Anda di halaman 1dari 23

STRATEGI MARKETING POLITIK ADANG DARADJATUN – DANI ANWAR

PADA PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA 2007 MENGGUNAKAN ANALISIS

MARKETING ORIENTED PARTY MODEL LEES MARSHMENT (2005)

DANY
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


DKI Jakarta adalah ibu kota, pusat pemerintahan, serta pusat perekonomian
Republik Indonesia, maka kesuksesan Pilkada di Jakarta tentu juga mencerminkan situasi
demokrasi Indonesia. Jakarta juga kota megapolitan dengan segudang persoalan, siapapun
yang mencoba memimpin Jakarta akan menghadapi banyak persoalan bila berhasil keluar
sebagai pemenang pilkada. Sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus juga pusat bisnis,
Jakarta dianalogikan sebagai magnet karena dapat menarik banyak individu-individu di
daerah untuk mengadu nasibnya. Masalah-masalah Jakarta, baik sebagai ibukota negara
maupun sebagai pusat bisnis Indonesia, menurut Bianpoen, pengamat masalah perkotaan
dari Program Studi Lingkungan Pascasarjana Universitas Indonesia, masalah di DKI
Jakarta dapat diklasifikasikan menjadi lima masalah besar, yaitu: 1) kemiskinan, 2)
kesenjangan sosial, 3) kemacetan lalu lintas, 4) sampah, dan 5) banjir (Kompas, 2007).
Semua masalah ini sangat mendesak untuk segera diselesaikan. Siapapun yang menjadi
gubernur Jakarta harus menyelesaikan kelima permasalahan ini, kampanye harus dapat
meyakinkan kepada penduduk Jakarta bahwa pasangan calon yang maju dalam kampanye
pilkada Jakarta akan mengatasi masalah-masalah tersebut.
Menurut catatan Kompas (2007), meskipun pada saat pilkada pasangan Adang-Dani
kalah, namun pasangan ini lebih mampu merebut dukungan dari massa partai-partai lain di
bandingkan dengan pasangan Fauzi-Prijanto. PKS juga tercatat sebagai partai paling solid
dalam pilkada Jakarta 2007. Bila dilihat dari hasil pemilu 2004 di Ibu Kota, PKS kala itu
hanya meraih sekitar 23,3 % suara, PKS juga tercatat sebagai partai paling solid dalam
pilkada Jakarta 2007. Menurut penghitungan resmi dari KPUD Jakarta, tanggal 16 Agustus
2007, Fauzi Bowo - Prijanto meraih 57,87% suara sedangkan rivalnya pasangan Adang
Daradjatun – Dani Anwar meraih sisanya, 42,13% dari jumlah suara keseluruhan sebesar
3.645.066 suara sah, yang tersebar di 11.202 TPS. Pasangan calon yang diusung PKS
memperoleh suara lebih dari 40%. Ini menunjukkan bahwa kerja “mesin politik” PKS
cukup bagus dalam meraih simpati untuk pasangan calon yang diusungnya, dan kondisi ini

2
berbeda dengan pasangan Fauzi Bowo - Prijanto yang meskipun didukung oleh 20 parpol,
hanya meraih suara dibawah 60%.
Terjadinya kenaikan yang signifikan atas pemilih non PKS yang memberikan suara
mereka kepada pasangan calon usungan PKS, menunjukkan bahwa model marketing politik
yang digunakan oleh Adang – Dani lebih kepada strategi pemasaran yang berorientasi
kepada pasar. Karena bila memasarkan calon tersebut hanya kepada pemilih yang memilih
PKS sebagai partai pilihan Pemilu, maka tentu suara yang didapatkan hanya berkisar
sekitar 23,3 %.

1.2 Rumusan Masalah


Aristoteles mengatakan, setiap negara atau kota dibentuk oleh sekumpulan
masyarakat, dengan tujuan untuk mencapai sesuatu yang dianggap baik oleh semua.
Kepentingan yang sama ini kemudian menjadi dasar suatu masyarakat politik, yaitu
masyarakat yang menginginkan terwujudnya harapan yang terbaik dan yang ideal bagi
kehidupan mereka (Aristoteles; 2007). Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik (negara atau kota) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan
dan melaksanakan tujuan (Budiardjo; 1993). Nilai utama politik adalah membuka ruang
partisipasi masyarakat dalam menentukan arah dan masa depan mereka, maka untuk
mencapai arah yang ideal dan masa depan yang baik adalah keikutsertaan masyarakat untuk
mengikuti kegiatan politik, dimana salah satu kegiatan politik yang menjadi pilar bagi
berjalannya suatu sistem demokrasi adalah Pemilu dan Pilkada (Golder, 2005).
Untuk melaksanakan tujuan-tujuan bersama, perlu ditentukan kebijakan-kebijakan
umum (public policies), dan agar seseorang individu atau satu kelompok tertentu dapat
melaksanakan kebijakan-kebijakannya, maka diperlukan kekuasaan (power) dan
kewenangan (authority). Suatu cara yang konstitusional untuk meraih kekuasaan dan
kewenangan adalah melalui pemilu. Harus diakui, dunia politik di Indonesia saat ini jauh
lebih terbuka dan transparan bila dibanding rezim Orde Baru. Tidak jarang saat rezim orba,
pemilu hanyalah sebuah formalitas. Pemenangnya dapat diprediksi jauh hari, tidak ada
persaingan terbuka, bebas, dan transparan. Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala
daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum
penyelenggaraan pilkada adalah UU Nomor 22 / 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan

3
Umum. Dengan dasar hukum ini, maka secara resmi Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah atau lebih dikenal dengan Pilkada diberlakukan di seluruh wilayah
NKRI. Pilkada DKI Jakarta yang diselenggarakan pada tanggal 8 Agustus 2007 adalah
pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarkan UU Nomor 22 / 2007. Pilkada DKI
Jakarta juga merupakan awal dimulainya penggunaan strategi – strategi marketing politik,
khususnya pada tingkat Pemilihan Kepala Daerah. Karena itu, jika ingin menelusuri
penggunaan model marketing politik dalam Pilkada, maka akan lebih tepat jika dimulai dari
pertama kalinya Pilkada dilaksanakan di Indonesia.

1.3 Tinjauan Pustaka


Market-oriented party
Model MOP menurut Lees-Marshment (2005) adalah model marketing politik,
dimana untuk memenangkan suatu pemilihan umum, suatu partai/seorang kandidat harus
terlebih dahulu mengidentifikasi dan memahami selera pasar sebelum merancang sebuah
produk. MOP tidak berusaha untuk menguubah apa yang orang pikirkan, tetapi untuk
menyampaikan apa yang orang inginkan. Model ini digunakan bukan untuk menyampaikan
ideologi, tetapi lebih kepada suatu keinginan untuk mengembangkan dan menyampaikan
berbagai kebijakan dan struktur yang akan memenuhi kebutuhan pasarnya. Asumsi model
ini adalah, tidak lagi mementingkan ideologi suatu partai atau ideologi perseorangan,
namun lebih mementingkan kepada selera pasar atau market oriented.
MOP berlangsung melalui delapan tahap untuk mengembangkan sebuah produk
yang akan memenuhi tuntutan pemilih, didukung dan diimplementasikan oleh organisasi
internal dan dapat disampaikan dalam roda pemerintahan. Tahap pertama dari model MOP
adalah Intelijen pasar (tahap 1). Tahap ini berupaya mencari tahu perilaku, kebutuhan,
kehendak dan prioritas pemilih. Data yang berasal dari berbagai sumber dikumpulkan
dengan menggunakan berbagai metode (termasuk polling, focus group, konsultasi publik
dan pertemuan, dan diskusi internal dalam seluruh tingkatan) untuk mendapatkan informasi
mengenai seluruh aspek dari produk tersebut. Pengumpulan intelijen tidak harus selalu
melihat pemilihan secara seragam, tetapi hal ini harus melibatkan segmentasi strategis yang
akan memungkinkan produk dan komunikasinya dirancang untuk kelompok-kelompok
spesifik. Data akan dikumpulkan secara profesional untuk menghindari bias politik, tetapi

4
harus disosialisasikan ke seluruh anggota untuk meningkatkan peluang seluruh anggota
partai, akan menerima perubahan yang berorientasi pasar dalam perilaku.
Kemudian, partai/kandidat akan merancang produk (tahap 2) berdasarkan pada
data intelijen yang telah didapatkan. Dari data yang telah didapatkan, jika diperlukan, partai
bisa melakukan perubahan atas ideologi, transformasi besar atas citra dan perilaku
partai/kandidat, yang efeknya dapat bersifat dramatis. Atau perubahan ini bisa diaplikasikan
pada satu bidang tertentu (misalnya, terhadap pemimpin partai). Apapun bentuk perubahan
yang dilakukan, tentu dapat menghasilkan oposisi internal dan kecil kemungkinan dapat
berhasil dilaksanakan, bila tidak dilakukan penyesuaian dan kehati-hatian dalam segi
manajemen informasi.

Design product (tahap 3) atau bentuk kemasan produk disesuaikan menurut empat
faktor: achievability, reaksi internal, analisis kompetisi dan analisis dukungan.

• Achievability: partai politik seharusnya tidak


mempromosikan apa yang tidak dapat disampaikan ketika menjalankan roda
pemerintahan. Janji untuk mengurangi pajak dan kemudian gagal untuk
melaksanakan, misalnya, hanya menyebabkan ketidakpuasan pemilih.

• Reaksi internal: analisis berkaitan dengan reaksi yang terjadi


antara tuntutan dan prioritas pasar yang digunakan sebagai dasar perubahan produk
partai dengan tuntutan dan prioritas anggota partai di akar rumput. Partai-partai
politik pada umumnya bergantung pada anggota dalam pendanaan, dukungan dan
kampanye. Karena anggota partai acapkali dimotivasi secara ideologis, perubahan
harus sesuai dengan ideologi dan sejarah partai; dan juga dengan gagasan pasar
yang mengisyaratkan bahwa sebuah MOP harus bertindak secara seimbang antara
tuntutan eksternal (pemilih) dan dukungan (anggota) internal. Kegiatan ini dapat
difasilitasi melalui komunikasi ekstensif yang dalam hal ini anggota partai harus
diizinkan untuk menyampaikan pendapatnya.

5
• Analisis kompetisi: kekuatan dan kelemahan partai-partai
oposisi diperhitungkan dan respons atas partai-partai itu dibuat dalam product
design tersebut. Hal ini memungkinkan untuk produk itu bersifat dan mengisi
ketimpangan di pasar tersebut. Diferensiasi akan terjadi ketika partai menyesuaikan
perilakunya sesuai dengan dukungan internalnya karena setiap partai besar
mempunyai latar belakang sejarah dan ideologinya sendiri-sendiri. Kemudian, partai
politik dapat menyoroti atau mengabaikan perbedaan ideologis tertentu berkenaan
dengan kompetisi ini bergantung pada kekuatan atau kelemahan apa yang terkait.
Sebuah partai yang hanya menjiplak sebuah partai yang berhasil dalam suatu
pemilihan umum, tidak akan menggunakan pemasaran politik dengan benar.

• Analisis dukungan: tahap akhir dari penyesuaian mencakup


mengidentiifkasi kelompok utama di dalam pemilihan yang dukungannya
dibutuhkan agar menjamin proses pemilihan umum. Kelompok-kelompok atau
segmen-segmen ini kemudian dibuat target berdasarkan pada product adjustment
berikutnya dan melalui proses komunikasi.

Implementasi (tahap 4) berkaitan dengan menyatukan partai politik di sekitar


produk yang diusulkan. Hanya ketika mayoritas anggota dan kandidat secara keseluruhan
menerima logika market-oriented product, maka pemilih akan diyakinkan tentang
kredibilitas apa yang akan ditawarkan. Hal ini harus secara hati-hati dikelola secara internal
untuk meminimalkan konflik yang dapat “mengkontaminasi brand tersebut.” Tahap ini
agaknya merupakan tahap yang paling sulit walaupun paling penting; implementasi yang
kurang berhasil guna dapat mendapatkan tujuan jangka pendek tetapi akan menghambat
penyampaian (delivery) dan keberhasilan pemilihan dalam jangka panjang. Ketika produk
itu diimplementasikan di seluruh partai, maka produk itu harus disampaikan ke pemilih
dengan menggunakan teknik komunikasi yang paling sesuai dan berhasil. Komunikasi
(tahap 5) adalah sebuah proses terus menerus yang memungiinkan proses interaksi dengan
pendukung internal dan eksternal, dan dilakukan dalam cara koheren di tingkat nasional
oleh anggota-anggota partai dari seluruh tingkatan.

6
Kampanye resmi (tahap 6) akan menegaskan kembali aspek-aspek yang lebih
penting dari produk itu untuk mengingatkan para pemilih apa yang ditawarkan dan akan
menggunakan praktek-praktek yang lebih inovatif tentang komunikasi pemasaran. Apabila
produk ini berhasil dikomunikasikan dan partai/kandidat diterima menjalankan roda
pemerintahan, maka akan dipilih (tahap 7) dan akan mendapatkan dukungan dari pemilih
yang mendukung dan member assessment dari produk partai tersebut. Tahap 8 dan terakhir
adalah menyampaikan produk yang dijanjikan dalam pelaksanaan roda
pemerintahan. Apabila partai/kandidat tetap menggunakan model market oriented saat
berada dalam pemerintahan, maka partai/kandidat tersebut harus melakukan market
inteligence secara terus menerus dan menyesuaikan produk politiknya saat tuntutan
masyarakat/pemilih berubah.

1.4. Tujuan Penelitian


Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisa strategi marketing politik yang
digunakan oleh pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Adang Daradjatun - Dani
Anwar pada pilkada DKI Jakarta tahun 2007, menggunakan analisis MOP Lees Marshment
(2005). Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk menguraikan teori-teori yang digunakan
dalam model MOP Adang Daradjatun – Dani Anwar, baik konsep/teori marketing,
konsep/teori politik, maupun konsep/teori komunikasi sendiri. Sehingga diharapkan dapat
membantu peneliti lain, dalam menganalisa model marketing politik yang digunakan oleh
kandidat calon lainnya, baik untuk tingkat pemilihan kepala daerah, maupun untuk tingkat
nasional.

7
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Analisis Isi Media


Metode yang digunakan oleh penulis untuk mengetahui strategi marketing politik
pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Adang Daradjatun – Dani Anwar adalah
metode konten analisis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa isi media.
Media yang digunakan adalah buku Jakarta Memilih: Pilkada dan Pembelajaran
Demokrasi, terbitan Kompas, November 2007, serta menggunakan data sekunder yang
diperoleh melalui buku, jurnal, disertasi, internet serta tulisan-tulisan lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.

2.2 Analisa Model Marketing Oriented Party Lees-Marshment (2007)


Metode yang digunakan untuk menganalisa strategi marketing politik pasangan
calon Gubernur dan Wakil Gubernur Adang Daradjatun – Dani Anwar menggunakan
metode analisis Market Oriented Party (MOP) model Lees-Marshment (2005). Model ini
sebelumnya telah digunakan oleh Lees Marshment dalam bukunya Political Marketing: A
Comparative Perspective, terbitan Manchester University Press, tahun 2005, untuk
menganalisa dua pemilihan umum yang diadakan di UK, dan Amerika Serikat.
Penelitian Marshment di UK menyoroti pertarungan antara dua kubu partai yang
berhadapan, yaitu, partai Konservatif (Conservative Party) yang diketuai oleh Michael
Howard dan partai Buruh (Labour Party) yang diketuai oleh Tony Blair. Sedangkan untuk
pemilu di Amerika, Marsment lebih menyoroti kepada model marketing oriented party
yang digunakan oleh partai Republik (Republican Party) dan calon presiden dari partai
tersebut, George W. Bush.

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tahap 1. Market Intelligence


Proses Pemasaran yang berhasil, terdiri dari serangkaian langkah yang
berkesinambungan yang menurut Philip Kottler (1980, dalam Morissan, 2010, hal.56)
terdiri atas tiga tahap, yaitu segmentasi, targeting, dan positioning. Segmentasi dasar pada
dasarnya adalah suatu strategi untuk memahami struktur konsumen. Targeting adalah
menentukan target pasar dengan cara memilih, menyeleksi, dan menjangkau konsumen.
Setelah pasar dipilih, maka proses selanjutnya adalah positioning, suatu strategi untuk
memasuki pemikiran konsumen. Positioning sendiri, penulis anggap akan lebih tepat bila
dibahas dalam tahap 2 dan 3 dalam model Lees Marshment, yaitu tahap design produk.
Dalam segmentasi, masyarakat akan diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan
karakteristik tertentu. Kompleksitas dan kerumitan struktur masyarakat dicoba
disederhanakan melalui identifikasi setiap kelompok yang menjadi penyusun utama suatu
masyarakat. Organisasi harus memahami dengan siapa mereka berkomunikasi,
ketidaksesuaian antara metode komunikasi dengan gaya berkomunikasi akan membuat
pesan yang disampaikan terhambat, atau bahkan tidak dapat dikomunikasikan sama sekali.
Metode segmentasi berangkat dari suatu premis bahwa setiap individu cenderung untuk
berinteraksi dan berhubungan dengan orang-orang yang berbagi karakteristik sama.
Kebersamaaan orang-orang yang berbagi karakteristik sama inilah yang membentuk suatu
kelompok masyarakat.

Metode Segmentasi Pasar Organisasi Sosial Politik


DASAR SEGMENTASI DETIL PENJELASAN
Geografi Masyarakat disegmentasi melalui geografis
dan kerapatan populasi. Ideologi yang
ditawarkan akan diterima secara berbeda
oleh masyarakat perkotaan dan pedesaan.
Demografi Konsumen dapat dibedakan berdasarkan
umur, jenis kelamin, pendapatan,
pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial.
Masing-masing kategori memiliki pendapat

9
yang berbeda-beda tentang suatu ideologi.
Psikografi Memberikan tambahan metode segmentasi
berdasarkan geografi. Segmentasi
dilakukan berdasarkan kebiasaan, life style,
dan perilaku yang terkait dengan suatu
ideologi.
Perilaku Masyarakat dapat dikelompokkan dan
dibedakan berdasarkan ketertarikan dan
keterlibatan dalam politik, serta perhatian
terhadap permasalahan politik.
Sosial-Budaya Pengelompokkan masyarakat melalui
karakteristik sosial dan budaya. Klasifikasi
budaya, suku, dan etnik seringkali
membedakan intensitas, kepentingan dan
perilaku terhadap permasalahan politik.

Diadopsi dari: Firmanzah (2008).

Dari hasil analisis media Kompas, maka segmentasi terakhir yang didapat adalah
sebagai berikut.
• Pemilih Fauzi Bowo-Prijanto lebih banyak disumbangkan oleh pemilih berusia muda
(17-25 Tahun), dan usia matang hingga tua (46 tahun keatas)
• Pemilih Adang Daradjatun-Dani Anwar, lebih banyak disumbang oleh pemilih
berumur 26-45 tahun. Rentan orang-orang dalam usia ini adalah yang menginginkan
perubahan.
• Ada kecenderungan, pemilih yang tidak bekerja (pengangguran) lebih memilih Adang
daripada Fauzi.
• Pasangan Fauzi-Prijanto lebih besar mendapat dukungan dari warga etnis Betawi dan
kelompok Etnis Batak dan Tionghoa.
• Pasangan Adang-Dani lebih besar mendapatkan dukungan dari etnis Sunda, Melayu,
dan Minangkabau.
• Pemilih dari etnis Jawa dan campuran terdistribusi cukup merata.
• Adang-Dani didukung oleh kelompok Islam Muhammadiyah.
• Fauzi-Prijanto didukung oleh kelompok Islam Nahdlatul Ulama, juga cenderung
didukung oleh yang beragama Kristen, Katolik, dan lainnya.

10
3.2 Tahap 2. Product Design
Positioning dalam perspektif Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) adalah strategi
komunikasi yang berhubungan dengan bagaimana konsumen menempatkan suatu produk,
merek, atau perusahaan di dalam otaknya, di dalam khayalnya, sehingga konsumen
memiliki peranan tertentu. (Morissan, 2010). Dalam positioning, atribut produk dan jasa
yang dihasilkan akan direkam dalam bentuk image yang terdapat dalam sistem kognitif
konsumen. Semakin tinggi atribut produk, dan bila produk tersebut mempunyai
differensiasi dengan produk lainnya, maka konsumen akan lebih cepat menanam image
produk tersebut di kepala mereka. Sedangkan positioning dalam perspektif Marketing
Politik juga mengadopsi sistem ini, kandidat atau parpol harus mampu menempatkan
produk politik dan image politik dalam benak masyarakat, dan melakukan sesuatu yang
berbeda dalam meraih positioning politik. (Firmanzah, 2008). Strategi positioning politik
Adang Daradjatun-Dani Anwar, akan penulis analisa melalui petikan wawancara Kompas
dengan Adang Daradjatun, dari petikan wawancara tesebut akan penulis tentukan produk
politik apa yang mereka tawarkan dan bagaimana persepsi target konsumen mereka saat
menerima ide tersebut. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan dengan menyimpulkan informasi dan mEnafsirkan pesan (Komala,
2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya adalah gerakan, intensitas
stimuli, kebaruan, dan perulangan. Gerakan adalah secara visual tertarik pada objek-objek
yang bergerak; Intensitas Stimuli adalah rangsangan yang lebih menonjol, lebih terlihat
daripada rangsangan lainnya; Kebaruan hal-hal yang baru, luar biasa dan berbeda, dan;
Perulangan hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan
menarik perhatian. Dari petikan percakapan Kompas dengan Adang Daradajatun pada buku
Jakarta Memilih: Pilkada dan Pembelajaran Demokrasi halaman 149, penulis persepsikan
seperti di bawah ini.
1. Produk politik Adang-Dani diarahkan atau ditujukan kepada kaum terpelajar
dan memiliki visi ke depan, seperti kata-katanya berikut ini ”Jakarta sebaiknya
diarahkan menjadi pusat ekonomi-bisnis, sedangkan pusat pemerintahan dialihkan
ke daerah lain. Kedudukan Jakarta sebagai Ibu Kota sebaiknya diakhiri karena
dalm jangka panjang tidak produktif”. Bila ide ini dikonsumsi oleh kaum terpelajar,
maka muncul dari persepsi mereka adalah sesuatu yang bersifat kebaruan (novelty)

11
bagi mereka. Dan kelompok terpelajar, adalah kelompok yang siap untuk menerima
perubahan yang radikal. Faktor kebaruan sangat terasa pada petikan wawancara ini,
sesuatu hal yang melawan status quo, melawan pakem yang ada yaitu bila terpilih,
maka Adang-Dani akan mewujudkan pindahnya Ibu Kota ke daerah lain.

2. Penulis perhatikan terdapat pola pengulangan, yang isinya menegaskan


bahwa produk politik pasangan kandidat yang diusung PKS ini ditujukan kepada
kelompok yang ingin mengadakan perubahan, dalam retorika oral Adang
Daradjatun. Misalkan dalam petikan wawancara berikut ini (Kompas, 2007, hal.
117). Sepanjang hidupnya, Adang mengaku dia tak pernah lepas dari idealisme dan
pembaharuan. ”Kalau ada orang yang tak punya idealisme dan tak mau berubah,
orang itu sudah lama mati. Hidup ini harus punya nilai tambah,” ungkap ayah dari
empat anak ini. Adang dalam wawancaranya ini juga menunjukkan bahwa produk
politiknya adalah untuk yang ingin melakukan perubahan. Dan seringkali kelompok
atau orang yang mengadakan perubahan ini harus terbentur dengan tradisionalisme.
Kaum atau kelompok yang menganut tradisionalisme menganggap tradisi mereka
bersifat tetap, tak berubah dan mereka memaksakan kepada orang lain agar
melakukan seperti yang ia lakukan sebelumnya (Werner, 1967 dalam Nurudin,
2005). Dalam bukunya, Sistem Komunikasi Indonesia, Nurudin mengatakan bahwa
ada semacam kontradiksi dan pertarungan antar kelompok yang ingin maupun yang
tidak ingin mempertahankan tradisi sebagai kerangka (acuan) dasar.

Untuk mengetahui pembentukan image seperti apa yang dilakukan oleh Adang
Daradjatun akan penulis coba analisis dengan analisis retorika yang akan penulis dapatkan
dari segi etos sang pembicara, dan metode penelitiannya menggunakan analisis isi
kualitatif. Metode ini dilakukan melalui telaah dokumen tertulis dalam internet maupun
buku yang mendukung. Retorika oral Adang Daradjatun menurut penulis adalah merupakan
bentuk retorika politik. Retorika politik sendiri menurut Aristoteles dalam bukunya The Art
Of Rethoric, adalah retorika yang berisi ajakan atau desakan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang berkaitan dengan berbagai masalah, pembentukan opini dan
pencitraan dari sesuatu yang diperjuangkan dengan tujuan agar khalayak memilih atau tidak

12
memilih (Zen, 2010). Menurut Aristoteles (1991), terdapat tiga unsur pokok dalam retorika,
yaitu etos untuk mengetahui kredibilitas sumber, logos untuk merujuk bagaimana
membangun argumen dan penalaran, dan pathos untuk mengetahui bagaimana orator
memainkan emosi khalayaknya.
Dari segi etos; seperti yang tercantum dalam website resminya
http://www.bangadang.com/profil, menunjukkan image Adang Daradjatun sebagai
seseorang atau sosok yang:
 Sehat, aktif dan dinamis. Terlihat dari paragraf pertama ”Terlahir dari keluarga
yang berkecukupan, entah dari mana sebuah cita-cita untuk menjadi polisi itu muncul.
Dalam usianya yang ke lima puluh tujuh, postur tubuhnya tegap dan perutnya datar,
wajahnya pun nyaris tanpa kerutan. Tentu semua ini tidak datang tiba-tiba, melainkan
hasil olah tubuh sejak remaja.”
 Disiplin, terencana, dan punya kemauan yang kuat, seperti yang diampilkan dalam
paragraf kedua berikut ini ”Disiplin adalah kata kunci yang sudah melekat pada Adang
Daradjatun. Hati dan pikirannya sudah bulat. Dia harus bisa membuktikan impiannya
sejak remaja untuk masuk dan menyelesaikan pendidikan di AKABRI, agar nantinya bisa
menjadi seorang perwira, dan bukan sekedar impian kosong.”
 Sosok yang berani menentang status quo, pantang menyerah untuk mencapai
kesuksesan, sederhana, dan sosok yang visioner. Terlihat dalam paragraf ketiga berikut ini.
”Langkah yang membawanya menjadi Wakapolri saat ini bukanlah tanpa beban. Sejak
awal ayahnya menentang cita-citanya tersebut, sehingga beliau sempat harus meminta
bantuan ibunda demi izin ayahnya. Sempitnya asrama polisi yang harus menampung istri
serta seorang anaknya dalam membangun pendewasaan jiwanya, jarak yang membentang
saat harus berdinas jauh dari keluarga, desas desus yang membanding-bandingkan serta
mengaitkan karier sang istri dengan beliau, sampai "penghuni istana"-nya yang kerap kali
merasa tidak puas karena tidak pernah diperkenankan mencicipi fasilitas yang bisa
diperoleh dari kedudukannya, semua dilaluinya dengan keteguhan hati, ketegaran sikap,
visi ke depan, yang diyakininya akan mengantarnya pada kesuksesan.”
 Pembentukan Image Adang pun juga terjadi dalam setiap wawancaranya, seperti
yang ada pada halaman 117, dalam buku terbitan Kompas. Berikut petikan-petikannya. 1)

13
”Sebetulnya ini alasan sentimentil. Saya sudah 58 tahun hidup di Jakarta. Saya ingin
berbuat lebih banyak lagi untuk bangsa ini”. 2) ”Kalau ada orang yang tak punya
idealisme dan tak mau berubah, orang itu sudah lama mati. Hidup ini harus punya nilai
tambah”. 3) ”Saya tak akan membawa Jakarta ke arah ekstrem. NKRI dan Pancasila
adalah harga mati”. 4) ”Saya lihat PKS ini anak-anak muda yang berpendidikan tinggi”.
5) ”Sejak bertugas sebagai perwira Polri, saya selalu mengingatkan banyak pihak bahwa
NKRI adalah harga mati. Jakarta adalah kota internasional, kota dengan keberagaman,
kota tempat perwakilan luar negeri bermukim. Semua warga Jakarta harus maju, termasuk
non-Muslim dan orang Tionghoa punya hak yang sama”. Image yang dapat penarik ambil
adalah sosok yang rela berkorban, punya keteguhan hati, mengakui keberagaman, serta
loyal kepada organisasinya.

Jadi kesimpulan untuk rancangan produk politik pada tahap kedua ini melalui
analisa segmentasi pasar, target konsumen dan pembentukan image untuk meraih
positioning adalah sebagai berikut;

o Produk: Lebih ditujukan kepada kelompok muda yang menginginkan


perubahan, namun harus memiliki intelektualitas yang tinggi, karena gaya
berkomunikasi Adang cenderung masih untuk konsumsi kelas menengah ke atas.
o Differensiasi: Bukan merupakan sisa pemerintahan lama, sehingga bukan
perpanjangan dari status quo. Menawarkan perubahan, meski sedikit dianggap
ekstrem oleh kaum Tradisionalis.
o Image: Sosok yang menawarkan sutu sistem baru dan fresh, atau
menawarkan perubahan melalui proses, tidak secara tiba-tiba. Meski kata-kata
perubahan itu dinterpretasi berbeda oleh kelompok tradisionalis, dianggap bahwa
perubahan yang terjadi adalah perubahan yang ekstrem.

3.3 Tahap 3. Desain Produk

14
Produk pada dasarnya adalah segala hal yang dapat dipasarkan yang dapat
memuaskan konsumennya ketika dipakai atau digunakan. (Morissan, 2010). Suatu produk
menjadi suatu simbol atau disebut juga dengan simbol produk (product symbolism), yaitu
arti atau makna dari suatu produk bagi konsumen dan apa yang mereka alami ketika
membeli dan menggunakan produk bersangkutan. (Irwin, 1987). Perencanaan produk
melibatkan berbagai keputusan, konsumen tidak saja melihat produk dari fisiknya semata
namun juga hal-hal yang berada diluar itu. Sebagaimana dikemukakan oleh Belch& Belch
bahwa: consumers look beyond the reality of the product and its ingredients.
Sedangkan produk yang ditawarkan institusi politik merupakan sesuatu yang
kompleks, di mana pemilih akan menikmatinya setelah sebuah partai atau seorang kandidat
terpilih (Niffenegger, 1989). Niffenegger (1989) membagi produk politik menjadi tiga
kategori, 1) party platform (platform partai), 2) past record (catatan tentang hal-hal yang
dilakukan di masa lampau), 3) personal characteristic (ciri pribadi). Seorang kandidat
politik adalah identitas dari sebuah institusi politik yang ditawarkan kepada pemilih.Butler
dan Collins (1994) menyatakan adanya tiga dimensi penting yang mesti dipahami dari
sebuah produk politik, 1) person/party/ideology (pribadi/partai/ideologi), 2) loyalty
(kesetiaan), dan 3) mutability (bisa berubah-ubah).
Dari kedua pendapat diatas , maka penulis akan coba menganalisa produk politik
apakah yang ditawarkan oleh pasangan calon Adang-Dani.
1. Program Prioritas Adang-Dani bila terpilih menjadi Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta adalah pembangunan/pembenahan infra struktur lalu lintas
dan alat transportasi angkutan umum, serta ketersedian lapangan kerja. (Kompas,
2007, halaman. 149). Citra PKS sebagai partai yang bersih juga platform PKS
sebagai partai da’wah juga ikut membantu terbentuknya image pasangan calon
tersebut.
2. Dimensi kedua dari produk politik Adang Daradjatun-Dani Anwar adalah
past record. Adang memiliki integritas moral yang tinggi untuk mewujudkan sistem
dan birokrasi yang bersih dan efisien. Idealisme dan kemampuan yang dimiliki
menjadikannnya dikenal sebagai sosok yang mempelopori reformasi di tubuh Polri.
Adang dengan reformasi Polri-nya sukses menyipilkan Polri. (Kompas, 2007, hal.
160). Dani Anwar sendiri adalah putra asli betawi, ia adalah salah satu kader terbaik

15
PKS di parlemen DKI Jakarta dan dikenal akan ketegasannya. Sikap dan
keteguhannya membuat forum wartawan Ibu Kota memilihnya sebagai anggota
dewan favorit karena kevokalannya dalam berbagai isu.. Wakil rakyat dari PKS
dinilai bersih dan mengakar ke rakyat, Dani juga terbiasa berinteraksi dan mengakar
ke rakyat. Pngalaman hidup yang berliku dan dihabiskan di lingkungan rakyat kecil
menjadikan Dani memiliki komitmen untuk mendengarkan aspirasi rakyat.
(Kompas, 2007, halaman. 161).
3. Aspek dari Adang Daradjatun yang menonjol menurut Niniek L. Karim
(Kompas, 2007, halaman. 129) adalah: 1) mampu menyelesaikan masalah secara
konkret, 2) mampu menjaga harmoni antara dirinya dengan orang-orang yang
dipimpinnya, juga di antara para bawahannya, 3) mau dan mampu mencapai tujuan
yang sudah ditentukan, teratur dalam bekerja, dna bertanggung jawab atas apa yang
sudah direncanakan. Sedangkan untuk aspek yang menonjol dari Dani Anwar,
adalah: 1) Suka bekerja keras dan dapat diandalkan, 2) mampu menganalisa secara
cepat dan mampu membuat keputusan yang tegas, 3) setia dan taat kepada prinsip-
prinsip yang dianggap benar, mampu bertahan dari berbagai godaan, dan 4) mampu
mengontrol emosi.
Jadi kesimpulan untuk tahap ketiga ini dapat penulis ambil kesimpulan, sebagai
berikut:
o Achievability:
- Jakarta akan difokuskan sebagai pusat ekonomi-bisnis, yang gunanya untuk menarik
tenaga kerja. Namun tetap akan dibangun sesuai dengan ekonomi kerakyatan
- Meningkatkan daya saing pasar tradisional, sektor informal potensial harus
dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembangunan Jakarta.
- Revitalisasi Balai Latihan Kerja
- Infrastruktur transportasi kota difokuskan pada mass rapid transportation (MRT)
berbasis jalan raya (busway) dan berbasis rel (KRL).
- Percepatan pembangunan Banir Kanal Timur serta normalisasi daerah aliran sungai
dan ruang terbuka hijau.

16
- Perombakan personalia birokrasi untuk melakukan pembenahan dan percepatan
pembangunan.
- Profesionalisme menjadi syarat untuk penempatan di pos tertentu, bukan karena
dekat dengan salah satu partai. (Kompas, 2007, hal 150-158)

o Analisis kompetisi:
- Garis besar program Fauzi Bowo - Prijanto tak jauh berbeda dari program Adang
Daradjatun – Dani Anwar, kecuali bahwa pasangan Adang-Dani memberikan
perhatian yang lebih spesifik pada pengembangan ekonomi rakyat dan reformasi
birokrasi. Bila tak ada differensiasi produk, maka program pasanagan yang diusung
PKS akan dianggap mengikuti lawan politiknya.
- Lima tahun terakhir Fauzi Bowo mendampingi Gubernur DKI Jakarta sebelumnya
Sutiyoso, sebagai wakil gubernur. Latar belakang dan pengalamannya menjadi
kelebihan tersendiri dalam mengurus Jakarta beserta seluruh aspek
pemerintahannya.
- 20 Partai Politik di Jakarta bermufakat mendukung pasangan Fauzi Bowo –
Prijanto,
- Pasangan Fauzi Bowo – Prijanto dinilai lebih potensial dalam menghasilkan
efektivitas kerja yang tinggi bagi Jakarta. Keduanya dinilai sama-sama punya sifat
optimis dan punya pemahaman tentang Jakarta di bidang masing-masing. (Kompas,
2007, hal 194).

o Analisis Dukungan:
- Petikan wawancara dari Wakil Ketua Tim Kampanye Adang-Dani, M. Cholid,
kepada media Kompas (Kompas, 2007, hal. 88); ”dukungan tim sukses tidak hanya
dari PKS, tetapi juga dari komunitas Polri karena Adang sebelumnya adalah Wakil
Kepala Polri”.
- Petikan wawancara, M. Cholid, kepada media Kompas (Kompas, 2007, hal. 89),
tentang elemen simpatisan Adang yang membentuk Relawan Oranye. ”Mereka
umumnya keluarga yang peduli kepada Adang untuk menjelaskan visi dan misinya”.

17
- Jaringan Informasi Kota, jaringan pendukung Sarwono Kusumaatmadja mendirikan
sekitar 900 posko. Forum Betawi Rembug (FBR) membangun 186 posko.
Kerukunan Warga Jakarta (KWJ) menggalang dukungan keluarga anggota Polri.
(Kompas, 2007, hal. 89)

Tahap 4 dan 5. Implementasi dan Komunikasi.


Ketika produk itu diimplementasikan, maka produk itu harus disampaikan ke
pemilih dengan menggunakan teknik komunikasi yang paling sesuai dan tepat guna. PKS
yang mengususng Adang-Dani memasang iklan di media massa untuk mencari sumbangan
dana kampanye. Petikan wawancara Ketua Adang-Dani Center, Hartono, kepada media
Kompas. (Kompas, 2007, hal. 76). ”Kami punya Galibu, gerakan lima ribu, lima puluh
ribu, lima ratus ribu. Setiap kader dan simpatisan PKS dapat menyumbang Rp. 5000, Rp.
50.000, Rp. 500.000, dan lebih untuk kampanye Pilkada DKI”. Tindakan implementasi ini
sesuai dengan Teori Komunikasi-Kewenangan Chester Barnard (1983). Barnard
menyatakan ada empat premis yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu
pesan yang bersifat otoritatif.

1. Orang tersebut harus memahami pesan yang dimaksud


2. Orang tersebut percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan
tujuan organisasi
3. Orang tersebut percaya, pada saat ia memutuskan untuk bekerja sama,
bahwa pesan yang dimaksud sesuai dengan minatnya.
4. Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan
pesan.
(Pace dan Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Menigkatkan Kinerja Perusahaan,
2006, hal. 57)
Kewenangan yang berasal dari tingkat atas organisasi sebenarnya merupakan
kewenangan nominal. Kewenangan ini menjadi nyata apabila diterima. Dengan
pengumpulan dana yang berasal dari kader PKS sendiri, maka ini tidak akan bertentangan
dengan tujuan PKS, sebagai partai da’wah dan citra PKS sebagai partai yang bersih. Dalam
da’wah juga dibutuhkan kerjasama antar anggota, kerjasama ini terlihat jelas dengan sistem

18
patungan yang dilancarkan oleh PKS. Kader PKS lebih cepat memahami maksud patungan
dana ini, disebabkan PKS dikenal sebagai partai dengan dukungan kader yang solid dan
militan (Kompas, 2007, hal. 217). Satu perintah dari otorisasi atas partai, atau pihak yang
berwenang, yaitu ketua Tim Kampanye, akan lebih cepat didengarkan oleh kelompok
dibawahnya.

Tahap 6. Kampanye
Kampanye Adang Daradjatun – Dani Anwar, memakai media massa, membuat
spanduk, poster, dan buku. Tim sukses juga menjadi petugas public relations dan menjalin
komunikasi dengan jurnalis. Salah satu petikan wawancara dari Wakil Ketua Tm
Kampanye Adang-Dani, M. Cholis, kepada Kompas, menunjukkan bahwa dalam
kampanyenya isu-isu politik juga diangkat untuk memberikan alasan mengapa harus
memilih Adang-Dani. ”Isu pembaruan dan perubahan lebih mengena kepada kaum muda.
Mereka lebih well-informed, menerima informasi dan fakta tentang Jakarta”. (Kompas,
2007, hal. 89). Salah satu media cetak yang digunakan untuk kampanye adalah harian
Warta Kota, yang oplahnya hampir 200.000 eksemplar, tersebar di wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tanggerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Agaknya tim kampanye Adang Daradjatun
– Dani Anwar lebih mengincar surat kabar yang beroplah besar di Jabodetabek. (Kompas,
2007, hal. 77). Maksud kampanyenya adalah untuk mengajak masyarakat bersama-sama
membenahi kota guna mewujudkan Jakarta yang modern, aman, dan sejahtera (Kompas,
2007, hal. 83). Spanduk-spanduk yang dipasang dimaksudkan untuk menggugah kesadaran
warga Jakarta pada berbagai masalah di kotanya, kesadaran ini diharapkan menjadi langkah
awal untuk mengajak masyarakat melihat Adang-Dani sebagai pasangan yang dapat
memimpin dan menyelesaikan berbagai persoalan tersebut (Kompas, 2007, hal. 84).
Iklan politik khususnya iklan audio-visual, menurut Falkowski, Cwalan, dan Kaid
(dalam Efriza, Pasyah, dan Pito, 2006, Mengenal Teori-Teori Politik: Dari Sistem Politik
Sampai Korupsi, hal. 221), memainkan peranan strategis dalam political marketing, dalam
hal ini iklan berguna untuk beberapa hal, yaitu:

1. Membentuk citra kandidat dan sikap emosional terhadap kandidat.

19
2. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidakpastian pilihan karena
mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu.
3. Alat untuk melakukan re-konfigurasi citra konsumen.
4. Mengarahkan minat untuk memilih kandidat tertentu.
5. Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu nasional.
6. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para pemilih terhadap
kandidat dan even-even politik.
Hubungannnya dengan even kampanye, terlihat jelas bahwa tipe propaganda
maupun persuasi sangat mendominasi iklan-iklan kampanye suatu partai/kandidat. Untuk
itu penulis menggunakan Teori Peluru (the bullet theory) dikenal pula sebagai Teori Jarum
Suntik (the hypodermic needle theory) dan Melvin De Fleur (1982) menyebutnya sebagai
teori mekanistik stimulus respons. Yang tujuan penggunaan teori ini adalah untuk
menyatakan bahwa (meminjam istilah Lily dan Lily) kekuatan media sangat fantastis dalam
merubah opini publik. Terlihat dari peningkatan jumlah pemilih Adang Daradjatun – Dani
Anwar, yang justru jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah pemilih PKS sendiri pada pemilu
2004 untuk area DKI Jakarta.

Tahap 7. Pemilihan
Hampir semua penghitungan cepat yang dilakukan sejumlah lembaga dalam Pilkada
Jakarta 2007 menunjukkan Adang Daradjatun – dani Anwar yang diusung sendirian oleh
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memeperoleh suara lebih dari 40 %. Peraihan suara yang
relatif besar menunjukkan bekerjanya “mesin politik” PKS untuk meningkatkan simpatoi
pada calonnya. Kondisi berbeda terjadi pada pasangan Fauzi Bowo – Prijanto yang
didukung 20 Parpol, tetapi hanya meraih kurang dari 60 persen suara. (Kompas, 2007, hal.
251-252). Dukungan untuk Adang Daradjatun paling tinggi diperoleh dari kelompok
ekonomi menegah. Kelompok dengan pengeluaran perbulan Rp. 1 juta-Rp. 1,5 juta adalah
pendukung terbesar (22,9 %) (Kompas, 2007, hal. 256). Rentang perolehan suara yang tak
terlalu besar berdasar pada quick count lembaga-lembaga survei menunjukkan sebagian
besar pemilih (77,8%) di DKI Jakarta ternyata sudah menentukan siapa calon yang akan
dipilih jauh hari sebelumnya.

20
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Kampanye yang dilancarkan oleh kedua belah pihak adalah bentuk kampanye saling
sindir, namun menurut peneliti CSIS, Indra Jaya Piliang, tidak banyak manfaat yang dapat
dipetik dari pemasangan berbagai spanduk. Spanduk-spanduk hanya berisi slogan-slogan
yang tidak jelas, namun tidak menjawab masalah rakyat. Seharusnya spanduk-spanduk itu
berisi kalimat-kalimat konkret yang dapat menjawab permasalahan rakyat. Hal senada juga
disampaikan pakar Komunikasi Politik, Effendi Ghazali, penduduk Jakarta adalah
masyarakat yang paling melek politik dan informasi dibandingkan masyarakat kota lain di
ibukota. Dengan demikian, mereka lebih membutuhkan janji atau program yang kongkret
dari masing-masing calon dan tak hanya saling menyindir.
Bagi pemilih rasional, kedua program Calon Gubernur dan Wakil Gubernur ini,
tidak menyentuh akar permasalahan warga Jakarta. Tidak adanya program nyata untuk
mengatasi kemacetan yang ditawarkan, hanya sekedar membangun busway, subway, jalur
khusus pejalan kaki, tidak menyentuh esensi dari masalah kemacetan di Jakarta. Ada
beberapa hal yang seharusnya diperhatikan oleh kedua pasangan tersebut, misalkan seperti
pembeberan APBD Jakarta untuk mengatasi kemacetan. Calon dapat menunjukkan bahwa
APBD Jakarta masih lemah dalam mengatasi masalah kemacetan, sehingga dapat
menjajnjikan jika terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubrnur, dapat menaikkan APBD
atau menganggarkan APBD untuk mengatasi kemacetan. Atau misalkan membeberkan
kelemahan perundang-undangan dalam sistem tata kota yang terkait dengan masalah halte
pinggir jalan. Janji yang dapat diutarakan adalah, diharuskannya setiap angkutan umum
untuk menurunkan dan menaikkan penumpang di halte yang akan dibangun di jalan-jalan
yanh terbukti rawan kemacetan. Tentu saja peraturan ini harus ditegakkan oleh pihak yang
berwajib seperti Kepolisisan. Untuk masalah PKL, calon dapat menjanjikan pembangunan

21
pasar dengan pajak yang murah dengan fasilitas layaknya Mal untuk menampung PKL
yang berjualan di pinggir jalan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Aristoteles. 2007. Politik (La Politica). Jakarta: Visimedia.

Ardial. 2010. Komunikasi Politik. Jakarta: Indeks.

Budiardjo, Miriam.1977. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Firmanzah. 2008. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

________. 2008. Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Hargens, Boni. 2008. Trilogi Dosa Politik: Memahami Dosa-dosa Politik Pemerintahan
Susilo Bambang Yuhoyono-Jusuf Kalla Dan Pengkianatan Kaum Intelektual. Jakarta:
Parrhesia Institute.

Kompas. 2007. Jakarta Memilih: Pilkada dan Pembelajaran Demokrasi. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.

22
M.A, Morissan. 2010. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Pace, Wayne R dan Faules, Don. 2006. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Pito, Andrianus Toni et al. 2006. Mengenal Teori-teori Politik: Dari Sistem Politik Sampai
Korupsi. Bandung: Nuansa Cendekia.

Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori Dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta:


Media Pressindo.

DISERTASI
Zen, Fathurin. 2010. Radikalisme Islam Dalam Retorika Politik Indonesia (Analisis
Retorika Para Elt Partai Politik Islam Tentang Radikalisme Islam Pada Era Konsolidasi
Demokrasi Indonesia). Jakarta: Universitas Indonesia.

SITUS
http://www.bangadang.com/profil
www.bps.go.id
www.jakarta.go.id

23

Anda mungkin juga menyukai