip ini dan prinsip yang lain
membantu pada perkembangan pedoman yang ada untuk penanganan syok
hemoragik traumatik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut: “bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
syok hipovolemik”.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu menganalisa serta mengaplikasikan
materi-materi yang berhubungan dengan kasus syok hipovolemik dan
asuhan keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui definisi syok hipovolemik
2. Mampu mengetahui klasifikasi syok hipovolemik
3. Mampu mengetahui etiologi syok hipovolemik
4. Mampu mengetahui tanda dan gejala syok hipovolemik
5. Mampu mengetahui patofisiologi syok hipovolemik
6. Mampu mengetahui komplikasi
7. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang
8. Mampu mengetahui pathway pada syok hipovolemik
9. Mampu mengetahui asuhan keperawatan secara teoritis

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan ini mengguanakan metode kepustakaan dengan cara
membaca buku-buku tentang penyakit dan mengambil referensi dari internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari:
1. Bab I
Pendahuluan
2. Bab II
Tinjauan Teori
3. Bab III
Pembahasan Kasus
4. Bab IV
Penutup
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi
darah kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil
metabolisme (Sarwono, 2012).
Syok Hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kehilangan cairan tubuh atau darah (internal ataupun eksternal) yang
menyebabkan jantung tidak mampu memompakan cukup darah ke
seluruh tubuh yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak
adekuat sehingga suplai oksigen tidak mencukupi untuk proses
metabolik normal (Tanto, 2014)
Syok hipovolemik terjadi apabila ada defisit volume darah
≥15%, sehingga menimbulkan ketidakcukupan pengiriman oksigen
dan nutrisi ke jaringan dan penumpukan sisa-sisa metabolisme sel.
Berkurangnya volume intravaskular dapat diakibatkan oleh kehilangan
cairan tubuh secara akut atau kronik, misalnya karena oligemia,
hemoragi, atau kebakaran.
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Kehilangan cairan
Akibat diare, muntah-muntah atau luka bakar, bisa berakibat
dehidrasi. Derajat dehidrasi:
Tanda klinis Ringan Sedang Berat
Defisit 3-5% 6-8% >10%
Hemodinamik Takikardi, Takikardi, nadi sangatTakikardi, nadi
nadi lemah lemah, volume kolaps,tak teraba, akral
hipotensi ortostatik dingin, sianosis
Jaringan Lidah Lidah keriput, turgorAtonia, turgor
kering, kurang buruk
turgor turun
Urine pekat Jumlah turun oliguria
SSP mengantuk apatis coma

2.2.2 Perdarahan
Syok yang diakibatkan oleh perdarahan dapat dibagai dalam
beberapa kelas:

Variabel Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Sistolik >11 >100 >90 <90
(mmHg) 0
Nadi (x/mnt) <100 >100 >120 >140
Napas (x/mnt) 16 16-20 21-26 >26
Mental Anxious Agitated Confused Lethargic
Kehilangan <750 ml 750-1500 ml 1500-2000 >2000 ml
darah ml
<15% 15-30% 30-40% >40%

2.3 Etiologi
1. Absolut
a. Kehilangan darah dan seluruh komponennya
1) trauma
2) pembedahan
3) perdarahan
gastrointestinal
b. Kehilangan plasma
1) luka bakar
2) lesi luas
c. Kehilangan cairan tubuh lain
1) muntah hebat
2) diare berat
3) diuresis massive
2. Relatif
a. Kehilangan integritas pembuluh darah
1) Ruptur limpa
2) Fraktur tulang
panjang Atau
pelvis
3) Pankreatitis
hemoragi
4) Hemothorax /
hemoperitoneum
5) Diseksi arteri
b. Peningkatan permeabilitas
1) membran kapiler
2) sepsis
3) anaphylaxis
4) luka bakar
c. Penurunan tekanan osmotik koloid
1) pengeluaran
sodium hebat
2) hypopituitarism
3) cirrhosis
4) obstruksi
intestinal
2.4 Tanda Dan Gejala
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,
kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya
berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor
kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang
vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar
dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih
dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat
atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada
keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak
segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah
menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
a. Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan
pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi
jaringan.
b. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah
respon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan
kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
c. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi
pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer
adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan
arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
d. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok
hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin
kurang dari 30ml/jam.
2.5 Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan
mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem
hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin. Sistem
hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut
dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet
diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan
membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan.
Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya
menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah.
Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi
dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok
hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor
di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan
darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit,
otot, dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan
peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya
akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati.
Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu
perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol
otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan
akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik
dengan meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi.
ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon
terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan
terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh
osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan
peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis,
duktus kolektivus, dan lengkung Henle
Tahap Syok Hipovolemik
Tahap I :
a. Terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
b. Terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan
tekanan darah masih dapat Dipertahankan
Tahap II:
a. Terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
b. Tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu,
diaforetik, gelisah, pucat.
Tahap III
a. Bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
b. Terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2,
perfusi jaringan secara cepat
c. Terjadi iskemik pada organ
Terjadi ekstravasasi cairan
2.6 Komplikasi
1) Kerusakan Ginjal
2) Kerusakan Otak

3) Gangren pada lengan atau tungkai hingga amputasi

4) Serangan Jantung

5) Syok yang berat dapat berujung pada kematian

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Sel Darahh Putih : Ht mungkin meningkat pada status
hipovolemik karena hemokonsentrasi. Leukopenia ( penurunan
SDP ) terjadi sebelumnya, dikuti oleh pengulangan leukositosis
( 15.000 – 30.000 ) dengan peningkatan pita ( berpiondah ke kiri )
yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah
besar.
2) Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi
dan menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan
fungsi ginjal.
3) Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan
(trombositopenia) dapat terjadi karena agregasi trombosit.
PT/PTT mungkin memanjang mengindentifikasikan koagulopati
yang diasosiasikan dengan iskemia hati / sirkulasi toksin / status
syok.
4) Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati,
syok.
5) Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon
dari perubahan selulaer dalam metabolisme.
6) BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan
dehidrasi , ketidakseimbangan / gagalan hati.
7) GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi
sebelumnya dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik
dan asidosis metabolic terjadi karena kegagalan
mekanismekompensasi.
8) Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali
muncul protein dan SDM.
9) Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat
menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
10) EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T
dan disritmia yang menyerupai infark miokard.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan.
Beri bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan
darah cepat sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload
jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi
jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat
atrium kanan untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian
cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP)
memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data
dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume
cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam
vena perifer. Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk
penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
a. Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena
periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu untuk
penggantian cairan cepat dan pengembalian
ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada
penggantian volume.
b. Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri,
pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan
silang, dan hemtokrit.
c. Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat
pada tingkat pada tingkat yang memuaskan diatas
pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada
kondisi klinis pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana
karena cairan ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu
juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah danm pencocockan silang,
perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebgai tambahan terapi
komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program,
khususnya saat kehilangan darah telah parah atau pasien terus
mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan
pemeriksaan hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya
perdarahan.
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang
memuaskan dengan memberi cairan dan darah sesuai
ketentuan.
a. Pasang kateter urine tidak menetap: catat
haluaran urine setiap 15-30 menit, volume
urine menunjukkan keadekuatan perfusi
ginjal.
b. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk
menentukan penyebab syok.
c. Pertahankan surveilens keperawatan terus
menerus terhadap pasien total-tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, suhu
kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb,
gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran
urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap
tindakan. Pertahankan lembar alur tentang
parameter ini; analisis kecenderungan
menytakan perbaikan atau pentimpangan
pasien.
d. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki
sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi
ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera
kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
e. Berikan obat khusus yang telah diresepkan
(misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
f. Dukung mekanisme devensif tubuh
a) Tenangkan dan nyamankan pasien:
sedasi mungkin perlu untuk
menghilangkan rasa khawatir.
b) Hilangkan nyeri dengan
kewaspadaan penggunaan analgesik
atau narkotik.
c) Pertahankan suhu tubuh.
 Terlalu panas menimbulkan
vasodilatasi yang merupakan
mekanisme kompensasi tubuh
dari vasokontriksi dan
meningkatnya hilangnya caiiran
karena perspirasi.
 Pasien yang mengalami septik
harus dijaga tetap dingin:
demam tinggi meningkatkan
efek metabolik selular terhadap
syok.
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan
B. Pengkajian
1. Primari survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera
yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari
A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings)
penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi yang
harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan
tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan
menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1) Airway dan breathing prioritas pertama adalah
menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi diberikan tambahan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih
dari 95%.
2) Sirkulasi kontrol perdarahan termasuk dalam prioritas
adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya
dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada
tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock
Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan
perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas
bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan
cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah
cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan
operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan
internal.
3) Disability, pemeriksaan neurologi dilakukan
pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan
tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil,
fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat
dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin
mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan
perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum
penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera
intra kranial.
4) Exposure, pemeriksaan lengkap setelah mengurus
prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,
penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-
ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari
cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting
mencegah hipotermia.
5) Dilasi lambung dikompresi, dilatasi lambung sering
kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada
anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau
disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan,
biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus
yang berlabihan. Distensi lambung membuat terapi
syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar
distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi
lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa
menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan
memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui
hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot
untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun
penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi
aspirasi.
6) Pemasangan kateter urin, katerisasi kandung kenving
memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan
evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi
urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi,
mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki
merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan
keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis
tentang uretra yang utuh.
2. Secondary survey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini
paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter
intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran
berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan
berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille).
Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar
dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat. Tempat yang
terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan
bawah atau pembulu darah lengan bawah.
Kalau keadaan tidak memungkunkan pembulu darah
periver, maka digunakan akses pembulu sentral (vena-vena
femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar)
dengan menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena
seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat ketrampilan
dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat
darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak
seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah
memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau
diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang
serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena
sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada
saat itu mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum
intra-osseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena
sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur
atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan
dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh
darah untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium
yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada
wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus
dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah
pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis
interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian
kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.
3. Tersieri survey
Terapi awal cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan
untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler
dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler
dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya
kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer
Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah
pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan
pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi
untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini
bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.
Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi
Cairan Na+ (mEq/L) K+ (mEq/L) Cl- (mEq/L) Ca++ (mEq/L)
HCO3 (mEq/L) Tekanan Osmotik mOsm/L
Ringer Laktat 130 4 109 3 28* 273

Ringer Asetat 130 4 109 3 28: 273

NaCl 0.9% 154 - 154 - - 308

* sebagai laktat : sebagai asetat


4. Pemeriksaan
a) Data Umum Klien, berisi data-data umum tentang pasien
misalnya nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
tanggal masuk RS
b) Pengkajian Primer 
1) Airway, kaji kepatenan jalan nafas klien, adanya
sumbatan atau obstruksi, serta kaji bunyi nafas
tambahan
2) Breathing, kaji pola nafas klien, frekuensi pernafasan,
pergerakan dada klien, bentuk dada, atau adanya
bantuan  pernafasan
3) Circulation, kaji tanda-tanda vital klien, adanya akral
dingin dan kaji Capillary Refill Time (CRT)
4) Disability, kaji adanya penurunan tingkat kesadaran,
adanya ganggun verbal, motorik dan sesorik serta
refleks  pupil.
c) Pengkajian Sekunder 13 Domain NANDA)
1) Promosi Kesehatan, kaji kesehatan umum klien, alasan
masuk rumah sakit, dan riwayat keluhan utama klien,
riwayat penyakit masa lalu, riwayat pengobatan masa
lalu, kemampuan mengontrol kesehatan, faktor sosial
ekonomi yang berpengaruh terhadap kesehatan, riwayat
pengobatan sekarang.
2) Nutrisi, melakukan pengkajian antropometri (Tinggi
badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar lengan atas,Indeks Massa Tubuh), Biochemical
(data laboratorium yang abnormal), Clinical (tanda-
tanda klinis integumen, anemia), Diet (meliputi jenis,
frekuensi, nafsu terhadap makanan yang diberikan
selama di RS), Energi (kemampuan beraktivitas selama
dirawat), Factor (penyebab masalah), Penilaian Status
Gizi, pola asupan cairan, jumlah intake dan output,
penilaian status cairan (balance cairan), pemeriksaan
abdomen.
3) Eliminasi, mengkaji pola pembuangan urine, riwayat
kandung kemih, pola urine, distensi kandung kemih,
sistem gastrointestinal (konstipasi dan faktor penyebab,
pola eliminasi)
4) Aktivitas dan Istirahat, mengkaji kebutuhan
istirahat/tidur, aktivitas, respons jantung, pulmonary
respon, sirkulasi, riwayat hipertensi, kelainan katup,
bedah jantung, endokarditis, anemia, septik syok,
bengkak pada kaki, asites, takikardi, disritmia, atrial
fibrilasi, prematur ventricular contraction, bunyi S3
gallop, adanya bunyi CA, adanya sistolik atau diastolik,
murmur, peningkatan JVP, adanya nyeri dada, sianosis,
pucat,ronchi, hepatomegali
5) Persepsi dan Kognisi, mengkaji orientasi klien, sensasi
dan  persepsi, kemampuan komunikasi
6) Persepsi diri
7) Peranan Hubungan (Role Relationship) mengkaji pola
interaksi dengan orang lain atau kedekatan dengan
anggota keluarga atau orang terdekat
8) Seksualitas, mengkaji masalah identitas seksual,
masalah atau disfungsi seksual
9) Mekanisme Koping/ Toleransi Stress
10) Nilai-Nilai Kepercayaan
11) Keamanan, mengkaji adanya alergi, penyakit
autoimmune, tanda-tanda infeksi, gangguan
termoregulasi, gangguan/ komplikasi (akibat tirah
baring, proses perawatan, jatuh, obat-obat,
penatalaksanaan)
12) Kenyamanan, mengkaji adanya nyeri yang diarasakan
(PQRST), rasa tidak nyaman lainnya serta gejala-gejala
yang menyertai
13) Pertumbuhan dan Perkembangan
 
C. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam
mekanisme  pengaturan.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
irama jantung
3. Perubahan perfusi jaringan (kardiopulmonal, serebral, perifer)
berhubungan dengan penurunan curah jantung
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan
permeabelitas kapiler pulmonal.
D. Rencana Asuhan Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
o Keperawat Hasil
an

1 Defisit NOC: NIC :


Volume  Fluid balance Fluid management
Cairan  Hydration 1. Timbang
 Nutritional popok/pembalut
Status : Food jika diperlukan
and Fluid 2. Pertahankan
Intake catatan intake dan
Kriteria Hasil : output yang akurat
 Mempertahanka 3. Monitor status
n urine output hidrasi
sesuai dengan ( kelembaban
usia dan BB, BJ membran mukosa,
urine normal, nadi adekuat,
HT normal tekanan darah
 Tekanan darah, ortostatik ), jika
nadi, suhu diperlukan
tubuh dalam 4. Monitor hasil lAb
batas normal yang sesuai
 Tidak ada tanda dengan retensi
tanda dehidrasi, cairan (BUN ,
Elastisitas Hmt , osmolalitas
turgor kulit urin )
baik, membran 5. Monitor vital sign
mukosa 6. Monitor masukan
lembab, tidak makanan / cairan
ada rasa haus dan hitung intake
yang berlebihan kalori harian
7. Kolaborasi
pemberian cairan
IV
8. Monitor status
nutrisi
9. Berikan cairan
10. Berikan diuretik
sesuai interuksi
11. Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
12. Dorong masukan
oral
13. Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output
14. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
15. Tawarkan snack
( jus buah, buah
segar )
16. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
17. Atur kemungkinan
tranfusi
18. Persiapan untuk
tranfusi
2 Penurunan NOC: Cardiac care: akut
kardiak Setelah dilakukan 1. Evaluasi
output intervensi adanya
keperawatan pada nyeri dada
klien selama 5x24 2. Auskultasi
jam suara
o Klien dapat jantung
memiliki 3. Evaluasi
pompa adanya
jantung krackels
efektif, 4. Monitor
o status status
sirkulasi, neurology
perfusi 5. Monitor
jaringan & intake/outp
status tanda ut, urine
vital yang output
normal. 6. Ciptakan
 Kriteria lingkungan
Hasil: yang
o menunjukkan kondusif
kardiak untuk
output istirahat
adekuat yang
ditunjukkan Cirkulatory care;
dg TD, nadi, 7. evaluasi
ritme normal, nadi dan
nadi perifer edema
kuat, perifer
melakukan 8. monitor
aktivitas kulit dan
tanpa dipsnea ekstrimitas
dan nyeri 9. monitor
o bebas dari tanda-
efek samping tanda vital
obat yang 10. pindah
digunakan posisi klien
setiap 2
jam jika
diperlukan
11. ajarkan
ROM
selama
bedrest
12. monitor
pemenuha
n cairan
3 Perubahan NOC : (NIC): Perawatan
perfusi  Status sirkulasi; sirkulasi 1.
jaringan aliran darah  
yang tidak 1. Lakukan
obstruksi dan pengkajian
satu arah, pada komprehensif
tekanan yang terhadap sirkulasi
sesuai melalui perifer
pembuluh darah 2. Pantau tingkat
besar sirkulasi ketidaknyamanan
pulmonal dan atau nyeri saat
sistemik melakukan latihan
 Keparahan fisik
kelebihan beban 3. Pantau status
cairan; cairan termasuk
keparahan asupan dan
kelebihan cairan haluaran
didalam Manajemen
kompartemen sensasi  perifer
intrasel dan (NIC):
ekstrasel tubuh 4. Pantau perbedaan
 Fungsi sensori ketajaman atau
 kutaneus; ketumpulan, panas
tingkat stimulasi atau dingin
kulit dirasakan 5. Pantau parestesia,
denga tepat kebas, kesemutan,
 Perfusi jaringan: hiperestesia dan
perifer; hipoestesia
keadekuatan 6. Pantau
aliran darah tromboflebitis dan
melalui thrombosis vena
pembuluh darah profunda
kecil 7. Pantau kesesuaian
ekstremitas alat  penyangga,
untuk prosthesis, sepatu
mempertahanka dan pakaian
n fungsi
jaringan

4 Gangguan NOC : manajemen jalan napas


pertukaran   (NIC)
gas  Status :
pernapasan: 1. identifikasi
pertukaran gas; kebutuhan  pasien
pertukaran O2 terhadap
dan CO2 di pemasangan jalan
alveoli untuk napas aktua atau
mempertahanka potensial
n konsentrasi 2. auskultasi suara
gas darah napas, tandai area
penurunan atau
 Status hilangnya ventilasi
pernapasan: dan adanya bunyi
ventilasi; tambahan
pergerakan 3. pantau status
udara yang pernapasan dan
masuk dan oksigenasi sesuai
keluar ke dan kebutuhan
dari  paru 4. pengaturan
hemodimnamik
 Perfusi jaringan 5. auskultasi bunyi
paru; jantung
keadekuatan 6. pantau dan
aliran darah dokumentasikan
melewati frekuensi, irama
vaskular  paru dan denut jantung
yang utuh untuk 7. pantau adanya
perfusi unit edema  perifer,
alveoli-kapiler distensi vena
jugularis dan buni
 TTV; TTv jantung S3 dan S4
dalam  batas 8. pantau alat fungsi
norma pacu jantung
E. Evaluasi
Adapun evaluasi yang dapat diharapkan setelah memberikan
Asuhan Keperawatan pada pasien syok hipovelemik adalah sebagai
berikut :
1. Kekurangan volume cairan teratasi
2. Penurunan curah jantung teratasi
3. Perfusi jaringan tidak efektif teratasi
4. Gangguan pertukaran gas teratasi
BAB III

PEMBAHASAN KASUS
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik
juga bisa terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya
volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri
pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah
jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya
mekanisme kompensasi dari pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi
oleh katekolamin sehingga perfusi makin memburuk.
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif.
Kekurangan volume darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan
menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik; sedangkan deficit volume
darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis
hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau
karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang
mengembang kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga menyokong
masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan cairan berlebihan bias
juga timbul pada pasien luka bakar yang luas.

4.2 Saran
Melalui makalah diatas , adapun saran yang diajukan oleh tim penulis adalah :
1. Perawata harus melalukan tindakan keperawatan dengan baik pada pasien
penderita syok hipovelemik sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai.
2. Mahasiswa atau calon perawat harus memahami konsep dasar dari syok
hipovelemik dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses memberikan
asuhan keperawatan pada pasien penderita syok hipovelemik dapat
terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan keperawatan pada pasien shock hypovolemik, Diupload 9 September


2015.darurat/_asuhan_keperawatan_pada_pasien_dengan_shock_hypovol
emik.pdf
Tanto, C. Liwang, F., dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
Sarwono, 2012. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, alih
bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta.
Doenges Marilynn E, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit
Buku Kedikteran EGC, Jakarta.
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,
Philadelphia, USA
Rab, tabrani. 2000. Pengatasan Shock. Jakarta. EGC.
Syok Hipovolemik. http://forum.blogbeken.com/kedokteran/syok-hipovolemik/.
Diupload 9 September 2015

Anda mungkin juga menyukai