Anda di halaman 1dari 13

Antibotika Pada Kasus Ibu Dan Anak Atau Bayi

1. Penisilin
Penisilin berasal dari jamur Penisilium notatum yang pertama kali ditemukan tahun 1929
oleh Alexander Fleming. Penisilin digolongkan ke dalam antibiotik beta-laktam karena
mempunyai ciri terdapat cincin beta-laktam di dalam struktur kimianya, yang berperan
penting dalam aktivitas biologis senyawa ini. Apabila cincin beta-laktam secara enzimatis
dipisah oleh enzim betalaktamase yang dihasilkan bakteri, maka produk yang
dihasilkannya akan berkurang aktivitas antibakterinya.
a. Penggunaan Klinis
Penisilin merupakan antibiotik yang paling efektif dan paling luas penggunaannya.
 Benzil penisilin (penisilin G)
Benzil penisilin mempunyai efek bakterisid yang kuat, dengan spektrum kerja yang
sempit terutama pada bakteri gram positif. Benzil penisilin digunakan pada radang
paru, radang otak, profilaksis penyakit sifilis, endokarditis, dan gonorea. Benzil
penisilin bersifat tidak tahan asam sehingga penggunaannya hanya melalui rute
parenteral. Ikatan protein plasmanya sebesar 60 % dengan waktu paruh 30 menit,
sehingga sering dikombinasikan dengan probenesid untuk mengurangi eliminasinya
melalui ginjal, atau pemberian dalam bentuk garam tidak larut melalui rute
intramuskuler untuk meningkatkan durasi obat di dalam darah. Dosis benzil penisilin
adalah 4-6 kali sehari 1.000.000-4.000.000 unit melalui rute intramuskular.
b. Indikasi :
 Radang paru
 Radang otak
 Profilaksis penyakit sifils
 Endokarditis
 Gonorea
c. Kontraindikasi :
 Hipersensitivitas (alergi) terhadap pensilin

 Kloksasilin
Kloksasilin merupakan derivat (turunan) penisilin yang tahan asamdan enzim
betalaktamase. Sifat kloksasilin yang tahan asam menyebabkan obat ini dapat
digunakan secara oral. Kloksasilin mempunyai spektrum kerja yang sempit. Sifat
farmakokinetik kloksasilin adalah absorbsi secara oral sekitar 50%, berikatan dengan
protein plasma lebih dari 90 %, waktu paruh 30-60 menit. Dosis oral kloksasilin
adalah 500 mg yang diberikan 4 sampai 6 kali sehari, sedangkan dosis pemberian
secara intravena sebesar 250-1000 mg yang diberikan 4 sampai 6 kali sehari.

 Ampisilin
Ampisilin merupakan antibiotik golongan penisilin yang mempunyai spektrum kerja
luas, yang aktif pada bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Ampisilin
digunakan pada infeksi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, kulit,
gonore, dan infeksi pada bagian lunak, seperti otot. Sifat farmakokinetik ampisilin
adalah diabsorbsi secara oral sebesar 30-40%, waktu paruh 1-2 jam, dan ikatan
protein plasma sebesar 20%. Dosis oral ampisilin 0,5-1 gram yang diberikan 4 kali
sehari.
a. Indikasi :
 infeksi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, kulit,
 gonore, dan
 infeksi pada bagian lunak, seperti otot
b. Kontraindikasi :
 Pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap penisilin dan derivat
penisilin lainnya. Peringatan penggunaan obat ini adalah pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.

 Amoksisilin
Amoksisilin mempunyai aktivitas yang sama dengan ampisilin. Sifat farmakokinetik
amoksisilin adalah absorbsi per oral sebesar 80%, berikatan dengan protein plasma
sebesar 20% dan mempunyai waktu paruh 1-2 jam. Dosis amoksisilin adalah 250-500
mg yang diberikan 3 kali sehari
a. Indikasi :
 otitis medis akut,
 infeksi saluran pernafasan,
 infeksi saluran kemih,
 infeksi Helicobacter pylori, dan
 abses dental.

b. Kontraindikasi :
 Kontraindikasi amoxicillin adalah pada pasien dengan riwayat alergi
terhadap derivat penisilin

d. Wanita Hamil Dan Laktasi


Penggunaan penisilin dianggap relatif aman bagi wanita hamil dan menyusui.

2. Sefalosporin
Sefalosporin termasuk antibiotika beta laktam yang struktur, khasiat dan sifat yang mirip
dengan penisilin. Sefalosporin dihasilkan oleh Cephalosporium acremonium. Inti dasar
sefalosporin adalah asam 7-aminosefalosporanat (7-ACA).
a. Penggolongan
Menurut khasiat antimikrobanya dan resistensinya terhadap enzim betalaktamase
sefalosporin digolongkan menjadi:
1. Generasi 1: Aktif terhadap cocci gram positif, tidak tahan terhadap betalaktamase.
Contoh: sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, dan sefadroksil
2. Generasi 2: Lebih aktif terhadap kuman gram negatif, termasuk H. influenzae,
proteus, klebsiella, gonococci, dan kuman yang resisten terhadap amoksisilin. Agak
tahan terhadap betalaktamase. Khasiat terhadap kuman gram positif lebih kurang
sama dengan generasi 1. Contoh: sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim.
3. Generasi 3: Aktivitas terhadap kuman gram negatif lebih kuat dan lebih luas meliputi
pseudomonas dan bacteroides. Lebih resisten terhadap betalaktamase. Contoh:
sefoperazon, sefotaksim, seftizoksim, seftriakson, sefotiam, sefiksim, dan sefprozil.
4. Generasi 4: Sangat resisten terhadap betalaktamase, dan sefepim sangat aktif terhadap
pseudomonas. Contoh: sefepim, sefpirom.
b. Resistensi
Dapat timbul dengan cepat, sehingga digunakan hanya untuk infeksi berat.
c. Wanita Hamil Dan Laktasi
Obat-obat generasi 1, seperti sefaklor, sefotaksim, seftriakson, dan seftazidim dianggap
aman bagi bayi, obat lainnya belum terdapat kepastian keamanannya.
d. Zat Tersendiri
1. Sefaleksin
Derifat sefalosporin ini tahan asam dan kurang peka terhadap enzim penisilinase.
penggunaannya terhadap stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Tidak aktif
terhadap kuman yang memproduksi sefalosporinase. Sefaleksin terutama digunakan pada
infeksi saluran kemih dan pernapasan dengan dosis oral 250-500 mg yang diberikan
empat kali sehari sebelum makan.
2. Sefuroksim
Sefuroksi aktif terhadap kuman gram positif dan sejumlah kuman gram negatif, seperti H.
influenzae, Proteus sp, dan klebsiella. Sefuroksim digunakan pada infeksi sedang hingga
berat dari saluran pernapasan bagian atas dan gonore dengan kuman yang memproduksi
laktamase. Dosis sefuroksim 0,75-1,5 gram yang diberikan tiga kali sehari melalui rute
intramuskuler dan intravena.
3. Sefotaksim
Sefotaksim mempunyai aktivitas anti betalaktamase yang kuat dan khasiat anti
peseudomonas yang sedang. Sefotaksim digunakan untuk infeksi bakteri gram negatif.
Dosis sefotaksi 1 gram yang diberikan satu kali sehari.
e. Indikasi
beberapa jenis infeksi lain, seperti infeksi telinga, sinus, saluran kemih, gonore,
meningitis, hingga sepsis.
f. Kontraindikasi
Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.

3. Kloramfenikol
Kloramfenikol berasal dari jamur Streptomyces venezuela dan pertamakali disintesis pada
tahun 1949.
a. Farmakokinetik
1. Pada pemberian oral kloramfenikol diabsorbsi dengan cepat dan tuntas.
2. Konsentrasi maksimal kloramfenikol di dalam darah setelah pemberian peroral
dicapai setelah 2 jam.
3. Di dalam darah kloramfenikol berikatan dengan protein plasma sebesar 50%.
4. Waktu paruh kloramfenikol 3 jam, sedangkan pada bayi di bawah 2 minggu waktu
paruhnya sebesar 24 jam.
5. Kloramfenikol berdifusi baik pada cairan serebrospinal dan mata
6. Kloramfenikol di metabolisme di hati sebesar 90% .
7. Ekskresi kloramfenikol aktif dan produk degradasi sebagian besar melalui ginjal,
hanya sebagian kecil yang di ekskresikan melalui empedu.
b. Wanita Hamil dan Laktasi
Dapat menimbulkan cyanosis dan grey baby sindrom.
c. Zat Tersendiri
Tiamfenikol
Tiamfenikol merupakan antibiotik yang masuk dalam golongan kloramfenikol. Absorbsi
tiamfenikol baik dengan ikatan pada protein plasma sebesar 10%, waktu paruh 2 jam, dan
diekskresikan dalam kondisi utuh melalui ginjal. Dosis yang digunakan untuk tiamfenikol
adalah 250-500 mg yang diberikan empat kali sehari.
d. Indikasi

Kloramfenikol hampir tidak digunakan lagi karena toksisitasnya yang kuat, resistensi
dan tersedianya obat-obat lain yang lebih efektif. Bila tidak ada pilihan lain
kloramfenikol digunakan untuk demam tifoid (Salmonella typhi), meningitis (H.
influenza), infeksi anaaerob khususnya abses otak. Kloramfenikol terkadang digunakan
secara topikal untuk mengobati infeksi mata karena mempunyai spektrum kerja yang
luas.

e. Kontraindikasi

Kloramfenikol dikontraindikasikan pada neonatus, pasien dengan gangguan hati, dan

pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol.


4. Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan suatu kelompok besar obat dengan struktur dasar dan aktivitas
yang serupa. Tetrasiklin dihasilkan oleh streptomyces aureofaciens (klortetrasiklin) dan
streptomyces rimosus (oksitetrasiklin).
a. Farmakokinetik
1. Absorbsi tetrasiklin secara oral sebesar 75%, absorbsi berlangsung lambat kecuali
doksisiklin dan minosiklin.
2. Konsentrasi maksimal tetrasiklin dicapai dalam 3-4 jam.
3. Didalam darah obat berikatan dengan protein plasma sebesar: doksisiklin 90%,
minoksiklin 75%, oksitetrasiklin 35%.
4. Waktu paruh dari antibiotik golongan tetrasiklin berbeda-beda, yaitu tetrasiklin:
oksitetrasiklin: minosiklin: doksisiklin = 9 : 9 : 18 : 23 jam.
5. Antibiotik tetrasiklin berdifusi buruk pada cairan serebrospinal, kecuali minosiklin.
6. Tetrasiklin diekskresi secara utuh melalui ginjal, sedangkan doksisiklin dan
minosiklin diekskresikan secara utuh melalui empedu dan tinja.
b. Resistensi
Resistensi terhadap antibiotik tetrasiklin terjadi karena bakteri kehilangan mekanisme
transport aktif terhadap tetrasiklin atau berkurangnya permeabilitas terhadap tetrasiklin.
Hal ini menyebabkan rendahnya kadar tetrasiklin didalam sel dan mengurangi
efektivitasnya.
c. Wanita Hamil Dan Laktasi
Karena menghambat pertumbuhan tulang dan kalsifikasi gigi, tetrasiklin tidak boleh
digunakan setelah bulan keempat masa kehamilan dan anak-anak di bawah 8 tahun.
d. Interaksi
Tidak boleh digunakan bersama antasida dan susu karena membentuk kompleks tak larut
sehingga memengaruhi jumlah obat yang diabsorbsi kecuali doksisiklin dan minoksiklin.
Interaksi lain adalah menghambat hidrolisis dari estrogen terkonjugasi dalam usus
sehingga memengaruhi jumlah estrogen yang diserap.
e. Zat Tersendiri
1. Tetrasiklin
Tetrasiklin diindikasikan untuk infeksi saluran napas, acne, infeksi saluran kemih,
Helicobacter pylori, dan disentri basiler.Dosis yang digunakan untukinfeksi umum adalah
250-500 mg empat kali sehari, sedangkan untuk klamidia adalah 500 mg empat kali
sehari.
2. Doksisiklin
Doksisiklin berkhasiat bakteriostatis terhadap kuman yang resisten terhadap tetrasiklin
dan atau penisilin. Doksisiklin diindikasikan untuk penyakit kelamin (gonore, sifilis,
chlamidia), plasmodium falciparum dan profilaksisnya. Dosis doksisiklin untuk infeksi
umum atau malaria adalah 100 mg, satu atau dua kali sehari.
f. Indikasi :
 Pada acne,
 Sifilis,
 Gonorrhea,
 Amebiasis,
 Kolera, dan
 Brucellosis.
g. Kontraindikasi :
Pada individu dengan hipersensitivitas terhadap golongan tetrasiklin. Tetrasiklin juga
tidak dapat digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat.

5. Aminoglikosida
Antibiotik golongan aminoglikosida dihasilkan oleh jenis fungi streptomyces dan
micromonospora. Semua turunannya mengandung gula amino yang saling terikat dengan
ikatan glikosida.
a. Penggolongan
Antibiotik golongan aminoglikosida digolongkan menjadi
1. Antibiotik yang mengandung satu molekul gula amino: streptomisin.
2. Antibiotik yang mengandung dua molekul gula amino yang dihubungkan oleh
molekul sikloheksana: kanamisin dan turunannya (amikasin, dibekasin), gentamisin
dan turunannya (netilmisin, tobramisin).
3. Antibiotik yang mengandung tiga molekul gula amino: neomisin, framisetin, dan
paromomisin.
b. Farmakokinetik
1. Aminoglikosida mempunyai absorbsi yang buruk (kurang dari 1%) pada pemberian
peroral. Penggunaan aminoglikosida secara oral untuk mendapatkan efek lokal pada
saluran cerna. Absorbsi intramuskular baik.
2. Waktu paruh antibiotik golongan aminoglikosida bervariasi pada pemberian
parenteral.
3. Pada pemberian parenteral aminoglikosida diekskresi melalui ginjal.
c. Wanita Hamil dan Laktasi
Aminoglikosida dapat melintasi palsenta dan menyebabkan kerusakan ginjal dan
menyebabkan ketulian pada bayi.
d. Zat Tersendiri
1. Streptomisin
a. Streptomisin tidak diabsorbsi secara oral. Selain itu, distribusi ke dalam jaringan
dan cairan serebrospinal burk. Ikatan protein plasma streptomisin sebesar 35%
dengan waktu paruh 2-3 jam. Ekskresi streptomisin melalui ginjal di mana 60%
nya dalam bentuk utuh.
b. Streptomisin diindikasikan untuk TBC yang resisten terhadap obat lain, dan
diberikan secara intramuskular.
c. Efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan ototoksik.
d. Dosis streptomisin pada pasien TBC 0,5-1 secara intramuskuler setiap hari.
2. Gentamisin
a. Didalam darah gentamisin berikatan dengan protein plasma sebesar 25%, t ½ 2-3
jam, ekskresi melalui kemih secara utuh 70%.
b. Gentamisin diindikasikan untuk infeksi pseudomonas, proteus, dan stafilokokus
yang resisten terhadap penisilin dan metsilin.
c. Efek samping gentamisin lebih ringan dari pada streptomisin dan kanamisin.

3. Amikasin
a. Amikasin didistribusikan dengan baik ke dalam organ dan cairan tubuh kecuali
pada cairan serebrospinal. Distribusi ke dalam cairan serebrospinal meningkat
ketika terjadi peradangan mada otak. Amikasin diekskresikan melalui ginjal
secara utuh sebesar 94%.
b. Amikasin diindikasikan untuk infeksi pseudomonas, basil gram negatif, dan
bakteri yang resisten terhadap gentamisin dan tobramisin. Untuk menghindari
resistensi penggunaan amikasin dibatasi maksimum 10 hari.
c. Efek samping amikasin relatif lebih ringan dibandingkan obat-obat golongan
aminoglikosida lainnya.
4. Neomisin
a. Neomisin merupakan campuran dari neomisin neomisin A, B, dan C dengan
perbandingan 2 : 85 : 13.
b. Neomisin tidak digunakan secara parenteral karena toksisitasnya yang kuat.
c. Absorbsi neomisin peroral sebesar 3% sehingga digunakan untuk pengobatan
secara lokal.
d. Neomisin diindikasikan untuk sterilisasi usus pra bedah, konjungtivitis dan otitis
media (dikombinasikan dengan antimikroba lain).
e. Efek samping dari neomisin adalah adalah malabsorbsi pada penggunaan dalam
jangka waktu yang lama
e. Indikasi
Streptomisin dan kanamisin digunakan untuk tuberkulosis, pes, tularemia secara
intramuskuler. Gentamisin digunakan untuk sepsis dan pneumonia yang resisten terhadap
obat-obat lain secara intramuskular, meningitis secara intratekal, dan tobramisin untuk
pseudomonas. Gentamisin, tobramisin, framisetin, dan neomisin digunakan secara
topikal.
f. Kontraindikasi
Antibiotik golongan aminoglikosida dikontraindikasikan pada pasien usia lanjut dan
pasien yang menderita gangguan ginjal.

6. Makrolida dan Linkomisin


Makrolida merupakan suatu kelompok senyawa dengan ciri mempunyai cincin lakton di
mana terkait gula-gula deoksi. Obat yang merupakan prototipe golongan ini adalah
eritromisin yang diambil dari Streptomyces erytheus.Kelompok antibiotika ini terdiri dari
eritromisin dengan derivatnya (klaritomisin, roxitromisin, azitromisin, dan diritromisin),
spiramisin. Linkomisin dan klindamisin secara kimiawi berbeda dengan eritromisin, tetapi
mirip aktivitas, mekanisme kerja, dan pola resistensinya.
i. Eritromisin
a. Farmakokinetik:
- Dirusak asam lambung sehingga diberikan dalam bentuk salut enterik atau dalam
bentuk ester stearat/suksinat.
- Absorbsi eritromisin baik dan terjadi pada usus kecil, adanya makanan akan
mengganggu absorbsi eritromisin.
- Eritromisin terditribusi baik ke berbagai cairan tubuh kecuali pada otak dan cairan
cerebrospinal.
b. Eritromisin merupakan pilihan pertama pada infeksi paru yang disebabkan oleh
Legionella pneumophila, Mycoplasma pneumonia. Selain itu, eritromisin
diindikasikan untuk infeksi usus yang disebabkan Campylobacter jejuni, infeksi
saluran napas, kulit, dan lain-lain. Eritromisin merupakan pilihan kedua bila terdapat
resistensi dan hipersensitivitas pada obat-obat golongan penisilin.
c. Eritromisin dapat meningkatkan toksisitas karbamazepin, kortikosteroid, siklosporin,
digoksin, warfarin, terfenadin, astemizol, dan teofillin karena menghambat aktivitas
cytochrom P450 di hati. Kombinasi dengan terfenadin dan astemizol menyebabkan
aritmia jantung.
d. Eritromisin relatif aman diberikan selama kehamilan dan laktasi.
e. Indikasi
 Pneumonia,
 Penyakit Legionaire,
 Sifilis,
 Uretritis non gonokokus,
 Prostatitis kronik,
 Acne vulgaris, dan
 Profilaksis difetri dan pertusis.
f. Kontraindikasi :
Penyakit hati (garam estolat) dan pasien yang alergi terhadap Eritromisin.

2. Azitromisin
a. Farmakokinetik
 Azitromisin diabsorbsi cepat dalam saluran cerna, namun absorbsinya terganggu
bila diberikan bersama makanan.
 Azitromisin terdistribusi dengan baik pada jaringan dan sel fagosit.
 Waktu paruh azitromisin jam.
b. Indikasi
 Pada infeksi saluran napas, kulit, otot, infeksi saluran kemih, dan juga
 Infeksi Mycobacterium avium pada pasien HIV.
c. Kontraindikasi
Azithromycin dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami hipersensitivitas
terhadap azithromycin, erythromycin, dan antibiotik golongan makrolid lainnya.
Azithromycin juga kontraindikasi pada pasien dengan riwayat ikterus kolestasis atau
disfungsi hepatik akibat penggunaan azithromycin sebelumnya

3. Spiramisin
a. Farmakokinetik
- Absorbsi spiramisin pada penggunaan oral tidak konstan.
- Di dalam darah spiramisin berikatan dengan protein plasma sebesar 30%.
- Waktu paruh spiramisin 4-8 jam tergantung dari dosis.
b. Indikasi
Untuk infeksi mulut tenggorokan dan saluran napas. Selain itu, juga merupakan
pengobatan alternatif untuk infeksi infeksi toxoplasmosis.
c. Kontraindikasi
Spiramisin tidak dianjurkan digunakan selama laktasi.

4. Klindamisin
a. Farmakokinetik
- Pada penggunaan oral absorbsi klindamisin sampai 90%.
- Waktu paruh klindamisin 3 jam.
- Klindamisin terdistribusi baik ke cairan tubuh, jaringan dan tulang kecuali CSS
walaupun dalam kondisi meningitis.
- Klindamisin dimetabolisme pada hati dan diekskresikan melalui ginjal dan hati.
b. Indikasi
Untuk acne (topikal), infeksi anaerob berat, luka tusuk pada abdomen dan usus,
infeksi saluran genital wanita, dan pneumonia karena aspirasi.
c. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian clindamycin adalah adanya riwayat hipersensitivitas
terhadap clindamycin dan lincomycin serta adanya riwayat kolitis. Penggunaan
clindamycin perlu diperhatikan pada pasien dengan gangguan hepar dan penyakit
gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA

Indijah S.W. dan Fajri P. 2017. Farmakologi. BPPSDMK – Kementerian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai