Jurnal Tata Guna Lahan
Jurnal Tata Guna Lahan
Rina Widayanti
ABSTRAKSI
Peningkatan pada penggunaan lahan banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah
penduduk yang terjadi di wilayah tersebut. Perubahan tata guna lahan memiliki keterkaitan
yang erat dengan transportasi. Sehingga peningkatan intensitas penggunaan lahan dan
pertumbuhan jumlah penduduk dapat menyebabkan meningkatnya jumlah angkutan kota.
PENDAHULUAN
1
tranportasi yang merupakan sub sistem daerah pemukiman, jalan untuk
lainnya. transportasi, daerah rekreasi atau daerah-
Permasalahan juga muncul, apabila daerah yang dipelihara kondisi alamnya
dinamika keterkaitan tata guna lahan untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001)
dengan sistem transportasi mengalami mendefinsikan sumberdaya lahan (land
gangguan, seperti misalnya terjadi resources) sebagai lingkungan fisik terdiri
ketidakseimbangan antara kebutuhan dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi
pergerakan dengan penyediaan prasarana serta benda yang ada di atasnya sepanjang
tranportasi akan menyebabkan permintaan- ada pengaruhnya terhadap penggunaan
penawaran tidak seimbang. lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan
dapat dikatakan sebagai ekosistem karena
KOTA DEPOK adanya hubungan yang dinamis antara
Depok bermula dari sebuah Kecamatan organisme yang ada di atas lahan tersebut
yang berada dalam lingkungan dengan lingkungannya (Mather, 1986).
Kewedanaan (Pembantu Bupati) Wilayah
Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada TATA GUNA LAHAN
tahun 1976 Perumahan mulai dibangun baik Tata guna lahan (land use) adalah
oleh Perum Perumnas maupun Pengembang setiap bentuk campur tangan (intervensi)
yang kemudian diikuti dengan dibangunnya manusia terhadap lahan dalam rangka
kampus Universitas Indonesia (UI), serta memenuhi kebutuhan hidupnya baik
meningkatnya perdagangan dan jasa, yang material maupun spiritual (Vink, 1975).
semakin pesat, sehingga diperlukan Tata guna lahan dapat dikelompokkan ke
kecepatan pelayanan. dalam dua kelompok besar yaitu (1)
pengunaan lahan pertanian dan (2)
penggunaan lahan bukan pertanian.
Tata guna lahan secara umum
tergantung pada kemampuan lahan dan
pada lokasi lahan. Untuk aktivitas
pertanian, penggunaan lahan tergantung
pada kelas kemampuan lahan yang
dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-
sifat yang menjadi penghambat bagi
penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng
permukaan tanah, kemampuan menahan air
dan tingkat erosi yang telah terjadi. Tata
Gambar 1
Peta Penutupan Lahan Tahun 1994 Propinsi Jawa guna lahan juga tergantung pada lokasi,
Barat (Bappeda Propinsi Jawa Barat, 1994) khususnya untuk daerah-daerah
pemukiman, lokasi industri, maupun untuk
Pada tahun 1981 Pemerintah daerah-daerah rekreasi (Suparmoko, 1995).
membentuk Kota Administratif Depok Menurut Barlowe (1986) faktor-
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor faktor yang mempengaruhi Tata guna lahan
43 Tahun 1981 yang peresmiannya di adalah faktor fisik dan biologis, faktor
selenggarakan pada tanggal 18 Maret 1982 pertimbangan ekonomi dan faktor institusi
oleh Menteri Dalam Negeri (H. Amir (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis
Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti
Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa. keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-
tumbuhan, hewan dan kependudukan.
SUMBER DAYA LAHAN Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan
Sumberdaya lahan merupakan oleh keuntungan, keadaan pasar dan
sumberdaya alam yang sangat penting transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh
untuk kelangsungan hidup manusia karena hukum pertanahan, keadaan politik,
diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, keadaan sosial dan secara administrasi
seperti untuk pertanian, daerah industri, dapat dilaksanakan.
2
PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN mengalami perubahan tata guna lahan
Perubahan tata guna lahan adalah selama 30 tahun. Pola perubahan tata guna
bertambahnya suatu penggunaan lahan dari lahan ini disebabkan karena pertumbuhan
satu sisi penggunaan ke penggunaan yang penduduk, kebijakan pemerintah pada
lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe sektor pertanian dan transmigrasi serta
tata guna lahan yang lain dari suatu waktu faktor sosial ekonomi lainnya. Akibatnya,
ke waktu berikutnya, atau berubahnya lahan basah yang sangat penting dalam
fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang fungsi hidrologis dan ekologis semakin
berbeda (Wahyunto et al., 2001). berkurang yang pada akhirnya
Perubahan tata guna lahan dalam meningkatkan peningkatan erosi tanah dan
pelaksanaan pembangunan tidak dapat kerusakan lingkungan lainnya.
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena Konsekwensi lainnya adalah berpengaruh
dua hal, pertama adanya keperluan untuk terhadap ketahanan pangan yang
memenuhi kebutuhan penduduk yang berimplikasi semakin banyaknya penduduk
makin meningkat jumlahnya dan kedua yang miskin.
berkaitan dengan meningkatnya tuntutan Perubahan tata guna lahan di suatu
akan mutu kehidupan yang lebih baik. wilayah merupakan pencerminan upaya
Para ahli berpendapat bahwa manusia memanfaatkan dan mengelola
perubahan tata guna lahan lebih disebabkan sumberdaya lahan. Perubahan tata guna
oleh adanya kebutuhan dan keinginan lahan tersebut akan berdampak terhadap
manusia. Menurut McNeill et al., (1998) manusia dan kondisi lingkungannya.
faktor-faktor yang mendorong perubahan Menurut Suratmo (1982) dampak suatu
tata guna lahan adalah politik, ekonomi, kegiatan pembangunan dibagi menjadi
demografi dan budaya. Aspek politik dampak fisik-kimia seperti dampak
adalah adanya kebijakan yang dilakukan terhadap tanah, iklim mikro, pencemaran,
oleh pengambil keputusan yang dampak terhadap vegetasi (flora dan fauna),
mempengaruhi terhadap pola perubahan dampak terhadap kesehatan lingkungan dan
tata guna lahan. dampak terhadap sosial ekonomi yang
Selanjutnya pertumbuhan ekonomi, meliputi ciri pemukiman, penduduk, pola
perubahan pendapatan dan konsumsi juga lapangan kerja dan pola pemanfaatan
merupakan faktor penyebab perubahan tata sumberdaya alam yang ada.
guna lahan. Sebagai contoh, meningkatnya
kebutuhan akan ruang tempat hidup, TEORI INTERAKSI TATA GUNA
transportasi dan tempat rekreasi akan LAHAN DAN TRANSPORTASI
mendorong terjadinya perubahan tata guna Interaksi antara tata guna lahan dan
lahan. Teknologi juga berperan dalam transportasi begitu dinamis, hal ini
menggeser fungsi lahan. Grubler (1998) dicerminkan dengan selalu berubahnya pola
mengatakan ada tiga hal bagaimana tata guna lahan dan jaringan tranportasi
teknologi mempengaruhi pola tata guna perkotaan. Perubahan pola perjalanan,
lahan. Pertama, perubahan teknologi telah volume perjalanan dan pemilihan moda
membawa perubahan dalam bidang perjalanan merupakan fungsi dari pola
pertanian melalui peningkatan produktivitas pembagian tata guna lahan dalam konteks
lahan pertanian dan produktivitas tenaga perkotaan. Sebaliknya, perubahan dari pola
kerja. Kedua, perubahan teknologi tata guna lahan berkaitan erat dengan
transportasi meningkatkan efisiensi tenaga tingkat aksesibilitas yang diberikan oleh
kerja, memberikan peluang dalam sistem transportasi untuk menunjang
meningkatkan urbanisasi daerah perkotaan. mobilitas dari suatu area menuju area lain.
Ketiga, teknologi transportasi dapat
Sebagaimana halnya dengan sistem
meningkatkan aksesibilitas pada suatu
yang lain, interaksi antar sub sistem-sub
daerah.
sistemnya akan selalu menuju
Menurut Adjest (2000) di negara
kesetimbangan. Dalam sistem interaksi tata
Afrika Timur, sebanyak 70% populasi
guna lahan dan Transportasi kesetimbangan
penduduk menempati 10% wilayah yang
3
dicerminkan dengan terpenuhinya perjalanan. Konsekuensinya adalah
kebutuhan suatu sistem ( sisi permintaan ) kebutuhan sarana dan prasarana
oleh penyediaan sub sistem lainnya ( sisi transportasi, apakah dalam bentuk
penawaran ). Meyer, dalam bukunya ‘Urban pembangunan baru infrastruktur atau
Transportation Planning’, menyimpulkan peningkatan efisiensi terhadap penggunaan
bahwa sistem interaksi tata guna lahan dan fasilitas transportasi yang ada. Beberapa
transportasi tidak pernah mencapi perbaikan maupun penambahan jaringan
kesetimbangan, sebagai contoh : populasi transportasi pada suatu area akan
sebagai salah satu sub sistem selalu meningkatkan aksesibilitas pada area
berkembang setiap saat mengakibatkan sub tersebut, sehingga pada akhirnya akan
sistem lainnya akan berubah untuk menunjang aktivitas di atas lahan tersebut.
mengantisipasi kondisi. Yang pasti adalah
sistem tersebut akan selalu menuju
kesetimbangan.
Penjelasan mengenai
kesetimbangan mengandung beberapa
pengertian. Hal ini yang terutama adalah
kesetimbangan sama pentingnya dengan
efisiensi. Kesetimbangan mensyaratkan
adanya pembangunan jaringan transportasi
untuk mengembangkan suatu kawasan
dalam kota. Kesetimbangan juga
mensyaratkan dukungan sistem transportasi
dalam menghubungkan kawasan
permukiman dengan lokasi bekerja.
Tentunya akan menjadi tidak efisien, jika
suatu industri baru akan ditempatkan pada
lokasi yang mempunyai kepadatan dan
volume lalu lintas yang tinggi. Industri baru
tersebut akan sukar untuk berkembang.
Kebijaksanaan untuk mengalokasikan
industri pada daerah pinggir kota perlu
diimbangi dengan penyediaan jaringan
transportasi yang memadai. Penggunaan
jaringan transportasi tersebut tidak hanya
untuk proses produksi, tetapi harus
dipikirkan juga mengenai transportasi antar
tempat tinggal pekerja dan lokasi bekerja.
Kesetimbangan antara beberapa faktor
diatas, akan menghasilkan tingkat efisiensi
yang baik, sehingga akan bermanfaat bagi
proses pengembangan perkotaan.
Gambar 2, menjelaskan bagan
besar sistem interaksi antara tata guna lahan
dan Transportasi. Pengembangan lahan
untuk suatu guna lahan tertentu akan
menghasilkan bangkitan perjalanan yang
baru dari suatu area atau tarikan perjalanan
yang baru dari suatu area, atau keduanya.
Dengan demikian pengembangan tata guna
lahan dalam perkotaan akan menimbulkan
perubahan dalam pola permintaan
4
Sistem Interaksi Aksesibilitas Sistem Transportasi
Pengembangan
Lahan (berdampak Penambahan Prasarana
pada Perubahan dan Sarana
Sistem Aktivitas) Transportasi
Gambar 2
Sistem Interaksi Tata Guna Lahan dan Transportasi (Meyer, 1984)
5
area, karena jumlah populasi penduduk karena berkaitan dengan kebutuhan setiap
dapat merupakan indikator dan dasar orang yang ada di kota bagi setiap lapisan.
perhitungan bagi perkiraan kebutuhan Di kota, transportasi berkaitan dengan
ruang untuk berbagai jenis tata guna lahan. kebutuhan pekerja untuk mencapai lokasi
Komposisi penduduk yang dibedakan atas pekerjaan dan sebaliknya, kebutuhan para
kelompok umur, jumlah rumah tangga, pelajar untuk mencapai sekolah, untuk
kepadatan, tingkat penghasilan dan lain mengunjungi tempat perbelanjaan dan
sebagainya, dapat digunakan untuk pelayanan lainnya, mencapai tempat-tempat
berbagai keperluan antara sebagai masukan hiburan dan bahkan untuk berpergian ke
dalam perhitungan kebutuhan luas lahan luar kota. Di samping kebutuhan untuk
perumahan dan fasilitas pendukungnya mengangkut orang, maka transportasi juga
Populasi penduduk dari waktu ke melayani kebutuhan untuk memindahkan
waktu mengalami perubahan, yang barang dari suatu tempat ke tempat yang
disebabkan oleh pertumbuhan alami lainnya.
meliputi kelahiran penduduk dan kematian Suatu transportasi dikatakan baik,
penduduk dan pertumbuhan migrasi. apabila pertama, waktu perjalanan cukup
Terdapat beberapa macam penyebab cepat, tidak mengalami kemacetan. Kedua,
terjadinya migrasi antara lain : frekuensi pelayanan cukup. Ketiga, aman
Keinginan untuk mendapatkan (bebas dari kemungkinan kecelakaan) dan
kesempatan ekonomi yang lebih kondisi pelayanan yang nyaman. Untuk
baik. mencapai kondisi yang ideal seperti ini,
Keinginan untuk memperoleh sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang
kehidupan atau perumahan yang menjadi komponen transportasi ini, yaitu
lebih baik. kondisi prasarana (jalan) serta sisitem
Perpindahan karena pertimbangan jaringannya dan kondisi sarana (kendaraan),
kesehatan, pendidikan atau serta yang tak kalah pentingnya ialah sikap
peristirahatan. mental pemakai fasilitas transportasi
tersebut. Dalam media massa di Indonesia
Migrasi penduduk tersebut merupakan sering sekali kita membaca bahwa
suatu proses penyeimbang. Ketika terjadinya kecelakaan sebagian besar
penduduk berpindah ke suatu daerah yang disebabkan oleh kelalaian pengemudi.
dirasakan lebih menarik, mereka akan Demikian juga dengan kemacetan lalu
menyebabkan naiknya permintaan terhadap lintas banyak dipengaruhi oleh sikap mental
lapangan pekerjaan, perumahan dan pemakai prasarana dan sarana lalu lintas.
pelayanan fasilitas-fasilitas umum.
Selain merupakan faktor penting dalam PERMINTAAN TRANSPORTASI
perhitungan luas lahan, populasi penduduk Permintaan transportasi merupakan
juga merupakan faktor penting dalam permintaan turunan (derived demand), yaitu
perencanaan transportasi yaitu dalam permintaan yang terjadi akibat adanya
penentuan besarnya bangkitan perjalanan permintaan akan barang atau jasa lain
suatu wilayah. Misalnya dengan (Morlok, 1978). Permintaan jasa
mengetahui jumlah penduduk usia transportasi diturunkan dari :
produktif untuk bekerja, dapat ditentukan 1. Permintaan seseorang untuk dapat
besarnya jumlah perjalanan kerja yang mencapai suatu keinginan dari
berawal dari rumah (home based work trip). suatu lokasi ke lokasi lainnya
Demikian juga dapat ditentukan perjalanan dengan tujuan tertentu.
sekolah berdasarkan komposisi penduduk 2. Kebutuhan mengangkut barang
usia sekolah. tertentu dari suatu lokasi ke lokasi
lain dimana barang trsebut
TRANSPORTASI diperlukan atau dikonsumsi pada
Transportasi merupakan salah satu saat tertentu.
sektor kegiatan yang sangat penting di kota, Angkutan penumpang, karakteristik
turunan dari kebutuhan lain ditunjukkan
6
pada kenyataan bahwa perjalanan akan berpengaruh terhadap interaksi
diadakan/dilakukan untuk mencapai suatu permintaan dan penawaran jasa
tujuan tertentu, seperti pergi bekerja, transportasi.
belanja dan lain sebagainya.
Permintaan jasa transportasi juga MODEL REGRESI
memiliki karakteristik lain sebagai berikut : Untuk mendapatkan model regresi
1. Jasa tranportasi tidak dapat disimpan dilakukan dengan cara melakukan
2. Ketidakpastian permintaan akan jasa pengolahan terhadap data yang didapat
transportasi sangat tinggi, disebabkan sebagai berikut :
oleh :
Pengambil keputusan adalah Tahun Jumlah Jumlah Luas Lahan
Angkutan Penduduk
individu dengan perilaku yang 2000 2,243 973,036 8,640
beraneka ragam. 2001 2,266 1,204,687 8,778
Kombinasi pilihan banyak, yaitu : 2002 2,287 1,247,233 8,918
2003 2,782 1,335,734 9,060
lokasi, frekuensi perjalanan, moda 2004 2,782 1,369,461 9,204
angkutan, rute, waktu dan lain 2005 2,810 1,380,575 9,300
sebagainya. 2006 2,838 1,434,293 9,430
2007 2,866 1,490,480 9,560
2008 2,895 1,549,269 9,695
ANGKUTAN PENUMPANG 2009 2,924 1,610,798 9,830
PERKOTAAN 2010 2,954 1,675,213 9,990
a. Pengertian Angkutan Penumpang Sumber : RTRW Kota Depok Th. 2000-2010
Perkotaan
Daerah perkotaan adalah daerah yang DESCRIPTIVE STATISTIC
meliputi seluruh kegiatan utama dalam Descriptive Statistics
suatu kota dan pinggirannya, serta seluruh
Mean Std. Deviation N
daerah tempat tinggal dimana sebagian J.ANGK 2695,1818 281,4931 11
besar penduduknya mengusahakan kegiatan L.LAHAN 9309,5455 437,8752 11
ekonomi (Kanafi, 1983). Angkutan J.PDDK 1388253 199881,7456 11
penumpang perkotaan adalah setiap
kendaraan yang dioperasikan untuk
melayani angkutan umum penumpang yang Pada bagian ini diperlihatkan
melakukan perjalanan di dalam kota, baik deskripsi dari ketiga variabel yang
yang berasal dari kota itu sendiri, daerah diregresikan. Yaitu varibel Y (Jumlah
pinggiran maupun luar kota yang Angkutan Kota) dengan X1 (Luas Lahan)
mempunyai satu kesatuan ekonomi dengan dan X2 (Jumlah Penduduk). Isi deskripsi
kota yang bersangkutan. tersebut adalah rata-rata (mean), standar
deviasi dan jumlah kasus (N). Seperti
b. Perilaku Perjalanan diperlihatkan pada tabel diatas variabel
Perilaku perjalanan penumpang dalam Luas Lahan memiliki rata-rata 9309.5455,
kota menunjukkan adanya variasi yang standar deviasi 437,8752 dan jumlah kasus
besar untuk besaran lalu lintas dari jam ke ada 11. Jumlah penduduk memiliki rata-rata
jam dalam satu hari. Puncak kesibukan lalu 1388253, standar deviasi 199881,7456 dan
lintas terjadi pada saat pagi dimana orang jumlah kasus ada 11. Demikian juga dengan
biasa memulai kegiatan dan sore hari jumlah angkutan kota memiliki rata-rata
dimana orang kembali dari berkegiatan. 2695,1818 dan standar deviasi 281,4931
Variasi-variasi perilaku perjalanan dalam dan jumlah kasus ada 11.
satuan waktu (harian, mingguan, bulanan)
akan berbeda untuk tiap wilayah/kota yang
berbeda. Kondisi sosial budaya masyarakat
akan sangat berpengaruh terhadap pola
variasi yang terjadi. Kaitan dengan
angkutan perkotaan maka pola variasai ini
7
CORRELATIONS MODEL SUMMARY
8
REGRESSION COEFFICIENTS mempengaruhi penambahan jumlah
angkutan umum.
Coefficientsa 3. Model regresi berganda yang dihasilkan
Standardi
zed adalah model regresi berganda linier
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts dengan persamaan sebagai berikut :
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -819,233 2772,426 -,295 ,775
L.LAHAN ,280 ,433 ,436 ,647 ,536
J.PDDK 6,506E-04 ,001 ,462 ,685 ,513 Y = -819,233 + 0,281 X1 + 6,506 X2
a. Dependent Variable: J.ANGK
Dimana :
Pada bagian ini dijelaskan nilai koefisien a Y = Jumlah angkutan umum yang
dan b serta harga t-hitung serta tingkat ada di Kota Depok
signifikansi. Selain itu terdapat pula Partial X1 = Perubahan Luas Lahan yang
Correlation dan Colinearity Statistics. Dari terjadi di Kota Depok
hasil perhitungan diatas, maka dapat X2 = Jumlah Penduduk di Kota Depok
ditentukan model persamaan regresi
sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Y = -819,233 + 0,281 X1 + 6,506 X2
_________, 2000. Rencana Tata Ruang
Persamaan diatas dapat diartikan bahwa Wilayah Kota Depok. Laporan
harga –819,233 merupakan nilai konstanta Kompilasi Data. Pemerintah Kota
(a) yang menunjukkan bahwa jika tidak ada Depok. Depok.
perubahan untuk jumlah penduduk dan luas Abidin, I.S dan Trigunarsyah, B, 1999.
lahan maka jumlah angkutan kota akan Prinsip Dasar Penulisan Tesis
mencapai nilai –819,233. yang Berorientasi Pasar. Program
Nilai 0,281 X1 merupakan Pascasarjana Magister Teknik Sipil
koefisien regresi, yang menunjukkan bahwa Manajemen Konstruksi, Universitas
setiap adanya upaya penambahan sebesar Indonesia. Jakarta.
satu satuan untuk perubahan luas lahan Alhusin, Syahri, 2003 . Aplikasi Statistik
maka akan ada kenaikan jumlah angkutan Praktis dengan SPSS. 10 For
kota sebesar 0,281 (dibulatkan menjadi 1 Windows. Graha Ilmu, Yogyakarta.
unit kendaraan angkutan kota). Atjep. Dikatat Kuliah Perencanaan Sistem
Nilai 6,506 X2 merupakan Angkutan Umum.
koefisien regresi, yang menunjukkan bahwa Blunden, W.R dan J. A Black, 1984. The
setiap adanya upaya penambahan sebesar Land Use/Transport System 2nd
satu satuan untuk jumlah penduduk maka Edition. Pergamon Press, Sydney.
akan ada kenaikan jumlah angkutan kota
sebanyak 6,506 (dibulatkan menjadi 7 unit Branch, C. Melville, 1996. Perencanaan
kendaraan). Kota Komprehensif. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
KESIMPULAN Bruton, M. J, 1975. Introduction to
Transportation Planning.
Berdasarkan penelitian yang telah Hutchinson and Co. (Publisher)
dilakukan , maka didapatkan beberapa hasil Ltd., Fizroy Square, London.
sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis yang Catanese, J. Anthony & James C. Snyder,
dilakukan terhadap data yang berhasil 1996 . Perencanaan Kota.
diperoleh , maka dapat dibuktikan Erlangga, Jakarta.
bahwa terdapat keterkaitan/ pengaruh Chapin, F. Stuart and Edward J. Kaiser,
antara tata guna lahan dan jumlah 1979. Urban Land Use Planning.
angkutan kota di kota Depok. University of Illinois Press.
2. Perubahan tata guna lahan dan
penambahan jumlah penduduk dapat
9
Deddy, M, 2000. Pengaruh Klaim terhadap Tamim, Ofyar Z, 1997. Perencanaan dan
Kinerja Biaya Kontraktor pada Pemodelan Transportasi. Penerbit
Proyek Bangunan Bertingkat. Tesis ITB, Bandung.
Program Pascasarjana Universitas
www.depok.go.id
Indonesia. Jakarta.
www.depokmetro.com
Jayadinata, Johara T, 1986. Tata Guna
Tanah dalam Perencanaan
Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah.
Penerbit ITB, Bandung.
Koestoer, Raldi Hendro, 1997. Perspektif
Lingkungan Desa-Kota. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Meyer, Michael D., dan Erick J. Miller,
1984. Urban Transportation
Planning : A Decision-Oriented
Approach. Mc Graw-Hill Book
Company, New York.
Mangkuatmodjo, Soegyarto, 2004. Statistik
Lanjutan. Rineka Cipta, Jakarta.
Narbuko, Cholid & Abu Achmadi, 1997.
Metodologi Penelitian. Bumi
Aksara, Jakarta.
Sevilla, G. Consuelo (at all): penerjemah
Awaludin Tuwu, 1993 . Metode
Penelitian. Jakarta, Universitas
Indonesia Press.
Sinulingga, Budi D, 1999 . Pembangunan
Kota. PT. Penebar Swadaya,
Jakarta.
_________, 1993/1994. Studi Standarisasi
Perencanaan Kebutuhan Fasilitas
Perpindahan Angkutan Umum di
Wilayah Perkotaan. Final Report
Departemen Perhubungan,
Direktorat Jenderal Perhubngan
Darat Proyek Peningkatan Lalu
Lintas dan Angkutan.
_________, 1998. Studi Penyusunan
Pedoman Perencanaan Angkutan
Jalan di Kota Satelit. Final Report
Departemen Perhubungan,
Direktorat Jenderal Perhubngan
Darat Proyek Peningkatan Lalu
Lintas dan Angkutan.
_________, . Kota Depok Dalam Angka.
Bappeda dan Bps Depok.
10