Anda di halaman 1dari 13

Mata Pelajaran : Penerapan Rangkaian Elektronika

Kelas : XII-TAV
Guru Mata Pelajaran : Darius Mendrofa, S.Pd

A. Rangkaian Konverter Buck Boost - Prinsip Kerja dan


Aplikasi
Buck boost converter adalah konverter DC ke DC. Tegangan output konverter DC ke
DC kurang dari atau lebih besar dari tegangan input. Tegangan output besarnya tergantung
pada siklus kerja. Konverter ini juga dikenal sebagai transformator step up dan trafo step
down dan nama-nama ini berasal dari analog trafo step up dan trafo step down.

Tegangan input naik / turun ke tingkat lebih dari atau kurang dari tegangan input. Dengan
menggunakan energi konversi rendah, daya input sama dengan daya output. Ekspresi berikut
menunjukkan rendahnya konversi.

Daya input (Pin) = Daya output (Pout)

Untuk mode step up, tegangan input kurang dari tegangan output (Vin <Vout). Ini
menunjukkan bahwa arus output kurang dari arus input. Karenanya buck boost converter
adalah mode step up.

Vin <Vout dan Iin> Iout

Dalam mode step down, tegangan input lebih besar dari tegangan output (Vin> Vout). Oleh
karena itu, arus output lebih besar dari arus input. Karenanya buck boost converter adalah
mode step down.

Vin> Vout dan Iin <Iout

1. DC Buck Converter

DC Buck Converter adalah rangkaian elektronika yang berfungsi sebagai penurun


tegangan DC ke DC (konverter DC-to-DC atau Choppers) dengan metode switching.
Secara garis besar rangkaian konverter dc to dc ini memakai komponen switching seperti
MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor), thyristor, IGBT untuk
mengatur duty cycle.
Secara umum komponen penyusun DC Chopper Tipe Buck (Buck Converter) antara lain :

 Sumber masukan DC
 Rangkaian Kontrol (Drive Circuit)
 Dioda Freewheeling
 Induktor
 Kapasitor
 MOSFET
 Beban (R)
Fungsi dari komponen penyusun diatas :

 MOSFET digunakan sebagai pencacah arus sesuai dengan setting duty cycle sehingga
keluaran DC Chopper sesuai dengan nilai yang setting
 Drive Circuit digunakan untuk mengendalikan MOSFET, sehingga timing untuk
MOSFET bekerja dapat dikendalikan kapan harus ON atau OFF
 Induktor digunakan untuk menyimpan energi dalam bentuk arus. Energi tersebut
disimpan dikala MOSFET on dan dilepas dikala MOSFET off
 Dioda Freewheeling digunakan untuk mengalirkan arus yang dihasilkan induktor dikala
MOSFET off

Feedback Circuit DC Buck Converter


Untuk menghasilkan tegangan output yang konstan, DC Chopper Tipe Buck harus ditambah
dengan rangkaian feedback (umpan balik) sebagai pembanding nilai output dengan nilai
refrensi.
Selisih antara tegangan keluaran rangkaian yang dibandingkan tegangan referensi akan
digunakan untuk menghasilkan duty cycle PWM yang disesuaikan (auto adjust) untuk
mengontrol switching MOSFET.

Semakin banyak selisih yang dihasilkan dari perbandingan tegangan input dan output maka semakin
besar pula duty cycle pwm yang dihasilkan.

Semakin besar duty cycle yang dihasilkan maka semakin besar pula tegangan keluaran yang
dihasilkan DC Chopper Tipe Buck. Akan tetapi, tegangan output tersebut akan selalu lebih kecil atau
sama dengan tegangan masukan DC Chopper.

Tujuan ini guna mendapatkan tegangan output yang konstan sesuai dengan tegangan refrensi yang
disetting.
Berikut yaitu rangkaian DC buck converter yang menggunakan rangkaian feedback

Prinsip Kerja
MOSFET yang dipakai pada rangkaian DC Chopper Tipe Buck yaitu bertindak sebagai saklar yang
sanggup membuka atau menutup rangkaian.

Sehingga keluaran tegangan dapat dikontrol sesuai dengan duty cycle yang disetting.

Kinerja dari DC Chopper tipe buck dapat diperhatikan pada saat :


Ketika MOSFET on (tertutup) dan dioda off, arus mengalir dari sumber menuju ke induktor
(pengisian induktor), disafilter oleh kapasitor, kemudian ke beban, kembali lagi ke sumber

Ketika MOSFET off (terbuka) dan dioda on, arus yang disimpan indukor dikeluarkan menuju ke
beban kemudian ke dioda freewheeling dan kembali lagi ke induktor

Kelebihan dan Kekurangan dari sistem buck converter


Kelebihan dari sistem Buck converter antara lain :

 Efisiensi yang tinggi


 Rangkaiannya sederhana
 Tidak memerlukan transformer
 Tingkatan stress pada komponen switch yang rendah
 Riak (ripple) pada tegangan keluaran juga rendah sehingga penyaring atau filter yang
diperlukan pun relatif kecil

Kekurangannya :

 Tidak adanya isolasi antara masukan dan keluaran


 Hanya satu keluaran yang dihasilkan
 Tingkat ripple yang tinggi pada arus masukan
 Metode ini sering digunakan pada aplikasi yang membutuhkan sistem yang berukuran kecil

Contoh modul rangkaian buck converter

Untuk saat ini, banyak rangkaian modul dengan metode switching yang diperjualbelikan guna modul
power supply khususnya modul untuk penurun tegangan DC to DC.

Contoh yang dapat mudah ditemukan yaitu modul LM2596.

Modul tersebut termasuk kedalam modul rangkaian buck converter dc to dc dikarenakan didalam
rangkaiannya memiliki beberapa komponen penyusun.

Komponen tersebut antara lain komponen switching, control drive (IC LM2596), serta komponen
lainnya seperti dioda, induktor, capasitor, dan Resistor load.

Regulator LM2596 adalah merupakan IC monolitik yang menyediakan semua fungsi aktif untuk
regulator switching step-down (buck), dengan beban arus maksimum 3A.

LM2596 beroperasi pada frekuensi switching 150 kHz, sehingga membutuhkan komponen filter
berukuran lebih kecil dari yang diperlukan dengan regulator switching frekuensi yang lebih rendah.

Bentuk aktual ic LM2596 ada 2 yaitu 7-pin TO-220 standar dan tersedia dalam bentuk IC 7-pin TO-
263, seperti gambar dibawah ini.

Spesifikasi dan fitur LM2596 :

 Efisiensi tinggi
 Tersedia IC dalam bentuk TO-220 dan TO-263
 Tegangan input mencapai 40 V
 Tegangan output 1.2-V – 37-V ± 4%
 Output beban maksimum 3A
 Osilator internal frekuensi tetap 150-kHz
 Hanya membutuhkan 4 komponen eksternal : Dioda, Capasitor, induktor, resistor
 Terdapat fitur Shutdown TTL
 Mode siaga daya rendah biasanya 80 μA
 Menggunakan induktor standar yang sudah tersedia
 Shutdown thermal dan Perlindungan terhadap batas arus
 Incoming search terms:
 rangkaian step up dc to dc sederhana (9)
 rangkaian converter& inverter 12v -35 v dc (6)
 skema step up dc to dc (6)
 rangkaian step down dc to dc (6)
 skema dc to dc step up (5)
 buck converter adalah (5)
 rangkaian step down dc (4)
 rangkaian step up DC (4)
 skema buck converter (4)
 buck converter (4)
2. Boost-converter
Boost-converter adalah konverter penaik tegangan DC ke level yang lebih tinggi.
Ia merupakan bentuk power-supply yang diperlukan ketika tegangan yang dibutuhkan oleh
suatu perangkat atau rangkaian elektronik lebih tinggi dari tegangan suplai yang tersedia.
Sebagaimana buck-converter, boost-converter juga menerapkan sistem SMPS, maka ia
adalah bagian dari jenis power-supply SMPS juga.
Efisiensinya tinggi.
Menaikkan tegangan DC ke level yang lebih tinggi tidak dapat dilakukan oleh power-supply
sistem linier, itulah sebabnya istilah “DC-DC up-converter” (penaik tegangan DC) hanya
identik dengan boost-converter yang menerapkan sistem SMPS ini.

Cara kerja boost-converter.


Boost-converter memanfaatkan sifat induktor terhadap guncangan listrik berfrekwensi tinggi
dan bekerja dengan adanya denyut-denyut tegangan.
Konsep dasar rangkaian boost-converter dapat digambarkan sebagai berikut :

Induktor ditaruh di sirkit kolektor jika yang digunakan adalah transistor bi-polar (NPN) dan
ditaruh di sirkit drain jika yang digunakan adalah transistor FET/MOSFET (kanal N). Dalam
gambar di atas diperlihatkan rangkaian dengan transistor bi-polar.
Apabila basis T1 sedang mendapatkan denyut tegangan positif, maka T1 menghantar dan
meng-ground-kan titik x. Akibatnya titik x menjadi praktis nol Volt, namun ini hanya
berlangsung sesaat saja, yaitu ketika basis T1 mendapatkan denyut tegangan positif. Pada saat
itu juga, tersimpanlah energi listrik di induktor L1.

Manakala denyut tegangan pada basis T1 telah hilang, transistor tidak lagi menghantar
sehingga tegangan pada titik x mendadak meninggi. Seharusnya tegangan pada titik x
meninggi sekira tegangan V+in, namun karena adanya energi listrik yang tersimpan di
induktor, energi ini pun kemudian dilepaskan sehingga tegangan pada titik x menjadi
meninggi berlipat ganda melebihi tegangan V+in. Begitulah tegangan dinaikkan.
Arus kemudian mengalir melalui dioda D1, mengisi C1 dan mengaliri beban. Ini berlangsung
hanya sesaat, sampai munculnya denyut tegangan selanjutnya di basis T1.

Ketika basis T1 kembali mendapatkan denyut tegangan positif, titik x kembali di-ground-kan.
Namun beban tetap teraliri arus karena pada saat ini kondensator C1 yang telah terisi muatan
membuang muatannya melalui beban. Begitulah kontinuitas suplai terhadap beban
dipertahankan.
Pada saat titik x kembali di-ground-kan itu tegangan di titik y menjadi lebih tinggi daripada
titik x. Namun arus tidak mengalir dari titik y ke titik x karena D1 menyumbat (ingatlah
tentang sifat-sifat dioda).
Apabila denyut tegangan pada basis T1 kembali kosong, keadaan kembali berulang
sebagaimana telah diterangkan di atas.

Adapun level tegangan keluaran yang dapat dihasilkan oleh boost-converter secara praktis
didapatkan dengan perhitungan :

V+out = V+in / (1-D)

V+out adalah tegangan keluaran dalam Volt


V+in adalah tegangan masukan dalam Volt
D adalah faktor duty-cycle.

D adalah bilangan antara 0 dan 1 sebagaimana duty-cycle yang dinyatakan dalam persen. Jika
duty-cycle adalah 50% maka D = 0,5. Jika duty-cycle adalah 75% maka D = 0,75. Dan
seterusnya.
Karena boost-converter lazimnya bekerja dalam “discontinuous-mode” di mana arus dari
induktor perlu mencapai titik nol terlebih dahulu (ketika pelepasan energi) sebelum terjadinya
proses penyimpanan energi selanjutnya, maka dalam penerapannya D dibuat agar tidak lebih
besar dari 0,8.

Dengan demikian diupayakan agar cukup waktu bagi induktor mengeluarkan arus hingga
kembali mencapai titik nol setelah melepaskan energi listrik yang tersimpan, sebelum
dimulainya proses penyimpanan energi selanjutnya. Sebab jika hal ini tidak tercapai bisa
menyebabkan terjadinya kegagalan kinerja konverter.
Contoh hitungan : V+in = 12V, D = 0,7 maka
V+out = 12 / (1-0,7) = 40V.

Faktor duty-cycle bisa didapatkan dari perbandingan tON dan T (lihat kembali tulisan tentang
buck-converter).
Jadi, D = tON / T.
Akan tampak bahwa semakin besar faktor duty-cycle maka akan semakin besar pula tegangan
keluaran yang dihasilkan. Karena itu di dalam boost-converter pengaturan tegangan keluaran
juga dapat dilakukan dengan mengatur faktor duty-cycle ini.
Dalam prakteknya, tegangan keluaran dapat membesar oleh suatu sebab ke level yang tidak
diinginkan. Untuk mengatasi masalah ini maka pada rangkaian-rangkaian boost-converter
biasa diterapkan sirkit tambahan pembatas dan pengontrol tegangan keluaran. Sirkit
pengontrol tegangan ini mengambil sebagian tegangan keluaran melalui saluran umpan balik
(FB).
Besar-kecilnya tegangan yang diumpan-balikkan akan menentukan faktor duty-cycle
sehingga menentukan level tegangan keluaran.
Dengan adanya sirkit pengontrol tegangan ini maka tegangan keluaran dibuat menjadi tetap
stabil pada level yang telah ditentukan meskipun tegangan masukan tidak tetap/bervariasi.

Contoh rangkaian boost-converter.


Kini telah banyak beredar rancangan-rancangan power-supply boost-converter dalam bentuk
IC. Satu diantaranya (sebagai contoh) adalah LM2585 dari National Semiconductor.
LM2585 mempunyai beberapa seri, di sini dicontohkan tipe LM2585-adj.

Rangkaian dapat menaikkan tegangan DC 12V menjadi 24V dengan arus maksimal 600mA,
efisiensi 93%.
Skema rangkaiannya adalah sebagai berikut :

R1 = 33k
R2 = 3k9
R3, R4 = 1k
R5 = 2k7
C1 = 100µF/25V
C2 = 104
C3 = 474
C4 = 1000µF/35V
D1 = MBR340/1N5822 atau dioda schottky 3A/40V
IC1 = LM2585-adj

Catatan bahwa tegangan masukan untuk rangkaian ini perlu beberapa Volt lebih rendah dari
tegangan keluaran, yaitu (maksimal) 16V, namun tetap tidak boleh lebih rendah dari 8V.
Rangkaian akan bekerja efektif pada range tegangan masukan di antara 8 sampai dengan
16V.

Generator sinyal/osilator internal LM2585 menghasilkan guncangan listrik pada frekwensi


100kHz. Di dalam IC ini digunakan transistor power bi-polar yang berperan sebagai
transistor switching. Kolektor transistor berada pada pin 4 (Sw).
R1+R2 dan R3+R4 membentuk pembagi tegangan untuk diberikan kepada FB (pin 2).
Perbandingan R1+R2 dan R3+R4 menentukan derajat pengumpan balikkan sehingga
menentukan level tegangan keluaran.
Adapun untaian seri R5 dan C3 pada pin “comp” (compensation) berfungsi untuk meredam
tegangan naik sesaat manakala rangkaian pertama kali dihidupkan. Dengan adanya dua
komponen ini maka fungsi “soft-start” pada rangkaian dapat berjalan dengan baik.

3. Buck-boost converter
Buck-boost converter adalah konverter tegangan DC yang bekerja dengan memadukan
prinsip buck-converter dan boost converter.
Buck-boost converter memiliki keunggulan-keunggulan buck-converter dan boost-converter.
Ia diperlukan manakala tegangan keluaran yang diinginkan tetap berada pada level yang telah
ditentukan meskipun tegangan masukan (misalnya dari baterai) telah merosot hingga ke level
yang tidak efektif lagi untuk kinerja sebuah rangkaian konverter.
Dengan diterapkannya buck-boost converter berkurangnya level tegangan masukan menjadi
dapat lebih ditolerir atau (dengan kata lain) range tegangan input menjadi lebih lebar lagi dari
sebelumnya. Dengan begitu efisiensi penggunaan baterai sebagai sumber tegangan masukan
menjadi lebih baik.

Buck-boost converter dan cara kerjanya.


Ada beberapa model buck-boost converter dengan metode kerja yang berbeda, salah satu di
antaranya yang cukup populer dan menjadi dasar buck-boost converter adalah sebagaimana
yang dipaparkan berikut ini :

Di dalam rangkaian buck-boost converter terdapat sirkit buck-converter dan boost converter.

Sebagaimana telah disinggung di dalam tulisan sebelumnya bahwa sebuah rangkaian buck-
converter memerlukan tegangan masukan yang lebih tinggi beberapa Volt (biasanya 3V atau
lebih) dari tegangan keluarannya. Apabila tegangan masukan (V+in) berkurang levelnya
hingga di bawah itu maka sebuah buck-converter tidak akan akurat lagi menghasilkan
tegangan keluaran yang tepat atau tegangan keluaran menjadi tidak stabil.
Pada saat seperti itulah diperlukan boost-converter agar tegangan yang telah turun itu dapat
kembali dinaikkan kepada level yang diinginkan sehingga beban (load) di sirkit keluaran
tetap mendapatkan suplai tegangan sebagaimana mestinya.

Pada gambar diperlihatkan rangkaian dasar buck-boost converter.


T1, D1 dan L1 membentuk rangkaian buck-converter, sedangkan T2, L1 dan D2 membentuk
rangkaian boost-converter. Di sini L1 berperan ganda, yaitu sebagai induktor bagi buck-
converter ataupun bagi boost-converter.

Jika level tegangan masukan normal, buck-converter akan bekerja sebagaimana mestinya
sedangkan boost-converter tidak bekerja. Hanya saja tegangan keluaran akan sedikit lebih
kecil karena terambil oleh tegangan maju D2, sebab dioda ini menghantar. Dengan demikian
untaian ‘fly-wheel’ di sini mencakup L1, D2, C1 dan D1.
Ketika sirkit buck-converter bekerja, basis T1 mendapatkan denyut-denyut tegangan positif
dari generator sinyal/osilator.
Tentang cara kerja buck-converter telah dijelaskan di dalam tulisan sebelumnya : Buck
converter .

Jika tegangan masukan merosot hingga ke level tertentu maka buck converter tetap bekerja
karena basis T1 masih mendapatkan denyut-denyut tegangan, namun level tegangan keluaran
sudah akan ikut menurun juga. Pada saat itulah boost-converter mulai bekerja menaikkan
tegangan yang sedianya akan menurun.
Basis T2 lalu mulai mendapatkan denyut-denyut tegangan positif sebagaimana T1. Sementara
itu tegangan keluaran diregulasi agar tetap berada pada level stabil yang telah ditentukan.
T1 dan T2 lalu ON dan OFF secara serempak. Apabila basis kedua transistor sedang
mendapatkan denyut tegangan positif maka T1 menghantarkan tegangan masukan V+in ke
titik x sehingga tegangan di titik x itu akan nyaris sama dengan tegangan V+in. Tegangan ini
dilewatkan/diluluskan oleh induktor (L1) ke titik y.
Akan tetapi di saat yang bersamaan T2 juga ON dan meng-ground-kan titik y sehingga di
titik itu praktis tegangan menjadi nol Volt. Mengalirlah arus maksimal melalui L1 karena
adanya perbedaan potential antara titik x dan y. Pada saat inilah energi listrik tersimpan di
L1.
Ketika basis kedua transistor tidak lagi mendapatkan denyut tegangan positif (waktu kosong
denyut) maka kedua transistor tidak lagi ON. Pada saat ini energy yang tersimpan di L1
dilepaskan dan tegangan di titik y menjadi lebih tinggi dari titik x.

Tingginya tegangan di titik y bahkan menjadi lebih tinggi dari level tegangan V+in (tegangan
masukan) sebab di sini prinsip boost-converter berlaku. Tentang ini telah dijelaskan
sebelumnya dalam : Boost-converter .
D2 lalu menghantarkan tegangan ini untuk mengisi muatan C1 dan mengaliri arus ke beban
(load). Ini berlangsung sesaat, yaitu ketika basis kedua transistor sedang tidak mendapatkan
denyut tegangan positif.
Ketika kedua transistor kembali mendapatkan denyut tegangan positif maka T1 dan T2
kembali ON secara serempak. T1 menghantarkan tegangan V+in ke titik x dan T2 meng-
ground-kan titik y.
Titik y kembali menjadi praktis nol Volt. Pada saat ini pun kembali terjadi penyimpanan
energi di L1.
Meskipun titik y praktis menjadi nol Volt, namun beban tetap teraliri arus karena C1 yang
sebelumnya telah terisi muatan kini membuang muatannya ke beban. Muatan C1 hanya
terlimpahkan ke beban dan tidak ada aliran arus dari C1 ke titik y meskipun di titik itu telah
menjadi nol Volt, sebab disumbat oleh D2 (ingatlah tentang sifat-sifat dioda).

Mulai bekerjanya sirkit buck-converter dan boost-converter secara bersama-sama adalah


ketika tegangan V+in menurun hingga ke level tertentu dan level ini ditentukan titik
rendahnya.
Sebuah sirkit tambahan diadakan untuk menyensor tegangan V+in (sirkit ‘sense’).

Sirkit ini akan beraksi menyalurkan denyut-denyut tegangan ke transistor boost-converter


apabila ia telah mendeteksi bahwa tegangan V+in telah turun ke titik rendah yang ditentukan.

Adapun besarnya tegangan keluaran yang dihasilkan oleh buck-boost converter secara praktis
dapat ketahui dari perhitungan :

V+out = V+in . D / (1-D)

V+out adalah tegangan keluaran dalam Volt


V+in adalah tegangan masukan dalam Volt
D adalah faktor duty-cycle
Dalam penerapannya D dibuat tidak melampaui angka 0,8 sebagaimana halnya pada boost-
converter.

Contoh : Jika V+in = 16V dan D = 0,7 maka V+out = 16 x 0,7 / (1-0,7) = 37,33V.

Agar tegangan keluaran dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan maka ditambahkan pula
sirkit pengontrol tegangan keluaran (sirkit ‘control’).
Sirkit ini akan merubah-rubah faktor duty-cycle berdasarkan besar-kecilnya tegangan yang
diumpankan kepadanya, dan tegangan yang diumpankan itu diambil dari V+out.
Dengan demikian V+out dibuat stabil meskipun V+in levelnya tidak tetap atau bervariasi.

Untuk penerapan pada rangkaian-rangkaian elektronik yang menggunakan suplai DC


tegangan rendah, pada buck-boost converter digunakan transistor-transistor MOSFET
sedangkan dioda-dioda menggunakan jenis schottky.
Transistor MOSFET lebih sempurna berperan sebagai ‘switch’ dan dioda schottky
mempunyai tegangan maju (FVD) yang sangat kecil sehingga meminimalisir tegangan hilang
karena terambil oleh tegangan maju dioda.

Pengembangan buck-boost converter.


Buck-boost converter terus dikembangkan orang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
pada area penggunaan yang lebih meluas.
Pada kelanjutannya muncul beberapa model buck-boost converter dengan cara kerja yang
lebih variatif. Sebagian di antaranya adalah : Bidirectional buck-boost converter, Forward
hybrid converter, Synchronous buck-boost converter, dan Buck-boost and flyback converter.

Contoh rangkaian buck-boost converter.


Kini telah banyak beredar rancangan-rancangan buck-boost converter yang menggunakan IC.
Satu di antaranya (sebagai contoh) adalah rangkaian dengan IC MC34063 dari Motorolla.
MC34063 dapat menurunkan dan menaikkan tegangan hingga maksimal 40V, arus
maksimalnya 1,5A (pada tegangan operasional minimal). Tegangan masukan (V+in)
bervariasi antara 3V sampai dengan 40V.
IC ini bekerja pada frekwensi denyut 100kHz.

Gambar memperlihatkan contoh rangkaian buck-boost converter dengan MC34063 yang


dapat mengeluarkan tegangan stabil 10V dengan arus 120mA. Tegangan masukannya antara
4,5V...14,5V.
Rangkaian ini adalah bentuk rancangan buck-boost converter generasi awal.
Transistor power-switching pertama adalah MPSU51A yang berperan sebagai ‘switch’ buck-
converter. Sedangkan transistor kedua ada di dalam internal IC dan berperan sebagai ‘switch’
boost-converter.
Kontrol tegangan keluaran dilakukan melalui pin 5 dengan ratio perbandingan antara Rx dan
Ry.
Pin 7 merupakan pin deteksi arus kerja maksimum. Nilai resistor yang terhubung ke pin ini
dan pin 6 (0,22Ω) menentukan besar arus maksimal yang masih diperbolehkan

Anda mungkin juga menyukai