SKRIPSI
Disusun oleh :
MARSHELLENA DEVINTA
08413244004
“Ada dua cara untuk menghadapi kesulitan, mengubah kesulitan itu atau
mengubah diri sendiri untuk menghadapinya”
(Phyllis Bottome)
“Jangan patah semangat walau apapun yang terjadi, karena jika kita
menyerah maka habislah sudah”
(Tom)
“Jangan terlalu larut dalam kesedihanmu, karena jika kamu terlalu larut
dalam kesedihanmu sesungguhnya kamu hanya akan bersedih sendirian”
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya, sehingga skripsi ini
akhirnya dapat terselesaikan.
Dengan penuh ketulusan dan rasa hormat, kupersembahkan skripsi ini kepada
kedua orang tua ku, Bapak Agus Waryanto dan Ibuku Siti Lungwiati tercinta,
terimakasih atas doa tulus yang tidak pernah padam menyertai langkahku,
dukungan yang tidak pernah berhenti, kasih sayang dan cinta kasih yang tidak
pernah surut dalam membimbingku serta nasihat untuk meluruskan jalanku akan
selalu menjadi motivasi dalam menggapai cita.
Karya ini juga kubingkiskan untuk Doni Hermawan, seseorang yang mengisi hati
serta hariku dengan ketulusan, kesabaran dan kebahagiaan. Terimakasih telah
hadir, memberikan motivasi dalam menjalani hidupku dan tidak bosan selalu
memberikanku semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan inayah-NYA. Shalawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan sepanjang jaman. Hanya atas
skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama, bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan tidak mengurangi rasa
1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A, selaku Rektor Universitas
disediakan.
2. Bapak Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial,
3. Bapak Grendi Hendrastomo, S. Sos., MA., MM., selaku Ketua Program Studi
4. Ibu Poerwanti Hadi Pratiwi, M. Si., selaku Ketua Penguji yang telah berkenan
5. Ibu V Indah Sri Pinasti, M.Si., selaku Dosen Narasumber dan Penguji Utama
6. Ibu Nur Hidayah, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
ini.
8. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Jurusan Pendidikan Sosiologi Prodi
10. Walikota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan izin
13. Kedua orang tuaku tercinta yang tidak pernah berhenti selalu mengejar janji
Budi Lestari dan Pri Rohmawati yang telah banyak membantu memberikan
Soropadan, Mbak Funny, Ganita, Afrilia, Watik, Mbak Ina, Mbak Vicha,
Mbak Nana, Mbak Intan dan semua yang selalu memotivasi saya
menyelesaikan skripsi.
16. Teman-teman parkiran Gedung Kampus Fakultas Ilmu Sosial Mas Adit dan
Daerah.
Disusun oleh:
MARSHELLENA DEVINTA
08413244004
ABSTRAK
1. Kerangka Pikir.................................................................................... 33
2. Komponen-komponen Analisis data Miles dan Huberman………… 50
DAFTAR TABEL
Lampiran
1. Pedoman Observasi...................................................................................... 125
2. Pedoman Wawancara dengan Mahasiswa Perantauan Semester Awal
Perkuliahan................................................................................................... 126
3. Pedoman Wawancara dengan Mahasiswa Perantauan Semester Tengah
Perkuliahan................................................................................................... 129
4. Hasil Observasi............................................................................................ 132
5. Hasil Wawancara dengan Mahasiswa Perantauan Semester Awal
Perkuliahan................................................................................................... 135
6. Hasil Wawancara dengan Mahasiswa Perantauan Semester Tengah
Perkuliahan..............................................................................................…. 176
7. Tabel Koding................................................................................................ 227
BAB I
PENDAHULUAN
bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh
yang ada antara satu budaya dengan budaya lainnya di tanah air Indonesia,
maka tidak heran jika potensi terjadinya kekagetan budaya di antara para
individu perantau yang tinggal di suatu daerah baru juga akan semakin
besar. Dalam konteks tersebut secara umum kekagetan budaya terjadi akibat
istilah culture shock (gegar budaya), yang ditunjukkan pada tahap awal
individu pasti akan merasa sangat terganggu karenanya. Budaya yang baru
nilai-nilai budaya lain bukanlah hal yang instan serta menjadi sesuatu hal
yang mendalam dan negatif dari depresi, frustasi, dan disorientasi yang
Yogyakarta adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa yang
juga merupakan salah satu kota tujuan pendidikan yang banyak menarik
perguruan tinggi yang terdapat di kota Yogyakarta. Hal ini ditinjau dari
Yogyakarta dipenuhi oleh para pelajar yang berasal dari luar kota, luar
propinsi atau bahkan luar negeri dengan motif tujuan yang sama yaitu untuk
menuntut ilmu dan meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, baik
jenjang diploma maupun jenjang sarjana dari S1, S2, hingga S3. Semakin
hingga Merauke diatas “Bhineka Tunggal Ika” yang diwujudkan dengan niat
yang dikenal sebagai kota pelajar miniaturnya Indonesia ini akan kita temui
Selain kota pelajar, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota budaya yang
kental dengan budaya Jawa dan masyarakatnya yang menjunjung tinggi adat
istiadat Jawa dalam tata perilaku mereka sehari-hari berupa tata krama,
hari yang terkenal sopan, halus serta bernada rendah. Sedangkan mahasiswa-
karakteristik sosial budaya yang tentu saja berbeda dengan kondisi sosial
pribumi sebagai tuan rumah baik itu adalah teman kuliah, dosen, maupun
warga kampung daerah tempat tinggal kosnya, ini tentunya dapat
82). Pada hakekatnnya hal inilah yang menjadi salah satu wahana efektif
individu yang berbeda budaya untuk saling mengenal satu sama lain. Akan
tetapi hal tersebut tidak dapat begitu saja berlaku pada mahasiswa perantau
perantau yang berpindah dari suatu budaya asal kebudaya baru dengan
hubungan dan kerja sama yang baik antara mahasiswa perantauan dari suatu
budaya yang rentan akan suatu tindakan stereotip (pencitraan yang buruk)
Dapat dikatakan bahwa dari culture shock yang dialami oleh mahasiswa
rasa percaya diri, daya tahan tubuh mengurang sehingga mudah terserang
penyakit ringan seperti flu, demam dan diare, bahkan stres hingga depresi yang
utamanya merantau.
untuk diamati dan diteliti lebih intensif guna mendapatkan suatu temuan
tulisan ini pembaca dapat memetik manfaat untuk membantu diri sendiri
ataupun orang lain agar terhindar dari culture shock, ataupun mampu
Selain itu, tulisan ini juga merupakan usaha untuk menambahkan minimnya
literatur mengenai fenomena culture shock di Indonesia. Bila memungkinkan
tulisan ini juga diharapkan dapat membuka minat dan wawasan bagi
mendatang.
1. Identifikasi Masalah
agar fokus penelitian menjadi jelas dan tidak terlalu luas, oleh karenanya
C. Rumusan Masalah
Yogyakarta?
D. Tujuan Penelitian
perantauan di Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Yogyakarta.
Yogyakarta.
2. Manfaat Praktis
b. Bagi Pembaca
Yogyakarta.
c. Bagi Mahasiswa
d. Bagi Peneliti
menganalisisnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Culture Shock
yang berbeda.
2012: 266).
budaya ini adalah buang air kecil, minum, makan serta tidur yang
dibutuhkan dalam setting kultur yang baru. Gegar budaya juga sebagai
masing-masing, mereka akan saling berinteraksi satu sama lain setiap harinya
bersama dalam satu daerah dalam kurun waktu yang lama. Keseluruhan cara
membentuk karakter dan menjadi ciri khas yang melekat pada diri masing-
kecemasan temporer tidak beralasan dalam diri individu yang berakibat pada
a. Adaptation
1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk
kepentingan lingkungan dan sistem
3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi
yang berubah
4) Penyesuaian dari kelompok terhadap lingkungan
5) Penyesuaian pribadi terhadap lingkungan
6) Penyesuaian biologis atau budaya sebagai hasil seleksi
alamiah.
b. Adaptation, communal
Proses penyesuaian dengan lingkungan yang terjadi sebagai
akibat tidak langsung dari pengorganisasian penduduk.
c. Adaptation, external
Penyesuaian diri dari struktur sosial terhadap lingkungan
sosial.
d. Adaptation, genetic
Penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, sebagai akibat
genotype.
e. Adaptation, individual
Penyesuaian pribadi terhadap lingkungan sebagai akibat
langsung dari usaha pribadi, dan yang secara tidak langsung
merupakan akibat kegiatan penduduk yang terorganisasikan.
f. Adaptation, social
Hubungan antara suatu kelompok atau lembaga dengan
lingkungan fisik yang mendukung eksistensi kelompok atau
lembaga tersebut (Soerjono Soekanto, 1985:9).
adaptasi akan dialami oleh setiap mahasiswa etnik pendatang. Dengan memasuki
suatu kebudayaan baru yang tidak familiar, secara tidak langsung mereka juga
dari etnik budaya setempat melalui proses adaptasi. Mahasiswa perantauan dalam
barunya baik lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Adaptasi berperan
3. Sosialisasi
a. Pengertian sosialisasi
kelompoknya tersebut.
diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sosialisasi adalah proses yang
dilalui oleh setiap individu dalam belajar tentang semua kebiasaan yang
hidup.
b. Tujuan sosialisasi
dan terjadi satu sama lain. Pengalaman serta pengaruh dari individu lain
manusia berupa sifat ketergantungan antara individu satu dengan yang lain
dan sifat manusia untuk mempelajari barbagai macam bentuk tingkah laku
hidup, yang berawal sejak individu dilahirkan hingga mati. Dalam proses
dan kebudayaan. Hal ini dikaitkan dalam culture shock disebabkan meski
naluri sosial oleh berjalannya waktu disamping usaha individu untuk tetap
yang tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan satu sama lainnya
4. Komunikasi Bahasa
istiadat dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai
hidup yang tercipta dalam sejarah, yang explisit, implisit, rasional, irasional
menyatakan kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat,
jadi dengan demikian kebudayaan adalah hasil budi daya manusia, sehingga
kebudayaan adalah keseluruhan sistem dan gagasan, tindakan, dan hasil karya
gerak masyarakat yakni bentuk umum proses sosial yaitu interaksi sosial
dalam suatu sistem kapasitas atau identitas sosial serta memainkan peran.
sebagai suatu sistem hubungan identitas dan kelompok, akan terlukis sebagai
sistem sosial.
6. Mahasiswa
sedang belajar di perguruan tinggi dengan usia yang berkisar antara 19 sampai
28 tahun, yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari
perguruan tinggi negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat
untuk mampu berpikir kritis, bertindak dengan cepat dan tepat merupakan
a. Perantau
negeri lain dalan kurun waktu tertentu (Kato Tsuyushi, 2005: 13).
b. Pengertian Merantau
untuk pergi ke kota lain dalan kurun waktu tertentu sudah disebut
lain dengan kemauan sendiri, dan jangka waktu tertentu dengan tujuan
etnisnya, melainkan juga dengan orang yang latar belakang etnis dan
Program Magister Psikologi UGM pada tahun 2012 dalam tesisnya yang
antara culture shock dengan prestasi belajar pada mahasiswa di salah satu
mahasiswa tahun pertama yang berasal dari luar pulau Jawa, tinggal di
sebaya yang terbentuk dan terbina bisa menjadi sumber utama dukungan
kust dalam hal gaya dan sosialisasi remaja, juga memberikan rasa nyaman
teman sebaya ini dapat menjadi mediator antara culture shock dengan
tegang, namun dengan mediasi oleh faktor sosial berupa dukungan dari
dari Program Magister Psikologi UGM pada tahun 2008 dalam tesisnya
yang berjudul “Pengalaman Culture Shock Pada Anak Buah Kapal (ABK)
Pemula Di Kapal Pesiar Internasional”. Penelitian ini bertujuan untuk
pengalaman culture shock yaitu sebagai suatu proses yang harus dijalani,
mendatang.
sebagai karir dimana pekerjaan tersebut merupakan salah satu cara untuk
sosial.
dengan fokus penelitian yang sama yaitu tentang fenomena culture shock.
C. Kerangka Pikir
mencakup tujuan dari penelitian itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah
Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu bentuk miniatur dari
provinsi yang ada di nusantara Indonesia yang di wakili oleh berbagai pelajar
perguruan tinggi yang banyak tersedia di kota ini. Mahasiswa perantauan asal
luar Jawa sebagai pendatang baru yang berasal dari luar daerah Yogyakarta,
yang baru dan perubahan dalam lingkungan fisik, biologis, budaya dan
psikologis.
Perubahan dalam hal biologis antara lain meliputi makanan yang bergizi,
hal budaya antara lain perubahan cara bicara seperti bahasa daerah, kebiasaan,
ekspresi atau gerak tubuh, rasa masakan, adat, dan nilai norma yang berlaku.
masalah perbedaan budaya yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan sosial dan mampu menyelaraskan diri sesuai dengan norma yang
terlebih dahulu melalui berbagai bentuk fenomena sosial, salah satunya yang
akan peneliti bahas secara khusus berupa fenomena culture shock yang pada
Penyebab Gejala
Reaksi
Dampak
A. Lokasi Penelitian
Yogyakarta.
B. Waktu Penelitian
kurang lebih pada bulan September 2013 sampai dengan selesai, terhitung
C. Metode Penelitian
data deskriptif berupa kata-kata tertulis, kata-kata lisan dari orang-orang dan
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara utuh dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus
dibentuk dari empiris melalui berbagai fenomena atau kasus yang diteliti.
Dengan demikian teori yang dihasilkan mendapatkan pijakan yang kuat pada
realitas, bersifat kontektsual dan historis. Pada penelitian kualitatif ini, peneliti
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka, misalnya data dari
resmi lainnya.
yang ditemukan.
makna dari fenomena yang dikaji. Data yang disajikan dalam penelitian ini
berupa data deskriptif yang berupa kata-kata, gambar dan bukan berupa
Yogyakarta.
agar data yang diambil merupakan data lengkap dan benar. Peneliti juga akan
terjun langsung ke lapangan guna memperoleh data yang sesuai dengan hasil
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, bahasa dan
catatan tertulis maupun melalui perekam video/audio tape. Data dari informan
yang digunakan atau diperlukan dalam penelitian, dikaji dari sumber data
tersebut, pada penelitian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan
informan lapangan penelitian ini. Serta diperkuat oleh data dan informasi
dari beberapa informan mahasiswa perantauan dari luar Jawa yang sedang
Sumber data sekunder merupakan sumber data kedua di luar kata dan
data ini tidak diabaikan dan memiliki kedudukan penting yang mampu
tertulis, majalah, surat kabar, jurnal, internet dan hasil penelitian yang
(unstructured observation).
non partisipasi ini, pengamat berada diluar subjek yang diamati dan tidak
sekitar kos maupun sesama penghuni kos lainnya. Tahap ketiga observasi
penanya.
190-191).
data atau keterangan secara lisan dari seorang informan. Wawancara dilakukan
dihimpun dan dipilih sesuai dengan tujuan penelitian sebagai sumber data yang
atau terekam yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan. Hal ini
yang berkaitan dengan data fisik yang peneliti peroleh berupa data jumlah
menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang
purposive yaitu berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dan
informasi untuk tujuan penelitian dan tetap dalam batasan masalah penelitian.
ciri atau sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan
ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui
bukan didasarkan atas srata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya
keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel
dilakukan berdasarkan adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh peneliti.
Subjek yang diambil merupakan subjek yang memiliki banyak kemiripan, atau
Peneliti telah memilih informan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan
dewasa),
c. Mahasiswa perantauan yang berasal dari luar pulau Jawa, hal ini
Yogyakarta,
e. Sejak awal masuk kuliah tinggal di sekitar kampus (hanya tinggal di kos,
mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak dipisahkan
sesuatu yang lain diluar data untuk kepentingan pengecekan data atau sebagai
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
yang dilakukan lebih dari satu kali dalam periode waktu tertentu.
sumber. Hal ini dilakukan karena pengambilan data dalam penelitian ini
wawancara kepada informan lain yang paham akan permasalah yang berkaitan
perantauan asal luar pulau Jawa yang sedang menempuh semester awal
dibandingkan dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa yang sedang
berkuliah semester lanjut di Perguruan Tinggi Yogyakarta, kemudian apabila
mendukung data sehingga dapat diambil suatu hasil akhir. Sesuai dengan
sampai titik jenuh maka dapat ditarik kesimpulan hasil. Kemudian untuk
menurut Bogdan yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematik data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain
1. Pengumpulan data
yang kemudian dituliskan dalam catatan lapangan yang berisi tentang apa
yang dilihat, didengar, disaksikan, dialami dan juga temuan tentang apa
foto-foto.
2. Reduksi data
internet.
3. Penyajian data
jadi mencapai ribuan halaman. Oleh karena itu diperlukan sajian data yang
tindakan.
triangulasi sumber. Melalui penyajian data akan dipahami apa saja yang
telah terjadi, apa yang harus dilakukan, dan apa lebih lanjut lagi
4. Penarikan kesimpulan
penelitian ini berupa deskripsi dari objek yang pada awalnya belum jelas,
atau jawaban dari masalah penelitian ini yaitu tentang fenomena culture
suatu laporan.
adalah model analisis interaktif dari Miles dan Huberman. Adapun siklus
Verifikasi/
Reduksi Penarikan
Kesimpulan
A. Deskripsi Data
Yogyakarta tercatat memiliki luas 3.185,80 km² atau 0,17 persen dari
74.165 orang yang diasuh oleh 5.539 orang dosen tetap (BPS Provinsi
km², kepadatan penduduk di DIY tercatat 1.128 jiwa per km2. D.I.
swasta, terlebih pada saat musim awal tahun ajaran baru (BPS Provinsi
Hal ini tidak terlepas dari sejarah pendidikan berdirinya salah satu
yang menonjol, kota yang maju dalam dunia ilmu pendidikan dan
2015:8).
(Ihromi, 1990:69). Oleh karena itu mau tidak mau dalam kehidupan
dari satu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk dari ada tidaknya
tujuan dengan tidak ada niatan menetap didaerah tujuan (Mantra, 2003:
sama sekali (BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, Dalam Angka, 2014: 70).
kehidupan berbudaya yang terkandung dalam adat istiadat Jawa dan hingga
tradisi yang rutin dilakukan oleh kraton setiap tahunnya. Interaksi antara
warga cukup baik dan saling menghargai atau tepo seliro satu sama
lainnya.
2012: 67).
warga pribumi Yogyakarta, yaitu: siapa yang menjadi lawan bicara dan
berhadapan dengan orang yang lebih tua atau orang yang dihormati,
bahasa yang digunakan ialah bahasa Jawa krama alus/ inggil, namun
bahasa yang akan digunakan adalah bahasa Jawa ngoko yang biasa
dengar.
kelestarian budaya kota Yogyakarta. Akan tetapi hak ini tidak lantas
untuk pergi ke kota lain dalan kurun waktu tertentu sudah disebut
Tsuyushi, 2005:13).
menonjol, kota yang maju dalam dunia ilmu pendidikan dan banyak
sekunder yang diperoleh peneliti untuk menjadi salah satu data resmi
sumber data Dikpora Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2015 diatas
luar pulau Jawa hingga luar Negeri sebesar 294.507. Mahasiswa- mahasiswa
perantau tersebut datang dengan tujuan utama yang sama yaitu demi
akan terasa begitu heterogen, hal ini disebabkan oleh masuknya budaya-
kedalam D.I.Yogyakarta sedangkan jika dilihat dari tabel data Dikpora tahun
2015 mahasiswa pribumi lokal asli D.I. Yogyakarta sendiri sebesar 99.610
yang tersebar di PTN maupun PTS yang terdapat di Yogyakarta, hal ini
PTN memiliki jumlah total 4.828 dan Jumlah dosen pengajar menurut Jenis
penduduk pribumi lokal D.I. Yogyakarta sebagai tuan rumah yang memiliki
pulau Jawa yang didapat terbagi dalam dua katagori yaitu mahasiswa
perantauan asal luar jawa yang sedang menempuh semester awal dan
sengaja dipilih oleh peniliti untuk menjadi sampel yang bisa mewakili
berasal dari beberapa daerah di luar pulau Jawa, seperti Padang, Mamuju
telah melalui fenomena culture shock dan telah menemukan cara dimana
lanjut) berasal dari beberapa daerah di luar pulau Jawa, yaitu Pematang
1. SC (Perempuan, 18 tahun)
baru dan belum terlalu lama tinggal di Jogja. SC memiliki sifat yang
4. SN (Pria, 18 tahun)
Yogyakarta.
kos kecuali hanya untuk sekedar bertanya hal sekedarnya. ADTY adalah
dengan datar.
dari Bedugul Bali. KMG datang ke Jogja sekitar bulan April 2011.
7. UI (Perempuan, 20 tahun)
dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yaitu seorang individu yang
kelahiran untuk pergi merantau ke kota, wilayah atau bahkan luar negeri,
lama atau tidak biasanya dengan maksud kembali pulang, dan dengan tujuan
pulau Jawa banyak yang lebih memilih perguruan tinggi di pulau Jawa untuk
tersebut memusat di beberapa kota besar di Indonesia untuk satu tujuan yang
Beberapa daerah yang menjadi pilihan bagi pelajar dari berbagai daerah di
dalam proses belajar mengajar dan mampu menghasilkan daya saing prestasi
sebagai berikut:
“Keinginan sendiri lalu didukung oleh orang tua, agar aku bisa mandiri,
mampu berkembang lalu tahu dunia luar. Lagi pula orang-orang
didaerah kami menganggap kalau kualitas perguruan tinggi di pulau
Jawa itu lebih baik dibanding perguruan tinggi di luar pulau Jawa. Jadi
orang tua semakin antusias agar aku merantau ke Jawa demi prospek
kedepannya yang penuh peluang begitu kak” (Berdasarkan hasil
wawancara dengan SC, informan asal Padang pada tanggal 13
November 2013 pukul 14.00 WIB).
Sama halnya dengan keadaan kota Yogyakarta yang sudah sejak lama
dikenal sebagai kota dengan nuansa akademik yang menonjol, kota yang
dalam dunia ilmu pendidikan sehingga banyak menarik minat para pelajar
waktu selama menuntut ilmu di Yogyakarta begitu terus dari dahulu hingga
saat ini. Wajar jika Yogyakarta telah banyak menyedot minat pelajar dari
keliling 0,56% dan perpustakaan internet sebesar 0,97% (BPS Provinsi D.I.
kota besar dengan sarana prasarana dan fasilitas kota bervariasi yang
Hal tersebut sama seperti pada pernyataan yang peneliti peroleh dari
Yogyakarta ini disebabkan oleh arus datang budaya asing yang ikut
daerah yang saling mengenal, banyak juga yang datang hanya seorang diri
di Yogyakarta.
atau tidak yang biasanya dengan maksud kembali pulang dan dengan satu
lingkungan baru yang berbeda dengan budaya asal, dipicu oleh kecemasan
yang timbul akibat hilangnya tanda dan simbol hubungan sosial yang
dalam budaya baru dalam jangka waktu yang relatif lama (dikutip dari
dapat mampu memahami budaya yang berlaku, dan respon yang mereka
dalam mempelajari suatu hal baru yang kemudian akan dipahami dan
lelah hingga putus asa. Hal ini seperti yang disebutkan oleh informan
mahasiswa perantauan asal luar jawa semester awal dari hasil wawancara
sebagai berikut:
“…Sangat menyakitkan bagi aku karena orang-orang Yogyakarta
tidak mengerti aku, orang-orang disini memandang aku dengan
tatapan yang membuatku tak nyaman, itu tersirat dari mata lho kak
bagaimana cara mereka melihatku dengan tatapan yang aneh yang
otomatis membuatku kesal, risih, benci, dan akhirnya malas untuk
berinteraksi dengan orang-orang yang ada di lingkungan baru ini, buat
apa capek-capek memahami mereka kalau mereka saja tidak bisa
menghargai perbedaan pada diri aku. Jangan mentang-mentang ini
tanah merekalah.” (Berdasarkan hasil wawancara dengan SC,
informan asal Padang pada tanggal 13 November 2013 pukul 14.00
WIB)
mahasiswa yang mengalami gegar budaya paling besar dialami oleh mahasiswa
ditemuinya saat ini baru kemudian mereka dapat hidup normal terbebas
dari ketidaknyamanan baik secara fisik maupun psikis. Hanya saja tingkat
“…karena masih ditemani bapak ibu jadi aku tenang-tenang saja nah
setelah mereka nak balik ke Padang langsung ya masuk babak baru
nusuk sedihnya! Disini benar-benar sendiri kesepian ditengah kota
besar, merasa benar-benar berada ditempat asing, tersesat! rasanya
campur aduk jadi satu susah jelasinnya. Mendadak melankolis sama
kenyataan kalau inilah yang namanya merantau jauh dari rumah, dari
keluarga, dari apapun itu ya mungkin karena masih baru-baru saja
tinggal di Jogja jadi masih belum terima kenyataan” (Berdasarkan
hasil wawancara dengan SC, informan asal Padang pada tanggal 13
November 2013 pukul 14.00 WIB)
hal wajar dialami oleh individu ketika sedang berada di dalam daerah
tidak menyukai perbedaan, perasaan tidak berdaya berada jauh dari budaya
yang dianut dan tidak mudah membaur atau berinteraksi hingga penolakan
terhadap hubungan sosial orang-orang yang ada dilingkungan baru, dapat
tahap kecemasan akan hal-hal baru yang belum pernah ia jumpai selama
asing, hanya saja tingkat gangguan yang dialami oleh individu tersebut berbeda
antara satu individu dengan individu yang lain, tergantung dari seberapa jauh
Culture shock terjadi biasanya dipicu oleh salah satu atau lebih dari
265).
Berdasarkan hasil dari wawancara dengan delapan orang informan
culture shock serta gejala dan reaksi culture shock pada mahasiswa
a) Penyebab Internal,
asal luar pulau Jawa yang telah menempuh semester lanjut berkuliah di
faktual tetang lingkungan dan lokasi tempat rantauan akan lebih mudah
b) Penyebab Eksternal,
transisi antara budaya asal ke budaya baru ( Dayakisni, 2012: 270). Gegar
budaya terjadi lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini
makanan, bahasa, gerak tubuh/ ekspresi tubuh hingga mimik wajah, cara
itu ialah makanan. Pola, jenis, rasa dan porsi makan seseorang
berada di daerah tuan rumah dengan pola, jenis, rasa dan porsi
(2) Bahasa
Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa perbedaan
bahasa yang dirasakan oleh mahasiswa perantauan asal luar pulau
Jawa,
“Cuma masihlah aku heran orang disini yang asli Jogja itu
senang sekali berbahasa Jawa kepada siapapun. Dari para
penjualnya, tukang parkir, teman kampusku yang asli Jogja
pun begitu sama saja mereka memang sih kalau disini tanah
milik mereka tapi harusnya jangan sengaja lupa kalau disini
juga banyak pendatang yang campur-campur asal daerahnya,
bukannya kenapa tapi aku cuma bisa bengong kalau diajak
mereka mengobrol pakai bahasa Jawa, meskipun mereka
jelas tahu aku pakai bahasa Indonesia itulah yang
membuatku merasa tidak nyaman setiap harinya ketika
berinteraksi dengan mereka yang egois. Aku sudah loh
mencoba memahami mereka dengan tidak mengajak mereka
bicara dengan bahasa minang yang pastinya tidak mereka
pahami… tapi tidak kan? Justru mereka yang masih saja cuek
dan tetap berbahasa Jawa memangnya mereka pikir aku tahu
paham gitu artinya.” (Berdasarkan hasil wawancara dengan
SC, informan asal Padang pada tanggal
13 November 2013 pukul 14.00 WIB)
pulau Jawa,
pulau Jawa,
(6) Pergaulan
menghadapi situasi yang baru, tempat tinggal yang baru dan suasana
kampung halamannya.
(7) Geografis
(8) Agama
pulau Jawa,
pernah dihadapi sebelumnya dan akhirnya hal inilah yang dapat memicu
baru sebagai hasil dari ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan, yang
Furnham dan Bochner yang mengatakan bahwa culture shock ialah ketika
berasal sehingga individu mulai merasa bingung, cemas dan heran dengan
dengannya.
dengan orang lain dari kultur yang berbeda. Kehilangan kontrol umumnya
akan tetapi gejala culture shock yang terjadi pada setiap individu memiliki
sulit diterima.
(a) Orang merasa rindu keluarga, kawan, dan pengalaman lain yang
familiar.
berasal (homesick).
Seperti pada hasil wawancara dari salah seorang informan
berikut:
“jauh dari orang tua itu saat ini sebenarnya terasa masih
sangat menyiksa dan sering membuatku mudah menangis
atau menyendiri saat tidak terbendung lagi rasa rinduku.
Jauh dari kampung halaman membuatku kurang percaya
diri memulai pembicaraan dengan orang baru, belum lagi
setiap bangun pagi pasti muncul perasaan seperti belum
terbiasa kaget ini bukan kamarku aku dimana apa ya kak
semacam belum bisa menerima tidak memiliki rasa
memiliki sama lingkungan baruku yang sekarang ini,
merasa kurang minder dan kurang bebas mengekspresikan
diri di lingkungan baru ini juga, yang semua itu pada
intinya mengacu pada perasaan sedih karena berada di
lingkungan yang tidak biasa...” (Berdasarkan hasil
wawancara dengan SC, informan asal Padang pada
tanggal 13 November 2013 pukul 14.00
WIB)
asa.
sebagai berikut:
“…masih awal belum tahu apa-apa entah gimana
adatnya, bahasanya juga gerak tubuh isyarat-isyarat yang
menghormati bagaimana yang tidak bagaimana, benar-
benar masih bingung mau bagaimana mau seperti apa di
sini kan wajar bukan? karena kan adatnya memang
berbeda dengan tempat asalku kalau tempatku kan
memang cuek-cuek orangnya nah kalau di Jogja ternyata
di tuntut ramah kalau tidak di bilang sombong, kaku,
inilah itulah…”(Berdasarkan hasil wawancara dengan
UI, informan asal Malinau, Kalimantan Utara pada
tanggal 18 November 2015 pukul 11.00 WIB)
sebagai berikut:
sebagai berikut:
bicara.
sebagai berikut:
perasaan kehilangan.
sebagai berikut:
orang lain dari daerah atau negara asal yang sama dengannya.
setempat.
sebagai berikut:
sebagai berikut:
mereka datang ke daerah lain atau suatu lingkungan dengan kondisi sosial
budaya yang berbeda dengan tempat asal mereka. Cara hidup yang dipakai
norma masyarakat yang berbeda, tetapi juga karena iklim, makanan, gaya
hidup, bahkan teknologi pun menjadi berbeda dari tempat asalnya dengan
perasaan rindu kampung halaman/ home sick, perubahan pola tidur, kurang
Dalam keadaan yang tidak nyaman ini, individu tersebut terancam tidak
yang paling kuat dalam pengalaman lintas budaya yang akan diperoleh.
Dalam penelitian ini bahwa fenomena culture shock dialami oleh individu-
diketahui diantaranya adalah: (i) Merasa sedih dan sendiri/ terasingkan, (ii)
Temperamen cepat berubah, merasa sering goyah dan tidak berdaya, (iii)
Terkadang disertai masalah kesehatan, seperti demam, flu, diare, (iv) Sering
menganggap kebudayaan asal lebih baik dari budaya lain, (vi) Merasa
barunya, (xi ) Menjadi kurang percaya diri, (xii) Membentuk suatu stereotip
sangat spesifik tergantung pada dari daerah mana individu perantau tersebut
berasal, seberapa jauh jarak asal daerahnya dengan daerah rantauannya dan
kultural (fase kedua), fase recovery (fase ketiga) dan fase penyesuaian (fase
terakhir). Hal tersebut sesuai seperti hasil pengamatan yang peneliti lakukan
terhadap ke delapan orang informan asal luar pulau Jawa bahwa dalam
mengalami masa perasaan terisolasi dari budayanya yang lama dalam kurun
adanya berbagai perbedaan antara budaya lama dan budaya baru yang diikuti
dengan penolakan terhadap budaya baru inilah masa culture shock atau
kebudayaan.
mengidap culture shock menjadi rentan akan dampak negatif dari culture
perasaan agresif seperti mudah tersinggung dan marah pada keadaan budaya
yang ada di daerah barunya karena dianggap asing yang akhirnya mereka
budaya asalnya adalah budaya yang paling baik dan mengkritik budaya
barunya sebagai budaya yang tidak masuk akal, tidak menyenangkan dan
aneh atau mungkin sebaliknya merasa dipandang aneh oleh pihak mayoritas yang
disini merupakan tuan rumah rantauan. Kondisi mengkritik budaya baru ini
(pencitraan yang buruk) tentang orang-orang dari budaya baru yang bisa
yang baru dan bukan sedaerah dengannya. Seperti pada hasil wawancara pada
kodrat alami manusia yang merupakan makhluk sosial, secara alami hal ini
akan diikuti oleh proses integrasi dari budaya baru yang akan menghantarkan
individu pada perasaan luluh, naiknya tingkat toleransi pada diri yang
menciptakan makna dari berbagai situasinya dan perbedaan yang ada akhirnya
berangsur dinikmati dan bertahap mulai diterima oleh diri individu tersebut
Apabila krisis diri telah mulai teratasi dengan baik, maka individu akan
dan nilai-nilai antara budaya asli yang melekat pada dirinya dengan budaya
baru yang saat ini dimasukinya yaitu adaptasi. Hingga akhirnya ia mulai
menemukan rasa makanan yang lebih cocok dengan lidah dan perutnya,
bahwa budaya barunya tidak lebih baik atau lebih buruk antara satu dengan
yang lainnya, karena sekarang muncul pemikiran jika pada setiap budaya
memiliki ciri berbeda yang berbeda pula dalam menangani setiap masalah
memiliki banyak hal baik maupun hal buruk yang dapat berpotensi untuk
hidupnya. Pada masa ini akan terjadi proses integrasi dari hal-hal baru yang
telah dipelajarinya dari budaya baru dengan hal-hal lama yang selama ini dia
sebagai tahap dalam proses pencarian jati diri dalam diri individu. Ini
pada saat seperti ini individu telah matang dalam pengalaman lintas
yang berbeda dengan budaya asalnya inilah dampak positif dari culture
asal luar pulau Jawa semester lanjut yang telah lama melewati masa culture
“Dulu iya canggung ya tapi sekarang sudah baik kok, aku kenal lalu
akrab sama temen-temen kampus itu kalau tidak salah semester 2 atau
semester 3 an, karena 1 semester sendiri aku merasa belum butuh teman
ya…sampai akhirnya sosialisasi sama temen-temen jadi terabaikan dan
terlambat, malas memulai perkenalan dengan orang-orang baru, takut
ini takut itu namanya juga merasa asing dilingkungan baru jadi perasaan
negative dengan mereka itu gampang muncul. Sekarang setelah aku
mulai berinteraksi, mau berkomunikasi dengan orang lokal itu sedikit
banyak muncul pemahaman akan hal-hal yang dulunya aku tidak tahu
sekarang jadi oh begitu ya ternyata jadi ini semua masalah toleransi,
menghargai perbedaan, tidak semua orang jawa itu freak. Orang Jawa
pada dasarnya sama seperti kami di Sumatera ada yang tahu sopan
santun ada yang tidak, ada yang seenaknya ada yang tidak dan yang
selama ini aku pikir jika ia berbahasa Jawa maka ia adalah orang lokal
Jogja ternyata salah…setiap kota atau daerah memiliki perbedaannya
masing-masing entah itu kelebihannya maupun kekurangannya…”
(Berdasarkan hasil wawancara dengan ADTY, informan asal Pematang
Siantar pada tanggal 19 November 2013 pukul 12.00 WIB)
terjalinnya komunikasi yang efektif dan lancar kita harus menerima serta
budaya yang baru. Hal ini akan memperlancar komunikasi yang terjadi
diantara individu pendatang dan individu tuan rumah menjadi lebih nyaman.
Dibawah ini merupakan tabel perbedaan culture shock yang dialami oleh
daerah baru atau asing sebagai tempat rantauannya yaitu sebagai berikut:
pada mahasiswa perantau semester awal yang baru saja melakukan tahap
kita kenal dengan istilah bermigrasi atau merantau secara tiba-tiba untuk
bersama dalam satu daerah dalam kurun waktu yang lama. Maka keseluruhan
kemudian membentuk karakter dan menjadi ciri khas yang melekat pada diri
suatu kenyataan perbedaan seperti bahasa, tingkah laku atau gerakan tubuh,
yang selama ini familiar untuk didengar, tingkah laku atau gerakan tubuh
serta ekspresi mimik wajah yang selama ini dikenal atau dilakukan.
diketahui bahwa dalam benak individu perantau tersirat jika “ada banyak
yang salah, tidak sesuai dan berbeda” sehingga menimbulkan perasaan tidak
subbudayanya dan mudah mengkonsumsi bahwa, apa yang ada atau terjadi
kebudayaan atau subbudaya dari unit sosial apapun selalu berubah dengan
berjalannya waktu. Inilah masa culture shock yang harus dihadapi oleh
mahasiswa perantauan semester awal setidaknya hanya berlangsung untuk
melalui proses waktu akan menemukan dirinya dalam keadaan dapat menilai
serta mampu membedakan hal yang positif dan negatif secara seimbang.
Proses adaptasi secara alami akan dialami oleh setiap mahasiswa etnik
kebudayaan baru yang tidak familiar, meski pada awalnya terasa tidak
terasa asing. Untuk mengatasi rasa ini ada beberapa cara yang ditempuh.
dan bertindak secara etnosentrik, namun kesemua ini akan mereda seiring
sosial yang tidak akan terlepas dari interaksi sosial setiap harinya dan
untuk berpikir dalam pola pikir mereka. Kepekaan budaya ini merupakan
modal yang amat besar dalam membangun toleransi, rasa pengertian yang
Pada mahasiswa semester lanjut yang telah melewati lebih dari satu
karena adanya usaha beradaptasi secara psikis maupun sosiologis dan pada
masa ini culture shock telah beralih menjadi pengalaman lintas budaya.
awal dari culture shock, seiring berjalannya waktu kebutuhan serta tuntutan
recovery (fase ketiga) yang kemudian diikuti dengan fase penyesuaian diri
atau fase terakhir dalam culture shock sehingga gegar budaya yang individu
alami dipastikan akan mulai berangsur teratasi secara maksimal sampai satu
Mengenai seberapa lama atau tidaknya culture shock dialami oleh seorang
budaya yang ada. Hal ini berarti, jika ingin hidup nyaman dan berhasil di
lingkungan yang baru maka mau tidak mau individu perantau tersebut harus
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru saat ini, sesuai dengan pepatah tua
mendapatkan hasil merantau yang baik dan lancar maka usaha yang efektif
menerima budaya orang lain. Terlebih, kita akan tinggal sementara waktu di
budaya itu.
C. Pokok-pokok Temuan
Jawa karena mereka menilai kualitas perguruan tinggi di pulau Jawa lebih
2. Yogyakarta sejak dahulu dikenal sebagai kota pelajar atau kota pendidikan
perantauan di Yogyakarta.
shock.
reaksi culture shock yang terjadi pada setiap individu memiliki berbeda-
berpikir positif dalam pola pikir individu. Kepekaan budaya ini merupakan
modal yang amat besar dalam membangun toleransi atau rasa saling pengertian
A. Kesimpulan
Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan pada delapan orang
informan mahasiswa perantauan asal luar Jawa yang terdiri atas mahasiswa
akan dialami oleh setiap mahasiswa perantauan yang baru memasuki tahap
semester awal perkuliahan, hanya saja culture shock yang terjadi pada setiap
bahwa individu akan mengalami culture shock saat satu minggu pertama
kedatangannya dan akan teratasi sampai satu tahun pertama. Mahasiswa baru
hingga tahap crisis culture dan mahasiswa semester lanjut yang sudah lebih
lama tinggal di Yogyakarta telah melalui tahap yang lebih jauh baik tahap
sosial yang saling membutuhkan satu sama lain dalam pengumpulan informasi
individu untuk menemukan wawasan baru yang dalam dari aspek psikis
mengenai dirinya sendiri. Struktur baru ini akan semakin tampak melalui
pengalaman emosional saat berinteraksi dengan budaya baru. Dalam hal ini,
diri dengan budaya baru. Proses penemuan makna baru yang disebabkan oleh
pengaruh budaya baru akan berlangsung secara alami dan menghantarkan individu
pada penyesuaian diri dengan lingkungan baru. Pengalaman culture shock bersifat
daerah baru dengan situasi dan kondisi lingkungan sosial budaya yang berbeda
disimpulkan bahwa jalan keluar atau solusi dari culture shock yang baiknya
dilakukan oleh mahasiswa perantau adalah dengan beradaptasi, yaitu sikap mau
terselesaikan. Selain itu, terjalinnya suatu komunikasi yang efektif dan lancar hanya
akan terjadi jika individu mau menerima dan menyesuaikan diri dengan budaya
budaya yang ada mempermudah usaha dalam beradaptasi dengan budaya yang baru
B. Saran
pada gambaran keadaan dan perasaan psikis individu yang mengarah pada
ilmu psikologi, agar diperoleh hasil penelitian sosiologi yang tepat serta
lebih maksimal dari penelitian ini. Penulis berharap, akan makin banyak
tersebut. Hal ini akan membantu individu untuk lebih familiar dengan
lingkungan barunya.
Fransiska Ani Dewanti. (2008). Pengalaman Culture Shock Pada Anak Buah
Kapal (ABK) Pemula Di Kapal Pesiar Internasional. Tesis. Yogyakarta:
Program Magister Psikologi UGM
PEDOMAN OBSERVASI
PEDOMAN WAWANCARA
CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA
PERANTAUAN DI YOGYAKARTA
Tanggal wawancara :
Waktu :
Lokasi wawancara :
A. Identitas Informan
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Agama :
Asal daerah :
Suku/ etnis :
Bahasa daerah :
Universitas :
Mahasiswa semester :
B. Daftar wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa
yang sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi
Yogyakarta
1. Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah dan sejak kapan
anda merantau ke Yogyakarta?
2. Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta? Apa alasan dan
motivasi anda memilih menjadi seorang mahasiswa perantauan? Apakah
anda sebelumnya pernah memiliki pengalaman merantau kedaerah/
propinsi lain?
3. Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan merantau? Lalu apakah
anda sudah memperkirakan bagaimana tempat yang akan anda rantau
tersebut?
4. Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah datang mengunjungi
Yogyakarta atau memiliki bayangan bagaimana lingkungan baru anda?
Lalu bagaimanakah perasaan anda saat sudah berada di tempat
perantauan? Merasa kagetkah?
5. Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh untuk akhirnya anda
bisa masuk dan di terima di Perguruan Tinggi Jogja?
6. Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat perantauan kota
Yogyakarta ini? Berikan alasannya?
7. Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu bahasa apa yang
anda gunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang baru di
Yogyakarta?
8. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di lingkungan
kampus anda pada saat anda memasuki semester awal perkuliahan?
9. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di lingkungan
tempat tinggal (kos) anda?
10. Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian belajar yang
anda temukan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan
Yogyakarta)?
11. Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda rasakan selama
berada di lingkungan baru (kota rantauan Yogyakarta)?
12. Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya orang-orang pribumi
Yogyakarta saat bulan-bulan pertama tinggal di Yogyakarta? Apakah anda
merasakan adanya perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?
13. Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah anda sering
membandingkan lingkungan baru di Yogyakarta tempat rantauan dengan
daerah asal dari tempat anda sendiri?
14. Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat segera
mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru anda? Apakah anda
merasa nyaman dengan lingkungan rantauan anda?
15. Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan awal di tempat
rantauan?
16. Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas Yogyakarta apakah
anda menemukan kendala di tempat rantauan?
17. Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di Yogyakarta, apakah
anda menemukan kendala di tempat perantauan?
18. Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan dengan keluarga anda
di kampung halaman? Tiap berapa bulan anda pulang kekampung
halaman? Apakah anda sering merasa home sick atau mudah rindu
kampung halaman?
19. Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang membuat anda
stress pada bulan-bulan awal di Yogyakarta?
20. Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan mengenai sosialisasi
terhadap masyarakat pribumi Yogyakarta lalu bagaimana anda
mengatasinya?
21. Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda yang merupakan
masyarakat pribumi Yogyakarta?
22. Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat pribumi
Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk bersama-sama
menghadapi persoalan penyesuaian diri pada saat awal kedatangan anda di
tempat rantauan (Yogyakarta)?
23. Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-teman baru di
Yogyakarta? Apakah ada kendala?
24. Apakah anda mengalami berbagai permasalahan ketidaknyamanan dengan
daerah rantauan? Apakah anda merasa yakin dapat menyesuaikan diri
dengan di tempat rantauan tersebut?
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA
CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA
PERANTAUAN DI YOGYAKARTA
Tanggal wawancara :
Waktu :
Lokasi wawancara :
A. Identitas Informan
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Agama :
Asal daerah :
Suku/ etnis :
Bahasa daerah :
Universitas :
Mahasiswa semester :
B. Daftar wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa
yang sedang menempuh semester lanjut berkuliah di Perguruan Tinggi
Yogyakarta
1. Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah dan sejak kapan
anda merantau ke Yogyakarta?
2. Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta? Apa alasan dan
motivasi anda memilih menjadi seorang mahasiswa perantauan? Apakah
anda sebelumnya pernah memiliki pengalaman merantau kedaerah/
propinsi lain?
3. Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan merantau? Lalu apakah
anda sudah memperkirakan bagaimana tempat yang akan anda rantau
tersebut?
4. Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah datang mengunjungi
Yogyakarta atau memiliki bayangan bagaimana lingkungan baru anda?
Lalu bagaimanakah perasaan anda saat sudah berada di tempat
perantauan? Merasa kagetkah?
5. Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh untuk akhirnya anda
bisa masuk dan di terima di Perguruan Tinggi Jogja?
6. Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat perantauan kota
Yogyakarta ini? Berikan alasannya?
7. Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu bahasa apa yang
anda gunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang baru di
Yogyakarta?
8. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di lingkungan
kampus anda pada saat anda memasuki semester awal perkuliahan?
9. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di lingkungan
tempat tinggal (kos) anda?
10. Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian belajar yang
anda temukan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan
Yogyakarta)?
11. Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda rasakan selama
berada di lingkungan baru (kota rantauan Yogyakarta)?
12. Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya orang-orang pribumi
Yogyakarta saat bulan-bulan pertama tinggal di Yogyakarta? Apakah anda
merasakan adanya perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?
13. Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah anda sering
membandingkan lingkungan baru di Yogyakarta tempat rantauan dengan
daerah asal dari tempat anda sendiri?
14. Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat segera
mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru anda? Apakah anda
merasa nyaman dengan lingkungan rantauan anda?
15. Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan awal di tempat
rantauan?
16. Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas Yogyakarta apakah
anda menemukan kendala di tempat rantauan?
17. Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di Yogyakarta, apakah
anda menemukan kendala di tempat perantauan?
18. Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan dengan keluarga anda
di kampung halaman? Tiap berapa bulan anda pulang kekampung
halaman? Apakah anda sering merasa home sick atau mudah rindu
kampung halaman?
19. Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang membuat anda
stress pada bulan-bulan awal di Yogyakarta?
20. Pernahkah ada masalah dengan teman-teman baru anda yang merupakan
masyarakat pribumi Yogyakarta?
21. Jika anda mengalami kendala di daerah rantauan mengenai sosialisasi
terhadap masyarakat pribumi Yogyakarta lalu bagaimana anda
mengatasinya?
22. Dengan teman kampus anda yang merupakan masyarakat pribumi
Yogyakarta apakah mereka membantu anda untuk bersama-sama
menghadapi persoalan penyesuaian diri pada saat awal kedatangan anda di
tempat rantauan (Yogyakarta)?
23. Ceritakan bagaimana hubungan anda dengan teman-teman baru di
Yogyakarta? Apakah ada kendala?
24. Apakah anda mengalami berbagai permasalahan ketidaknyamanan dengan
lingkungan rantauan anda? Apakah kini anda dapat menyesuaikan diri
dengan di tempat rantauan tersebut?
25. Bagaimana sikap dan pandangan anda tentang berbagai masalah
kemampuan beradaptasi dalam berusaha mengurangi pengaruh culture
shock pada diri anda selama ini?
Lampiran 4
HASIL OBSERVASI
CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA
PERANTAUAN DI YOGYAKARTA
HASIL WAWANCARA
CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA
PERANTAUAN DI YOGYAKARTA
Informan 1
Tanggal wawancara : 13 November 2013
Waktu : 14.00 WIB
Lokasi wawancara : Gedung Perpustakaan Pusat UGM
Keadaan informan
C. Identitas Informan
Nama : SC
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 18 Tahun
Agama : Islam
Asal daerah : Padang
Suku/ etnis :Minang/ Melayu
Jenis bahasa daerah :Minang
Universitas : UGM
Mahasiswa semester :1
D. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa
yang sedang menempuh semester awal berkuliah di Perguruan Tinggi
Yogyakarta.
25. Peneliti :Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah
dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?
Informan :Padang, sukunya minang atau melayu, bahasa daerahnya Comment [CS1]: Asl
pun minang datangnya kejogja sekitar september 2013 Comment [CS2]: Sk etnk
kemarin. Comment [CS3]: Bhs Daerh
26. Peneliti :Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?
Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang
mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah
memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?
Informan :Karena tujuan utamanya memang ingin kuliah di UGM,
UGM juga terkenal sebagai universitas tertua di Indonesia,
pastinya Jogja menjadi kota yang ramai akan perantau
yang sama sepertiku yang bertujuan menempuh jenjang
pendidikan perguruan tinggi, itu berarti akan banyak
perasaan senasib sepertiku, berjuang demi pendidikan. Aku
memang niat banget bisa masuk ke UGM. Berhubung UGM
memang adanya hanya di Jogja jadi mau tidak mau sejak
awal sudah bertekad untuk menjadi perantau ke Jogja yang Comment [CS4]: Alsn
notabene didaerahku
Lagipula Jawa budayanya demi lumayan
itu sudah berkuliah banyak
ke UGM.
dan
kebanyak yang merantau, merantaunya itu ya ke Pulau
Jawa. Ada yang ke UI, ITB, bahkan sepupuku saja ada
yang kuliah ke Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur
itu kan lebih jauh dari saya merantaunya. Belum pernah
merantau ya jadi ini kali pertamanya aku membuat
perjalanan perantauan dihidupku, tapi tekad sudah bulat
jalan sajalah. Coba-coba cari pengalaman baru, resikonya
pikir belakangan.
27. Peneliti :Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan
merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan
bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?
Informan :Keinginan sendiri lalu didukung oleh orang tua, agar
aku bisa mandiri, berkembang lalu tahu dunia luar. Lagi
pula orang-orang didaerah kami menganggap kalau
kualitas perguruan tinggi di pulau Jawa itu lebih baik
dibanding perguruan tinggi di luar pulau Jawa. Jadi
orang tua semakin antusias agar aku merantau ke Jawa
demi prospek kedepannya yang penuh peluang begitu kak. Comment [CS5]: Alsn
40. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas
Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat
rantauan?
Informan :Menu masakan susah untuk menyesuaikan karena sini
khasnya manis sedangkan lidahku tidak terbiasa dengan
masakan manis, kalau makan larinya ke warung makan
Padang, makan roti, membuat roti tawar selai, nyemil
snack-snack, kalau tidak yaa buat mie instan sendiri, atau
kalau pas ada temannya yang mengajak nyari makan
bareng ya hunting warung makan yang sambalnya ekstra
pedas, sekalian wisata kuliner segala tempat kami coba
sampai habis referensi tempat makan terus kebanyakan
makan ditempat JunkFood berkelas internasional seperti
PH, starbucks, J.Co, KFC, Dunkin donuts yang sebenarnya
menguras kantong dan akhirnya tidak bisa keseringan
nongkrong ditempat-tempat mahal seperti itu karena
membuatku selalu kehabisan uang bulanan. Cuma ya itu
tadi pola makanku berantakan jadinya sering malas mau
makan, ini saja aku kurusan turun berapa kilo sendiri
gara-gara pilih-pilih makanan, jadi susah makan.
Akhirnya kesini-kesininya harus bisa paksa sedikit-sedikit
tidak pilih-pilih makan meski setiap kali memaksa makan
selalu mual sampai muntah pula, masih berusaha ya
untuk tidak pilih-pilih makan lagi cuma ya carinya tetep
ketempat makan yang rasanya lumayan bisa cocok di
lidahlah sedih kalau makan tapi tak bisa kuhabiskan
karena tidak selera. Comment [CS19]: Ekstrnl
Informan :Bahasa Mandar ya karena memang kita orang asli Comment [CS32]: Bhs Daerh
16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan apakah
anda menemukan kendala di tempat perantauan?
yang
pakai umum yaitu
bahasa bahasa
Papua Indonesia.
. Kalau disini menggunakan bahasa
8. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di
lingkungan kampus anda pada saat anda memasuki
semester awal perkuliahan?
Informan :Saya tahu jika Papua dengan Jogja itu berbeda banyak
hal, saya tidak mau ada masalah terjadi untuk saya jadi
saya selalu berusaha tenang di kelas, saya jauh dari rumah
jauh dari Papua dari bapak serta saudara tidak tahu siapa-
siapa disini sendiri, bicara lewat telepon pun tiada guna
sudah, sekarang saya memang pendiam, saya piker itu
Comment [CS56]: Intrnl
akan lebih baik akan tetapi kalau diajak orang lain untuk
berkenalan ya saya pasti akan merespon dengan baik, jika
diajak ngobrol ya saya akan ngobrol. Saya percaya kalau
diri sudah berusaha baik balasannya juga pasti akan baik
pula, orang jadinya menghargai kita itu saja.
9. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di
lingkungan tempat tinggal (kos) anda?
Informan :Sama teman-teman kos juga sama saja ya seperti yang
saya lakukan di kampus, walau memang saya pendiam
akan tetapi kalau diajak untuk berkenalan ya saya pasti
akan merespon dengan baik, jika diajak ngobrol ya saya
akan ngobrol. Saya selalu berusaha ingat kalau diri sudah
berusaha baik balasannya juga pasti akan baik pula, orang
lain akan menghargai kita itu saja.
10. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian
belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan
baru (kota rantauan Yogyakarta)?
Informan :Itu jelas sangat-sangat kendala, karena kami berbeda
pendidikannya antara Jawa dengan Papua. Kalau di Jogja
luar biasa semangat belajarnya, mahasiswanya semangat,
ada kelompok belajar membuat makalah lalu presentasi,
banyak sekali tugas yang diberikan, kalau di Papua hanya
belajar saja tidak banyak tugas, atau kelompok belajar
untuk membuat tugas makalah belum lagi banyak yang
namanya presentasi. Jika presentasi di depan kelas begitu
kalau lihat teman lain yang dari Jawa mereka itu mudah
sekali ya menjawab pertanyaan yang diajukan dan lancar
ya menjelaskan hasil makalahnya tanpa banyak membaca.
Saya ini yang dari Papua kalau di depan kelas untuk
presentasi masih banyak tidak lancar seperti teman yang
lain yang dari tanah Jawa. Jadi memang yang tanah Jawa
atau Jogja itu lebih pintar, lebih berani dalam presentasi
mereka sangat pintar berkata dari pada saya karena itu Comment [CS57]: Ekstrnl
saya
setiapmasih
akansering merasa materi
menerima mudah tidak
saya percaya
selalu diri . Jadi
berusaha
membaca ulang yang akan di jelaskan oleh dosen,
berusaha memahami lebih dulu, kalau jam jeda seperti ini
saya selalu coba ke perpus membaca buku-buku materi,
kadang saya juga banyak beli buku ke toko buku untuk saya
baca pahami, tapi kalau masalah hal-hal lisan macam
presentasi sampai sekarang aku masih belum bisa percaya
diri kalau sudah di depan kelas itu minder lupa yang mau
di sampaikan tadi apa. Tapi sudah tidak apa saya jauh-
jauh dari Papua untuk maju terus maka saya akan
berusaha lagi dan lagi jangan mudah menyerah.
11. Peneliti :Apakah terdapat kesenjangan kebudayaan yang anda
rasakan selama berada di lingkungan baru (kota rantauan
Yogyakarta) ?
Informan :Ada, untuk perbedaan antara Jogja dengan di Papua itu
logat bicaranya. Masalahku disini itu yang membuat cukup
kaget itu orang-orang disini semua senang berbahasa
Jawa, kalau di Papua itu di saat di kelas kami selalu pakai
bahasa umum bahasa Indonesia kalau di Jogja di kelaspun
mereka masih berbahasa Jawa, terkadang dosen juga
senang berbahasa Jawa, jadi saya kaget kenapa bisa
seperti ini kalau di Papua berbahasa umum, sama teman
juga berbahasa umum, kami walau sama-sama orang
papua bukan lalu menggunakan bahasa daerah dimanapun
kami berada, bahasa daerah hanya di gunakan di rumah
saja jika diluar rumah tidak lagi di gunakan bahasa daerah
itu. Berbeda dengan di Jogja, saya tidak paham bahasa
Jawa jadi sering bingung jika mereka mengajakku
berbicara, intinya saya tidak tahu bahasa Jawa yang
dipakai orang asli suku Jawa untuk berkomunikasi begitu,
lalu kalau cari kos atau kontrakan di Jogja ternyata agak
susah karena banyak yang tidak menerima orang Timur
seperti aku ini jadi orang Timur banyak yang memusat di
Seturan dan Babarsari saja karena hanya di daerah-
daerah sana sajalah yang mau menerima orang Timur Comment [CS58]: Ekstrnl
seperti aku ini, sedang
harus kekampus UNY aku
kan disini
jauh tidak ada kendaraan
jadi kemarin jika
aku sangat
berusaha sekali untuk dapat kos dekat kampus saja
akhirnya Puji Tuhan aku bisa dapat hanya saja tempatnya
tidak nyaman sekali tapi dari pada tidak maka tidak
mengapa.
12. Peneliti :Bagaimana cara anda memahami adat istiadat budaya
orang-orang pribumi Yogyakarta saat bulan-bulan pertama
tinggal di Yogyakarta? Apakah anda merasakan adanya
perbedaan yang mencolok dengan daerah asal anda?
Informan :Kalau di papua itu jika di jalan bertemu dengan orang
yang kita kenal maka kita hanya akan menyapa dengan
melambaikan tangan, tersenyum dan berkata hai atau
bersalaman, kalau di Jogja itu saya kaget karena berbeda
mereka menyapanya itu menunduk-nunduk sambil
tersenyum dan berkata menggo saya bingung, saya masih
sering membalas mereka dengan melambaikan tangan saja
sudah dan tersenyum menjawab iya, wah itu saya belum
bisa ikuti kebiasaan disini yang menunduk–menunduk
seperti itu tadi, saya merasa aneh. Jadi untuk saat ini masih
belum bisa benar-benar memahami adat Jogja karena juga
baru beberapa bulan saya disini, masih harus adaptasi. Comment [CS59]: Ekstrnl
Saya jalani saja dulu dan tidak saya jadikan beban pikiran
untuk harus sama dengan mereka yang penting saya
nyaman dan fokus dengan tujuan awal yang membuatku
harus berada disini. Masalah kebiasaan lama-lama juga
saya pasti akan bisa mengikuti. Perbedaannya itu kalau
Jogja kan kota pelajar yaa disini banyak perantaunya yang
membuat jadi majemuk, banyak suku dan budaya dari
mahasiswa pendatang dengan karakteristik yang berbeda-
beda dari daerah-daerah di nusantara, namun banyaknya
pendatang itu tidak lalu membuat perselisihan antar beda
suku atau bahkan yang asli Jogja tersingkir seperti itu,
justru di sini harmonis.
13. Peneliti :Saat berada dibulan-bulan pertama perantauan apakah
anda sering membandingkan lingkungan baru di
Yogyakarta tempat rantauan dengan daerah asal dari tempat
anda sendiri?
Informan :Jogja mungkin kota yang tidak terlalu besar tapi disini
tersedia fasilitas perpustakaan dari perpustakaan kampus
sendiri saja sudah sangat besar lalu perpustakaan daerah
juga tersedia, banyak toko-toko buku, pameran buku
hingga bedah buku pun banyak terselenggara disini,
bervariasinya fasilitas, baik sarana maupun prasarananya
yang bervariasi macamnya dan memadai terus Jogja itu
tempatnya selalu ramai terus dari pagi, siang, sore, malam,
ke pagi lagi tetap ramai jadi tidak perlu takut jika ada
kegiatan yang hingga larut. Kalau mau kemana-mana
letak-letaknya tidak jauh-jauh disini juga transportasi
umum tersedia,butuh angkutan kota ada transJogja, mau
yang 24 jam juga ada, disini aman sentosa tidak ada
perampokan apalagi perang antar suku. Jogja juga jelas
dikenal sebagai kota surganya pelajar, biaya hidup disini
terjangkau, harganya murah-murah dari pada di Papua,
saya sangat senang.
14. Peneliti :Sesampainya di tempat rantauan apakah anda dapat
segera mengkondisikan diri anda dengan lingkungan baru
anda? Apakah anda merasa nyaman dengan lingkungan
rantauan anda?
Informan :Karena disini saya masih awal, jadi saya juga masih
belum benar-benar bisa segera mengkondisikan bagaimana
lingkungan baruku yang sekarang, pada dasarnya saya
orangnya tidak terlalu memusingkan hal-hal justru saya
jadikan tantangan untuk saya hadapi, jadi dibawa santai
saja, lama-kelamaan juga saya pasti akan terbiasa,
lagipula semua butuh proses dan waktu, yang penting disini
saya tidak membuat masalah saja. Ikut aturan tidak lantas
seenaknya, semua tetap saya pertimbangkan sebelum saya
lakukan. Saya saja tidak ingin di ganggu maka saya jangan
mengganggu siapapun bahkan lingkungan sekitarku ini.
15. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan
awal di tempat rantauan?
Informan :Kondisi kesehatan selama saya datang di Jogja hingga
saat ini sudah beberapa bulan itu Puji Tuhan sekali saya
tidak mengalami masalah kesehatan apa-apa, saya baik-
baik saja di sini.
16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas
Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat
rantauan?
Informan :Kebiasaan di Papua itu rasa makananannya banyak
menggunakan rempah,enak, ada pedas, waktu sampai di
Jogja saya sebenarnya kaget tapi tidak masalah itu bisa Comment [CS60]: Ekstrnl
ada
saya sakit
tidak semoga saya akan
sakit. Selama selalusaya
di Jogja begini ya selalu
baik-baik sajasehat.
tidak
Saya tidak mau sakit, sakit itu merepotkan dan mahal.
16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas
Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat
rantauan?
Informan :Nah ini masalah utamaku, walau harga makanan di Jogja
jauh lebih murah dari Papua, tapi saya ini senang
makanan pedas sedang saya kaget makanan di Jogja semua
kenapa serba manis tidak pedas sama sekali. Jadi saya
lebih sering memasak saja agar lebih hemat juga saya
memasak nasi dan mie rebus dengan saos atau bubuk cabai
begitu agar terasa pedas. Jika memasak sendiri saya bisa
atur rasanya akan jadi seperti apa.
Comment [CS75]: Ekstrnl
17. Peneliti :Mengenai pola tidur anda pada bulan-bulan awal di
Yogyakarta, apakah anda menemukan kendala di tempat
perantauan?
Informan :Pola tidur baik-baik saja seperti di rumah, tapi disini saya
sering sekali tidur jam 1 malam untuk menghabiskan
membaca buku materi pelajaran. Saya senang membaca
agar saya tidak terlambat dari teman-teman yang lainnya.
18. Peneliti :Bagaimana komunikasi anda di tempat perantauan
dengan keluarga anda di kampung halaman? Tiap berapa
bulan anda pulang kekampung halaman? Apakah anda
sering merasa home sick atau mudah rindu kampung
halaman?
Informan :Komunikasi kami baik-baik saja, bapak sering sekali
menelfonku karena dia merindukanku. Rindu rumah itu
pasti, saya sangat rindu masakan ibuku, bapakku serta
adik-adikku, rindu suasanya rumah dan teman-temanku Comment [CS76]: Gjl & Rea
disana. Kalau
panjang saja yapulang
karena saya hanya jarak
mengingat akan dan
menunggu libur
biaya pulang
kampung itu yang tidak sedikit serta membosankan
lagipula bapak suruh saya tidak banyak-banyak pulang dia
ingin saya fokus saja kuliah sudah.
19. Peneliti :Adakah pengalaman sosial budaya di Yogyakarta yang
membuat anda stress pada bulan-bulan awal di
Yogyakarta?
Informan :Awalnya sampai di Jogja karena saya terlantar langsung
saya sempat berpikir banyak juga sempat ragu bagaimana
nasib saya nanti karena saya belum pernah merantau di
luar Papua bagaimana nanti memposisikan diri diantara
perbedaan budaya yang ada dengan teman-teman kelas
saya, apakah saya akan diterima atau tidak dengan
lingkunganku di Jogja. Tapi saya berusaha untuk tetap Comment [CS77]: Intrnl
HASIL WAWANCARA
CULTURE SHOCK (GEGAR BUDAYA) PADA MAHASISWA
PERANTAUAN DI YOGYAKARTA
Informan 5
Tanggal wawancara : 19 November 2013
Waktu : 12.00 WIB
Lokasi wawancara : Gedung Auditorium UPN
Keadaan informan
A. Identitas Informan
Nama : ADTY
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 21 tahun
Agama : Katolik
Asal daerah : Pematang Siantar, Sumatera Utara
Suku/ etnis : Simalungun
Jenis bahasa daerah : Batak
Universitas : UPN
Mahasiswa semester :5
B. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa
yang sedang berkuliah semester lanjut di Perguruan Tinggi Yogyakarta.
49. Peneliti : Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah
dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?
Informan :Aku dari Pematang Siantar, Sumatera Utara, Simalungun, Comment [CS79]: Asl
Batak. Sepertinya waktu itu aku datang ke Yogyakarta Comment [CS80]: Sk etnk
sekitar Comment [CS81]: Bhs Daerh
bulan April 2011.
50. Peneliti :Mengapa anda memilih untuk merantau ke Yogyakarta?
Apa alasan dan motivasi anda memilih menjadi seorang
mahasiswa perantauan? Apakah anda sebelumnya pernah
memiliki pengalaman merantau kedaerah/ propinsi lain?
Informan :Kalau kenapa merantau itu karena Yogyakarta kota besar,
kota pelajar banyak universitas berkualitas, kota wisata,
lalu yang terpenting biaya hidupnya tidak terlalu tinggi,
terus pacar juga milih kuliah ke Yogya. Jadi ya sudah aku
milih ngikut merantau ke Yogyakarta bareng pacar. Alasan
yang utama tambah-tambah pengalaman agar aku bisa jadi
lebih berkembang, tahu mana-mana tidak hanya di siantar
saja merantau juga membuat aku belajar hidup mandiri
berusaha tidak terlalu tergantung sama orang rumah, terus
juga pacar memang mau merantau ke Jogja, kuliah ke
Jawa. Ya sudah akhirnya pas komplitnya jadilah sudah
tekad bulat buatku pergi merantau ke Yogyakarta istimewa
ini. Kalau pengalaman pergi merantau selama ini belum Comment [CS82]: Alsn
tentunya.
terus kamiAkukecuali
tahu Jogja bukanlah
sekolah, Siantar
kegereja, acarajadiformal
jelas
berbeda daerah, dan bahasa itu tergantung dengan siapa
lawan bicaranya, jelas pula kalau di sini bahasa yang
digunakan bukan bahasa batak tapi bahasa persatuan
bahasa Indonesia. Hanya saja aku kurang nyaman
berkomunikasi dengan orang-orang sini, ada dari mereka
yang masih menggunakan bahasa Jawa dalam
berkomunikasi dengan aku, tidak apa-apa jika aku paham
masalahnya aku tidak mengerti bahasa mereka jadi mana
kutahu apalah arti dan maksudnya aku tampak bodoh
dibuatnya! Heran aku, kupikir dengan berbahasa Indonesia
bisa membuat mereka peka kalau aku bukan orang Jogja
apalah logatku tidak nampak batak kan freak! Itulah yang
membuat tidak nyaman berkomunikasi jika diajak orang
lokal berbicara menggunakan bahasa Jawa dalam
keseharian aku di lingkungan baruku ini, meskipun aku
menjawabnya tetap dengan bahasa Indonesia itulah
susahnya perbedaan budaya, bahasanya saja sudah buat
pusing kepala. Comment [CS86]: Ekstrnl
halus-halus
seru, tidak ya takutnya logat
mainstream, orangaku kasarkadang
Jogja suara suaranya
aku yang
tinggi ini membuat mereka ilfeel atau parah-parahnya
melukai mereka karena aku juga tabiatnya keras
berbanding terbaliklah rasanya.
58. Peneliti :Apakah anda menemukan kendala mengenai penyesuaian
belajar yang anda temukan selama berada di lingkungan
baru (kota rantauan Yogyakarta)?
Informan :Iya dulu benar-benar kaget ya kalau di SMA guru
berhalangan hadir mungkin hanya karena sakit atau ada
keperluan yang tidak akan lama tidak seperti di
perkuliahan dosen banyak tidak hadir mendadak karena
harus keluar kota, atau malah keluar negeri yang memakan
waktu berhari-hari dan gantinya adalah tugas yang
teramat menggunung yang di kelola oleh ketua kelas setiap
harinya untuk dikumpulkan tepat pada waktu yang di
tentukan, belum lagi aku merasa minder dengan teman
yang lain yang ku rasa mereka sangat mudah menerima
materi, memahami, dan menyerap materi yang diberikan
sehingga mereka tanpak begitu ringan mengikuti
pembelajaran dan mengerjakan tugas dari dosen, itu
sangat berpengaruh untukku membuatku kurang percaya
dengan hasil kerjaanku sendiri jadi setiap selesai
mengerjakan tugas semalam suntuk besok paginya aku
buru-buru cari teman untuk menyocokkan jika ada yang
beda aku akan banyak tanya ke dia kukejar terus dari mana
hasilnya dia bisa dapat segitu cuma lama-kelamaan aku
pasrah saja karena lelah dengan tugas. Aku juga kesal
dengan sistem pembelajaran di perkuliahan sebenarnya
memang baik setelah diberikan materi maka dosen
memberikan tugas sebagai praktik langsung sejauh mana
mahasiswa mampu memahami materi yang telah diberikan
cuma ya kalau satu makul saja sudah ada tugas dan makul
lain juga ada tugas yang ada tugas itu selalu mengalir
tiada jeda membuat mahasiswa kebanjiran tugas endingnya
mahasiswa kebingungan, kerepotan dan endingnya
mahasiswa yang pas-pasan macam aku ini jadi malas, dan
jurus terakhirnya mengandalkan teman untuk
mengerjakannya Comment [CS91]: Ekstrnl
Informan :Iya ada, bahasa orang Jogja asli itu lebih halus dalam
penekanan nada bicaranya, dan itu sangat berbeda dengan
kebiasaan tempat asalku yang dari logatnya saja memiliki
penekanan nada bicara, bernada tinggi dan berintonasi
cepat bahkan saat kami yang orang Bali ini sedang
menggunakan bahasa Indonesia pun akan tetap tampak
logat Bali kami, yang seharusnya bagi orang awam akan
sangat mudah menebak dari mana asal budaya kami.
Hanya saja mungkin karena ini tanah kelahiran
masyarakat Jogja jadi mereka terbiasa menggunakan
bahasa daerah mereka hingga lupa kalau Jogja juga
merupakan kota pelajar yang notabene tidak hanya orang
pribumi saja yang tinggal di Jogja tapi ada juga perantau
seperti aku ini, sayangnya sebagian besar dari mereka
masih kurang memperhatikan perbedaan budaya yang ada
di Jogja. Dalam keseharianku sering sekali menemukan
situasi dimana aku diajak berbicara oleh orang Jogja Comment [CS120]: Ekstrnl
16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas
Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat
rantauan?
Informan :Waktu awal langsung kaget dengan rasa manis masakan
Jogja sampai kehilangan selera makan dan sempat kurus
setengah tahunan kalau tidak salah itu penyebab vitalnya
ya karena malas makan dimana-mana rasa masakannya
sama saja terlalu manis. Yang akhirnya karena masalah
perbedaan selera lidah itulah sehingga membuatku jadi
lebih kuat merokok dan ngopinya, tetapi kesini-kesininya Comment [CS126]: Ekstrnal
Informan 7
Tanggal wawancara : 18 November 2015
Waktu : 11.00 WIB
Lokasi wawancara : Halaman Fakultas Ilmu Sosial UNY
A. Identitas Informan
Nama : UI
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Agama : Kristen
Asal daerah : Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara
Suku/ etnis : Dayak
Jenis bahasa daerah : Dayak Kenyah Lepoke
Universitas : Universitas Negeri Yogyakarta
Mahasiswa semester :7
B. Hasil wawancara dengan mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa
yang sedang berkuliah semester lanjut di Perguruan Tinggi Yogyakarta.
1. Peneliti :Berasal dari daerah mana, suku atau etnik, bahasa daerah
dan sejak kapan anda merantau ke Yogyakarta?
Informan :Dari Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Suku Dayak Comment [CS139]: Asl
tapi di Kalimantan itu Dayak banyak macamnya. Kalau Comment [CS140]: Sk Etnk
bahasa itu Dayak Kenyah Lepoke. Sekitar September 2012 Comment [CS141]: Bhs Daerh
lolos.
6. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat
perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?
Informan :Disini aku ngekos. Masalahnya asrama itu kan gratis jadi
hanya khususkan untuk yang program kesehatan saja.
Kalau yang seperti kami yang pendidikan malah dibebaskan
untuk ngekos karena sudah diberi biaya hidup yang
ditanggung sama daerah kami Kabupaten Malinau. Jadi
tak apalah kos sendiri sekalian biar bisa sekalian belajar
hidup mandiri. Yaa walaupun sebenarnya disini ada
beberapa orang anak cewek yang juga dari program
kerja sama yang sama-sama Kalimantannya tapi aku tipe
orang yang tidak mau merepotkan orang lain sih.
7. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu
bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi
dengan orang-orang baru di Yogyakarta?
Informan :Kalau dengan keluarga bahasa dayak ya namanya itu
bahasa dialek dayak kenyah lepoke yang dipakai. Kalau Comment [CS147]: Bhs Daerh
16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas
Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat
rantauan?
:Iya amat sangat jadi kendala, karena memang tidak cocok
Informan dengan masakan jogja, lebih tepatnya karena tidak terbiasa
jadi aku harus sengaja hunting cari tempat makan yang
rasa pedasnya menonjol ya kadang masih sering makan
masakan Padang yang ternyata malah lebih bisa diterima
sama lidah daripada masakan Jogja yang manis, kalau
bosan ya keburjo pesan mie instan, nasi telor, nasi sarden,
hunting penyetan yang sambalnya pedas asin kalau malas
kemana-mana ya beli roti atau cemilan untuk dimakan
dikamar. Sering sih nyobain wisata kuliner Jogja bareng
teman Kalimantan itu ketempat makan masakan nusantara
ketempat-tempat JunkFood, tempat-tempat makan yang
rada mahal yang berakibat boros di hunting makanan tapi
tak mengapalah masalahnya sampai sekarang memang
tidak bisa terima rasa manis. Comment [CS158]: Ekstrnl
motivasi
program dan membesarkan
kerjasama daerah hati itu ayah
seperti ya ayah
ini. Yang selalu
memberi
bilang selain merantau demi pendidikan berkualitas aku
bisa sembari belajar hidup mandiri, bisa lebih berkembang,
bertambah pula wawasanku tentang dunia luar. Ayah juga
bilang agar aku menguatkan mental karena kualitas
pendidikan di pulau Jawa dinilai lebih baik dibanding
kualitas pendidikan di luar pulau Jawa, jadi aku akan terpacu
agar lebih giat lagi dalam berkuliah mengejar prestasi
agar sama setidaknya sejajarlah dengan teman yang dari
Jawa. Jadi kupikir positif saja ya selain demi kuliah cari
pengalaman di dunia luar yang jauh dari keluarga gini aku
juga dapat manfaat baik lain yang berguna untuk diriku
sebagai bekal. Belum pernah ada pengalaman merantau ini
benar-benar first, amat sangat perdana bagi aku.
3. Peneliti : Siapakah yang mendorong anda untuk melakukan
merantau? Lalu apakah anda sudah memperkirakan
bagaimana tempat yang akan anda rantau tersebut?
Informan :Keinginan sendiri ya coba-coba keberuntungan ikut daftar
test seleksi program daerah Kalimantan yang bekerja sama
dengan UNY dengan harapan besar dan amat sangat
didukung orang tua, mereka sangat berharap agar aku bisa
menjadi seorang yang sukses, tidak lupa tetap beribadah
disini. Apa ya waktu itu perasaanku campur aduk antara
senang lulus test seleksi dengan astaga aku harus merantau
jauh dari kampung halaman paling aku hanya
memperkirakan kalau Jogja itu penuh dengan etnis Jawa,
budaya, bahasa, adat, semua-semuanya serba Jawa gitu.
4. Peneliti :Sebelum anda merantau apakah anda sudah pernah
datang mengunjungi Yogyakarta atau memiliki bayangan
bagaimana lingkungan baru anda? Lalu bagaimanakah
perasaan anda saat sudah berada di tempat perantauan?
Merasa kagetkah?
Informan :Belum, aku memang sama sekali belum pernah ke
Yogyakarta waktu itu tahunya dari cerita saudara saja
sama lihat di Tv kalau Yogyakarta itu kota besar yang
terkenal dengan banyak julukan ada julukan kota budaya,
kota wisata, kota pelajar, kota ramai akan pendatang
dengan tujuan mereka masing-masing yang membawa
mereka kesini dan benar pas sudah disini berbaur dengan
orang-orangnya di Yogyakarta iya disini ternyata banyak
sekali mahasiswa perantau dari berbagai daerah kagetnya
itu waktu lihat perbedaan karakteristik masing-masing
daerah dari mereka. Perasaanku benar-benar campur aduk
antara senang karena beruntung aku bisa lulus test seleksi
dengan perasaan mau tidak mau ya harus terima kenyataan
aku harus merantau jauh dari kampung halaman begini,
repot.
5. Peneliti :Jalur penerimaan mahasiswa apa yang anda tempuh
untuk akhirnya anda bisa masuk dan di terima di Perguruan
Tinggi Jogja?
Informan :Jalur kerja sama daerah Kalimantan Utara Kabupaten
Malinau dengan UNY angkatan 2012, disini juga ada
ikatan kerjasama mahasiswa Malinau. Teman-teman beri
info tentang program kerja sama daerah Kabupaten
Malinau, kakak juga sangat mendorong agar aku ikuti.
Tapi dari diri sendiri aku tidak mau sebenarnya, jadi ikut
tes ujian program kerja sama itu terpaksa, tidak ada
persiapan belajar yang sungguh-sungguh, karena memang
dari awal tidak ada niat untuk merantau terlalu jauh
sampai harus ke Jawa yang jelas jauh dari Kalimantan
belum lagi harus jauh dari kakak dari orang tua teman Comment [CS170]: Intrnl
juga sama
rejeki sekali lolos.
aku malah tidak ada keluarga tapi Puji Tuhan kasih
6. Peneliti :Dimana dan dengan siapa anda tinggal di tempat
perantauan kota Yogyakarta ini? Berikan alasannya?
Informan :Waktu awal kedatangan itu kos tapi karena ada
keterlambatan turun dana akhirnya aku pindah saja sudah
ke asrama biar aman. Di Jogja aku sendirian tidak ada
sanak saudara disini tidak ada yang bisa kumintai tolong,
jadi apa boleh buat benar-benar hidup merantau sebatang
kara di Jogja, tak mengapalah karena suatu saat nanti
semua itu akan teratasi.
7. Peneliti :Bahasa apa yang biasa di pakai dalam keluarga? Lalu
bahasa apa yang anda gunakan untuk berkomunikasi
dengan orang-orang baru di Yogyakarta?
:Kalau dirumah bahasa yang di pakai bahasa dayak
Informan lundayeh, kalau dengan teman di kampung yang dayaknya
Comment [CS171]: Bhs Daerh
sama sepertiku ya dayak lundayeh juga masalahnya dayak
itu ada banyak ya beda-beda. Kalau bahasa disini aku
pakai bahasa umum yang jelas-jelas semua orang Indonesia
tahu ya bahasa persatuan bahasa Indonesia, tidak
mungkin kan jika aku tetap berbahasa dayak disini
karena tidak akan ada seorangpun yang tahu arti
perkataanku. Iya jadi disini 24jam penuh harus berbahasa
Indonesia terus itupun masih saja di ejek yang lain yang
asli tanah Jawa katanya aneh dan terbalik entah apa yang
terbalik. Jadi saat disini bahasa dayak lundayeh aku
gunakan saat-saat tertentu saja ya kalau aku sedang
berkomunikasi dengan orang tua, saudara atau teman saja
barulah bahasa daerahku yang kugunakan sembari
mengingat masa-masa masih di sana bahasa sehari-hari
yang selalu dipakai dikampung dulu kan pastinya rindu
berat.
Comment [CS172]: Ekstrnl
8. Peneliti :Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman baru di
lingkungan kampus anda, pada saat anda memasuki
semester awal perkuliahan?
Informan :Saat pertama perkuliahanku aku tidak segera mempunyai
banyak teman mungkin karena masalah latarbelakang yang
berbeda jadi butuh waktu untuk terbiasa menerima
perbedaan yang ada di sekitar, lagipula aku tipe orang
yang tidak banyak bicara, bukan cuek kalau ada yang
menyapa, mengajak bicara atau berkenalan baik-baik aku
pasti akan merespon dengan baik pula, dulu aku memang
menjaga jarak ya karena kurang percaya diri. Jadi di
kampus dari semester 1 aku lebih nyaman berinteraksi
sama yang sedaerah saja ya komunikasinya lebih gampang,
kalau sama yang Jawa malas karena sering tidak
nyambung hah apa hah apa terus kan bosan kalau terus- Comment [CS173]: Ekstrnl
jikabutuh
itu bicara dengan
proses teman-teman
namun juga harusdisini . Penyesuaian
dijalani, yang pasti diri
aku
sadar sebagai tamu maka aku harus menyesuaikan diri dan
menghargai aturan Jogja sebagai tuan rumah, sebisa
mungkin di buat santai saja dibuat nyaman biar betah.
Karena kan disini memang tujuannya untuk kuliah jadi ya
bersusah-susah dahulu selama kuliah yang penting tujuan
utama tercapai dengan baik, lulus tepat waktu sesuai
harapan ayah.
15. Peneliti :Bagaimana kondisi kesehatan anda pada bulan-bulan
awal di tempat rantauan?
Informan :Yogyakarta itu panas kering ya anginnya jadi awal dulu
sering sekali ganti kulit setiap pergantian musim, kulit jadi
kasar bersisik disini jadinya harus rajin-rajin pakai
pelembab kulit agar tidak perih karena kasar kulitnya. Tapi Comment [CS179]: Ekstrnl
16. Peneliti :Mengenai pola makan, menu dan rasa masakan khas
Yogyakarta apakah anda menemukan kendala di tempat
rantauan?
Informan :Parah dulu malah sempat diare ya gara-gara rasa
masakan yang berbeda lidah dan perut ternyata tidak bisa
menerima. Menu masakan benar-benar butuh proses untuk
menyesuaikan karena disini khasnya manis buruknya lagi
disini warung-warung makan rasanya sama saja semuanya
dominan manis sepertinya mereka memasak tanpa cabai
namun membubuhkan gula ke setiap masakannya yaa meski
tidak semua warung seperti itu, untuk tempat-tempat makan
tertentu dengan standar harga diatas warung-warung
makan biasa menyediakan menu masakan dan rasa yang
tidak biasa, hanya saja niatku merantau ke Jogja bukan
untuk hidup boros alhasil untuk awal di Jogja dulu sempat
repot pilih-pilih makanan sampai akhirnya kalau makan
larinya ke warung makan Padang karena hampir sama
rasa khasnya seperti Kalimantan pedas asin, sampai
sempat ya beli mie satu kardus dengan rice cooker jadi
makan mie dengan nasi saja di dominasi dengan makan
roti kan kalau roti rasanya dimana-mana sama saja lalu
minumnya susu, kadang suka menahan makan karena
malas terus lama-lama menguruslah badanku disebabkan
pola makan tidak sehat dan sering terlambat makan. Lalu Comment [CS181]: Ekstrnl
Tabel Koding
1. Asal daerah, suku, bahasa daerah mahasiswa perantauan dan alasan menjadi
mahasiswa perantauan asal luar Jawa di Yogyakarta
2. Penyebab dan bentuk culture shock berupa gejala hingga reaksi yang terjadi pada
mahasiswa perantauan asal luar Jawa di Yogyakarta
3. Dampak dari culture shock pada mahasiswa perantauan asal luar Jawa di
Yogyakarta