Anda di halaman 1dari 8

PENURUNAN KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK AKIBAT

PEMBELAJARAN JARAK JAUH

Niken Alfina Anjarwati

Politeknik Statistika STIS

nikenalfina342@gmail.com

Abstrak

Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan mengenali perasaan
dan mengelola emosi. Lingkungan belajar sangat memengaruhi kecerdasan
emosional peserta didik. Adanya pandemi Covid-19 di Indonesia menyebabkan
terjadinya transformasi sistem pembelajaran yang awalnya dilakukan secara tatap
muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan
secara virtual memunculkan berbagai permasalahan. Hal ini akan membuat
lingkungan belajar mengalami perubahan. Interaksi sosial yang terbatas,
banyaknya penugasan yang diberikan, dan kegiatan belajar yang monoton dapat
memengaruhi kecerdasan emosional peserta didik. Banyak peserta didik yang
merasa jenuh, bosan, malas, dan berkurangnya rasa empati. Oleh karena itu,
melalui tulisan ini akan dijelaskan dampak pembelajaran jarak jauh terhadap
penurunan kecerdasan emosional peserta didik. Teori Daniel Goleman yang
membahas kecerdasan emosional banyak digunakan sebagai bahan acuan dalam
penulisan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi dampak ini yaitu
perlunya koordinasi antara orang tua peserta didik dan pengajar sehingga pihak
sekolah dapat memantau perkembangan kecerdasan emosional peserta didik dan
orang tua dapat mengajarkan nilai-nilai positif untuk meningkatkan kecerdasan
emosional anaknya.
Kata kunci : kecerdasan emosional, pembelajaran jarak jauh, Covid-19

A. Pendahuluan

Daya tangkap peserta didik terhadap materi yang disampaikan oleh


pengajar tidak hanya dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual (Intellectual
Quotient) tetapi juga melibatkan peran kecerdasan emosional (Emotional
Intelligence). Pembelajaran dengan suasana menyenangkan dan mengasyikkan
akan membuat peserta didik lebih semangat dalam memahami materi yang
diajarkan meskipun itu tergolong materi yang sulit. Pembelajaran ini sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang dinamis
membuat kondisi emosional seseorang juga ikut berubah sehingga dalam kegiatan
pembelajaran interaksi antara peserta didik dengan pengajar sangat penting untuk
diperhatikan. Namun hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam situasi pandemi
Covid-19. Adanya pandemi ini menyebabkan sistem pembelajaran berubah
menjadi pembelajaran dengan sistem jarak jauh atau daring.

Pemerintah menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh untuk


menghindari penyebaran virus Corona di lingkungan pendidikan. Melalui sistem
pembelajaran jarak jauh, kegiatan belajar dilakukan dengan menggunakan
beberapa media teknologi daring, seperti video konferensi, google classroom, dan
whats app kelompok. Sistem ini membuat interaksi antara pengajar dengan
peserta didik ataupun sesama peserta didik menjadi terbatas sehingga proses
transfer ilmu juga terhambat. Banyak permasalahan yang muncul selama masa
transisi ini. Kurangnya pengetahuan dalam mengoperasikan teknologi, jaringan
sinyal dan listrik yang terkendala, terbatasnya sarana dan prasarana pembelajaran,
dan tidak adanya pendampingan selama kegiatan belajar khususnya bagi peserta
didik tingkat dasar yang masih bergantung dengan orang lain. Respons terhadap
permasalahan ini sangat erat kaitannya dengan kondisi emosional peserta didik
sehingga kecerdasan emosional sangat berperan penting dalam hal ini. Oleh
karena itu, melalui tulisan ini akan dijelaskan dampak pembelajaran jarak jauh
terhadap penurunan kecerdasan emosional peserta didik.

B. Penurunan Kecerdasan Emosional Peserta Didik Akibat


Pembelajaran Jarak Jauh
a. Pembelajaran Jarak Jauh
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta
didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai
sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
Pembelajaran jarak jauh merupakan bagian dari pendidikan jarak jauh.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong munculnya inovasi
sistem pembelajaran. Pembelajaran yang awalnya harus bertemu secara tatap
muka dapat dilakukan terpisah secara fisik.
Menurut Robert J. Blake (2008), ada empat karakteristik pembelajaran jarak
jauh. Pertama, pembelajaran jarak jauh dilakukan oleh institusi. Institusi yang
dimaksud tidak harus yang menawarkan pembelajaran konvensional, tetapi juga
institusi yang telah memenuhi syarat untuk akreditasi yang sama dengan lembaga
pembelajaran konvensional. Kedua, pemisahan geografis dan waktu.
Pembelajaran jarak jauh dapat dilakukan oleh mereka yang berada di lokasi dan
waktu yang berbeda sehingga siapapun memiliki kesempatan untuk belajar.
Ketiga, telekomunikasi interaktif antara peserta didik dengan pengajar. Hal ini
dapat dilakukan melalui komunikasi elektronik, seperti video konference,
platform obrolan, dan e-mail. Keempat, membentuk komunitas belajar melalui
aplikasi kelas virtual, seperti google classroom dan whats app kelompok.
Dengan adanya sistem pembelajaran jarak jauh diharapkan terjadi
pemerataan pendidikan. Jarak dan usia pun tidak lagi menjadi penghalang untuk
menuntut ilmu. Kegiatan belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja
sehingga setiap orang bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya.
b. Kecerdasan Emosional
Definisi kecerdasan emosional menurut Goleman (2000, dikutip dalam Nauli
Thaib, 2013) adalah “Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial”(p.392).
Secara umum, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang yang
melibatkan perasaannya dalam merespons kejadian yang dialami.
Goleman menjelaskan ada lima kemampuan utama yang dimiliki manusia
dalam kecerdasan emosionalnya. Pertama, mengenali emosi diri sendiri dengan
mengetahui perasaan yang dirasakannya saat itu. Kedua, mengelola emosi yaitu
kemampuan mengolah perasaan agar tetap seimbang. Kemampuan ini meliputi
kemampuan menghibur diri sendiri, menghilangkan kecemasan, dan kemampuan
bangkit dari perasaan tertekan. Ketiga yaitu memotivasi diri sendiri dengan
memiliki sikap optimisme dan antusiasme yang tinggi dalam melakukan sesuatu.
Keempat yaitu mengenali emosi orang lain atau empati. Seseorang yang memiliki
empati akan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain sehingga mudah untuk
melakukan penyesuaian. Kelima, membina hubungan yaitu keterampilan
seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain untuk menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan antarpribadi. Seseorang yang memiliki banyak
relasi cenderung memiliki peluang sukses yang besar (Nauli Thaib, 2013).
Nugraha dan Rachmawati (dikutip dalam Aswat et al., 2021) memetakan
aspek dan ciri-ciri kecerdasan emosional, yaitu :
a) Kesadaran diri : mampu merasakan dan mengetahui penyebab
munculnya emosi serta dampak dari responsnya
b) Mengelola emosional : toleransi dan mengendalikan amarah
c) Memotivasi diri : tanggung jawab, fokus, mengendalikan diri
d) Empati : peka dan menerima perspektif orang lain
e) Membina hubungan : komunkasi, mudah bergaul, demokratis,
solidaritas
Salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap kecerdasan emosional
yaitu kondisi lingkungan terutama lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang
mendukung akan membuat potensi kecerdasan emosional peserta didik
berkembang dengan baik, begitu juga sebaliknya. Interaksi sosial yang terjadi
akan merangsang respons emosional seseorang yang tercermin melalui tindakan
dan pemikirannya.
c. Penurunan Kecerdasan Emosional Peserta Didik Akibat
Pembelajaran Jarak Jauh

Kehadiran wabah Virus Corona di Indonesia semenjak Maret 2020


mengakibatkan munculnya kebijakan baru dalam sistem pembelajaran. Imbauan
pemerintah untuk menghindari kerumunan guna memutus mata rantai penyebaran
virus ini ditanggapi oleh dunia pendidikan melalui transformasi sistem
pembelajaran jarak jauh. Kebijakan ini menjadi alternatif pemerintah agar
pembelajaran tetap berjalan meskipun berada dalam kondisi pandemi.

Pembelajaran jarak jauh dilakukan dengan memanfaatkan media teknologi,


seperti video konferensi, google classroom, dan whats app kelompok.
Pemanfaatan teknologi ini menjadi salah satu indikator pembelajaran yang efektif.
Teknologi yang mendukung dan memadai, seperti kondisi jaringan, ketersediaan
laptop atau smartphone, paket data, dan pengoperasionalan teknologi membuat
sistem pembelajaran ini menjadi efektif (Aswat et al., 2021). Akan tetapi,
pembangunan yang belum merata di Indonesia menyebabkan tidak semua daerah
mendapatkan akses internet dan listrik yang lancar. Selain itu, tidak semua peserta
didik memiliki sarana pembelajaran yang memadai seperti laptop ataupun
smartphone. Hal ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi peserta didik pada
kondisi seperti itu.

Di sisi lain, tipe pembelajaran ini menuntut kemandirian, inisiatif, dan


tanggung jawab peserta didik. Peran orang tua atau orang lain di sekitarnya
sangat diperlukan dalam mendampingi dan memantau kegiatan belajar khususnya
bagi peserta didik pada tingkat dasar. Namun tidak semua orang tua sanggup
mengawal pembelajaran anaknya selama di rumah baik karena tidak punya waktu
maupun tidak paham dengan penggunaan teknologi sehingga anak kurang
mendapatkan perhatian dan pembelajaran menjadi terhambat. Beban anak pun
menjadi lebih besar.

Ashari (2020, dikutip dalam Yunitasari & Hanifah, 2020) menyatakan bahwa
efektivitas pembelajaran jarak jauh hanya terbatas pada pengerjaan tugas yang
diberikan oleh gurunya, sedangkan untuk pemahaman konsep sampai refleksi
tidak berjalan dengan baik. Interaksi yang terbatas antara pengajar dan peserta
didik menyebabkan pemantauan terhadap perkembangan kemampuan peserta
didik menjadi sulit dilakukan. Pengajar juga cenderung menitikberatkan pada
kemampuan akademik sehingga terjadi ketidakseimbangan pada kemampuan yang
lain. Selain itu, peserta didik yang terlalu banyak mendapatkan beban penugasan ,
tingkat kejenuhannya menjadi semakin tinggi sehingga mudah merasa frustasi,
marah, dan terluka (Hidayat, 2016).

Transformasi sistem pembelajaran menimbulkan terjadinya perubahan


keadaan lingkungan peserta didik. Pembelajaran yang awalnya melibatkan
interaksi dengan banyak orang menjadi lebih individual. Peserta didik lebih
mudah merasa jenuh dan bosan dengan tumpukan tugas yang diberikan dan
lingkungan sosial di rumahnya yang kurang mendukung. Hal ini berpengaruh
terhadap kecerdasan emosional peserta didik dalam beradaptasi dengan
lingkungan belajar yang baru. Kecerdasan ini menjadi salah satu faktor dalam
keberhasilan belajar.

Lima aspek kecerdasan emosional menurut Nugraha dan Rachmawati (dikutip


dalam Aswat et al., 2021) yang digunakan dalam permasalahan ini, yaitu
kesadaran diri, mengelola emosional , memotivasi diri, empati, dan membina
hubungan. Pertama, kesadaran diri meliputi kemampuan merespons masalah dan
mengenali perasaan diri sendiri. Adanya permasalahan yang muncul selama
melaksanakan pembelajaran jarak jauh akan menimbulkan respons dari peserta
didik. Respons yang dimaksud adalah respons emosi. Menurut Goleman (dikutip
dalam Fitria, 2013), yang termasuk respons emosi, yaitu amarah, rasa takut,
jengkel, terkejut, dan sedih. Selanjutnya, respons emosi ini akan mendorong
seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Ketika peserta didik menemukan
permasalahan seperti kendala jaringan, kurangnya perhatian dari orang tua, dan
tugas yang menumpuk maka emosinya akan merespons sedih, takut, marah atau
jengkel. Hal ini artinya peserta didik mampu mengenali perasaannya sendiri.

Kedua, mengelola emosi, termasuk diantaranya mengurangi rasa kesepian dan


kecemasan serta menghindari stress. Terbatasnya interaksi sosial yang
menimbulkan kesepian, terputusnya koneksi internet yang mengakibatkan
kecemasan, dan tumpukan tugas yang menyebabkan stress sangat berkaitan
dengan pengelolaan emosi. Emosi yang dikelola dengan buruk akan menghambat
perkembangan kecerdasan emosional peserta didik.

Aspek ketiga yaitu memotivasi diri, yang mencakup semangat, motivasi,


tanggung jawab, dan mandiri. Semangat dan motivasi belajar dipengaruhi oleh
lingkungan sosial di rumah. Aktivitas pembelajaran yang hanya dilakukan di
rumah rentan menurunkan motivasi dan semangat belajar, padahal sistem
pembelajaran seperti ini mendorong peserta didik untuk memiliki rasa tanggung
jawab dan mandiri. Penurunan semangat dan motivasi belajar tersebut bisa terjadi
sebagai akibat dari kejenuhuhan terhadap tugas yang diberikan dan kesulitan
dalam memahami materi pembelajaran.
Aspek keempat yaitu empati. Menurut Goleman, empati adalah kemampuan
memahami dan menghargai perasaan orang lain serta melihat dari perspektif
orang lain[ CITATION Dan96 \l 1033 ] . Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Aswat terhadap siswa di sekolah dasar, sebanyak 57% siswa di sekolah tersebut
mengalami penurunan rasa empati. Salah satu faktor penyebabnya yaitu
berkurangnya interaksi antarpeserta didik (Aswat et al., 2021).

Aspek yang terakhir yaitu membina hubungan yang berkaitan dengan


interaksi sosial. Selama pembelajaran jarak jauh, peserta didik hanya melakukan
interaksi sosial yang terbatas di lingkungan rumahnya. Begitu pula dengan
komunikasi antara peserta didik dan pengajar ataupun sesama juga semakin
berkurang. Jika sebelumnya peserta didik dapat saling berdiskusi, bercerita, dan
bertukar pendapat, hal tersebut menjadi sulit dilakukan dalam pembelajaran jarak
jauh seperti saat ini.

C. Kesimpulan
Perubahan sistem pembelajaran jarak jauh memengaruhi kecerdasan
emosional peserta didik. Berbagai permasalahan yang terjadi selama proses
pembelajaran menuntut peserta didik untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Lingkungan belajar yang semakin terbatas akan menurunkan kecerdasan
emosional peserta didik, seperti rasa mudah bosan, jenuh, marah, dan jengkel
yang menyebabkan semangat dan motivasi belajar menjadi turun. Hal ini tentu
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Selain itu, minimnya interaksi
sosial akan menurunkan rasa empati sehingga peserta didik cenderung menjadi
individual. Singkatnya, pembelajaran jarak jauh akan menghambat perkembangan
kecerdasan emosional peserta didik.

Kolaborasi antara peran pengajar dan orang tua sangat diperlukan untuk
mengatasi permasalahan ini. Metode pembelajaran yang dikemas secara variatif
akan meningkatkan minat belajar peserta didik. Pengajar sebaiknya tidak hanya
fokus pada penyampaian materi pelajaran saja, tetapi juga dapat menyelipkan
nilai-nilai karakter positif dalam meningkatkan kecerdasan emosional peserta
didik. Selain itu, pengajar dapat menjalin komunikasi dengan orang tua dalam
memantau penerapan nilai-nilai tersebut.
Daftar Rujukan

Aswat, H., Sari, E. R., Aprilia, R., Fadli, A., & Milda, M. (2021). Implikasi
Distance Learning di Masa Pandemi COVID 19 terhadap Kecerdasan
Emosional Anak di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(2), 761–771.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i2.803

Fitria. (2013). Kecerdasan Emosional. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.

Hidayat, M. Y. (2016). Pengaruh Slow Learner Dan Kejenuhan Belajar Terhadap


Kesulitan Belajar Fisika Siswa Mts. Madani Alauddin Paopao Kabupaten
Gowa. Pengaruh Slow Learner Dan Kejenuhan Belajar, 5(2), 332–341.

Khoirul Muslimin. (2016). Implementasi Teori Hirarki Kebutuhan Abraham


Maslow. Jurnal An-Nida, 8(1).

Nauli Thaib, E. (2013). Hubungan Antara Prestasi Belajar Dengan Kecerdasan


Emosional. Jurnal Ilmiah Didaktika, 13(2), 384–399.
https://doi.org/10.22373/jid.v13i2.485

Robert J. Blake. (2008). Brave New Digital Classroom Technology and Foreign


Language Learning. Washington, D.C: Georgetown University Press

Sibua, R. U. R., & Silaen, S. M. J. (2020). Dukungan Sosial dan Kecerdasan


Emosional (Emotional Quotient) dengan Stres di tengah Pandemi Covid-19
pada Masyarakat Cempaka Putih Barat , Jakarta Pusat ABSTRAK Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan an. IKRA-ITH Humaniora, 4(3), 187–193.

Yunitasari, R., & Hanifah, U. (2020). Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap


Minat Belajar Siswa pada Masa COVID 19. Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 2(3), 232–243. https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i3.142

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai