PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Tesis
Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum) di
Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Oleh
Kartika Pratiwi
NIM : 086322005
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KATA PENGANTAR
vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
sela waktu minum teh sore hari dan kepada Roxana Waterson dan Kay Mohlman
di National University of Singapore yang telah membantu mengolah data tersebut
setelah bertahun-tahun dibiarkan.
Sangat beruntung sekali penulis mempunyai banyak teman yang sangat
membantu dalam proses penyelesaian tesis ini. Terima kasih kepada Airani
Sasanti, Diah Ari Tapaningtyas, Doni Maulistya, Vella Siahaya, Resa Pattiwael,
Ari Nugroho, Heidy Patricia, Gery Pandeiroot, Bang Ucok, Octo Cornelius, Eli
Firziana. Mereka dengan ikhlas membantu mengetik, membuat transkrip,
mengedit data, diskusi, memberi saran dan kritik, semangat dan hiburan di sela-
sela keputus-asaan juga beberapa hal lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu karena terlalu banyak. Penulis beruntung mempunyai teman-teman yang
sangat baik seperti mereka meskipun hanya bisa “dibayar” dengan makanan
seadanya.
Tesis ini penulis persembahkan untuk kotakhitam forum, sebuah lembaga
independen sejarah politik. Dari merekalah, penulis belajar jangan pernah takut
untuk mengungkapkan kebenaran meskipun tidak ada dukungan materiil
sedikitpun, Terima kasih A. Dananjaya, Viodeogo, Kiky Salata, Aquido dan
Dimas. “Perjalanan kita tidak boleh berhenti.”
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih sekali lagi kepada
pihak-pihak yang membantu secara langsung dan tidak langsung selama
melakukan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dari tesis ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya
pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRAK
Sebelum Reformasi 1998, wacana tentang Tragedi Kemanusiaan 1965 yang diterima oleh
masyarakat mengikuti versi yang dibuat oleh rezim Orde Baru. Dimana pada waktu itu,
guru sejarah di Indonesia harus memakai sudut pandang yang ada di dalam buku sejarah
yang di-kontrol oleh rezim tersebut. Sebagai tambahan, setiap tahun para murid diwajibkan
untuk melihat pemutaran film Pengkhinatan G30S/PKI. Sebuah film tentang Tragedi
Kemanusiaan 1965 yang disusun atau dibuat oleh rezim Orde Baru untuk menunjukkan
betapa jahatnya paham komunisme. Jatuhnya rezim Orde Baru menyulut sebagian dari
masyarakat untuk menyelidiki lebih lanjut tentang kebenaran cerita dari sisi lain peristiwa
Tragedi Kemanusiaan 1965. Beberapa dari mereka membuat film dokumenter dan buku
yang menyediakan sisi lain dari wacana sejarah yang telah ada. Media dan bahan diskusi
baru yang bermunculan ini ‘menantang’ untuk sekolah dan guru sejarah agar lebih terbuka
akan penerjemahan sejarah dari sisi lain. Namun, wacana tentang sejarah alternatif tidak
selamanya mempunyai dampak, beberapa dari guru sejarah masih memakai buku sejarah
yang sama ketika di jaman rezim Orde Baru, karena tampaknya mereka masih ‘dihantui’
oleh rasa ketakutan pada rezim sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
tanggapan dari guru sejarah terhadap wacana sejarah alternatif dengan topik Tragedi
Kemanusiaan 1965, dengan memakai metode pemutaran film dokumenter sejarah yang
mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan versi dari rezim Orde Baru. Studi ini juga
untuk melihat sampai sejauh mana guru sejarah mau untuk mempertimbangkan memakai
narasi sejarah alternatif dalam metode pengajaran mereka. Penelitian ini juga membantu
perkembangan dari kurikulum sejarah menuju pendidikan yang manusiawi dan demokratis.
Membantu untuk mengembangkan bentuk metode pendidikan yang baru dengan
menggunakan audio visual sebagai media dalam pembelajaran sejarah. Harapan dari
penelitian ini juga membantu membuka perspektif baru untuk guru dan sekolah dalam
memahami wacana Tragedi Kemanusiaan 1965, dan selanjutnya akan memberi harapan
bagi para murid untuk lebih kritis dalam memahami sejarah dari Indonesia.
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
Before the 1998 reformation, people accepted the 1965 Tragedy discourse according to the
New Order regime’s version. Accordingly, history teachers in Indonesia had to use the
conventional perspective in history books that were controlled by the regime. In addition,
students had to watch Pengkhianatan G30S/PKI (The Betrayal of The 30th September
Movement/Indonesian Communist Party), a historical movie of the 1965 Tragedy
constructed by the regime which simply emphasizes the representation that communism is
evil every year.The fall of the regime in 1998 triggered people’s motivation to explore
further for the truth beyond the 1965 Tragedy, aside from the conventional version. Many
critical groups create documentary movies and books in order to provide an alternative
discourse in history. Those new resources challenge schools and history teachers to become
more open to any interpretations. However, the public discourse on alternative history has
not always had an impact. Many teachers still use the same books as they used in New
Order regime instead of giving the alternative version to their students, because they seems
to be haunted by the trauma. By screening the documentary movie to history teachers, this
research aims to analyze their responses about the documentary movie of 1965 Tragedy, the
movie that is seen from the opposite perspective of the New Order regime version.
Moreover, this study looks at to what extent high school history teachers are willing to
consider of using alternative historical narratives in their way of teaching. This research
also benefits in assisting the development of history curriculum into a more
humane and democratic one. It contributes to develop a new form of teaching by using
audio visual media in learning history. It in turn opens new perspectives to teachers and
schools in understanding the discourse of 1965 Tragedy and later encourages students to be
more critical to comprehend Indonesian history.
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................. ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................................ iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH......................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................................... vi
ABSTRAK....................................................................................................................... vii
ABSTRACT...................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix
1. Latar Belakang...................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah................................................................................................. 17
3. Tujuan Penelitian.................................................................................................. 18
4. Manfaat Penelitian................................................................................................ 18
5. Tinjauan Pustaka................................................................................................... 19
6. Landasan Teori ..................................................................................................... 21
6.1 Pendidikan Kritis ............................................................................................ 22
6.2 Kekuasaan dalam Pendidikan......................................................................... 25
6.3 Pengajaran Sejarah Kritis di Sekolah Menengah Atas ................................... 32
7. Metode Penelitian ................................................................................................. 37
8. Sumber Data ......................................................................................................... 38
9. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 39
10. Sistematika Penulisan ........................................................................................... 40
3.1 Tragedi Kemanusiaan 1965 dalam Buku Pelajaran Sejarah Orde Baru............... 70
3.2 Perubahan Teks Tragedi Kemanusiaan 1965 setelah Orde Baru ......................... 81
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
LAMPIRAN
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
mendalam mengenai peristiwa masa lalu dan relevansinya dengan masa kini.
banyak diminati oleh para murid masa kini karena mereka dituntut oleh guru dan
bersejarah itu. Murid juga hanya diberi sumber tertulis yang berpatokan dari satu
sumber dan tidak diarahkan untuk membaca sumber alternatif lainnya. Salah satu
kritik mengenai cara pengajaran sejarah diungkapkan oleh Niels Mulder yang
dan diceritakan tanpa teori atau koherensi yang berasal dari proses perhubungan
1
Mulder, Niels. 2000. Individu, Masyarakat, dan Sejarah:Kajian Kritis Buku-Buku Sekolah di
Indonesia (Bagian 2). Yogyakarta: Kanisius, hal. 59.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
materi sejarah, yang kemudian diperkeruh oleh pemeliharaan dominasi Orde Baru
Orde Baru dalam mengontrol setiap ruang publik, tetapi juga lewat perekayasaan
pendidikan tidak hanya melalui buku teks, tetapi dominasi juga berlangsung
melalui mediumlain seperti audio visual. Sebagai contoh, di sekolah para siswa
diharuskan menonton film Pengkhianatan G30S/PKI setiap tahun. Narasi film ini
berhubungan dengan komunisme adalah hal yang jahat. Dengan pemutaran film
2
Widja, I. G. 2002. Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Lappera Pustaka
Utama, hal. vi.
3
Secara etimologis, kata hegemoni berasal dari bahasa Yunani :egemonia/egemon, yang berarti
pemimpin atau penguasa dalam konotasi yang lazimnya berhubungan dengan konteks
kenegaraan. Antonio Gramsci menjadi pelopor penggunaan istilah hegemoni hingga
melahirkan kajian yang beragam. Di tangan Gramsci, kata hegemoni tidak hanya berarti satu
dominasi politik dalam relasi antar negara, tetapi juga merupakan dominasi politik dari suatu
kelas yang berkuasa terhadap kelas yang lemah dalam relasi sosial. Terlebih, hegemoni juga
bisa berarti dominasi yang lebih umum sdi bidang-bidang lainnya, seperti kebudayaan,
ideologi, pendidikan, gender dan sebagainya (Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim. 1996.
Bahasa dan Kekuasaan. Bandung: Mizan Pustaka, hal. 28)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
yang terlahir pada masa itu mendapatkan sosok komunis secara jelas hanya
September pada masa Orde Baru. Para pengamat film mengkategorikan film
diulang dalam buku pelajaran. Misalnya dalam buku Pelajaran Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB) untuk Sekolah Dasar yang memasukan teks peristiwa di Lubang
kekuasaan dari masyarakat dan negara. Seperti yang diungkapkan oleh Budi
4
Film doku-drama adalah perpaduan film dokumenter dengan film drama. Film doku-drama
merupakan film yang menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai
macam tujuan, yaitu untuk propaganda, untuk pendidikan, atau komersil.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
Irawanto dalam artikelnya yang berjudul Rezim Visual Nan Militeristik5, kekuatan
pada yang visual rupanya dipercaya oleh kalangan militer sebagai sumber untuk
hasil Seminar ABRI 1997, dengan jelas menyatakan:“Di dalam masyarakat yang
visual sebagai sumber untuk menyusun sejarah. Artinya, peserta didik menjadi
sebagai objek-objek dan alat dari suatu rejim yang mempunyai kekuasaan saat itu.
5
Budi Irawanto mengulas buku Katharine E. McGregor, Ketika Sejarah Berseragam:
Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia.
(www.budiirawanto.multiply.com), 5 Oktober 2008.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
doxa yang mengatur tingkah laku anggotanya6. Dalam hal ini pendidikan
berfungsi sebagai doxa yang mengatur para anggotanya (baik guru maupun
murid) terhadap patuhnya wacana 65 yang satu versi, yaitu versi Orde Baru.
berjudul “Mengapa Saya Benci Kata PKI” mengatakan dirinya adalah korban
kekejaman Orde Baru melalui pendidikan. Albert membenci PKI karena sewaktu
pelajaran sejarah dulu diceritakan bahwa PKI adalah musuh yang berusaha
militer yang semua itu diprakarsai oleh PKI. Namun, seiring dengan
mempunyai ruang gerak bebas di dalam sejarah dan mereka harusnya mampu
menentukan posisi dimana harus berada, disini sosok mereka menjadi bias karena
penguasaan sejarah yang sepihak. Tidak semua sekolah bisa bersikap demokratis
6
Pierre Bourdieu. 1990. Habitus and Pratices. California: Standford University Press, hal. 54.
7
Albert Satria Purnama. “Mengapa Saya benci Kata PKI?” (dalam buku Demi Masa Depan,
Kumpulan Esai Anak Muda Indonesia tentang Tragedi Kemanusiaan 1965-1969. 2011).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6
untuk membahas kembali wacana 65 karena mereka hanya mengacu pada satu
buku tertentu yang tidak berbeda dengan buku terbitan masa Orde Baru. Disini
sejarah dengan topik wacana 65. Guru menjadi pemantik bagi siswa agar siswa
Guru juga semestinya mendampingi siswa untuk lebih melihat sejarah melalui
kacamata humanis dan memberi ruang seluas mungkin terhadap wacana alternatif,
hambatan, yaitu tuntutan pendidikan yang mengarah pada ujian akhir sehingga
semua daya diarahkan ke topik yang dicakup dalam ujian akhir. Pola ini tidak
sebagai siswa yang aktif mencari informasi, bukannya menerima informasi saja.9
yang sulit saat mereka mengajar hal-hal yang bukan diyakininya karena mereka
tunduk pada mekanisme pengawasan dari institusi. Dalam situasi ini batas-batas
8
Paulo Freire dalam dialog dengan Ira Shor, Menjadi Guru yang Merdeka. 2001. Yogyakarta:
LKIS, hal. 50).
9
Basuki Sulistyo. “Bibliografi Pengajaran Sejarah”. Tulisan ini dimuat di buku Kumpulan
Makalah Simposium Pengajaran Sejarah. 1995. Jakarta: CV Dwi Karya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
Wacana publik tentang penulisan ulang sejarah dimulai pada tahun 1998,
sudah lebih dari tiga belas tahun yang lalu. Bagaimana dampaknya sekarang?
Apakah sejarah resmi Indonesia di sekolah bebas dari penyimpangan Orde Baru?
Sejak tahun 1998 pula Departemen Penerangan memutuskan tidak lagi memutar
pengajaran sejarah di Indonesia.10 Oleh karena itu, penelitian ini didasari oleh
Kemanusiaan 1965 dari masa Orde Baru sampai pasca Orde Baru. Penulis
menemukan ada versi yang berbeda dari beberapa buku sejarah yang digunakan
oleh guru sejarah dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Contohnya dalam
penulisan kata ‘PKI’ di belakang G30S. Perdebatan ini mencuat saat beberapa
kelompok masyarakat mencoba menghapus kata PKI. Namun, pada tahun 2009
melarang buku-buku sejarah yang tidak mencantumkan kata PKI. Pada tahun
10
Asvi Warman Adam. 1999. Pengendalian Sejarah Sejak Orde Baru dalam Buku Panggung
Sejarah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 573.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
kisah-kisah besar secara sekilas saja, khususnya kisah yang berhubungan dengan
pelanggengan kekuasaan. Contohnya dalam buku diktat sejarah dari SMA Stella
Duce 2, pembahasan mengenai wacana 65 hanya satu lembar dan tidak ada
Langenberg (1996)11 dalam buku Bahasa dan Kekuasaan, Orde Baru bertujuan
menyikut Orde Lama sebagai periode penuh chaos, kekacauan dan kekerasan
Jelaslah, ini berarti, Orde Baru telah mengangkangi kenangan sejarah penuh
pembunuhan itu sebagai alat untuk memapankan legitimasinya. Pembunuhan itu
sendiri tak dipertimbangkan dalam sejarah resmi versi Orde Baru. Pembenaran atas
hal ini memang tak semata-mata sebagai tindakan balasan Orde Baru terhadap
Orde Lama. Ketika “tindakan balasan” ini didengungkan, maknanya diarahkan
sebagai aksi spontan rakyat terhadap gerakan komunis.
11
Tulisan ini dimuat dalam kumpulan esai berjudul Bahasa dan Kekuasaan (Politik Wacana di
Panggung Orde Baru). 1996. Bandung: Mizan Pustaka.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
zaman reformasi membuat banyak pihak diluar institusi formal semakin penasaran
untuk meneliti lebih lanjut ada apa dibalik peristiwa 65 dengan dalih ingin
memberikan alternatif wacana sejarah yang berbeda dengan versi mainstream. Hal
Harapannya adalah penyajian kurikulum sejarah akan dijadikan bebas, dalam arti
sejarah tidak menjadi kepentingan sepihak lagi. Namun, wacana publik tentang
wacana 65 yang tidak sesuai dengan versi Orde Baru. Penghapusan wacana 65
menghapus wacana tersebut karena dirasa terlalu sensitif. Seperti yang dikatakan
reformasi (2004):
Sebelum gerakan Reformasi genap berumur 10 tahun, tepatnya pada awal tahun
2007, tindakan model Orde Baru dalam hal pelarangan buku itu telah
menyeruak kembali ke tengah masyarakat. Pada tanggal 5 Maret tahun itu salah
satu instansi pemerintah pusat mengeluarkan Surat Keputusan dengan nomor
19/A/JA/03/2007 berisi larangan terhadap 13 judul buku pelajaran sejarah,
termasuk buku pelajaran untuk Kelas 1 dan Kelas 3 tingkat SLTP.
mengambil posisi. Klaim sejarah tidak akan berjalan secara regenerasi saat tidak
ada yang memediasi. Disinilah peran guru menjadi penting saat mengambil sikap
2011, banyak guru sekolah menengah yang mengaku mengalami hambatan dalam
untuk mengakses dari luar sekolah, dan hal tersebut mengakibatkan tidak adanya
variasi versi sejarah dan medium mengajar. Siswa tidak mempunyai minat dalam
belajar sejarah karena cenderung bosan untuk menghafal. Di sini guru sejarah
korban, maupun pelaku, dan belakangan ini semakin banyak digunakan untuk
mulai banyak diproduksi seiring dengan runtuhnya Orde Baru. Narasi sejarah
melalui film dokumenter bersifat multi dimensional dan multi naratif. Penulisan
korban dan sering disebut narasi sejarah lisan. Oleh karena itu, apa yang disebut
sebagai sejarah lisan adalah narasi pengalaman mereka yang dulu menjadi korban,
pelaku, saksi mata atau orang yang dekat dengan suatu peristiwa agar mau
12
Film dokumenter biasa disebut film non-fiksi karena tidak direkayasa, perekayasaan dalam hal
ini adalah film tersebut dibuat sesuai dengan kejadian nyata dan ceritanya terjadi dalam
kehidupan sebenarnya. (Kolker, 2002. Hal. 162) Narasi besar film dokumenter adalah
kebenaran, dan dibuat melalui observasi. Dalam kasus Tragedi Kemanusiaan ’65 film
dokumenter banyak dibuat melalui metode talking heads, atau wawancara dengan korban
hidup atau saksi hidup karena kejadiannya bukan berlangsung sekarang. Film dokumenter
tentang Tragedi Kemanusiaan ’65 kebanyakan diproduksi oleh organisasi-organisasi non-
pemerintahan dengan tujuan memberi alternatif lain terhadap film Pengkhianatan G30S/PKI.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
oleh Robert Lemelson dan bercerita mengenai Tragedi Kemanusiaan 1965 di Jawa
dan Bali. Film ini berisi kesaksian para keluarga korban, baik yang menyaksikan
langsung ataupun yang mengalami trauma dan dampak sosial dari peristiwa itu.
Tujuan dasar dari pembuatan film dokumenter ini adalah keadilan yang berasal
itulah filsuf Hannah Arendt mensyaratkan pengakuan bebas dari semua yang
Dalam film 40 Years of Silence narasi yang dipaparkan para saksi sejarah
karena film ini mampu menghadirkan testimonial dari berbagai korban peristiwa
tahun 1965, atau dengan kata lain memberi sudut pandang yang berbeda dengan
dalam sebuah retorika (baca: kata) yang mampu mengubah sejarah, bahkan
13
Hannah Arendt. 1959. The Human Condition. New York.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
bagian hidup kita menjadi penting saat orang lain berusaha merekonstruksikan
ingatan tersebut dengan peristiwa yang sama tapi berbeda versi. Bisa saja ada
versi teks atau media rekam serupa. Namun, versi sejarah yang dilihat dari sisi
berlawanan sangat jarang dilakukan oleh sejarawan. Padahal jika kita berbicara
sejarah secara tak langsung kita juga berbicara tentang ingatan. Ingatan yang
publik. Dalam konteks tragedi kemanusiaan 65, rezim Orde Baru berusaha
menekan peristiwa tersebut dengan menghadirkan cerita satu versi, yaitu semua
Pengalaman personal dari saksi hidup dan korban seakan dibungkam. Disinilah
titik penting dari esensi dokumentasi supaya cerita itu akan terus ada dan tidak
terulang.
14
Conspirasy of Silence berarti budaya diam, dimana kebenaran hanya milik penguasa dan
masyarakat harus mengakui kebenaran dalam satu versi tersebut.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
menggunakan metode sejarah lisan yang umumnya lebih berpihak kepada para
korban atau pihak-pihak yang selama ini dibungkam suaranya. Metode sejarah
Di dalam bentuk komunikasi itu para saksi sejarah membagi informasi seputar
itu perlu untuk dilakukan? Menurut Baskara T. Wardaya ada tiga tujuan penting
dari sejarah lisan15. Pertama, narasi sejarah Indonesia cenderung didominasi oleh
narasi kekuasaan, sejarah lebih banyak ditulis atau dituturkan dengan maksud
dasar untuk melayani mereka yang berkuasa. Dari situ terjadilah mono-naratif
yang kental dengan kepentingan kekuasaan. Maka tidak (boleh) ada narasi
15
Baskara. T Wardaya. 2010. Tentang Perlunya Penulisan Sejarah Alternatif. Yogyakarta.
Disampaikan dalam acara Kursus Sejarah Kritis, diselenggarakan oleh Citralekha bekerjasama
dengan Multiculture Campus Realino, Yogyakarta, 29 Oktober 2010.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
menanggapi situasi ini narasi yang berasal dari masyarakat perlu diberi tempat,
masyarakat yang multi-naratif itu kita perlu mendengarkan tuturan para warga
masyarakat yang merupakan pelaku dan saksi sejarah. Kini diakui penulisan
tertulis, melainkan juga sumber-sumber lisan. Oleh karena itu, kita perlu
membuka ruang bagi mereka yang dulu menjadi pelaku, saksi mata, atau orang
yang dekat dengan suatu peristiwa sejarah agar menuturkan pengalaman mereka.
sejarah tertulis yang sudah ada, namun dengan menampilkan bukti-bukti baru
secara personal beserta sejumlah asumsi dan pengalaman yang sebelumnya tidak
diketahui publik, sejarah lisan menjadi titik tolak supaya penulisan dan penelitian
sejarah menjadi lebih demokratis. Sejarah selalu difokuskan pada peristiwa masa
saksi-saksi sejarah pada peristiwa yang bersangkutan dengan generasi yang lebih
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
jauh dibawahnya. Film dokumenter akan lebih mudah dicerna dan dipahami
sejarah versi resmi yang ada pada masa Orde Baru. Menempatkan film
untuk memulai wawancara dengan para guru sejarah. Film dokumenter digunakan
wacana 65 oleh guru sejarah, sehingga mereka bisa membandingkan versi resmi
Orde Baru dengan versi alternatif. Salah satu titik persinggungan antara film
naungan institusi. Namun, disisi lain harus bersikap demokratis terhadap bentuk
wacana resmi akan menjadi hipotesa dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini
penulis berusaha mencari jawaban atas peran guru terhadap berbagai versi sejarah
2. Rumusan Masalah
Kemanusiaan 65?
dokumenter?
3. Tujuan Penelitian
Kemanusiaan 65 dari masa Orde Baru sampai paska Orde Baru di sekolah-
3. Mengetahui respon para guru sejarah dan opininya terhadap bentuk reproduksi
4. Manfaat Penelitian
dan demokratis.
3. Membuka cara pandang baru bagi para guru sejarah untuk membuka wacana
5. Tinjauan Pustaka
Hingga saat penelitian ini ditulis, penulis belum secara pasti menemukan
menarik untuk dijadikan model utama penulisan, yaitu hasil laporan studi
sejarah yang ada dalam wacana resmi. Studi ini membahas perubahan yang terjadi
dalam pendidikan sejarah sejak awal reformasi. Hasil temuannya adalah banyak
sekali perbedaan di antara buku pelajaran pada masa Orde Baru dan pasca Orde
istilah G30S/PKI sudah berubah menjadi G30S saja dan “Penumpasan G30S”
bagaimana peran guru sebagai agency dan bagaimana sikap sekolah sebagai
65. Penulis juga menemukan penelitian ini hanya sebatas memaparkan laporan
data empiris yang ditemukan di lapangan tanpa menganalisa secara dalam dengan
Tinjauan Pustaka yang kedua adalah buku karya Budi Irawanto yang
berjudul Film, Ideologi, dan Militer. Dalam penelitian yang akhirnya diterbitkan
dalam bentuk buku ini, Budi Irawanto menggarisbawahi tema besar kekuasaan
kekuasaan militer begitu besar dan peran mereka dibentuk oleh audio visual
sebagai sosok yang heroik dan membela Negara. Melalui pengamatan tiga film
yaitu Enam Jam di Jogja, Janur Kuning, dan Serangan Fajar, Budi Irawanto
mencoba melihat relasi antara sipil dan militer selama perang berlangsung. Ketiga
film itu mempunyai kesamaan, yaitu berlatar belakang Serangan Umum Satu
Maret 1949.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
yang terimplikasi dibalik bahasa visual yang ada di dalam film dan di dalam
sosok militer. Hal ini membuktikan bahwa film sebagai bahasa komunikasi tidak
masyarakat bahwa militer mempunyai peran yang cukup besar bagi negara dan
dampak yang nyata dari menonton film itu terhadap masyarakat, khususnya di
menganalisa sebatas teks yang ada di balik narasi audio visual dengan tidak
6. Landasan Teori
teori pendidikan kritis. Teori pendidikan kritis dipakai untuk melihat bentuk-
hegemoni tandingan dari dominasi rejim. Teori utama ini dilengkapi dengan dua
teori lain, yaitu hegemoni oleh Gramsci untuk melihat bagaimana kekuasaan
negara dan institusi dilanggengkan dalam pendidikan melalui buku teks sejarah.
Teori kekuasaan oleh Michel Foucault juga melengkapi teori utama untuk melihat
kekuasaan.
ini dimulai dari tidak efektifnya waktu belajar dan metode pengajaran yang
besar di dalam perkembangan pengajaran sejarah pada anak. Proses ajar yang
terjadi antara guru dan murid akan memberikan pengaruh yang besar terhadap
pengetahuan murid mengenai peristiwa panjang bangsa. Tidak hanya itu, proses
kesadaran anak sebagai bagian dari entitas bangsa ini. Namun, kenyataannya yang
terjadi adalah masih banyak persoalan yang muncul dikarenakan figur sekolah
saat ini lebih bersifat metode pengajaran satu arah, baik terhadap guru yang
Seperti yang diungkapkan dalam Discipline and Punish, model Foucault tentang
ditentukan oleh sekelompok minoritas yang berkuasa ini dan mengatur struktur-
16
Michel Foucault. 1977. Discipline and Punish: The Birth of The Prison. London: Penguin
Books.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
secara normatif tepat waktu untuk mentransfer ilmu sesuai dengan kurikulum
yang berlaku. Padahal tanpa dia sadari banyak sekali materi yang diikuti hanya
menjadi kepentingan dan komoditi satu pihak tertentu, maka secara tak langsung
bagi peserta didik untuk belajar dan menentukan pilihan. Dalam hal ini guru atau
pengajar harus konsisten bahwa jika dia mengajarkan tentang demokrasi dan
keadilan maka pada saat yang sama pun dia tidak boleh melakukan hubungan
yang otoriter di kelas. Namun, hubungan otoriter ternyata tidak berhenti hanya
dalam relasi antara guru dan murid dalam ruang kelas, guru pun merasa
terotorisasi oleh institusi tempat mereka bekerja, dan institusi terotorisasi oleh
kebijakan negara. Dari ketiga subjek tersebut terdapat hubungan kekuasaan antara
dalam penelitian ini. Pertanyaan yang cukup kompleks untuk didiskusikan adalah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
antara guru sejarah dengan negara dan institusi yang berkaitan dengan wacana 65
pada generasi berikutnya. Wacana sejarah dibuat dalam satu versi, yaitu versi
Orde Baru yang mengakar melalui pendidikan, dan guru sebagai penghubung
antara institusi dan murid menjadi figur penting dalam menentukan sikap.
Sesungguhnya ada rantai besar yang membelit dalam wacana 65, yaitu
lewat media massa dan teks. Institusi yang berdiri dibawah negara kemudian
menetapkan kurikulum yang telah diatur oleh negara. Akhirnya, rantai yang tidak
dialogis juga membuat guru tertekan dan mau tidak mau harus melaksanakan
yang bersumber dari buku teks. Jika menengok dari gagasan Gramsci yang
hegemoni tandingan.17
akhirnya menjadikan kajian budaya yang relevan bagi mereka yang ingin
17
Hegemoni tandingan (counter hegemony) adalah suatu bentuk perlawanan terhadap kekuasaan
kelompok elit atau negara. Hegemoni tandingan ada karena kesadaran individu untuk
menciptakan kebebasan dalam berideologi, berpikir dan bertindak.
18
Chris Barker. 2000. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bentang.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27
(1976:235) adalah:
rejim yang dominan, yang membuat pelanggengan kekuasaan terus terjadi. Dalam
kebenaran dan sistem kekuasaan yang menentukan sejarah itu sendiri. Hegemoni
19
Intelektual tradisional adalah mereka yang menempati berbagai posisi ilmiah dalam
masyarakat. Sebaliknya, intelektual organik yang disebut oleh Gramsci adalah bagian dari
perjuangan kelas yang terlibat dalam pemikiran pengorganisasian berbagai elemen kelas
kontrahegemoni. Pozzoloni, 2006. Pijar-pijar Pemikiran Gramsci. Yogyakarta: Resist Book.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
kekuasaan. Bahkan sejak masa Perang Dunia II, ketika muncul negara-negara
baru akibat hilangnya kolonialisme, orang mulai melihat betapa besar kekuasaan
pendidikan untuk mengubah kebudayaan suatu bangsa. Pada saat rejim Orde Baru
Hegemoni tersebut masuk melalui media populer dan sekolah yang secara tidak
hidden curriculum.
20
Tilaar, H. A. R. 2003. Kekuasaan dan Pendidikan: Suatu Tinjauan dan Perspektif Studi
Kultural. Magelang: Indonesia Tera, hal. 92.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
aspek-aspek kurikulum yang sudah diatur sedemikian rupa sesuai dengan proses
domestifikasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka apa yang terjadi dalam
proses indoktrinasi, yaitu proses untuk mengekalkan struktur kekuasaan yang ada.
baru, yaitu kekuasaan yang memihak kepada kepentingan rakyat banyak.22 Dalam
versi alternatif di luar versi resmi Orde Baru. Tidak hanya berhenti disitu saja,
21
22
Ibid. hlm: 93
Ibid. hlm: 96.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30
versi sejarah alternatif juga bisa diakses oleh semua pihak terutama pelaku dan
subjek pendidikan.
sosial. Solusi ini sangat dibutuhkan dalam pendidikan demokrasi. Integrasi sosial
atas.23 Integrasi sosial juga mengacu pada masalah-masalah setempat dimana para
peserta didik merasa dekat dengan peristiwa yang dipelajarinya. Wacana Tragedi
Kemanusiaan 1965 menjadi sangat disintegrasi jika yang dipelajari hanya sekadar
membaca dari buku teks pelajaran sekolah. Sebaliknya, wacana sejarah yang
cukup sensitif tersebut harus dipelajari dengan menggunakan media yang cukup
dekat dengan generasi muda, atau bisa juga dengan bertemu langsung dengan
pelaku dan korban sejarah sehingga apa yang mereka pelajari merupakan kapital
wacana sejarah yang telah dilanggengkan oleh rejim Orde Baru. Dalam buku
23
Ibid. hlm: 99
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
melahirkan kekuasaan oleh rejim Orde Baru. Hubungan kekuasaan disini bukan
hanya satu arah atau pendominasian satu pihak, melainkan menunjukkan posisi
disiplin dan panoptisme. Artinya, ada bentuk pengawasan terhadap guru untuk
memperoleh ketaatan dan keteraturan. Guru sejarah pada masa Orde Baru sangat
taat kepada institusi dan pengetahuan sejarah, mereka tidak mengajar versi sejarah
di luar versi resmi karena ada pengawasan dari institusi dan negara untuk yang
sifatnya “mendukung” jalannya rejim. Kekuasaan antara guru dan sejarah pada
dominasi negara.
24
Haryatmoko. Kekuasaan Melahirkan Anti-Kekuasaan. Majalah Basis Nomor 01-02, Tahun ke
51, Januari-Februari 2002.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
anak. Mulai dari singkatnya waktu ajar sampai metode pengajaran yang
cenderung non partisipatif. Hal ini menyebabkan ketumpulan nalar kritis anak di
kini. Peranan sekolah sebagai agent of knowledge memiliki andil yang cukup
besar di dalam perkembangan pengajaran sejarah pada anak. Proses ajar yang
terjadi diantara guru dan murid akan memberikan pengaruh yang besar terhadap
proses ajar tersebut mestinya juga menjadi medium dialog untuk mengembangkan
kesadaran anak sebagai bagian dari entitas bangsa ini. Namun, kenyataan yang
terjadi adalah masih banyaknya persoalan yang muncul dikarenakan figur sekolah
pengajar agar tepat waktu untuk mentransfer ilmu sesuai dengan kurikulum yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33
berlaku. Ia dipacu dengan segala tekanan agar tidak keluar dari koridor yang telah
disepakati, baik dari Dinas Pendidikan serta pihak penyelenggara sekolah. Maka
tak jarang, beberapa kasus di lapangan menunjukkan bahwa guru menjadi “tak
berdaya” ketika durasi yang diberikan sangat singkat untuk mengajarkan bab
menghafal nama, tempat dan tahun dari sebuah peristiwa tanpa tahu semangat
serta nilai apa yang sebenarnya terkandung dalam peristiwa tersebut. Anak masih
diposisikan sebagai murid (objek) dari pengajaran sejarah yang baku. Memang
diperlukan usaha yang kreatif untuk meretas problematika pengajaran sejarah ini.
“Di negeri yang tanpa sejarah, masa depan dikuasai oleh mereka yang
menguasai isi ingatan, yang merusmuskan konsep, dan menafsirkan masa lalu”25 .
Hal yang dikatakan Sturmer ini terjadi dalam proses pengajaran sejarah. Dalam
25
Michael Sturmer. Dikutip oleh Y.R. Subakti. 2001. Problematika Pengajaran Sejarah.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34
sejarah di sekolah bukan hanya sekadar bahan cerita yang didialogkan antara guru
dan murid, tetapi bertujuan untuk membimbing murid agar memahami dan
mengerti situasi masa lampau yang digunakan sebagai pembelajaran masa depan.
materi pelajaran, metode, media, dan instrumen yang mendukung. Namun, pada
harus dilakukan oleh murid dan target guru adalah agar materi cepat selesai tepat
waktu. Pelajaran sejarah tidak lagi menekankan aspek afektif dan konatif,
sehingga peserta didik menjadi bosan tak menjadi kritis terhadap materi yang
dipelajari. Pengajaran sejarah tidak bisa berada dalam posisi stagnan. Pengajaran
diarahkan kepada komunikasi antara pelaku sejarah dan peserta didik diharapkan
akan membantu peserta didik lebih memahami yang terjadi di masa lalu daripada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
sejarah lisan dan dipertontonkan kepada siswa. Sejarah lisan bisa menjadi
tengah masyarakat.
Dalam penelitian ini bisa dilihat bagaimana alur wacana sejarah berjalan
melalui hegemoni negara secara mono-naratif, dan di satu sisi ada perlawanan
Gambar 1: Bagan yang menjelaskan alur praktek kekuasaan dalam pendidikan untuk wacana
Tragedi Kemanusiaan 1965.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
kekuasaan dan politik, ketiganya terkait satu sama lain. Pada dasarnya, semua
kualitas politis.
resmi dari pemerintahan (Orde Baru) dan versi alternatif dari berkembangnya
hasil penelitian pasca Orde Baru. Versi resmi dari pemerintah mempunyai sifat
yang mono-naratif karena apa yang mereka katakan mengenai peristiwa tersebut
tidak bisa dibantah kebenarannya dan semua lapisan masyarakat didoktrin oleh
satu versi saja. Tetapi pasca Orde Baru, guru (seharusnya) mempunyai kebebasan
7. Metode Penelitian
analisa tekstual terhadap materi pendidikan sejarah sekolah menengah atas yang
mengajar di kelas sejak masa Orde Baru sampai dengan pasca Orde Baru. Kedua,
budaya. Subjek penelitian ini terdiri guru-guru sejarah dari beberapa sekolah
menengah atas, yaitu SMA Negeri, SMA swasta berbasis agama dan SMA
nasional tidak berbasis agama. Alasan penulis untuk mengambil data dari sekolah-
bahwa yang diteliti tidak hanya sekolah swasta atau negeri saja, tetapi keduanya.
Ada empat cara pengumpulan data yang ditempuh dalam penelitian ini. Pertama,
selama Orde Baru dan pasca Orde Baru. Ketiga, penyajian film dokumenter 40
Years of Silence yang kemudian ditonton oleh guru sejarah dari sekolah-sekolah
yang telah ditunjuk sebagai data dan mewawancarai guru sejarah setelah
wacana sejarah alternatif. Keempat, masih sejajar dengan metode ketiga yaitu
8. Sumber Data
Ada dua macam sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini,
sumber data primer adalah analisa buku teks untuk mengetahui perkembangan
Reformasi 98. kemudian data sekundernya adalah hasil wawancara dengan guru-
guru sejarah tersebut untuk mengetahui respon mereka terhadap perubahan teks-
teks sejarah sejak Orde Baru sampai Paska Orde Baru di buku pelajaran sejarah.
Sumber data sekundernya adalah hasil wawancara dengan para guru sejarah untuk
mengetahui respon mereka terkait dengan sumber data primer berikut respon
Untuk teknik pengumpulan data dari para guru sejarah, dipakai dua jenis
metode: analisa buku teks sejarah dari sebelum Reformasi 98 dan sesudahnya.
Buku-buku yang didapat antara lain adalah buku yang telah disusun oleh
Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah Yogyakarta pada tahun 1996, buku
Sejarah untuk SMA Kelas XII penerbit Erlangga tahun 2006, buku Sejarah untuk
SMA Kelas XII penerbit Yudhistira, dan Diktat Jurnal Pelajaran Sejarah Kelas
XII yang disusun oleh salah satu guru dari sekolah Katolik. Beberapa wawancara
dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah menonton film untuk memperoleh
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40
umum dan versi alternatif dan bagaimana respon mereka terhadap polemik
alternatif yang beredar akan mempengaruhi cara mengajar mereka pada peserta
Secara keseluruhan hasil penelitian ini terdiri atas enam bab. Bab pertama
dan sistematika penulisan. Pada bab kedua dibahas mengenai wacana kekuasaan
penulisan atau penyajian sejarah dari masa Orde Baru sampai pasca Orde Baru.
Bab tiga menganalisa buku-buku teks pelajaran sejarah resmi yang digunakan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41
para guru Sekolah Menengah Atas sebagai medium pengajaran dan mengetahui
ada atau tidaknya perubahan setelah Reformasi 98. Bab empat menganalisa hasil
resmi. Bab lima membahas bagaimana negosiasi guru sejarah dengan institusi
BAB II
ATAU KORBAN
perhatian dari semua elemen bangsa dewasa ini. Catatan sejarah menunjukkan
dibatasi aksesnya untuk mengeksplor lebih dalam lagi mengenai cerita dibalik
peristiwa sejarah di Tanah Air. Persoalan sejarah adalah bagian yang tidak
terpisahkan antar masa, yakni masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Namun, dengan tidak adanya usaha yang serius untuk belajar dari peristiwa
26
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak, hal. 12.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
didominasi satu pihak tertentu dan tidak membiarkan peserta didik untuk berpikir
kritis, maka tidak akan ada proses kesadaran historis. Ada banyak faktor yang
menyebabkan hal ini terjadi, diantaranya adalah pihak pemerintah yang masih saja
tidak adil di dalam membuka wacana sejarah kelam masa lalu terkait kepentingan
peristiwa yang terjadi di masa lalu. Lagi-lagi, inilah usaha pemerintah untuk
menumpulkan daya kritis publik, agar menjadi tidak serius menangani apa yang
terjadi di masa silam. Lebih dalam lagi, persoalan anak sebagai pewaris sekaligus
pelaku sejarah pada masanya, menjadi bagian yang mestinya tidak terpisahkan
dari usaha untuk menciptakan figur yang dapat melepaskan diri dari pewarisan
formal, serta informal seperti keluarga, merupakan pokok bahasan yang penting
kemudian muncul adalah bagaimana kedua agen ini memberikan akses yang
berimbang pada anak untuk belajar mengenai sejarah serta bagaimana nilai yang
diwariskan pada si anak sebagai upaya memposisikan anak sebagai subjek dan
metode yang dipakai, alat dan media, buku yang harus dibaca, dalam kegiatan di
sekolah. Saat kegiatan belajar mengajar akan dilakukan dalam ruang kelas, guru
sejarah harus mempunyai rancangan apakah dia akan menggunakan buku atau
medium lain, lalu buku dan medium seperti apa yang akan digunakan. Guru
sejarah harus membuat bentuk pengajaran yang menarik supaya kegiatan belajar
itu berhasil. Berhasil dalam konteks ini tidak diartikan murid akan mendapat nilai
27
Ibid. hlm: 5
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
yang bagus, tetapi lebih ke pengukuran kualitas yaitu dengan melihat bagaimana
pemahaman mereka terhadap suatu peristiwa sejarah dan mereka mampu berpikir
kritis untuk menganalisa konteks internal dan eksternal yang ada hubungannya
dianggap sebagai pelajaran yang hanya menghafal. Bahkan tidak sedikit murid
yang menganggap tidak penting karena adanya anggapan pelajaran sejarah hanya
bercerita tentang masa lalu. Apalagi dari kebijakan institusi memutuskan untuk
memberi jam pelajaran ini hanya dua kali mata pelajaran (2 x 45 menit) karena
pelajaran ini tidak masuk dalam Ujian Negara (UN). Tidak mengherankan jika
yang lebih bermakna sangat penting. Sebelum mengevaluasi bagaimana para guru
yang efektif. Dalam bab ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai refleksi dari
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
berisi cerita sejarah pengetahuan sejarah, gambaran sejarah yang kesemuanya itu
adalah bersifat koheren antara fakta-fakta yang ada dan bukti-bukti yang tersedia.
pelaku sejarah yang bersangkutan. Hal ini merupakan unsur pokok dalam cara
berpikir historis dan menjadi dasar dari cara menerangkan sejarah atau biasa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
dianggap sebagai suatu lingkaran waktu yang bergerak yaitu masa lampau, masa
kini dan masa mendatang. Generasi yang hidup sekarang mempunyai kedudukan
Sehingga murid-murid yang belajar sejarah pada masa kini mempunyai banyak
fakta sebagai produksi masa lampau pada dasarnya juga tergantung pada masa
kini, artinya sejarah tidak menghadapi realitas itu sendiri, tetapi hanya bekas
dalam fakta berupa pernyataan simbol dari realitas. Sejarawan harus menjelaskan
waktu lampau tidak dapat ditangkap secara keseluruhan karena dipengaruhi masa
kini. Dalam konsep ini Reiner menerangkan pengalaman masa lalu manusia
merupakan bagian penting dalam proses berpikir karena tanpa pengalaman masa
lampau tidak akan dapat disusun ide tentang akibat dari tindakannya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
pengetahuan namun tidak bertahan lama sampai pada tahun 1964, dimana
kurikulum sejarah sangat bernuansa politis yaitu harus berlandaskan Pancasila dan
Manipol (Manifestasi Politik UUD 1945 yang terdiri dari Sosialisme ala
Indonesia). Sebenarnya ide ini dapat diterima dengan akal sehat jika pada
secara resmi diterapkan pada tahun 1968 yang juga bernuansa politis dengan
28
Ibid. hlm:48.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
sudah sangat jelas terbaca akan nuansa politis yang ditanamkan pada peserta didik
Pada masa Orde Baru berjaya sejarah dibelokkan demi kepentingan politik
dan sangat elitis terutama mengenai Tragedi Kemanusiaan 65. Jatuhnya Orde
Baru, persis seperti ketika berdirinya rezim tiga puluh dua tahun sebelumnya,
diselimuti oleh kerahasiaan dan penuh kekerasan. Pada tahun 1965 dilancarkan
aksi militer terhadap pihak yang dituduh akan melakukan kudeta, yang berujung
Pusat Sejarah ABRI sudah beroperasi ketika usaha kudeta terjadi. Di bawah
tujuan untuk segera menerbitkan narasi kudeta versi Angkatan Darat. Hasilnya
kudeta adalah hasil persengkokolan komunis. Buku itu adalah buku yang pertama
kali ditulis mengenai kudeta Tragedi 1965 yang dikeluarkan Indonesia dan
merupakan narasi berulang kali yang dikonsolidasi sepanjang periode rejim Orde
Baru. Pusat Sejarah ABRI menegaskan bahwa buku tersebut berhasil meyakinkan
Pengkhianatan PKI pada tahun 1983 yang berlokasi di Lubang Buaya29. Koleksi
yang dimiliki museum itu adalah replika benda-benda bersejarah dan beberapa
pembuatan diorama untuk museum itu. Diorama memang memberi kesan lebih
perwira angkatan darat merupakan bagian penting dari propaganda awal mengenai
diliput oleh media, seperti yang diberitakan Pangkostrad di RRI dan TVRI, Senin
Hasil otopsi yang dilakukan tim forensik bentukan Soeharto yang terdiri
dari dua orang dokter tentara, masing-masing Brigjen dr. Roebiono Kertopati dan
29
Lubang Buaya adalah tempat dimana para jenazah Angkatan Darat dan perwira tinggi dibunuh
dan ditemukan ke dalam sebuah sumur. Tempat itu kemudian oleh pemerintah Orde Baru
dibangun menjadi sebuah museum, lengkap dengan diorama penyiksaan oleh anggota Partai
Komunis Indonesia.
30
Langeberg. Michael Van. Gestapu and State Power in Indonesia, dalam Robert Cribb, The
Indonesian Killings of 1965-66: Studies from Java and Bali.Clayton: Centre of Southeast
Asian Studies, Monash University, 1990), hal. 48.
31
A. Pambudi. 2011. Antara Fakta dan Rekayasa. Jakarta: PT. Buku Seru, hal. 19.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
Kolonel dr. Frans Patiasina, dan tiga ahli forensik sipil dan Fakultas Kedokteran
UI, Prof. dr. Sutomo Tjokronegoro, dr Liauw Yan Siang, dan dr. Liem Joey Thay
dengan Surat Perintah nomor PRIN-03/10-1965 ternyata berbeda jauh dari yang
diberitakan di media. Dokter Lim Joey Thay, tidak menemukan satupun tanda-
tanda penyiksaan seperti yang diberitakan. Surat forensik ini mulai pelan-pelan
muncul ke publik pasca Reformasi 98 dan jatuhnya Soeharto, apalagi setelah film
Kemanusiaan 1965.
jenderal itu dinarasikan sebagai simbol pembela Pancasila. Dari situ, Orde Baru
masyarakat32.
Jika benar tidak ada penyiksaan, dengan demikian muncul persepsi bahwa
ada peran besar media massa terhadap keberhasilan Soeharto menumpas PKI dan
32
Dedy Kristanto, dalam tesis berjudul (Politik) Ingatan Pekerja Kemanusiaan: Trauma dan
Identitas Pekerja Kemanusiaan Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia dalam Program
Rekonsiliasi-Repatriasi Pasca Jajak Pendapat 1999 di Timor Leste, dalam pemenuhan untuk
Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
lawan-lawan politiknya. Peran media massa disini termasuk media cetak, radio,
sebagai penyelamat bangsa ini. Karena film tersebut sering ditayangkan, hampir
semua yang menontonnya hafal betul dengan adegan-adegan serta dialog kunci
yang muncul dalam film tersebut. Seperti ucapan “Darah itu merah, Jendral!”
tersebut. Tujuan dari produksi film ini tidak lain ialah untuk mengingatkan
kembali rakyat Indonesia akan ‘bahaya laten komunisme’. Eros Jarot berkata
bahwa sang sutradara, Arifin. C. Noer sangat kecewa terhadap hasil film yang
pimpinan negara. Begitulah, kata Eros Djarot merupakan usaha untuk terus
Pernyataan dan sejarah yang dibuat oleh Orde Baru kini perlu dinilai
apakah betul-betul fakta atau fiksi. Pihak militer pula yang berperan penting
betul-betul akurat sesuai dengan kenyataan atau lebih banyak mengandung fitnah.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53
masa Orde Baru. Pada bab pendahuluan telah diungkapkan pendidikan sejarah
mengalami beberapa kali perubahan, tentunya, dengan tujuan yang ingin dicapai
tesis bahwa antara pendidikan dengan politik kekuasaan merupakan dua hal yang
tidak terpisah. Seperti dikutip oleh Ibe Karyanto dalam tulisan M. Surozi bahwa
depan dikuasai oleh mereka yang menguasai isi ingatan, yang merumuskan
konsep dan menafsirkan masa lalu.33 Dalam hal ini pemegang kekuasaan tentu
33
Dikutip oleh Taufik Abdullah, 1996. Masalah Kontemporer Ilmu Sejarah dan Historiografi,
Makalah Kongres Nasional Sejarah, hal. 2.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
Orde Baru telah berjalan puluhan tahun. Jelas butuh waktu untuk “membenahi”
Indonesia memiliki dua kekuatan narasi yaitu narasi formal dan narasi yang
bersifat pinggiran (Henk Schulte Nordholt, 2008 : 24-31). Narasi formal adalah
historiografi resmi yang ditulis oleh negara yang biasanya ditampilkan dalam
ada dalam buku teks pelajaran sejarah menjadi suatu narasi besar atau arus utama
lahir dari hasil penelitian di perguruan tinggi seperti dalam bentuk skripsi, tesis,
perbedaan. Hal ini lah yang kemudian menjadi isu penting dalam historiografi
Orde Baru. Salah satu ciri utama dalam penulisan sejarah Orde Baru yaitu bersifat
yang bersifat tunggal dari negara. Historiografi Indonesia yang ditulis oleh Orde
Baru telah menempatkan bahwa Orde Baru sebagai upaya penyelamatan negara
sebagai proses historis di mana manusia semakin terasing dari satu sama lain.
yang menimpa buruh dalam industri kapitalis, tapi konsep Marx ini juga mengacu
pada perasaan terasing dari masyarakat, kelompok, kultur atau diri manusia
sendiri yang lazim dirasakan oleh orang dalam budaya industrial yang kompleks.
sejarah dan kita menyadari bahwa wacana histori terjebak sebagai praktik ideologi
Pendidikan adalah entitas aktif yang bebas dari konstruksi sosial bahkan bersifat
yang membuat anak didiknya menjadi objek yang pasif. Pendidikan tereleminasi
ujian dengan terpaksa dan dalam alienasi tersebut tentunya kita bisa melihat
kepentingan pihak tertentu yaitu institusi sekolah itu sendiri dan negara. Masalah-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
masalah pendidikan seperti di atas menjadi meluas dan rumit seiring dengan
perkembangan zaman.
pendidikan dan manajamen pendidikan dan pasifnya peran murid itu sendiri
masyarakat-negara.
kapitalisme orang tidak bekerja secara bebas dan universal, melainkan karena
terpaksa atau syarat untuk hidup. Ada dua macam alienasi. Pertama, keterasingan
dari dirinya sendiri. Bentuk alienasi ini mempunyai tiga segi yaitu teralienasi dari
produknya yang artinya produknya adalah milik pabrik, apalagi apabila ia hanya
mengerjakan bagian kecil dari produk yang sudah jadi. Karena hasil pekerjaan
terasing dari padanya, tindakan pekerjaan itu sendiri pun kehilangan arti bagi si
pekerja. Itulah bentuk kedua dari keterasingan. Pekerjaan yang dilakukan buruh
adalah pekerjaan paksaan, si pekerja akan merasa menjadi dirinya sendiri saat dia
sudah tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena ia tak bekerja menurut hasrat dan
kontekstual. Artinya, seluruh isi pembelajaran selalu berkait dengan situasi dan
problematika kehidupan masa lalu, masa kini dan masa sekarang, juga secara
kita juga harus mencermati siapa yang bermain dalam proses penciptaan alienasi
tersebut. Alienasi sangat dipengaruhi oleh satu pihak yang berkuasa, dalam
pendidikan alienasi bisa dilihat oleh bagaimana murid tidak pernah berperan
menjadi subjek dalam menentukan apa yang menjadi aktualisasi dirinya.35 Dari
34
Franz Magniz-Suseno. 1993. Sejarah Filsafat Sosial Jerman Abad Ke-Sembilan Belas. Jakarta:
Sekolah Tinggi Driyarkara.
35
H.A.R Tilaar. 2005. Kekuasaan dan Pendidikan, hal. 115.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
kita adanya budaya dominan yang ditekankan di suatu persekolahan bahkan dapat
dikatakan adanya pemeliharaan dominasi. Gramsci adalah salah satu tokoh neo-
marxis yang selama hidupnya membangun aliansi buruh dan petani dengan
membangun poros utara yaitu kelas proletarian di kawasan industri maju dan
36
Paradigma pendidikan kritis ini selain menghapus kekuasaan dalam kapitalisme juga
berimplikasi kepada metode dan pendekatan pengajaran. Pendidikan kritis juga tidak hanya
diterapkan sebagai hubungan subjek-objek, namun juga dalam bentuk kurikulum ataupun
metode belajar. Dengan demikian, yang harus dipertajam dari pendidikan kritis ini adalah
bagaimana suatu institusi pendidikan dapat berfungsi sebagai agen utnuk memperoduksi sistem
sosial yang baru (Stanley, 2000)
37
Chris Barker. 2000. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bentang, hal. 147.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61
akhirnya menjadikan kajian budaya menjadi sangat relevan bagi mereka yang
“intelektual tradisional”.
sang “intelektual organik” yang memegang peran kunci dalam penyiapan kaum
konsep Gramsci dalam kajian budaya adalah karena penekanannya pada nilai-nilai
suatu kelas sosial yang dominan selama periode tertentu terhadap suatu kelas
sosial lainnya, bahkan sejumlah kelas sosial lainnya.38 Dominasi wacana sejarah
38
Ibid .
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
pada pelajaran sejarah dalam beberapa tahun terakhir karena terdapat beberapa
versi dan masing-masing mempunyai landasan yang kuat. Menurut Abu Su’ud,
peningkatan daya penalaran, (2) peningkatan daya kritik sosial, (3) peningkatan
kontroversial setelah Reformasi 98, dimana mulai banyak tulisan dan buku yang
isinya memberi alternatif wacana bagi buku pelajaran sejarah di sekolah. Namun
siswanya untuk menghafal tanggal, nama dan tokoh sejarah persis seperti di buku
kecenderungan ini juga disebabkan oleh kurangnya inisiatif dari guru sejarah
39
Pernyataan Abu Su’ud ini dikutip di blog sejarahkritis.wordpress.com oleh tsabitazinarahmad
berjudul Tipe Pembelajaran Sejarah Kontroversial, yang diunggah tanggal 2 April, 2012 jam
12: 49.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63
untuk mengadakan evaluasi pedagogi sejarah kritis. Hal ini tampak dari adanya
menentukan sendiri bahan-bahan yang harus dipelajari, maka peran guru disini
peran untuk mendampingi murid belajar secara mandiri dan sebaliknya mereka
institusi, institusi dengan guru dan guru dengan murid. Murid sudah terbiasa
sejarah juga tidak bisa secara instan menuntut muridnya untuk berpikir kritis,
seolah seperti orang yang akan menulis ulang teks yang dibacanya. Ketika penulis
dengan murid mengenai pelajaran sejarah, bisa diduga bahwa sebagian besar
Dalam kasus lain murid menjadikan guru sebagai role model persis tanpa
menelaah lebih dalam apa yang diajarkannya. Kekuasaan semacam ini tidak
Contohnya, mereka menulis apa yang guru bicarakan di depan kelas karena murid
merasa asing dengan apa yang diajarkan guru sejarah. Hal ini berkaitan dengan
peristiwa sejarah yang tidak dijelaskan secara konseptual oleh guru sejarah.
Akibatnya saat belajar di rumah murid merasa teralienasi dari wacana sejarah
teknik dan bukan melakukan kontak dengan realitas secara kritis. Inilah yang
dipatuhi oleh murid dan bahkan guru sejarahnya. Para guru sejarah dibiasakan dan
terbiasa untuk tidak mengajukan pertanyaan kritis tentang keputusan atasan jika
pengetahuan dan teknik menguasai alfabet. Ira Shor mengatakan gagasan tersebut
sampai saat ini tidak ada pedagogi yang netral dalam belajar sejarah karena
adanya dominasi dari wacana sejarah yang masih bermuatan politik dan memiliki
40
Ira Shor & Paulo Freire. 2001. Menjadi Guru Merdeka. Yogyakarta: LKIS.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66
hubungan sosial dengan masyarakat. Menurut Paulo Freire, dalam suatu proses
dapat menarik jarak atas momen eksistensi kita. Oleh sebab itu, kita dapat belajar
guru sejarah dan murid. Pada saat Orde Baru, mereka terbiasa membaca sejarah
Kemanusiaan 1965 dengan menyertakan lebih dari satu pendapat. Guru sejarah
wacana tersebut dan mengajak murid-murid untuk berpikir kritis dengan melihat
tidak sebatas pada pencatuman tiga huruf di belakangnya saja, namun juga karena
41
Paulo Freire. 2011. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Yogyakarta: Logung Pustaka, hal. 22.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67
BAB III
Setelah Reformasi 98, era baru penulisan sejarah Indonesia yang ditulis
pun dimulai. Saat ini, kritik ditujukan terhadap para akademisi sejarah yang hanya
berkutat pada data di ruang arsip, tidak mencoba keluar untuk memahami benar
pada masalah yang ada dalam penelitian mereka, dan menyebabkan kajian sejarah
hanya akan berada di menara gading. Indah bagi mereka yang menekuni
wacana sejarah Tragedi Kemanusiaan 1965 oleh Orde Baru. Meminjam konsep
habitus Pierre Bourdieu, habitus adalah pembiasaan (pikiran, persepsi, aksi) yang
Namun, orang Indonesia yang tinggal di luar negeri mendapat pengalaman yang
lain, sehingga saat ada perubahan dalam sektor lain, terjadi juga dalam proses
pendidikan maka harus paham politik juga dan kalau dikutak-katik lagi semua
42
Y.B Mangunwijaya yang dikutip oleh Antonius Ferry Timur Indratno dalam tesisnya yang
berjudul Konsep Manusia Pasca-Indonesia dan Pasca-Einstein: Tinjauan Kritis atas
Kurikulum Nasional dan Dominasi Pemerintah (Studi Kasus SD Eksperimental Mangunan),
hal. 84.
43
Michael Grenfell dan David James. 1998. Bourdieu and Education: Acts of Practical Theory.
London: Farmer Press, hal. 162-170.
44
Habitus adalah sistim atau perangkat disposisi yang bertahan lama dan diperoleh melalui
latihan berulang kali (inculcation). Habitus lahir dari kondisi sosial tertentu dan karena itu
menjadi terstruktur dari kondisi sosial yang sudah diproduksi. Bourdieu. Pierre. 1984.
Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste.Terjemahan oleh Richard Nice.
Harvard Universtity Press, hal. 170.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
69
berhubungan dengan apa yang terjadi pada tahun 1965 dan menimbulkan
pendisiplinan.45
Tragedi Kemanusiaan 1965 di buku teks46 pelajaran sekolah dari masa ke masa.
Disini penulis mengambil data dari buku teks pelajaran sejarah sebelum
Reformasi 98 sampai yang terbitan terbaru beserta analisa terhadap polemik atas
teks sejarah. Dalam bab ini penulis menunjukkan bahwa pendidikan sejarah di
Indonesia tidak mengalami perubahan yang cukup drastis dari pemerintahan Orde
Baru dan masih ada wacana hegemoni dalam tema Tragedi Kemanusiaan.
45
Ariel Heryanto. 2001. Teror Negara: Tentang Politik dan Batuk-Batuk Lagi dalam buku
Menuju Demokrasi: Politik Indonesia dalam Perspektif Sejarah. Ed: Baskara. T. Wardaya.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 303)
46
Menurut Prof. Dr. Bintang Petrus Sitepu, M. A., buku teks dalam pelajaran sekolah adalah
semua buku yang dipakai dalam proses belajar mengajar, sebagaimana dikutip oleh Sitepu, B.
P. 2012. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sedangkan buku
teks sejarah adalah sebuah teks historiografi yang disusun oleh guru, sejarawan dan pakar-
pakar pendidikan sejarah yang memadukan kaidah-kaidah keilmuan sejarah dan unsur
pendidikan yang mengacu pada kurikulum yang berlaku.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
3.1. Tragedi Kemanusiaan 1965 dalam Buku Pelajaran Sejarah Orde Baru
setelah Orde Baru. Namun, bagaimana dengan pelajaran sejarah nasional? Itu soal
memerlukan tindakan korektif oleh negara tidak hanya dalam aspek yuridis
namun juga dalam aspek ingatan masyarakat. Oleh sebab itu untuk mengelola
ingatan masyarakat perlu diperbaiki pendidikan sejarah48 dan metode sejarah lisan
Dewasa ini, kedudukan buku teks menjadi semakin sentral dalam proses
dan tuntutan institusi. Terlebih lagi, pada tahun 2005 Departemen Pendidikan
Pelajaran. Pada Pasal 3 ayat 1 tertulis bahwa buku teks pelajaran untuk setiap
mata pelajaran yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah
dipilih dari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh menteri
47
Asvi Warman. 2004. Soeharto: Sisi Gelap Sejarah Indonesia. Ygyakarta: Ombak, hal. 28.
48
Ibid.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71
keterbacaan dan grafika. Ketentuan BNSP ini berlaku untuk teks semua mata
pelajaran, dan khusus untuk buku teks sejarah BNSP tidak mampu mencermati isi
pewarisan dan akademik. Buku teks di satu sisi harus mampu menjadi media
Penulisan sejarah nasional juga harus tidak lepas dari keseimbangan wacana,
yaitu sejarah harus mampu mengungkapkan “sejarah dari dalam” dimana bangsa
hanya bangsawan atau ksatria, tetapi juga dari kaum ulama atau petani serta
geopolitik seperti yang kita hadapi saat ini. Menggarisbawahi poin ke tiga, artinya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72
dari jaman Orde Baru sampai paska Orde Baru. Data tekstual yang digunakan
Kemanusiaan 1965 diajarkan pada kelas XI program IPA semester II dan kelas
XII program IPS semester I. Penulis hanya mengambil data dari program IPS saja
daripada program IPA. Selama Orde Baru telah terjadi tiga kali pergantian
kurikulum, yaitu tahun 1975, tahun 1984 dan tahun 1994. Karena kesulitan data
untuk mendapat sumber lebih dari buku teks, maka penulis hanya menggunakan
satu buku yang diterbitkan sebelum tahun 1998, yang akan kemudian ditunjang
Bab ini akan menggunakan metode analisa isi untuk meneliti lebih dalam
Yogyakarta. Buku yang digunakan berjudul Sejarah Nasional Indonesia & Dunia
Jilid III, penulisnya terdiri dari Dra. Siti Waridah Q dan Drs. J. Sukardi. Pada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73
tahun 1996 buku ini digunakan untuk kelas tiga Sekolah Menengah Atas dan
disusun oleh Tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah Propinsi
Gambar 2. Sampul Luar buku Pelajaran Sejarah berjudul Sejarah Nasional Indonesia & Dunia Jilid
III, Disusun oleh Tim MGMP Sejarah SMU Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 1996.
Tragedi Kemanusiaan 1965 diulas di catur wulan pertama atau terdiri dari
Gerakan 30 September 1965. Pada masa Orde Baru, indikator pencapaian pada
PKI masa demokrasi liberal dan terpimpin, (2) Mengidentifikasi aksi-aksi sepihak
adalah aksi perebutan kekuasaan yang sah, (5) Mengidentifasi nama-nama dalang
49
Indikator ini ditulis di blog www.sejarahkritis.wordpress.com yang berjudul Tipe
Pembelajaran Sejarah Kontroversial, oleh tsabitazinarahmad. Tanggal unggah 2 April 2012.
Penulis blog melakukan penelitian mengenai kontrovesial wacana G30S dan Supersemar di
sekolah. Sedangkan 10 indikator yang tertulis berdasar oleh penelitiannya di kota Semarang
yang didapat dari Lembar Ujian Kompetensi Siswa, disusun oleh MGMP (Musyawarah Guru
Mata Pelajaran) Sejarah.
50
Dokumen Gilchrist (bahasa Inggris:Gilchrist Document) adalah sebuah dokumen yang dahulu
banyak dikutip surat khabar pada era tahun 1965 yang sering digunakan untuk mendukung
argumen untuk keterlibatan blok Barat dalam penggulingan Soekarno di Indonesia. Namun
dokumen tersebut kemungkinan besar palsu atau sebenarnya tidak ada. Dokumen ini konon
sebenarnya berasal dari sebuah telegram dari Duta Besar Inggris di Jakarta yang bernama
Andrew Gilchrist yang ditujukan kepada Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris. Pada Mei
1965 sejumlah anggota Pemuda Rakyat yang menyerbu vila milik Bill Palmer, distributor film
Amerika di Puncak, Bogor, Jawa Barat yang diduga jadi mata-mata CIA. Saat itu para pemuda
juga menemukan dokumen yang memuat telegram rahasia Sir Andrew Gilchrist kepada
atasannya di Kementerian Luar Negeri Inggris tentang kemungkinan kerjasama antara Inggris
dengan Angkatan Darat Indonesia (Our local Army friends) serta rencana gabungan Inggris-AS
untuk mengintervensi Indonesia. Sumber: http://historia.co.id/?d=703 . 17 Maret 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
75
Di dalam buku sejarah terbitan Orde Baru ini sangat bernuansa sistem
politik. Pengaruh tersebut terlihat jelas dalam isi dan materi yang mengagung-
jelas bahwa cara Orde Baru kental dengan sikap diskriminatif terhadap rejim
resmi sejarah nasional harus seijin dari militer, apabila tidak ada seijin dari yang
bersangkutan maka akan dianggap sebagai historiografi yang tidak resmi. Seperti
yang tercantum dalam buku pelajaran sejarah terbitan 1996 ini dari judul sub-bab
Sub bab ini terdiri dari tiga bagian. Pertama, pengkhianatan G30S/PKI
1965 yaitu dari awal RRI mengenai gerakan militer yang dipimpin oleh Letnan
Jendral Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Komando Cadangan Strategi
Angkatan Darat dan telah mengambil alih kekuasaan negara (coup), seperti yang
masa yang setia pada Pancasila dan UUD 1945 berjuang membela
a. Bubarkan PKI
c. Turunkan harga
yang salah tetap salah, dan yang benar akan tampak benar. Pada tanggal
PKI telah bubar namun idiologi Komunis masih ada. Oleh sebab itu kita
saat itu. Kurang lebih semua buku pelajaran sejarah di sekolah Yogyakarta
menggunakan versi yang sama dan telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan
kompleks.52 Dari buku sejarah terbitan tahun 1996 diatas, mengacu pada
kurikulum yang sarat dengan berbagai pengetahuan yang makro dan sepihak,
sehingga untuk situasi mikro bagi Indonesia dianggap kurang relevan. Menurut
51
Siti Waridah Q dan J. Sukardi. 1996. Penunjang: Sejarah Nasional Indonesia & Dunia.
Yogyakarta, hal. 58.
52
Aman. 2012. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak, hal. 49.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78
Katherine McGregor, rejim Orde Baru juga digambarkan sebagai rejim yang
sistem kekuasaan.54
“Namun akhirnya yang salah tetap salah, dan yang benar akan tampak benar.
Pada tanggal 12 Maret 1966 PKI sebagai dalang pemberontakan G 30 S / PKI
berhasil dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia.
Pembubaran PKI tersebut dilakukan oleh Jendral Suharto selaku pemegang
Supersemar 1966.
Orde Baru. Melalui kurikulum inilah terjadi proses indoktrinasi, yaitu proses
53
Katherine McGregor. 2008. Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam
Menyusun Sejarah Indonesia. Syarikat. Yogyakarta, hal. 66.
54
Michel W. Apple. 1979. Ideology and Curriculum, Chapter 2: Ideology and Cultural and
Economic Reproduction. New York: Routledge, hal. 148.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79
dijelaskan pada bab 1, kurikulum berfungsi sebagai doxa55 yang mengatur dan
mengikuti pola indoktrinasi. Apa yang dalam buku sejarah adalah mutlak pada
saat itu dan harus dipercaya kebenarannya, dan pada saat itu yang tertulis dalam
yang cocok dengan proses indoktrinasi tentunya haruslah terpusat dan terkontrol.
(Management by Objective).
Buku pelajaran yang digunakan pada tahun 1994 sangat kental dengan
faktor subjektifitas. Hasil interpretasi yang sangat subjektif ini timbul karena
adanya permintaan dari penguasa Orde Baru, sebaliknya menurut Haryono dalam
haruslah se-objektif mungkin yaitu memaparkan berbagai fakta, terlepas dari apa
yang penulis sukai atau tidak.56 Peranan ABRI dan militer juga sangat besar
55
Pierre Bourdieu. 1977. Outline Theory of Practice. London: Cambridge University Press.
56
Haryono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. (Andre Bagus Irshanto, di paper
kontroversi sejarah)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80
dalam buku pelajaran ini, karena banyak insan militer memegang jabatan kunci
dalam birokrasi dan seolah-olah ABRI dan militer adalah penyelamat bangsa
“Akhirnya rakyat dan ABRI yang setia pada Pancasila mengadakan rapat raksasa
dan mengutuk G 30 S / PKI serta mengumandangkan slogan bubarkan PKI,
gantung Aidit, dan lain-lain.”
penting dalam birokrasi dan alat politik pemerintahan karena menjadi semacam
“Dari buku-buku sejarah Orde Baru tampak jelas bagaimana narasi sejarah
tunggal atau seragam telah dibangun canon yang berguna untuk kepentingan
Orde Baru dan militer, yakni 1) Sebagai legitimasi naiknya Orde Baru ke
panggung politik guna memimpin Indonesia dengan cara memproduksi versi
peristiwa Gerakan 30 September yang tabu untuk diperdebatkan selama Suharto
memimpin. 2) Sebagai pengokohan kekuatan militer di Indonesia dengan
menempatkan militer sebagai penyelamat bangsa dan penjaga stabilitas politik
dan ekonomi republik ini. Orde Baru dan militer dalam narasi sejarah Indonesia
versi Orde Baru diinterpretasikan dalam seragam yang sama. Dengan kata lain,
sejarah yang dibangun adalah untuk melegitimasi rezim, baik itu Orde Baru
maupun kolektivitas militer. Keduanya dapat diberi garis pembeda, tetapi tidak
dapat dipisahkan. Bilamana berbicara tentang Orde Baru, maka ada militer di
dalamnya, dan militer merupakan bagian dari kekuatan Orde Baru.”
57
Ponirin. 2012. Nasionalisme dan Patriotisme. Medan: Jurnal Jasmerah UNIMED, yang dikutip
oleh Andre Bagus Irshanto, untuk tugas mata kuliah Kajian Buku Teks berjudul
Mendekonstruksi Historiografi Buku Teks SMP dan SMA Pada Masa Orde Baru.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81
Pancasila dan selanjutnya ikatan rakyat dengan rezim.58 Rezim Orde Baru sangat
kental dengan nilai-nilai patriotik bahwa militer adalah pembela negara terhadap
ancaman-ancaman internal dan ideologis dalam negeri. Di dalam buku ini juga
tujuannya menerapkan Pancasila dan UUD 1945 secara utuh dalam segala aspek
masyarakat Indonesia. Gaya penulisan buku teks sejarah pada masa Orde Baru
juga terlihat sangat subjektif, karena pada masa itu yang dianggap sejarah resmi
nasional adalah wacana sejarah yang disetujui oleh pemerintah dan anggota
militer.
58
Katherine McGregor. 2008. Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam
Menyusun Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Syarikat, hal. 70.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82
sejarah yang lebih objektif sifatnya ataukah masih ada sisa-sisa dominasi Orde
Baru dalam pelajaran sejarah di sekolah. Penulis berhasil mendapatkan tiga buku
sejarah dengan topik Tragedi Kemanusiaan 1965. Ketiga buku ini diterbitkan
paska Reformasi 98, dua diantaranya dicetak oleh penerbit resmi negara disertai
dengan hak cipta, sedangkan satu buku yang berbentuk jurnal digunakan untuk
mengajar pelajaran sejarah di sekolah menengah atas Katolik disusun sendiri oleh
Dari dua buku terbitan resmi Erlangga dan Yudhistira, terbitan tahun
2006 dan 2002. Agak berbeda dari buku pelajaran terbitan Orde Baru, kedua
buku ini mempunyai keterangan standar isi yang dalam bahasa pendidikan disebut
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sejarah SMA Kelas
tahun 1950
Permesta, G-30-S/PKI)
yang menurut Prof. Sartono Kartodirdjo ada tiga fungsi utama pembelajaran
sejarah, yaitu fungsi pragmatis, genetis dan didaktis. Fungsi sejarah yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84
pragmatis amat nampak bila sejarah sebagai legitimasi serta yustifikasi eksistensi
suatu bangsa dan negara. Fungsi genetis adalah sejarah sebagai sarana
pengungkapan tentang bagaimana peristiwa itu terjadi, asal mula peristiwa itulah
yang ditekankan. Fungsi didaktis adalah peristiwa masa lalu harus diambil hikmah
Kemanusiaan 1965 masuk dalam pembelajaran sejarah semester satu dan masuk
dalam sub-bab topik pergolakan dan pemerintahan. Di sini bisa terlihat bahwa
stabilitas nasional. Hal tersebut diperkuat peta konsep pada bab tiga di buku
59
Sartono Kartodirjo. Kompas, 26 September 1998 yang dikutip di buku Strategi Pembelajaran
Sejarah. 2001. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, hal. 83.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85
Gambar 3. Peta Konsep untuk pembelajaran Bab 3, Perjuangan Terhadap Ancaman Disintegrasi
Bangsa di buku teks sejarah dari Penerbit Yudhistira. 2010. Halaman 78.
mengkaji secara vertikal suatu peristiwa atau fenomena yang sama dengan
atau fenomena secara horisontal pada waktu dan tempat yang berbeda dalam
setiap penjelasan periodenya. Namun jika melihat dari bagan sebab akibat dan
60
M. Habib Mustopo dkk. 2002. Sejarah SMA Kelas XII Program IPS Kelas 3. Yudhistira, hal.
100.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86
dijabarkan betapa dekat hubungan PKI dengan Sukarno pada saat itu. Cara
penyampaian buku ini ternyata juga masih dipenuhi dengan sikap subjektif
dengan menjelaskan bahwa PKI identik dengan aksi-aksi brutal dan vigilantis,
sabotase, aksi masa dan aksi sepihak, teror, perusakan, agitasi dan propaganda.
Buku ini adalah buku pengganti setelah cetakan sebelumnya telah ditarik oleh
2007 yang isinya melarang peredaran dan penggunaan sejumlah buku pelajaran
sejumlah fakta pemberontakan PKI di Madiun dan tidak menyertakan kata PKI di
teks sejarah. Buku-buku yang dimusnahkan antara lain Kronik Sejarah Kelas 1
Ganeca Exact, Sejarah 2 untuk SMP penerbit Erlangga, Sejarah 3 untuk SMP
Nasional dan Umum 1 SMA penerbit Balai Pustaka serta beberapa buku yang
mengacu pada kurikulum 2004. Mereka menuntut untuk semua buku teks resmi
terbitan paska Orde Baru menggunakan kata PKI, hal ini telah menimbulkan
perdebatan di antara banyak pihak. Pada saat itu Menteri Pendidikan Nasional
beserta dengan beberapa saksi dan ahli sejarah dipanggil untuk menyelesaikan
masalah ini seperti Taufik Ismail, mantan sastrawan dan K.H. Yusuf Hasyim,
selaku Pelaku dan Saksi Sejarah yang menginginkan supaya versi yang ditulis di
buku teks sejarah adalah G30S/PKI bukan hanya G30S saja karena mereka
berpendapat bahwa PKI adalah pihak yang bersalah dan pelaku dari penculikan
menginginkan ingin meluruskan sejarah yang ditulis oleh Orde Baru dengan
bersifat kompleks itu tidak bisa disederhanakan karena banyak pihak yang
bermain dalam peristiwa kelabu tersebut. Saat ini terdapat beberapa versi tentang
dalang di balik peristiwa itu. Buku pelajaran Sejarah yang disusun berdasarkan
acuan standar kompetensi kurikulum 2004 oleh sebuah tim ahli yang
Tengah, menyebut buku-buku teks sejarah yang tidak mencantumkan kata PKI di
belakang G30S tersebut tidak ilmiah dan lebih menggunakan pendekatan politis.
Lebih lanjut, dia juga menyayangkan imbauan Masruhan menarik buku tersebut
dari peredaran. Sedangkan, Prof. Dr. Abu Suud tak mempersoalkan ada atau
tidaknya kata PKI di belakang G30S. Yang terpenting, kata dia, buku tersebut
tidak menghilangkan data dan fakta yang terjadi di seputar peristiwa 1965.
61
Achdian, Andi. Menuju Masyarakat Sadar Sejarah. Buku Teks Sejarah: Kontroversi
Penarikannya oleh Kejaksaan Agung yang ditulis di blog pribadi onghokham-
institute.blogspot.com/2007/10/buku-teks-sejarah-kontroversi.html. Akses terakhir: Oktober
2007. (lihat lampiran)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
89
peranan besar untuk menjelaskan data-data sejarah yang ada. Namun sayangnya,
guru-guru sejarah masih banyak yang berpatron pada tafsir tunggal penguasa.62
pelajaran sejarah, buku-buku teks terbaru yang digunakan oleh beberapa sekolah
menengah atas di Yogyakarta kini seolah kembali ke versi Orde Baru, disertai
murni didalangi oleh PKI, dan antek-antek PKI-lah yang membunuh para Jenderal
Angkatan Darat dan membuangnya ke sumur Lubang Buaya. Seperti ditulis pada
“Setelah langkah persiapan dinilai cukup, PKI mulai bergerak sesuai tanggal
yang diputuskan. Pada dinihari 1 Oktober 1965, PKI melakukan aksi penculikan,
penyiksaan, dan pembunuhan terhadap “Dewan Jenderal”. Dalam penculikan itu,
A. H. Nasution selamat, namun putrinya Ade Irma Suryani dan ajudannya yang
bernama Pierre Tendean menjadi korban. Para korban penculikan yang masih
hidup maupun yang telah meninggal dibawa ke Lubang Buaya. Korban yang masih
hidup adalah Pierre Tendean (ajudan A. H. Nasution), Suprapto, S. Parman, dan
62
Diambil dari forum diskusi di website resmi PPI India (Perhimpunan Pelajar Indonesia di
India) http://permalink.gmane.org/gmane.culture.region.indonesia.ppi-india/12775. Akses
terakhir: 4 Juli 2005.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90
Sutojo S. Sedangkan korban yang sudah dalam keadaan meninggal adalah A. Yani,
D. I. Pandjaitan, dan Haryono M. T. Keempat korban hidup mendapat siksaan
akhirnya meninggal. Selanjutnya, pada sukwan PKI melemparkan seluruh korban
ke dalam sumur.”
Gambar 4. Enam jenderal Angkatan Darat dan satu perwira tinggi yang di buku teks Sejarah
terbitan Erlangga, diinformasikan bahwa mereka adalah korban keganasan Partai Komunis
Indonesia karena dibunuh dan dimasukkan ke sumur Lubang Buaya pada tanggal 1 Oktober 1965.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
91
Gambar 5. Peta peristiwa Gerakan 30 September di Jawa Tengah pada tanggal 1 samai 4 Oktober
1965 yang dimuat di buku teks Sejarah kelas XII. Penerbit oleh Erlangga, 2006.
siapa dalangnya. Meskipun dari awal buku ini mencantumkan kata PKI di
memberi gambaran kepada para guru sejarah dan murid-muridnya tentang versi
sebagai data menggunakan diktat yang disusun sendiri oleh guru sejarahnya
didalangi oleh PKI, namun isi keseluruhan pembahasan bersifat netral dan
memberi banyak versi mengenai Tragedi Kemanusiaan tersebut. Dalam diktat ini
pada istilah GESTAPU (Gerakah September Tiga Puluh) dan GESTOK dan
menjelaskan beerbagai versi alternatif yang menjadi dalang dari peristiwa Tragedi
Di diktat ini juga memberi pilihan bacaan mengenai buku versi alternatif
dari Robert Cribb: The Indonesian Killings, dan membahas dampak sosial dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
93
psikologis persitiwa tersebut yang memakan korban lebih dari satu juta jiwa.
Kalau melihat dari penyusunan buku teks sejarah seperti ini, harusnya tidaklah
susah bagi guru sejarah untuk melepaskan diri dari gaya penulisan buku teks
sejarah yang konvensional. Penyusunan diktat ini adalah tahun 2009, tentunya
kelas tidak dibatasi oleh wacana-wacana resmi dari institusi. Buku diktat ini tidak
kata kunci dan keterangan sumber sehingga murid bisa mencari sendiri apa yang
dimaksud oleh tulisan itu. Sehingga murid (dan guru) tidak hanya melakukan
praktek pembelajaran hanya semata hafalan belaka dan tidak teralienasi oleh apa
yang dipelajarinya.
semakin mendalam. Apalagi dalam buku teks resmi Indonesia, peristiwa politik
Tragedi Kemanusiaan 1965 sendiri selalu diasosiasikan dengan gerakan PKI yang
penulisan G30S dianggap sebagai penulisan yang wajar dan tak bermasalah dalam
disalahkan jika hanya menulis G30S tanpa PKI.63 Sehingga apa yang ditulis di
diktat pelajaran sejarah guru ini adalah bentuk tuntutan pelurusan sejarah melalui
adalah kuasa. Apa yang dipelajari di buku sejarah, adalah apa yang menempel di
bersifat politik dan paradigmatik, melainkan justru semakin bebas dan merdeka
untuk menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Namun tidak bisa berhenti sampai
disitu saja, guru menempati posisi yang serba salah karena kedudukannya lemah
dan target tertentu dalam setiap pembelajaran, jadi terkadang guru akan fokus
63
Achidsti, Sayfa Auliya. Kekerasan Pasca 1965 dan Proyek Pengaburan Sejarah “Formal”.
Dari situs www.indoprogress.com/kekerasan-pasca-1965-dan-proyek-pengkaburan-sejarah-
formal/. Akses terakhir 20 Agustus 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
95
bahwa pelajaran sejarah sebagian besar masih berbicara mengenai kekuasaan dan
dalam pengajaran sejarah yang menggunakan versi alternatif yang tidak mengikuti
birokrasi institusi memang sangat beresiko dan akan dianggap tidak sesuai dengan
fakta. Sebelum penerbit Yudhistira dan Erlangga, dua buku yang dianalisa diatas
mengganti versi penggunaan kata PKI di belakang G30S, banyak pihak yang
Merdeka,64 mengatakan bahwa sungguh bodoh negara ini jika kembali pada
“Kambing congek saja tidak akan membenturkan kepalanya dua kali. Kalau
kita belum bisa mengambil pelajaran dari dua peristiwa bersejarah tersebut
ya kita lebih bodoh dari kambing.”
kurikulumnya dan kontennya di buku-buku teks sejarah dari penerbit resmi. Dari
64
Ibid.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
96
semua wawancara, penulis akan menunjukkan ada respon yang berbeda terhadap
perubahan buku teks sejarah. Permasalahan yang muncul adalah apakah pemikiran
baru dan historiografi yang kerap berubah juga mempengaruhi cara mengajar guru
sejarah di dalam kelas ataukah mereka tetap mengikuti historiografi model Orde
mengajar akan semakin banyak pula yang diajarkan karena mengikuti peristiwa-
hanya kuantitas yang berubah, namun secara konten wacana sejarah juga bisa
yang tidak pernah selesai karena pengkaburan fakta. Maka verifikasi pada
penelitian sejarah identik dengan kritik sumber tertulis dan non-tertulis atau
lisan.65
65
Sugeng Riyadi. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Ombak, hal. 62.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
97
sejarah dan berusaha menghapus kata PKI di belakang G30S. Mereka beranggapan
bahwa peristiwa tersebut tidak bisa mendiskreditkan hanya satu pihak tertentu,
yaitu PKI, melainkan ada beberapa aktor yang tidak pernah disebutkan oleh buku-
Usaha itu juga nampaknya tidak sepenuhnya berhasil, karena sejak PSPB
yang mengundang reaksi, ternyata kekuasaan Orde Baru masih dilestarikan secara
anarkisme seperti pembakaran buku, karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran
Selama ini guru hanya melaksanakan apa yang digariskan dalam uraian
kurikulum. Dari hasil wawancara di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di
Yogyakarta, saat ditanya buku mana yang digunakan untuk mengajar, dia
Orde Baru:
66
Asvi Warman Adam. Kontroversi: Proses dan Implikasi Bagi Pengajaran Sejarah.
Disampaikan dalam Seminar Nasional, 28 Mei 2009 di UNS yang dikutip oleh Ketut Sedana
Arta, Kurikulum dan Kontroversi Buku Teks Sejarah dalam KTSP, hal. 159.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
98
“Saya dipanggil ke Bogor dengan guru-guru dari luar Jogja untuk memilih buku
teks yang ada di situ, ternyata saat kami harus memilih buku-buku itu,
sesungguhnya fakta-fakta yang tersajikan logis, tapi saya ndak tau pasti kerena
BSNP itu sendiri juga menghadirkan dosen-dosen perguruan tinggi, yang saya
tahu dulu pak Joko Suryo dari Sejarah UGM, nampaknya dari pemerintah
belum mengijinkan kalau ada buku sejarah yang mencamtumkan G30S tanpa
PKI.”
Hal yang diungkapkan diatas tidak berbeda jauh dengan beberapa sekolah
lain saat ditanya mengenai bahan acuan yang digunakan untuk mengajar, seperti
jawaban dari salah satu guru Sekolah Menengah Atas nasional di bawah ini:
“ya memang kalau buku, bagaimanapun juga kita harus mengikuti apa yang
ditetapkan dan disuplai oleh penerbit. Karena mereka langsung datang ke
sekolah toh…Tapi beberapa waktu lalu kan sempat ada perdebatan tentang
pencantuman kata PKI ya, bagi saya itu tidak masalah selama guru sejarah bisa
menggunakan metode yang lain”
sifat bebas dalam mengajar di dalam kelas, namun dia tetap harus ikut dalam
birokrasi sekolah untuk tetap menggunakan buku teks resmi sejarah. Pada
menjabat pada saat itu, mengambil keputusan untuk kembali ke kurikulum 1994.
kurikulum yang harus berubah-ubah, jadi tidak heran saat mereka merasa jenuh
pula untuk mengganti-ganti bahan ajar yang sudah ada. Tugas guru sejarah juga
akan semakin berat karena mereka hanya diberi satu sampai dua jam mata
pelajaran selama seminggu. Pada saat Orde Baru yang mengikuti kurikulum 1994,
mata pelajaran sejarah tetap bisa diperjuangkan dua jam pelajaran dalam
seminggu, namun sekarang beberapa sekolah dari hasil data, hanya mendapat satu
sejarah yang tidak hanya menghafal. Hal ini juga dikeluhkan oleh salah satu guru
“…kelas 2 – kls 3, kelas IPA itu hanya 1 jam, Bahasa 2 jam, IPS 3 jam. Nah,
yang bisa leluasa, idealnya klo sejarah paling tidak 2 jam untuk semua kelas, tapi
kalau kelas 10 itu cuma 1 jam itu ya dapat dibayang kan ketika mungkin lokal
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
100
ruanganya jauh-jauh jalan menuju kelasnya, paling pol efektif pelajaran itu paling
bagus ya mungkin cuma setengah jam, jadi kalo setengah jam itu buat apa kan
agak repot”
Idealnya, di waktu yang tidak banyak itu guru sejarah juga mereproduksi
pengetahuan dari ilmu yang sudah ada dan memberi persepsi yang sama persis
“Jadi tidak ada pergeseran substansi pada masa orde baru maupun masa
reformasi gampangnya begitu, tidak ada perubahan subsansial. Jadi tetap di buku
itu harus ditulis G30S / (garis miring) PKI misalnya seperti itu. Padahal kan ada
wacana lain, Gestok dan seterusnya, Gestapu dan seterusnya. Tidak ada wacana
lain, tidak ada wacana substansial perubahan , misalnya ya dibuku-buku itu
disebutkan dijelaskan bahwa Tragedi 65 itu memang coup nya PKI. Tidak ada
wacana lain. Padahal kalau dari buku-buku sejarah lain misalnya dari desertasinya
Hermawan Sulistyo yang kemudian diterbitkan itu, kan di situ banyak sekali
wacana, ee.. bukan banyak sekali,, paling tidak ada 6, sory paling tidak ada 5
wacana tentang tahun 65 itu. Sebenarnya pemicu tahun 65 itu siapa?, ada versinya
Benedict Anderson, versinya… macem-macem lah.. versi – versi Indonesianis
gitu… memang tidak semua versi misalnya Sukarno Sebagai dalang, PKI sebagai
dalang, Suharto sebagai dalang, CIA sebagai dalang, kemudian agen rahasia
Inggris dan sebagaianya, memang tidak ada yang exact yang pasti siapa yang
sebenarnya menjadi penyebap keributan itu. Tetapi kalau di tarik dari semua versi-
versi itu, saya kok percaya bahwa, saya makin mendapat pemahaman , peristiwa itu
yang saya menganggap justru Partai Komunis Indonesia itu sebagai korban, Partai
Komunis Indonesia itu sebagai pelaku sekaligus korban. Nah sekarang wacana
Orde Baru sampai sekarang, komunisme , PKI itu kan pelaku jadi pantas untuk di
persalahkan, pantas untuk di pesalahkan. Dan di buku-buku pelajaran itu tidak ada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
101
discourse, tidak ada wacana lain kecuali ini adalah percobaan kudeta mau
menggulingkan pemerintah Indonesia, dan tidak ada konstelasi misalnya pristiwa
itu terjadi dalam ketegangan perang dingin.”
Dari pendapat guru diatas, bisa dilihat dia mengetahui secara kritis
pertanyaan atas bacaan, penulisan, buku dan teks. Namun saat ditanya mengenai
jawabnya;
dengan transisi pengetahuan kepada para murid, dia tidak berani mengambil
disini sangat jelas dilihat sebagai tindakan politis. Oleh sebab itu sangat sulit
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
102
pilihan untuk mengambil posisi kanan atau kiri, hitam atau putih. Yagn terjadi
dalam pengambilan data tulisan ini adalah, hal ini terjadi hanya di Sekolah
Menengah Umum Negeri. Agaknya mereka memiliki bentuk dan isi yang
BAB IV
bila dibandingkan dengan rezim sebelum dan setelahnya. Pembedanya adalah soal
“teror sejarah” yang maksudnya adalah sejarah telah terwujud menjadi dominan
sebuah teror dan mempunyai sifat meneror. Sejarah menjadi teror ketika pelaku-
teror sejarah, ada tokoh yang memegang tunggal kebenaran, dan cirinya mutlak
tak bisa terganggu gugat. Hal ini berlangsung sekian puluh tahun karena banyak
yang “terteror” oleh wacana kebenaran tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh
“PKI adalah dosa, walau banyak dari kami tidak mengalami luka sejarah yang
barangkali memang pernah mereka torehkan. Selama lebih dari 32 tahun dan
sepanjang yang terbaca di literatur-literatur sejarah lazim (resmi), PKI selalu
67
Slamet Soetrisno. 2003. Kontruksi dan Kontroversi Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo,
hal. 64.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
104
masyarakat. Dewasa ini, pertarungan tersebut makin meluas. Di satu sisi, ada
penyebaran pengetahuan sejarah melalui media massa, seperti film dan televisi
ulang terhadap penuturan peristiwa masa lalu yang amat penting di Indonesia.
68
Tercantum dalam buku Demi Masa Depan: Kumpulan Esai Anak Muda Indonesia tentang
Tragedi Kemanusiaan 1965-1969. Ed: Hendri F. Isnaeni. Friederich Ebert Stiftung dengan
Majalah Historia.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
105
tumbangnya reformasi, dan tidak ada lagi kendala perijinan dan teror bagi siapa
muncul karena keinginan untuk menghadirkan wacana sejarah yang tidak pernah
mereka dapat saat masa Orde Baru. Kejatuhan sebuah rezim dan munculnya
berbagai nilai baru yang menyertainya segera diikuti oleh kebutuhan memiliki
sebuah konstruksi masa lalu versi alternatif. Persoalan perbedaan wacana baru dan
lama terletak pada interpretasi karena tidak sedikit pula wacana alternatif yang
69
Developmentalism atau developmentalisme menurut Sail M. Katz diartikan sebagai
perkembangan atau pergeseran ekonomi suatu negara dunia ketiga menuju kesejaterahan.
Dalam konteks Indonesia, developmentalisme terjadi pada masa Orde Lama yang condong ke
arah politik menuju ke rejim Orde Baru yang lebih menekankan pada kesejaterahan ekonomi.
www.pergerakan07.blogspot.com, akses terakhir: Mei 2012).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
106
Maka saat semua alternatif sejarah muncul di sekolah, guru sejarah harus mampu
menghadirkan semua wacana dan mengajak siswanya untuk berpikir secara kritis
Ada banyak fakta-fakta baru yang bisa dijadikan bahan untuk tambahan
kurikulum sejarah. Baik melalui media baca ataupun media alternatif lainnya,
namun pada kenyataannya para guru sejarah tidak cukup kreatif untuk menyajikan
bahan-bahan baru itu kepada para peserta didik karena banyak faktor yang
karena mereka menganggap akan tidak patuh pada birokrasi sekolah dan
mempertimbangkan ranah kognitif dimana ada target secara kuantitas yang harus
dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu. Alhasil, dengan menambahkan bahan-
bahan yang ada diluar kurikulum yang telah diberikan akan memakan waktu dan
takut tidak berhasil menyelesaikan target. Kedua, guru sejarah merasa dalam
membuat para guru sejarah merasa sangat berdosa karena berada diluar jalur yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
107
dan sering terjadi pada guru sejarah yang sudah mengajar di jaman Orde Baru.
Penjelasan mengenai poin ini akan dibahas lebih lanjut dengan memberikan bukti
Schulte Nordholt, sejarah lisan sangat penting bagi historiografi Indonesia, bukan
saja karena birokrasi pemerintah pada era- Soeharto yang tidak banyak
meninggalkan arsip yang terbuka untuk umum, tetapi juga sejarah lisan membuka
peluang bagi sejarawan untuk mengalihkan perhatiannya dari versi sejarah dan
bahan sejarah lisan menjadi satu sumber utama dalam penulisan sejarah alternatif.
“Salah satu alasan mengapa prosedur penilaian sumber lisan dan tulisan itu sama
adalah karena sumber tulisan sendiri sering didasarkan pada informasi yang
dikumpulkan secara lisan. Dokumen dasar yang digunakan sejarawan – surat kabar,
laporan intelijen atau polisi, dan sebagainya – ditulis oleh orang-orang yang
melakukan wawancara lisan. Dalam hal ini sumber lisan mempunyai kelebihan
dibandingkan dokumen tertulis: peneliti bisa kembali kepada orang yang
diwawancarai berulang-ulang untuk meminta penjelasan dan gambaran lebih rinci
mengenai sesuatu. Kita dapat terus mengajukan pertanyaan kepada
70
narasumbernya.”
mendua. Kepercayaan mereka terhadap validitas tulisan sejarah sampai pada titik
terendah karena mereka menganggap masih sangat subjektif dan penuh rekayasa
Indonesia, yaitu sangat memuji sumber tertulis, dalam arti dokumen pemerintah.
wawancara dengan sumber informasi. Inilah yang menjadi metode alternatif yang
70
John Rossa, Ayu Ratih, Hilmar Farid. 2004. Tahun yang Tak Pernah Berakhir, Memahami
Pengalaman Korban 65, Esai-Esai Lisan, Jakarta: ELSAM, hal. 2.
71
Bambang Purwanto. 2006. Gagalnya Historiografi Indonesianis. Yogyakarta: Ombak, hal. 51.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
109
dianggap lebih objektif daripada sejarah lisan dan sejarah lisan umumnya lebih
berpihak kepada para korban atau pihak-pihak yang selama ini dibungkam
suaranya73. Sejarah lisan dalam sastra Indonesia pertama ditulis oleh Pramoedya
mengenai jugun ianfu Jepang, Pram bertemu dan sekelompok tapol saat ditahan di
Pulau Buru bertemu dengan sejumlah perempuan Jawa yang menuturkan kisah
hidup mereka.
dokumentasi visual maupun narasi retorik, hal ini bertujuan untuk meregenerasi
72
Di bab pendahuluan ”Menyimak Suara Terbungkam” dari buku Suara di Balik Prahara hlm
20-23, Baskara. T. Wardaya, SJ. mengungkapkan pentingnya teknik sejarah lisan bagi
sejarahwan.
73
Pengakuan kembali terhadap sejarah lisan juga bergaung ke Indonesia, meskipun terlambat 34
tahun, yakni dimulai pada tahun 1964 oleh sejarawan dari Universitas Indonesia, Nugroho
Notosusanto dengan proyek Monumen Nasionalnya yang mengumpulkan data-data sejarah
Revolusi Indonesia 1945-1950.Kerja sejarah lisannya lalu dipusatkan pada keberhasilan para
perwira TNI Angkatan Darat menggagalkan kudeta Gerakan 30 September 1965 sebagaimana
terlihat dalam karyanya, “40 Hari Kegagalan G-30-S”. Sejak tahun itu Notosusanto
memfokuskan kerja sejarah lisannya pada upaya menulis riwayat hidup para tokoh militer atau
tentang sejarah militer Indonesia.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
110
harus ada kesinambungan antara topik dan retorika pencerita. Jadi tidak semua
pengalaman pribadi bisa disebut sebagai sejarah lisan, dalam hal ini sejarah lisan
cerita tersebut.
Saat ini sejarah lisan banyak digunakan sebagai metode alternatif untuk
melakukan advokasi terhadap para korban kekerasan masa lalu. Kekerasan dan
Selama ada hubungan kekuasaan yang dilandasi ketidakadilan, selama itu korban
ada. Tatanan sosial selalu ada dalam hubungan antar manusia, seperti kata Hannah
Arendt yang mengatakan pengakuan bebas dari semua yang terlibat di dalam
tatanan tempat kekuasaan itu berlaku. Dasar untuk pengakuan bebas adalah
berlangsung atas dasar paksaan atau kekerasan yang melahirkan penindasan dan
yang berasal dari cerita korban adalah cerita terdomestifikasi dan terpinggirkan.
Di dalam peperangan paling besar sekalipun, nama korban sengaja digeser dari
74
Hannah Arendt. 1959. The Human Condition, New York: Doubleday.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
111
kekuasaan.
dokumen tertulis, namun sejarawan yang sering terlibat dalam metode sejarah
komparatif, kuantitatif dan kualitatif sebagai penambahan data tertulis yang sudah
ada. Sebagai cabang ilmu sejarah yang sangat tergantung pada ingatan dan teks,
merekonstruksi masa lalu dan munculnya perspektif penulisan sejarah dari bawah,
75
Conspiracy of silence, atau culture of silence, atau budaya diam adalah kondisi dimana sesuatu
terjadi, namun secara sosial tidak dibicarakan atau dibahas oleh subjek pelaku dan yang
mengetahui.
76
Bambang Purwanto. 2006. Gagalnya Historiografi Indonesianis. Yogyakarta: Ombak, hal. 17.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
112
sejarah lisan, dalam hal ini mengkaitkan ingatan sebagai sumber sejarah.
Penelitian ini menggunakan ingatan dalam bentuk sejarah lisan yang diarsipkan
Atas di Yogyakarta.
kurang diminati oleh banyak murid karena dianggap sebagai pelajaran yang
tantangan besar bagi seorang guru sejarah untuk membuat pelajaran sejarah
G30S/PKI atau G30S mana yang benar? Guru sejarah harus mampu memberi
jawaban yang mengajak muridnya untuk berpikir kritis dan mengetahui wacana
berawal dari keprihatinan kondisi bangsa Indonesia (baca: generasi muda) yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
113
pesimis terhadap wacana sejarah karena dirasa tidak lagi berguna dalam
pendidikan.Dalam hal ini, peserta didik tidak sepenuhnya bisa disalahkan karena
suatu tantangan yang disadari dalam hakekat materi pendidikan sejarah dalam
pendidikan dasar adalah materi tersebut sangat abstrak. Tingkat abstraksi materi
pendidikan sejarah disebabkan karena peristiwa sejarah terjadi dalam kurun waktu
yang sangat jauh dari kehidupan anak-anak yang bersangkutan. Secara dialektis,
Dan guru sejarah-lah yang melakukan tugas itu, tentunya dengan impian
sejarah harusnya disesuaikan dengan kehidupan masa kini yang akrab dengan
dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Terjadinya
penurunan kualitas pendidikan disebabkan oleh acuh tak acuhnya para pelaku
terjadi pada kurun waktu tertentu. Sejarah hendaknya tidak dilihat dalam hal fakta
yang selalu terkait masalah keakuratan dan kejadian, namun melalui pendidikan
sejarah diharapkan dapat menciptakan peran kritis para peserta didik. Adanya
terjadi selama ini, menyebabkan terhambatnya sebuah proses ajar sejarah yang
humanis.
“Kalau sudut pandang film G30S/PKI kan film indoktrinasi, artinya itulah
pembenaran bahwa pelakunya adalah PKI, tapi paska itu kan kemudian yang tidak
pernah terungkap adalah proses pembantaian itu… Salah satu kelemahan utama ya
memang daya juang. Artinya kan anak anak itu kan daya juang membacanya kalau
nggak benar-benar minat kan nggak akan membaca, tapi kan ketika nonton film
bisa, imejnya nonton film kan bukan imej menekan artinya imej refreshing melihat
sesuatu, kalau buku cenderung akademis otak, tapi kalau melihat itu kan bisa
sambil duduk segala macem.”
teknologi yang sudah familiar atau diminati di kalangan generasi muda. Maka,
salah satu strateginya adalah belajar sejarah melalui media komunitas (video
tersebut berjalan dengan cukup lamban, akan tetapi mampu memompa saraf untuk
selalu bekerja dan memahami dunia ke-Indonesiaan kita secara kritis dan
humanis. Sejarah alternatif merupakan sebuah pilihan dan kewajiban yang mesti
dibangun agar kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu tidak
terulang lagi.
masih menyimpan persoalan terhadap pengajaran sejarah yang berbasis pada anak
didik itu sendiri. Mulai dari singkatnya waktu ajar sampai metode pengajaran
yang cenderung non partisipatif. Hal ini menyebabkan ketumpulan nalar kritis
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
116
masa kini.
pengajaran sejarah pada anak. Proses ajar yang terjadi diantara guru dan murid
peristiwa panjang bangsanya. Tidak hanya itu, proses ajar tersebut mestinya juga
dari entitas bangsa ini. Guru sejarah memang dituntut menyelesaikan tugasnya
sebagai seorang pengajar agar tepat waktu untuk mentransfer ilmu sesuai dengan
kurikulum yang berlaku. Ia dipacu dengan segala tekanan agar tidak keluar dari
koridor yang telah disepakati, baik dari Dinas Pendidikan serta Pihak
bahwa guru menjadi “tak berdaya” ketika durasi yang diberikan sangat singkat
menghafal nama, tempat dan tahun dari sebuah peristiwa tanpa tahu semangat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
117
serta nilai apa yang sebenarnya terkandung dalam peristiwa tersebut. Anak masih
diposisikan sebagai murid (obyek) dari pengajaran sejarah yang baku. Memang
diperlukan usaha yang kreatif untuk meretas problematika pengajaran sejarah ini.
yang penting terhadap proses belajar. Pengajaran sejarah mesti diupayakan agar
tidak hanya memposisikan anak untuk sekedar menghafal nama, tempat, dan
tanggal peristiwa, namun lebih mengarahkan anak secara kritis melihat nilai
dibalik peristiwa sejarah. Film dokumenter merupakan salah satu media yang
Melalui visual-teks nya, Film dianggap mampu memberikan daya tarik tersendiri
Salah satu judul film yang menarik untuk diperhatikan adalah 40 Years of
Indonesianis asal Amerika. Film ini merekam wawancara langsung dari para
berbeda, akan menciptakan ketertarikan tersendiri bagi murid untuk melihat isi
dibalik peristiwa masa lalu. Sejarah lisan sangat kuat dengan unsur naratif di
pada sumber lainnya, seperti yang dikatakan oleh guru dari sekolah Katolik di
Yogyakarta bahwa penyajian sejarah alternatif melalui film adalah salah satu cara
membaca banyak buku yang sangat tebal. Maka penyajian flm dokumenter, yang
mencakup indera penglihatan dan pendengaran adalah suatu metode populer yang
untuk melihat lebih daripada yang dipelajari selama ini. Dengan film dokumenter,
tambahnya, akan membuka peluang sejarah menjadi sebuah narasi alternatif yang
sejarah alternatif sangat penting untuk diberi tempat dalam proses pembelajaran di
kelas. Kata seorang guru dari hasil wawancara setelah menonton film 40 Years of
Silence, dia bertutur bahwa film ini memang berbeda kontennya dari film
Pengkhianatan G30S/PKI, karena film ini adalah film dokumenter yang merekam
kesaksian nyata dari para korban. Film semacam ini memang bisa menjadi bahan
menarik untuk melakukan praktik pengajaran sejarah yang lebih kritis dengan
fakta berimbang mengenai kondisi yang terjadi pada sebagian besar sejarah
menggugah rasa kebangsaan kita. Namun yang tak kalah penting, melihat bagian
lain dari perjuangan menuju Indonesia Merdeka melalui angle dari golongan yang
publik sebagai referensi lain dari nilai kehidupan di tengah aspek sejarah
alternatif. Selain itu juga memberikan perspektif lain pada wacana sejarah
kemanusiaan yang selama ini tidak diangkat kepermukaan oleh media. Tentu saja
hal tersebut terjadi karena kekuasaan politis yang bertujuan melemahkan rasa
yang selama ini masih memandang bahwa etnis Tionghoa bukanlah bagian dari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
121
kolektif bangsa. Di samping itu, hadirnya film ini ditengah masyarakat luas adalah
konflik rasial di Indonesia. Khususnya bagi para pelajar, film ini akan
BAB V
didominasi oleh ideologi dominan dan menarik jarak dengan kekuasaan tersebut.
Oleh sebab itu, mereka dapat belajar tentang bagaimana menjadi bebas melalui
menjadi bagian dari apa yang diyakininya karena mereka tunduk kepada
pada tiga tingkatan, yaitu level distrik atau kebijakan tempat dimana mereka
guru. Furu di sekolah diberikan otonomi yang lebih besar, sehingga mereka dapat
mengajar.77
dipengaruhi oleh sistem politik. Hal ini mempengaruhi posisi peranan pendidikan
dapat dijadikan sebagai alat politik pemerintah atau disebut dengan politisasi
masa Orde Baru dituntut untuk menanamkan dalam diri para murid keyakinan dan
guru sejarah merasa malas untuk mengajak murid-muridnya berpikir kritis dengan
77
Armina S. Alisjabahna. 2000. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan. Bandung.
Dalam H.M. Zainuddin. Reformasi Pendidikan: Kritik Kurikulum dan Manajemen Berbasis
Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 51.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
124
bahan pengajaran alternatif yang dapat dipakai untuk mengajar, namun guru
alternatif tersebut dengan berbagai alasan, contohnya seperti yang dikatakan oleh
“lha saya itu tidak punya waktu untuk cari-cari film yang lain mbak, ya kalau
mbak punya bisa saya pinjam. Kalau cari sendiri ya saya juga nggak tahu
dimana carinya, terus saya nggak ngerti cara nyetel alatnya gimana. Belum lagi
cuma 45 menit ngajar untuk nonton film yang 2 jam, tahu sendiri kan mbak
anak-anak itu kalau keluar kelas disuruh pindah ruangan audio-visual gimana,
masih guyonan dulu, jadi efektif waktu cuma setengah jam”
Dari pernyataan salah satu guru diatas bisa dilihat bagaimana guru
pun selamanya akan bersifat konvensional jika guru sejarahnya malas untuk
membentuk pandangan ini, mereka terbiasa dengan sikap menerima apa yang
harus diajarkan oleh pemerintah, dan tidak boleh memberi alternatif lain diluar
78
Mangunwijaya. 2008. Pendidikan yang Memerdekakan Rakyat. Yogyakarta: CV. Diandra
Primamitra Media, hal. 91.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
125
“Jangankan siswa, lha wong gurunya saja masih memperdebatkan berbagai versi.
Malah ketika forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Sejarah
mempertanyakan, apakah ketika banyak terbit buku putih ini dan itu malah
berdampak pada kebingungan siswa ? Saya tegas mengatakan, sejarah kan sesuatu
yang tidak final, ada hukumnya ketika ditemukan fakta dan bukti baru, yang lama
harus gugur ya kan.. Guru-guru harus memahami hal seperti itu. Karena para guru
telah terjebak status-quo tadi, pokoknya enggan berpikir lain. Saya memaklumi itu,
toh mereka adalah pekerja-pekerja teknis saja. Guru itu kan pekerja teknis ya,
jarang ada yang berupaya untuk mengadakan pembaharuan pada bidangnya. Jadi
ketika harus didistorsi seperti sekarang pun harus terima-terima sajalah. Bayangkan
saja, kita selama 32 tahun diindoktrinasi seperti itu, sehingga sudah menjadi dogma
ya.. Sejarah lalu didogmakan seperti itu. Sebagaimanapun itu, harus ada perubahan
narasi. Karena kehidupan berbangsa dan bernegara ini kedepan ini akan sangat
berbahaya, ketika dibalik itu tidak ada kejujuran. Pembantaian yang memakan
nyawa sekian ratus ribu dianggap biasa saja, ini sesuatu yang berbahaya menurut
saya. Ndak usah diutik-utik.. ndak usah dimunculkan lagi.. dengan pendekatan
HAM misalnya. Ini kan bahayanya ke depan, sesuatu yang kita lakukan kekerasan
apapun akan dianggap hal yang biasa,ketika peristiwa yang sebesar itu terjadi lagi,
toh juga nantinya dianggap biasa saja.”
institusi tempatnya mengajar seperti diatas, tentunya akan menarik saat bertanya
bagaimana posisinya dalam lembaga formal. Katanya, ternyata tidak semua guru
dari mereka mengetahu adanya versi-versi lain di luar buku-buku teks resmi dari
Menteri Pendidikan Nasional. Namun hanya beberapa dari mereka yang mau
diadakan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, salah satu guru dari Sekolah
mengambil resiko karena mengambil jalan di luar yang ditentukan. Hal ini bisa
dilihat bahwa pelajaran sejarah masih sangat dikuasai oleh lembaga resmi
pemerintahan sehingga masih ada tingkat kekuasaan dan ketakutan bagi guru
sejarah. Namun, tambah guru di lain sekolah, pembatasan pelarangan buku tidak
bisa dilakukan lagi, karena kontroversi selalu bisa diakses oleh murid melalui
Sebagai lembaga formal, sekolah jaman Orde Baru memberi pengajaran secara
79
Saya Sasaki Shiraishi. 2009. Pahlawan-pahlawan Belia. Jakarta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
127
seluk beluk kekuasaan Orde Baru dan konsep bapak-anak pun dianalogikan di
Bab VI dalam buku itu sebagai guru yang harus dihormati muridnya.
dari pendidikan Belanda yang terlalu mengatur anak. Tut wuri handayani yang
berbuat kesalahan.
Orde Baru dan apapun yang ada di dalamnya akan terekam dalam benak anak-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
128
hegemoni Orde Baru telah membentuk konsep pemahaman terhadap sesuatu yang
mutlak jauh sejak masa awal sekolah. Mutlak dalam pendidikan selalu saja yang
namanya pendidikan terkait dengan politik karena semua apa yang dijalankan
Sekolah selama ini telah menjadi agen dari kelas pengatur yang
telah berlangsung dan tentu saja demi kepentingan kelas pengatur.80 Para
yang satu arah, guru bicara dan murid mendengarkan. Jika guru mengijinkan,
murid baru boleh bicara. Murid biasanya jarang bertanya, apalagi bersikap kritis
karena ia akan dianggap mengacaukan situasi di kelas dan wajib dihukum. Pola
pendidikan seperti ini adalah sebuah simulasi politik di era Orde Baru yang sejak
80
Tim Kerja Budaya. 2001. Majalah Kerja Kebudayaan. Jakarta, hal. 17.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
129
untuk melawan. Para pendiri republik sejak menjadi aktivitas baik di atas maupun
dalam pendidikan sejarah jama Orde Baru mempunyai konotasi paksaan. Jika
pemerintah yang berkuasa dengan yang dikuasai. Dalam tulisan ini, lebih
Guru dihadapkan pada suatu pilihan tentang materi apa saja yang akan
diajarkan. Situasi tersebut tidak lepas oleh bentuk perijinan penggunaan materi-
pengajaran. Namun saat dihadapkan oleh situasi tersebut, apa benar guru sejarah
alternatif mereka harus meminta ijin kepada pihak sekolah? Atau, apakah benar,
“versi Orde Baru pada saat itu masih kita ajarkan 100%, sesuai buku putih itu.
Kalaupun kita punya versi lain, resikonya memang cukup besar, waktu Orde Baru
kita semua nggak berani, karena bisa-bisa ada teguran dari pihak sekolah itu juga.”
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
131
Artinya pada saat itu tidak ada negosiasi untuk menggunakan wacana lain
dalam Orde mengajar pelajaran sejarah karena ada bentuk pengawasan dari phak
sekolah. Berbeda dengan apa yang terjadi setelah jatuhnya Soeharto, dari semua
pihak sekolah jika ingin menggunakan wacana alternatif. Namun seperti yang
disebutkan diatas, ada atau tidaknya negosiasi, sebagian guru sejarah terlalu malas
untuk memberi wacana alternatif pada para peserta didiknya. Tidak sepenuhnya
salah saat mereka masih menggunakan versi sejarah Orde Baru dalam buku teks,
tapi hendaknya diberi alternatif lain sebagai pendukung bahan ajar. Ada bahaya di
balik penggunaan buku teks tunggal karena akan menciptakan batasan. Apa yang
tertulis dalam buku teks tersebut adalah apa yang tertanam pada ide mereka.
Guru, sehebat apapun dia akan tetap pada batasan-batasan yang menunjukkan
BAB VI
KESIMPULAN
mengalami perubahan. Mulai dari saat rejim Orde Baru sampai setelah Reformasi
98. Indoktrinasi secaa implisit dan eksplisit masih tetap berjalan dalam setiap
pahlawan, tanggal peristiwa dan tempatnya tanpa mengetahui makna dan aspek-
aspek di balik kejadian itu. Diperkeruh pula oleh pembungkaman versi alternatif
Kurikulum 2004. Ada apa dengan bentuk pengajaran sejarah di sekolah tentang
wacana kontroversial tersebut pada masa Orde Baru? Yang ada dalam benak kita
saat menjawab pertanyaan itu adalah pelarangan buku-buku teks sejarah yang
tidak mencantumkan kata PKI di belakang G30S. Pemerintah yang otoriter pada
saat itu melarang beredarnya buku yang dianggap tidak resmi dan mengganggu
stabilitas nasional. Buku teks yang digunakan saat Orde Baru sangat sarat politik
meskipun ada perubahan pada buku-buku teks, ternyata masih juga tidak bisa
meninggalkan versi lama buku resmi yang ditetapkan pemerintah Orde Baru.
Terjadi kebingungan dalam proses belajar mengajar di sekolah karena bahan ajar
tidak stabil. Disini guru sejarah memegang peranan penting dalam penentuan
bahwa mereka masih menggunakan buku teks resmi dan hanya dua guru sejarah
menyelidiki lebih lanjut tentang kebenaran cerita dari sisi lain peristiwa Tragedi
membuat film dokumenter dan buku yang menyediakan sisi lain dari wacana
sejarah yang telah ada. Media dan bahan diskusi baru yang bermunculan ini
‘menantang’ untuk sekolah dan guru sejarah agar lebih terbuka akan interpretasi
sejarah dari sisi lain. Dengan memakai metode pemutaran film dokumenter
berbeda dengan versi dari rezim Orde Baru, penulis menemukan bahwa sejarah
sekolah. Memang sebagian dari mereka melihat bahwa media populer adalah
metode yang interaktif dan komunikatif untuk pengajaran sejarah. Tetapi beberapa
sejarah Tragedi Kemanusiaan 1965. Penelitian ini melihat sampai sejauh mana
dalam metode pengajaran mereka. Harapan dari penelitian ini juga membantu
membuka perspektif baru untuk guru dan sekolah dalam memahami wacana
Tragedi Kemanusiaan 1965, dan selanjutnya akan memberi harapan bagi para
penelitian. Penulis berharap adanya bentuk penyajian buku teks sejarah yang kritis
sejarah alternatif dalam pengajaran sejarah oleh guru hendaknya melibatkan para
peserta didik secara aktif, sehingga proses ajar di ruang kelas bersifat dialogis.
DAFTAR PUSTAKA
institute.blogspot.com/2007/10/buku-teks-sejarahkontroversi.html. Akses
Achidsti, Sayfa Auliya. Kekerasan Pasca 1965 dan Proyek Pengaburan Sejarah
Adam, Asvi Warman. 1997. Pengendalian Sejarah Sejak Orde Baru dalam Buku
Panggung Sejarah.
Adam, Asvi Warman. 2004. Soeharto: Sisi Gelap Sejarah Indonesia. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
136
Ombak.
Paul.
Barker, Chris. 2000. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bentang.
University Press.
Press.
Cribb, Robert. 1990. The Indonesian Killings of 1965-66: Studies from Java and
Foucault, Michel. 1977. Discipline and Punish: The Birth of The Prison. London:
Penguin Books.
Pustaka.
Heryanto, Ariel. 2001. Teror Negara: Tentang Politik dan Batuk-Batuk Lagi
http://permalink.gmane.org/gmane.culture.region.indonesia.ppi-india/12775.
Mustopo, Habib, dkk. 2002. Sejarah SMA Kelas XII Program IPS Kelas 3.
Yudhistira.
Pambudi, A. 2011. Antara Fakta dan Rekayasa. Jakarta: PT. Buku Seru.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
139
Buku Teks SMP dan SMA Pada Masa Orde Baru. Yogyakarta.
Purnama, Albert Satria. 2011. Mengapa Saya benci Kata PKI? Dalam Demi Masa
Kemanusiaan 1965-1969.
Penerbit Ombak.
Penerbit Ombak.
Roosa, John, Ayu Ratih, Hilmar Farid. 2004. Tahun yang Tak Pernah Berakhir,
Shor, Ira & Paulo Freire. 2001. Menjadi Guru Merdeka. Yogyakarta: LKIS.
Sitepu, Bintang Petrus. 2012. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Pressindo.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
140
Yogyakarta.
Waridah Q, Siti dan J. Sukardi. 1996. Penunjang: Sejarah Nasional Indonesia &
Dunia. Yogyakarta.
Pustaka Utama.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
141
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI