Unsur Instrinsik
Unsur Instrinsik
Tema merupakan ide atau gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan cerita yang ada dari cerpen.
Tema memiliki sifat umum dan general yang dapat diambil dari lingkungan sekitar, permasalahan yang
ada di masyarakat, kisah pribadi pengarang sendiri, pendidikan, sejarah, perjuangan romansa,
persahabatan dan lain-lain.
Unsur intrinsik cerpen yang kedua adalah tokoh. Tokoh atau penokohan adalah salah satu bagian yang
wajib ada dalam sebuah cerpen.
Namun, yang perlu diketahui adalah tokoh dan penokohan merupakan dua hal yang berbeda dalam
sebuah penulisan cerpen.
Tokoh merupakan pelaku atau orang yang terlibat di dalam cerita tersebut. Sedangkan penokohan
adalah penentuan watak atau sifat tokoh yang ada di dalam cerita. Watak yang diberikan dapat
digambarkan dalam sebuah ucapan, pemikiran dan pandangan dalam melihat suatu masalah.
· Protagonis: Tokoh yang yang menjadi aktor atau pemeran utama dan mempunyai sifat yang baik.
· Antagonis: Tokoh ini juga menjadi pemeran utama yang menjadi lawan daripada tokoh
· protagonis. Tokoh antagonis memiliki watak yang negatif seperti: iri, dengki, sombong, angkuh,
congkak dan lain-lain.
· Tritagonis: Tokoh ini adalah tokoh penengah dari protagonis dan antara antagonis. Tokoh ini
biasanya memiliki sifat yang arif dan bijaksana.
· Figuran: Tokoh ini merupakan tokoh pendukung yang memberikan tambahan warna dalam
cerita.
Penokohan watak dari 4 tokoh diatas akan disampaikan dengan 2 metode, diantaranya:
· Analitik, yaitu sebuah metode penyampaian oleh penulis mengenai sifat atau watak tokoh
dengan cara memaparkan secara langsung. Seperti : keras kepala, penakut, pemberani, pemalu
dan lain sebagainya.
· Dramatik, yaitu sebuah metode penyampaian sifat tokoh secara tersirat. Biasanya disampaikan
melalui tingkah laku si tokoh dalam cerita.
3. Alur (Plot)
Unsur intrinsik yang ketiga adalah alur. Alur adalah urutan jalan cerita dalam cerpen yang disampaikan
oleh penulis. Dalam menyampaikan cerita, ada tahapan-tahapan alur yang disampaikan oleh sang
penulis. Diantaranya:
· Tahap perkenalan
· Tahap penanjakan
· Tahap klimaks
· Anti klimaks
· Tahap penyelesaian
Tahap-tahap alur tersebut harus ada di dalam sebuah cerita. Hal ini bertujuan agar cerita tidak
membingungkan orang yang membacanya. Ada 2 macam alur yang kerapkali digunakan oleh para
penulis, yakni:
· Alur maju. Alur ini menggambarkan jalan cerita yang urut dari awal perkenalan tokoh, situasi lalu
menimbulkan konflik hingga puncak konflik dan terakhir penyelesaian konflik. Intinya adalah,
pada alur maju ditemukan jalan cerita yang runtut sesuai dengan tahapan-tahapannya.
· Alur mundur. Di alur ini, penulis menggambarkan jalan cerita secara tidak urut. Bisa saja penulis
menceritakan konflik terlebih dahulu, setelah itu menengok kembali peristiwa yang menjadi
sebab konflik itu terjadi.[/su_note]
4. Setting (Latar)
Setting atau latar mengacu pada waktu, suasana, dan tempat terjadinya cerita tersebut. Latar akan
memberikan persepsi konkret pada sebuah cerita pendek. Ada 3 jenis latar dalam sebuah cerpen yakni
latar tempat, waktu dan suasana.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan strategi yang digunakan oleh pengarang cerpen untuk menyampaikan
ceritanya. Baik itu sebagai orang pertama, kedua, ketiga. Bahkan acapkali para penulis menggunakan
sudut pandang orang yang berada di luar cerita.
Sudut pandang orang pertama biasanya menggunakan kata ganti “aku” atau “saya” atau juga “kami”
(jamak). Pada saat menggunakan sudut pandang orang pertama, Anda seakan-akan menjadi salah satu
tokoh dalam cerita yang sedang dibuat. Si pembaca pun akan merasa melakoni setiap cerita yang
dikisahkan.
Ia akan menjadi pusat kesadaran dan pusat dari cerita. Jika ada peristiwa/tokoh di luar diri “aku”,
peristiwa/tokoh itu akan diceritakan sebatas keterkaitan dengan tokoh “aku”
Aku sedang mengamati lemari jam yang berdiri kaku di pojok ruangan. Ukiran jati bertuliskan huruf Jawa
kuno menjadi saksi bisu kelahiranku. Ditempat ini, 20 tahun lalu aku dilahirkan…….dst .
Pada teknik ini, tokoh “aku” hadir tidak dalam peran utama, melainkan peran pendukung atau tokoh
tambahan (first personal peripheral). Kehadiran tokoh “aku” dalam cerita berfungsi untuk memberikan
penjelasan tentang cerita kepada pembaca.
Sementara tokoh utama, dibiarkan untuk menceritakan dirinya sendiri lengkap dengan dinamika yang
terjadi. Dengan kata lain, tokoh “aku” pada teknik ini hanya sebagai saksi dari rangkaian peristiwa yang
dialami (dan dilakukan) oleh tokoh utama.
Brak!!! Sekali lagi aku dibuat kaget dengan suara pintu dari samping kamarku. Erika pergi terburu-buru
sambil lari tunggang langgang. Sepertinya ia terlambat kuliah lagi. Erika adalah gadis yang manis, ia
ramah dengan semua orang. Tidak heran jika banyak orang menyukainya.
Pada teknik sudut pandang orang atau pihak ketiga. Kata rujukan yang digunakan ialah “dia” “ia” atau
nama tokoh dan juga mereka (jamak). Kata ganti ini digunakan untuk menceritakan tokoh utama dalam
sebuah cerita.
Selain kata ganti yang digunakan, ada satu hal lagi yang membedakan antara sudut pandang orang
pertama dan sudut pandang orang ketiga, yaitu kebebasan peran di dalam cerita. Pada sudut pandang
orang pertama, si penulis bisa menunjukkan sosok dirinya di dalam cerita, dan ini tidak berlaku pada
sudut pandang orang ketiga.
Pada sudut pandang orang ketiga, si penulis berada ‘di luar’ isi cerita dan hanya mengisahkan tokoh “dia”
di dalam cerita.
Pada sudut pandang orang ketiga serba tahu, si penulis akan menceritakan apa saja terkait tokoh utama.
Ia seakan tahu benar tentang watak, pikiran, perasaan, kejadian, bahkan latar belakang yang mendalangi
sebuah kejadian.
Ia seperti seorang yang mahatahu tentang tokoh yang sedang ia ceritakan.Oh ya, selain menggunakan
kata ganti “ia” atau “dia”, kata ganti yang biasa digunakan ialah nama dari si tokoh itu sendiri. Hal ini
berlaku juga untuk sudut pandang orang ketiga (pengamat).
Sudah 6 bulan ini Naomi terjun pada dunia tarik suara. Ayah dan ibunya tidak ada yang merestui jalur
karier yang ia geluti. Ia sampai beradu argumen dengan sang ayah yang memang memiliki watak keras.
Keduanya sempat bersitegang sebelum akhirnya dipisahkan oleh sang ibu dengan derai air mata.
Teknik ini hampir sama dengan teknik sudut pandang orang ketiga serba tahu, hanya saja, tidak
semahatahu teknik itu.Pada sudut pandang orang ketiga penulis menceritakan sebatas pengetahuannya
saja.
Pengetahuan ini diperoleh dari penangkapan pancaindra yang digunakan, baik dengan cara mengamati
(melihat), mendengar, mengalami, atau merasakan suatu kejadian di dalam cerita. Pengamatan pun
dapat diperoleh dari hasil olah pikir si penulis tentang tokoh “dia” yang sedang ia ceritakan.
Entah apa yang terjadi dengannya seminggu belakangan ini. Pulang dari kantor langsung menunjukkan
muka masam. Belum lagi puasa bicara yang sudah ia lakukan seminggu belakangan ini. Apa mungkin
karena hubungan dia dan sang kekasih yang tidak direstui oleh keluarga?
6. Gaya bahasa
Gaya bahasa merupakan ciri khas sang penulis dalam menyampaikan tulisannya kepada publik. Baik itu
penggunaan majasnya, diksi dan pemilihan kalimat yang tepat di dalam cerpennya.
7. Amanat
Amanat (Moral value) adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari cerita pendek
tersebut. Di dalam suatu cerpen, moral biasanya tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan
akan bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur cerpen yang berada diluar karya sastra. Akan tetapi, secara tidak
langsung unsur ini mempengaruhi proses pembuatan suatu cerpen. Unsur ekstrinsik cerpen antara lain:
Ideologi Negara
Kondisi Politik
Kondisi Sosial
Kondisi Ekonomi
Latar belakang penulis adalah sebuah faktor dari dalam diri penulis yang mendorong penulis dalam
membuat cerpen. Latar belakang penulis terdiri dari beberapa faktor, diantaranya adalah:
Kondisi Psikologis
Ada beberapa nilai yang menjadi unsur ekstrinsik dalam sebuah cerpen. Dan nilai-nilai tersebut
diantaranya adalah:
Nilai Agama
Nilai Sosial
Nilai Moral
Nilai Budaya
Majas
Majas Perbandingan
Jenis majas ini merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk menyandingkan atau membandingkan
suatu objek dengan objek lain melalui proses penyamaan, pelebihan, ataupun penggantian. Dalam majas
perbandingan, teman-teman akan menjumpai beberapa subjenisnya.
1. Personifikasi
Gaya bahasa ini seakan menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap layaknya manusia.
Contoh Majas: Daun kelapa tersebut seakan melambai kepadaku dan mengajakku untuk segera bermain
di pantai.
2. Metafora
Yaitu meletakkan sebuah objek yang bersifat sama dengan pesan yang ingin disampaikan dalam bentuk
ungkapan.
Contoh: Pegawai tersebut merupakan tangan kanan dari komisaris perusahaan tersebut. Tangan kanan
merupakan ungkapan bagi orang yang setia dan dipercaya.
3. Asosiasi
Yaitu membandingkan dua objek yang berbeda, namun dianggap sama dengan pemberian kata sambung
bagaikan, bak, ataupun seperti.
Contoh: Kakak beradik itu bagaikan pinang dibelah dua. Artinya, keduanya memiliki wajah yang sangat
mirip.
4. Hiperbola
Yaitu mengungkapkan sesuatu dengan kesan berlebihan, bahkan hampir tidak masuk akal.
Contoh: Orang tuanya memeras keringat agar anak tersebut dapat terus bersekolah. Memeras keringat
artinya bekerja dengan keras.
5. Eufemisme
Gaya bahasa yang mengganti kata-kata yang dianggap kurang baik dengan padanan yang lebih halus.
Contoh: Tiap universitas dan perusahaan sekarang diwajibkan menerima difabel. Difabel menggantikan
frasa “orang cacat”.
6. Metonimia
Yaitu menyandingkan merek atau istilah sesuatu untuk merujuk pada pada benda umum.
Contoh: Supaya haus cepat hilang, lebih baik minum Aqua. Aqua di sini merujuk pada air mineral.
7. Simile
Hampir sama dengan asosiasi yang menggunakan kata hubungan bak, bagaikan, ataupun seperti; hanya
saja simile bukan membandingkan dua objek yang berbeda, melainkan menyandingkan sebuah kegiatan
dengan ungkapan.
8. Alegori
Yaitu enyandingkan suatu objek dengan kata-kata kiasan.
Contoh: Suami adalah nakhoda dalam mengarungi kehidupan berumah tangga. Nakhoda yang dimaksud
berarti pemimpin keluarga.
9. Sinekdok
Gaya bahasa terbagi menjadi dua bagian, yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte.
Sinekdok pars pro toto merupakan gaya bahasa yang menyebutkan sebagian unsur untuk menampilkan
keseluruhan sebuah benda. Sementara itu, sinekdok totem pro parte adalah kebalikannya, yakni gaya
bahasa yang menampilkan keseluruhan untuk merujuk pada sebagian benda atau situasi.
Contoh:
Pars pro Toto: Hingga bel berbunyi, batang hidung Reni belum juga kelihatan.
Totem pro Parte: Indonesia berhasil menjuarai All England hingga delapan kali berturut-turut.
10. Simbolik
Gaya bahasa yang membandingkan manusia dengan sikap makhluk hidup lainnya dalam ungkapan.
Majas Pertentangan
Majas pertentangan merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kias yang bertentangan
dengan maksud asli yang penulis curahkan dalam kalimat tersebut. Jenis ini dapat dibagi menjadi
beberapa subjenis, yakni sebagai berikut.
1. Litotes
Berkebalikan dengan hiperbola yang lebih ke arah perbandingan, litotes merupakan ungkapan untuk
merendahkan diri, meskipun kenyataan yang sebenarnya adalah yang sebaliknya.
Contoh: Selamat datang ke gubuk kami ini. Gubuk memiliki artian sebagai rumah.
2. Paradoks
Yaitu membandingkan situasi asli atau fakta dengan situasi yang berkebalikannya.
3. Antitesis
Gaya bahasa yang menyangkal ujaran yang telah dipaparkan sebelumnya. Biasanya diikuti dengan
konjungsi, seperti kecuali atau hanya saja.
Contoh: Semua masyarakat semakin sejahtera, kecuali mereka yang berada di perbatasan.
Majas Sindiran
Majas sindiran merupakan kata-kata kias yang memang tujuannya untuk menyindir seseorang ataupun
perilaku dan kondisi. Jenis ini terbagi menjadi tiga subjenis, yaitu sebagai berikut.
1. Ironi
Contoh: Rapi sekali kamarmu sampai sulit untuk mencari bagian kasur yang bisa ditiduri.
2. Sinisme
3.Sarkasme
Majas Penegasan
Majas penegasan merupakan jenis gaya bahasa yang bertujuan meningkatkan pengaruh kepada
pembacanya agar menyetujui sebuah ujaran ataupun kejadian. Jenis ini dapat dibagi menjadi tujuh
subjenis, yaitu sebagai berikut.
1. Pleonasme
Yaitu menggunakan kata-kata yang bermakna sama sehingga terkesan tidak efektif, namun memang
sengaja untuk menegaskan suatu hal.
2. Repetisi
Yaitu memberikan penegasan dalam bentuk kalimat tanya yang tidak perlu dijawab.
Contoh: Kapan pernah terjadi harga barang kebutuhan pokok turun pada saat menjelang hari raya?
4. Klimaks
Contoh: Bayi, anak kecil, remaja, orang dewasa, hingga orang tua seharusnya memiliki asuransi
kesehatan.
5. Antiklimaks
Berkebalikan dengan klimaks, gaya bahasa untuk antiklimaks menegaskan sesuatu dengan mengurutkan
suatu tingkatan dari tinggi ke rendah.
Contoh: Masyarakat perkotaan, perdesaan, hingga yang tinggi di dusun seharusnya sadar akan kearifan
lokalnya masing-masing.
6. Pararelisme
Gaya bahasa ini biasa terdapat dalam puisi, yakni mengulang-ulang sebuah kata dalam berbagai definisi
yang berbeda. Jika pengulangannya ada di awal, disebut sebagai anafora. Namun, jika kata yang diulang
ada di bagian akhir kalimat, disebut sebagai epifora.
7. Tautologi
Yaitu menggunakan kata-kata bersinonim untuk menegaskan sebuah kondisi atau ujaran.
Contoh: Hidup akan terasa tenteram, damai, dan bahagia jika semua anggota keluarga saling
menyayangi.