Anda di halaman 1dari 19

Literature Review

Perilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Nilla Sari1, Heriyati2, Muhammad Taufik Page2

1
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sulawesi Barat
2
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sulawesi Barat

ABSTRAK. ISPA merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada keluarga dan merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi pada balita (22,8%). Bahkan, hingga saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan keluarga di
Indonesia. Kejadian ISPA yang banyak terjadi di keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi
tingginya angka kejadian penyakit ISPA di keluarga yaitu faktor perilaku keluarga. Tujuan literatur adalah untuk
mengetahui hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. Metode dalam tinjauan ini pengumpulan
artikel yang relevan didapatkan pada database Google Scholar dengan rentang waktu 1 Januari 201 5 sampai dengan 31
Desember 2020 (5 tahun). Hasil dan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dari 5 jurnal dapat diambil kesimpulan
bahwa terdapat hubungan perilaku masyarakat diantaranya perilaku merokok dan penggunaan bahan bakar memasak
dengan kejadian ISPA.

KATA KUNCI: perilaku masyarakat, ISPA, balita

ABSTRACT. ISPA is the most common disease in families and is one of the highest causes of death among children
under five (22.8%). In fact, until now, ISPA is still a family health problem in Indonesia. The incidence of ISPA that
often occurs in families is influenced by several factors that influence the high incidence of ISPA in families, namely
family behavior factors. The aim of the literature is to determine the relationship between family behavior and the
incidence of ISPA in toddlers. The method in this review is that the collection of relevant articles is obtained in the
Google Scholar database with a period of January 1, 2015 to December 31, 2020 (5 years). The results and conclusions
based on the results of research from 5 journals can be concluded that there is a relationship between community
behavior including smoking and cooking fuel use with the incidence of ISPA.
KEY WORDS: community behavior, ARI, toddlers.
PENDAHULUAN

Penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat
menimbulkan berbagai penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi
ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada penyebabnya, faktor
lingkungan, dan faktor diulas (Silva, 2016). Di lingkungan masyarakat akan banyak kita
temui perilaku kebiasaan merokok anggota keluarga yang kurang peduli terhadap
lingkungan sekitar yang bisa menimbulkan masalah kesehatan baik itu untuk kesehatan
perokok aktif sendiri maupun perokok pasif termasuk balita yang tinggal dalam serumah
dengan perokok tersebut, seperti yang kita ketahui bahwa penyakit infeksi saluran
pernafasan akut yang diderita oleh kebanyakan balita terjadi karena faktor terlalu
seringnya balita tersebut terpapar oleh asap rokok (Novita, 2016)

ISPA pada anak dibawah usia lima tahun masih menjadi salah satu penyebab
kunjungan ke rumah sakit. ISPA juga menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas
balita di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi ISPA pada
usia balita di negara berkembang adalah sekitar 15% pertahun, sedangkan di Indonesia
sekitar 17%. Sejak menjadi masalah di dunia, telah banyak penelitian mengenai perilaku
seseorang dalam menghadapi suatu penyakit, terutama ISPA. Hal ini dijabarkan sebagai
perilaku kesehatan, didalamnya termasuk perilaku pencarian pengobatan Rachim et,al
(2015).

Faktor risiko yang dapat berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi,
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status imunisasi, pemberian ASI dan pemberian
vitamin A. Faktor ekstrinsik seperti kondisi fisik lingkungan rumah meliputi kepadatan
hunian, polusi udara, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar, serta faktor ibu baik
pendidikan, umur maupun perilaku ibu (Ramadhaniyanti et al., 2015).

Perilaku hidup bersih dan sehat sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat
pendidikan penduduk. Balita merupakan kelompok yang berisiko terkena infeksi karena
kualitas lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat, serta balita menghabiskan
waktunya di dalam rumah dan mempunyai daya tahan tubuh yang terbatas. Kejadian
ISPA yang banyak terjadi di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi tingginya angka kejadian penyakit ISPA di masyarakat ialah faktor
lingkungan seperti polusi udara dan juga faktor perilaku masyarakat yaitu pengetahuan,
sikap, dan tindakan masyarakat terhadap ISPA. Asap rumah tangga dan malnutrisi
terutama pada anak merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA. Pengetahuan
seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan
negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap
objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut (Syahrani , Santoso, &
Sayono, 2017).

Menurut Depkes, ISPA merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada
masyarakat dan merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada balita (22,8%).
Bahkan, hingga saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 25,0% dan pada
tahun 2018 mengalami penurunan. Perevalensi ISPA pada tahun 2018 sebanyak 9,3%
(Riskesdas, 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik meninjau kembali jurnal-
jurnal untuk mengetahui hubungan perilaku masyarakat dengan kejadian ISPA pada
balita.
METODE

Dalam tinjauan ini pengumpulan artikel yang relevan didapatkan pada database
Google Scholar dengan rentang waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2019
(5 tahun). Strategi pencarian pada tinjauan sistematis ini dimulai dengan mengidentifikasi
beberapa kata kunci istilah untuk menemukan artikel yang relevan. Adapun kata kunci
yang digunakan adalah: “ Perilaku Masyarakat” DAN “kejadian ISPA (Infeksi Saluran
Pernafasan Akut)” DAN Balita. Tahapan dalam penyaringan artikel dijelaskan pada
Diagram 1. Agar lebih spesifik penulis juga menentukan beberapa kriteria inklusi dan
eksklusi, yaitu:

1) Kriteria Inklusi
Dalam tinjauan literature ini penulis menentukan kriteria studi yang akan
diulas yaitu (1) populasi pasien ISPA pada balita; (2) studi kuantitatif; (3)
studi yang dilakukan dari tahun 2015-2020; (4) publikasi menggunakan
bahasa Indonesia.
2) Kriteria Ekslusi
Semua jurnal yang tidak dapat diakses secara lengkap (utuh)

HASIL
Hasil dari pencarian pada 2 database diperoleh 580 artikel. 100 publikasi
dikeluarkan karena bukan publikasi 5 tahun terakhir, full text sehingga tersisa 480 artikel.
Artikel tersebut di screening lagi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dikeluarkan
sebanyak 250 artikel sehingga artikel tersisa 230 artikel, namun 225 diantaranya
dieksklusikan karena bukan jurnal, dan bukan merupakan studi kuantitatif. Setelah proses
screening beberapa tahap maka didapatkan 5 jurnal yang sesuai dengan tujuan dari
penulisan tinjauan literatur ini.

Berdasarkan keseluruhan artikel yang dianalisi, kebanyakan menggunakan


teknikpengambilan sampel yang sama yaitu dengan menggunakan Lembar Kuesioner.
Waktu penelitian yang dilakukan oleh Ramadhaniyanti et,al (2015) adalah bulan januari
2015, penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Silviana, I. (2015)
adalah pada bulan September , penelitian yang dilakukan oleh Herawati & Sriwaty
(2015). Penelitian yang dilakukan oleh Baibaba (2019), dilakukan pada bulan Maret-
September dan penelitian yang dilakukan oleh Milo et al. (2015), dilakukan pada bulan
Mei.

Dari beberapa jurnal yang di review, 4 jurnal diantaranya mengemukakan bahwa


ada hubungan antara perilaku masyarakat dengan kejadian ISPA (Ramadhaniyanti et,al
(2015), Novita Aryani & Henny Syafitri . (2016), Milo et al. (2015), Herawati & Sriwaty
(2015), dan Baibaba (2019).
Hasil artikel penelitian melalui
database dan google scoler

(n=580)

Artikel yang di screening


karena bukan 5 tahun terakhir, Artikel yang tidak sesuai
full text dengan kriteria inklusi

(n=480) (n=250)

Artikel teks lengkap yang


Artikel yang sesuai dieklusikan dengan alasan (bukan
(n=230) jurnal, studi kuantitatif)

(n=225)

Artikel terpilih
berdasarkan kriteria
sintesis kuantitatif 5

(n=5)

Diagram 1. Proses Penyaringan Artikel


Penulis/ Negara jumlah Tujuan Metode Instrumen Hasil Kesimpulan
judul/tahun Sampel
(Herawati & Indonesi 100 Untuk Jenis Menggunak Hasil penelitian Ada hubungan
Sriwaty, 2015) a sampel mengetahu penelitian an kuesioner menunjukan ada antara perilaku
i hubungan deskriptif hubungan yang merokok
Analisis perilaku antara analitik bermakna antara anggota
merokok, perilaku dengan perilaku keluarga dan
penggunaan anti merokok desain Cross merokok penggunaan
nyamuk bakar anggota sectional anggota bahan bakar
dan penggunaan keluarga, keluarga dengan dengan kejadian
bahan bakar penggunaa kejadian ISPA ISPA di
memaak dengan n anti (p=0.00), antara Puskesmas
kejadian ISPA nyamuk penggunaan Beber tahun
pada balita bakar, bahan ba kar 2015 serta tidak
penggunaa memasak ada hubungan
n bahan dengan kejadian antara
bakar ISPA (p = 0,00), penggunaan
memasak serta tidak ada anti nyamuk
dengan hubungan antara bakar dengan
kejadian penggunaan anti kejadian ISPA
ISPA pada nyamuk bakar di Puskesmas
Balita. dengan kejadian Beber tahun
ISPA (p=0,184). 2015.
(Baibaba, 2019) Indonesi 152 Untuk Menggunaka Instrument Dari 152 anak, Perilaku
a sampel mengetahu n desain case dalam didapatkan merokok dalam
Hubungan i pengaruh control penelitian perilaku keluarga dapat
perilaku perilaku ini yaitu merokok meningkatkan
merokok dalam merokok Menggunak keluarga kejadian ISPA
keluarga dengan dalam an kuesioner sebanyak pada Balita.
kejadian infeksi keluarga 64,45% dengan
saluran dengan proporsi
pernafasan akut kejadian terbanyak pada
pada balita di ISPA pada kelompok ISPA
kota Sorong. balita di sebesar 64,36%
kota dan nilau
Sorong P<0,001
(<0,05).
Perilaku
merokok yang
tidak
memperhatikan
anak di sekitar
perokok
seanyak 63,37%
dengan proporsi
terbanyak pada
kelompok ISPA
sebesar 87,5%
dan nilai P
<0,001 (<0,05).
Jumlah perokok
dalam rumah >2
orang sebanyak
46,88% dengan
proporsi
terbanyak pada
kelompok ISPA
sebesar 93,3%.
Tipe perokok
berat sebanyak
56,25% dengan
proporsi
terbanyak pada
kelompok ISPA
sebesar 94,4%.
Lokasi merokok
didalam rumah
sebanyak
84,37% dengan
proporsi 84,37%
dengan proporsi
terbanyak pada
kelompok ISPA
sebesar 92,59%
dan nilai P
0,004 <(0,05).
(Ramadhaniyanti Indonesi 64 sampel Tujuan Jenis Menggunak hasil uji statistik Faktor risiko
et.al 2015) a dari penelitian ini an nilai p=0,041 lingkungan
penelitian yaitu instrumen (p<0,05) rumah dan
Faktor-faktor ini adalah penelitian kuesioner menunjukan perilaku yang
risiko untuk eksplanatori bahwa ada berhubungan
lingkungan mengetahu (explanatory hubungan antara dengan kejadian
rumah dan i apakah Research) luas ventilasi ISPA pada
Perilaku yang ada yang rumah dengan balita yaitu luas
berhubungan hubungan menjelaskan kejadian ISPA ventilasi rumah
dengan kejadian perilaku hubungan pada dan kebiasaan
Infeksi saluran masyaraka kasual antara balita. anggota
pernafasan akut t dengan variabel keluarga
(ispa) pada kejadian penelitian merokok
Balita di ISPA pada dengan didalam rumah
kelurahan balita pengujian
kuningan hipotesa
Kecamatan dengan risiko
semarang utara. penelitian
Cross
Sectional
dimana
melakukan
observasi
atau
pengukuran
variabel
sekali dan
sekaligus
pada waktu
yang sama
(Novita Aryani Indonesi 92 sampel Tujuan Metode Instrument Hasil penelitian Dapat di
& Henny a penelitian penelitian ini menggunaka menunjukkan simpulkan
Syafitri, 2016) ini adalah adalah Cross n kuesioner bahwa balita bahwa secara
untuk Sectional yang ISPA lebih statistic terdapat
Hubungan mengetahu banyak kebiasaan
kebiasaan i hubungan ditemukan pada hubungan
merokok kebiasaan balita yang kebiasaan
anggota keluarga merokok terpapar asap merokok
di dalam rumah anggota rokok sebanyak anggota
dengan ISPA keluarga di 66 balita keluarga
pada balita dalam (71.7%). dengan kejadian
rumah Dibanding yang ISPA pada
dengan tidak terpapar balita
ISPA pada asap rokok yaitu
balita sebanyak 26
balita (28.3%).
(Salma Milo et Indonesi 51 sampel untuk Desain Instrument Hasil penelitian Ada hubungan
al., 2015) a mengidenti penelitian yang uji statistik antara
fikasi yang digunakan menggunakan kebiasaan
Hubungan kebiasaan digunakan yaitu uji chi-square merokok
kebiasaan merokok adalah desain kuesioner pada tingkat anggota
merokok di di dalam Cross kemaknaan 95% keluarga di
dalam rumah rumah dan Sectional (α ≤ 0,05),maka dalam rumah
dengan kejadian kejadian didapatkan nilai dengan kejadian
ispa pada anak ISPA serta p= 0,002. Ini ISPA pada
umur 1-5 tahun untuk berarti ada anak.
di puskeskesmas menganali hubungan antara
sario kota sis kebiasaan
Manado hubungan merokok
antara anggota
kebiasaan keluarga di
merokok dalam rumah
dengan dengan kejadian
kejadian ISPA pada anak.
ISPA
PEMBAHASAN

ISPA adalah Infeksi Saluran pernafasan yang berlangsung 14 hari. Saluran


pernafasan yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli paru beserta
organ adneksa seperti sinus dan pleura. Infeksi merupakan proses masuk dan berkembang
biaknya mikroorganisme dalam tubuh sehingga menimbulkan masalah kesehatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ramadhaniyanti et.al, 2015) mengatakan
bahwa faktor risiko lingkungan rumah dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian
ISPA pada balita yaitu luas ventilasi rumah dan kebiasaan anggota keluarga merokok
didalam rumah.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita Aryani & Henny
Syapitri, (2016) yang mengatakan bahwa ada hubungan kebiasaan merokok anggota
keluarga didalam rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada
balita dimana mayoritas anggota keluarga masih merokok didalam rumah dan didekat
balita, seperti yang kita ketahui bahwa rokok adalah salah satu zat adiktif yang dapat
menyebabkan individu mengalami gangguan kesehatan dan menjadi perokok pasif atau
menghisap asap rokok dari perokok aktif dampaknya jauh lebih berbahaya bagi kesehatan
terutama pada balita.

Begitu pula Penelitian yang dilakukan oleh Baibaba (2019) mengatakan perilaku
merokok dalam keluarga dapat meningkatkan kejadian ISPA pada Balita. Kebiasaan
merokok orang tua di dalam rumah menjadikan balita sebagai perokok pasif yang selalu
terpapar asap rokok. Rumah yang orang tuanya mempunyai kebiasaan merokok
berpeluang meningkatkan kejadian ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah
balita yang orang tuanya tidak merokok di dalam rumah. Sementara itu jumlah perokok
dalam suatu keluarga cukup tinggi. Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang
satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang
serius serta akan menambah risiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan
yang terusmenerus akan menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat
timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa.
Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan risiko
terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi.
Penelitian yang dilakukan oleh (Herawati & Sriwaty, 2015) mengatakan Ada
hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dan penggunaan bahan bakar
dengan kejadian ISPA di Puskesmas Beber tahun 2015 serta tidak ada hubungan antara
penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA di Puskesmas Beber tahun 2015.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Milo et al., 2015) mengatakan Ada hubungan
antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada anak.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat saya simpulkan bahwa infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi disaluran pernapasan yang menimbulkan
batuk,pilek, dan demam. Yang dapat menular pada orang dewasa dan anak-anak.
Terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan ISPA yaitu kuman, sistim imun yang menurun
( Status Nutrisi,Imunisasi), kualitas udara ( Peningkatan bahan polutan didalam ruangan
seperti asap rokok,pemakian obat nyamuk bakar, dan asap dapur) dan keadaan
lingkungan ( akibat rumah yang lembab, basah, kepadatan penduduk, dan kurangnya
ventilasi).

Adapun perilaku keluarga yang dapat menimbulkan ISPA yaitu merokok. Salah
satu faktor yang meningkatkan paparan asap rokok pada balita adalah karena balita sering
duduk dekat dengan orang tuanya yang merokok. Asap rokok yang dihirup balita dapat
menimbulkan peradangan saluran pernafasan dan penurunan sistem imun. Selain itu,
produk asap rokok dapat merangsang produksi mukus dan menurunkan pergerakan silia
sehingga membentuk akumulasi mukus yang kental yang dapat menyebabkan
terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan nafas. Apabila mikroorganisme
patogen ISPA banyak berada dalam udara dan terhirup kedalam saluran pernafasan serta
terperangkap dalam mukus maka dapat meningkatkan risiko pertumbuhan organisme.

Keterpaparan asap rokok pada anak sangat tinggi pada saat berada dalam rumah.
Disebabkan karena anggota keluarga biasanya merokok dalam rumah pada saat bersantai
bersama anggota, misalnya sambil nonton TV atau bercengkerama dengan anggota
keluarga lainnya, sehingga balita dalam rumah tangga tersebut memiliki risiko tinggi
untuk terpapar dengan asap rokok.
Perilaku keluarga yang kedua adalah penggunaan bahan bakar memasak. Bahan
bakar kayu bakar setelah mengalami pembakaran akan menghasilkan gas CO dan CO2
kedua macam polutan ini tidak dibutuhkan oleh manusia karena membahayakan
kesehatan dan dapat menyebabkan keracunan apabila dihirup dalam jumlah yang besar,
seseorang yang menghirup gas CO akan mengalami keracunan, perubahan fungsi jantung
dan paru-paru,kepala pusing dan mual serta kesukaran bernafas dan bisa menyebabkan
kematian.

Persamaan dari ke-5 jurnal di atas yaitu terdapatnya perilaku masyarakat yang
dapat menyebabkan kejadian ISPA pada balita. Kebanyakan jurnal membahas tentang
perilaku merokok. Perbedaan dari ke 5 jurnal diatas adalah ada jurnal yang membahas
tentang faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita dan ada juga
jurnal yang membahas tentang perilaku ibu terhadap kejadian ISPA.
Kesimpulan

Berdasarkan hasil review dari lima jurnal diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat hubungan perilaku keluarga dengan kejadian ISPA. Perilaku keluarga yang dapat
menyebabkan ISPA pada balita adalah merokok, dan penggunaan bahan bakar memasak.

Saran

Keluarga yang memiliki balita diharapkan lebih memperhatikan perilaku anggota


keluarga balita dengan menjauhkan perokok dari balita, lebih lama membuka pintu atau
jendela sebagai sarana pertukaran udara dan mengatur jumlah anggota yang tinggal
sekamar dengan balita paling banyak 2 orang dan menghindari bahan bakar kayu bakar.

Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dimulai dari diri sendiri dan
keluarga, bagi Puskesmas sebaiknya meningkatkan penyuluhan tentang Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat dan bahaya ISPA pada balita, melakukan pemantauan care sicking
ISPA pada balita.
DAFTAR PUSTAKA

Baibaba, ade irma putri, (2019). Hubungan Perilaku Merokok Dalam Keluarga Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Di Kota Sorong, Program
Studi Pendidikan Dokter, Universitas Papua
Herawati, C., & Sriwaty, H. (2015). Penggunaan Bahan Bakar Memasak Dengan Ke
jadian Ispa Pada Balita. 1075–1079.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Marhamah, Arsin AA, Wahiduddin.Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Balita Di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang
Milo, S., Ismanto, A. yudi, & Kallo, vandri D. (2015). Hubungan Kebiasaan Merokok
Di Dalam Rumah Dengan Kejadian Ispa Pada Anak Umur 1-5 Tahun Di Puskesmas
Sario Kota Manado, Jurnal Keperawatan, Vol. 3 No. 2, Mei 2015
Rachim, W., Mutyara, K., & Murad, C. (2015). Gambaran Perilaku Masyarakat dalam
Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Wilayah Kejadian Luar
Biasa Avian Influenza Pada Unggas di Jawa Barat Tahun 2014 Respiratory Tract
Infection in Poultry with Avian Influenza Outbreak Area. 2(38), 8–15.
Ramadhaniyanti, G. N., Budiyono, & Nurjazuli. (2015). Perilaku Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( Ispa ) Pada Balita Di
Kelurahan Kuningan, Jurnal KESMAS, Vol. 3 No. 1, Januari 2015
Syahrani , Santoso, & Sayono. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan
Perilaku pencegahan ISPA pada balita.
Silva CLP, Seto WH. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pendemi Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Janewa: WHO Interim Guidelines; 2016. h: 6, 30-40.
Riskesdas. (2018). Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI 2018. Riset Kesehatan Daerah. Jakarta: Riseksdas; 2018.
Aryani., N., & Syapitri., H., (2016). Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
Di Dalam Rumah Dengan ISPA Pada Balita Di Puskesmas Helvetia Tahun 2016.
Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup. ISSN 2528-4002. (online)
http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/Kesehatan_masyarakat

Anda mungkin juga menyukai