Anda di halaman 1dari 7

Tiga Teori Klasik yang Menjadi Grand Theory pada Awal Masa

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Social.

Suwandi S. Sangadji

Selama ini, pengkajian teori-teori sosial klasik hanya mengenal tiga tokoh
utama yang membuat teori dasar tentang perubahan masyarakat.1 Mereka adalah
Karl Marx, Max Weber dan Emile Dhurkiem.
1. Karl Marx (1818-1883)
Pemikiran Marx pada dasarnya bersumber dari pemikiran Hegel dan
Imanuel Kant. Dari Kant, Marx mengenali hakikat manusia dalam mewujudkan
kebenaran dan kesucian dengan memperjuangkan nilai-nilai hakiki manusia dalam
tatanan kehidupan. Sementara dari Hegel, Marx mengenal falsafah dialektika
dimana hukum selalu berangkat dari proses dialektis (pertentangan untuk
menyempurnakan). Sebuah tesis pernyataan kebenaran akan dipertentangkan
kelemahannya dengan antitesis. Proses pertentangan antara tesis & antitesis pada
akhirnya menghasilkan kebenaran baru yang lebih relevan sebagai perpaduan
kedua kebenaran terdahulu.2 Dalam perkembangannya Marx kemudian berubah,
menurutnya Emanuel Kant dan Hegel adalah orang yang idealis, terlalu
menerawang. Apa yang mereka pikirkan justeru tidak nyata. Ide yang ditawarkan
gagal bersenyawa dengan kenyataan- kenyataan empiris.
Dinamika perubahan sosial menurut Marx mengacu pada konsep
materialisme bahwa sejarah perubahan dan perkembangan manusia selalu
berlandaskan pada kondisi sejarah kehidupan material. Sejarah perkembangan
masyarakat menurut Marx berangkat dari masyarakat primitif tanpa kelas, disusul
oleh masyarakat feodalis, dimana kapitalisme dalam tahap awal sudah mulai
nampak. Kemudian masyarakat akan beranjak menuju masyarakat dalam proses
pembentukannya.3

1
Ritzer dan Smart, Handbook of Social Theory. (London:Sage Publication,2001).,hlm.14
2
Boer, Roland, Criticism of Heaven: On Marxism and Theology, (Leiden: Koninklidjke
Brill,2008).,hlm.25
3
Dunn, Bill, Global Political Economy, A Marxist Critique, (London: Pluto Press,2009).,Hlm.59
2. Max Weber (1864-1920)
Paparan Weber dalam sosiologi adalah telaah tentang akal budi (rasio).
Menurut Weber bentuk "rationale" meliputi "means" (alat) yang menjadi sasaran
utama dan "ends" meliputi aspek budaya. Orang rasional, menurut Weber akan
memilih alat yang paling benar untuk mencapai tujuannya. Weber membedakan
rasionalitas ke dalam empat model, yakni rasionalitas tradisional (nalar yang
mengutamakan acuan perilaku berdasarkan tradisi kehidupan masyarakat),
beranjak ke rasionalitas nilai (adanya kesadaran akan perlunya nilai sebagai
pedoman), rasionalitas afektif (hubungan emosi yang mendalam: contohnya
adalah hubungan suami-istri, ibu- anak dan lain sebagainya), dan rasionalitas
Instrumental (pilihan rasional sehubungan dengan tujuan dan alat).4
Weber, menjelaskan akal budi, secara lengkap dalam bukunya yang
terkenal dengan judul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Weber
menegaskan bahwa karakteristik ajaran protestan mendukung masyarakat
melakukan perubahan dengan melihat kerja sebagai panggilan hidup. Bekerja
tidak sekedar memenuhi keperluan hidup, tetapi juga tugas suci. Bekerja adalah
juga pensucian sebagai kegiatan agama yang menjamin kepastian akan
keselamatan, orang yang tidak bekerja adalah mengingkari sikap hidup agama dan
melarikan diri dari agama.5 Dalam kerangka pemikiran teologis seperti ini, maka
'semangat kapitalisme' yang bersandar pada cita-cita ketekunan, hemat,
berpenghitungan, rasional dan sanggup menahan diri menemukan pasangannya.
Dengan demikian terjalinlah hubungan antara etika protestan dengan semangat
kapitalisme.
Weber juga menghubungkan perubahan sosial dengan birokrasi. Birokrasi
merupakan agen perubahan sosial. Birokrasi berasal dari dua kata (bureau +
cracy). Beareau adalah kantor yang menjadi alat dari manusia dalam hal ini adalah
seperangkat peran yang menghasilkan basis kekuasaan dengan berlandaskan pada

4
Turner, Bryan S. Runtuhnya Universalitas Sosiologi Barat,Bongkar Wacana atas : Islam vis a vis
Barat, Orientalisme, Postmodernisme, dan Globalisme, “terj.” Sirojuddin Arif. (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2008).,hlm.13
5
Barbalet Jack. Weber, Passion and Profits: 'The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism' in
Context. (Cambridge: Cambridge University Press. 2008).,hlm.9
aturan-aturan yang baku. Cracy adalah kekuatan yang kemudian menghasilkan
kewibawaan. Birokrasi bagi Weber merupakan hasil dari tradisi rasional
masyarakat barat yang dicerminkan ke dalam lembaga kerja untuk mengurusi
segala keperluan teknis guna memudahkan pelayanan kepada publik atau
konsumen.

3. Emile Durkhiem (1858-1912)


Durkhiem merintis konsepsi tentang keteraturan sosial. Terdapat
kekhawatiran Durkhiem dalam melihat ketidakpastian dan kekacauan masyarakat
barat pasca revolusi. Akibat revolusi industri yang berlangsung di Inggris dan
daratan Eropa., mengakibatkan perubahan sosial yang sangat cepat dan meminta
banyak korban. Emile Durkhiem merisaukan keadaan itu terutama yang terjadi di
Perancis. Perubahan yang terlalu cepat dan radikal akan membawa akibat dan
ancaman t e r h a d a p tatanan sosial. Untuk mengatasi dampak perubahan yang
sangat cepat itu ia menawarkan kajian sosiologi perubahan sosial yang merupakan
hasil rekayasa dan perubahan sosial yang stabil.
Pemikiran Durkheim adalah menggunakan pendekatan system.
Masyarakat diibaratkan seperti organisme hidup, yang dapat dianalisis dengan
penjelasan sebuah struktur yang saling berfungsi. Dalam hal ini organism hidup
maksudnya makhluk hidup seperti juga manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan
yang memiliki organisme hidup dalam satu tatanan sistem, masing-masing organ
akan memiliki fungsi sendiri-sendiri dan tidak dapat dioisahkan satu sama lain.
Dika satu organ tidak berfungsi maka akan membuat organ lain macet atau
terganggu. Oleh karena itu asumsi-asumsi yang dibangun dalam pendekatan
sistem adalah: (1) Suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagiannya secara
totalitas yang menggambarkan suatu sistem yang utuh. (2) Masing-masing bagian
memiliki fungsi yang saling mengisi untuk mendukung eksistensi sistem. (3)
Terdapat sebuah hubungan antara subsistem secara terpadu dan kokoh. 4).
Kekokohan hubungan antar unsur memberikan tingkat ketergantungan yang
sangat tinggi antar elemen.6
Perubahan sosial merupakan kondisi abnormal karena disinyalir
mencerminankan goyahnya keseimbangan unsur di dalam sistem sosial. Oleh
karena itu, unsur-unsur di dalam sistem perlu mengupayakan : (1) equilibrium atau
keseimbangan, yaitu suatu keadaan dimana diutamakan terjadinya keseimbangan
kekuatan sehingga tidak terjadi perubahan sosial yang mengarah pada
penghancuran sistem yang ada, (2) Faktor eksternal, yakni faktor-faktor di luar
sistem yang diproyeksikan selalu menjadi penyebab utama proses perubahan
sosial, (3) konsensus, yaitu proses pencapaian kesepakatan sosial dari orang-orang
atau lembaga yang terlibat dalam konflik sosial.7

Referensi:
Ritzer dan Smart, 2001. Handbook of Social Theory. London:Sage Publication.

Boer, Roland, 2008. Criticism of Heaven: On Marxism and Theology, Leiden:


Koninklidjke Brill.

Dunn, Bill, 2009. Global Political Economy, A Marxist Critique, London: Pluto
Press.

Turner, Bryan S. 2008. Runtuhnya Universalitas Sosiologi Barat,Bongkar Wacana


atas : Islam vis a vis Barat, Orientalisme, Postmodernisme, dan Globalisme,
“terj.” Sirojuddin Arif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Barbalet Jack. 2008. Weber, Passion and Profits: 'The Protestant Ethic and the
Spirit of Capitalism' in Context. Cambridge: Cambridge University Press.

Collins, Randall. 2005. “The Durkheimian movement in France and in world


sociology,” The Cambridge Companion to Durkheim, edited by J.C.
Alexander and Philip Smith, Cambridge: Cambridge University Press.

6
Collins, Randall. “The Durkheimian movement in France and in world sociology,” The Cambridge
Companion to Durkheim, edited by J.C. Alexander and Philip Smith, (Cambridge: Cambridge
University Press, 2005).,hlm. 101-135.
7 Idem.,
Plagiarism Scan Report

Summary
Report Genrated Date 24 May, 2018
Plagiarism Status 100% Unique
Total Words 840
Total Characters 6494
Any Ignore Url Used

m
Content Checked For Plagiarism:

co
Tiga Teori Klasik yang Menjadi Grand Theory pada Awal Masa Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Social.

s.
Selama ini, pengkajian teori-teori sosial klasik hanya mengenal tiga tokoh utama yang
membuat teori dasar tentang perubahan masyarakat. Mereka adalah Karl Marx, Max Weber
dan Emile Dhurkiem. Namun kelompok teoritikus lain yang sejaman maupun penerus

l
mereka juga menjadi bagian dari tiga kekuatan gerbong pemikiran besar dari ketiga tokoh
oo
pemikir tersebut. Berdasarkan uraian Ritzer dan Smart ini, maka Talcott Parsons yang
dalam soal ini dimasukkan sebagai teori agung, oleh penulis sebagaimana rujukan yang
ada, dimasukkan ke dalam teori tengah (middie range theory).
T

1. Karl Marx (1818-1883)


Pemikiran Marx pada dasarnya bersumber dari pemikiran Hegel dan Imanuel Kant. Dari
eo

Kant, Marx mengenali hakikat manusia dalam mewujudkan kebenaran dan kesucian
dengan memperjuangkan nilai-nilai hakiki manusia dalam tatanan kehidupan. Sementara
dari Hegel, Marx mengenal falsafah dialektika dimana hukum selalu berangkat dari proses
lS

dialektis (pertentangan untuk menyempurnakan). Sebuah tesis pernyataan kebenaran akan


dipertentangkan kelemahannya dengan antitesis. Proses pertentangan antara tesis &
antitesis pada akhirnya menghasilkan kebenaran baru yang lebih relevan sebagai
al

perpaduan kedua kebenaran terdahulu. Dalam perkembangannya Marx kemudian berubah,


menurutnya Emanuel Kant dan Hegel adalah orang yang idealis, terlalu menerawang. Apa
m

yang mereka pikirkan justeru tidak nyata. Ide yang ditawarkan gagal bersenyawa dengan
kenyataan- kenyataan empiris.
Dinamika perubahan sosial menurut Marx mengacu pada konsep materialisme bahwa
S

sejarah perubahan dan perkembangan manusia selalu berlandaskan pada kondisi sejarah
kehidupan material. Sejarah perkembangan masyarakat menurut Marx berangkat dari
masyarakat primitif tanpa kelas, disusul oleh masyarakat feodalis, dimana kapitalisme
dalam tahap awal sudah mulai nampak. Kemudian masyarakat akan beranjak menuju
masyarakat dalam proses pembentukannya.

2. Max Weber (1864-1920)


Paparan Weber dalam sosiologi adalah telaah tentang akal budi (rasio). Menurut Weber
bentuk "rationale" meliputi "means" (alat) yang menjadi sasaran utama dan "ends" meliputi
aspek budaya. Orang rasional, menurut Weber akan memilih alat yang paling benar untuk
mencapai tujuannya. Weber membedakan rasionalitas ke dalam empat model, yakni
rasionalitas tradisional (nalar yang mengutamakan acuan perilaku berdasarkan tradisi
kehidupan masyarakat), beranjak ke rasionalitas nilai (adanya kesadaran akan perlunya
nilai sebagai pedoman), rasionalitas afektif (hubungan emosi yang mendalam: contohnya
adalah hubungan suami-istri, ibu- anak dan lain sebagainya), dan rasionalitas Instrumental
(pilihan rasional sehubungan dengan tujuan dan alat).
Weber, menjelaskan akal budi, secara lengkap dalam bukunya yang terkenal dengan judul
Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Weber menegaskan bahwa karakteristik ajaran
protestan mendukung masyarakat melakukan perubahan dengan melihat kerja sebagai
panggilan hidup. Bekerja tidak sekedar memenuhi keperluan hidup, tetapi juga tugas suci.
Bekerja adalah juga pensucian sebagai kegiatan agama yang menjamin kepastian akan
keselamatan, orang yang tidak bekerja adalah mengingkari sikap hidup agama dan
melarikan diri dari agama. Dalam kerangka pemikiran teologis seperti ini, maka 'semangat
kapitalisme' yang bersandar pada cita-cita ketekunan, hemat, berpenghitungan, rasional
dan sanggup menahan diri menemukan pasangannya. Dengan demikian terjalinlah
hubungan antara etika protestan dengan semangat kapitalisme.

m
Weber juga menghubungkan perubahan sosial dengan birokrasi. Birokrasi merupakan agen
perubahan sosial. Birokrasi berasal dari dua kata (bureau + cracy). Beareau adalah kantor

co
yang menjadi alat dari manusia dalam hal ini adalah seperangkat peran yang menghasilkan
basis kekuasaan dengan berlandaskan pada aturan-aturan yang baku. Cracy adalah
kekuatan yang kemudian menghasilkan kewibawaan. Birokrasi bagi Weber merupakan hasil

s.
dari tradisi rasional masyarakat barat yang dicerminkan ke dalam lembaga kerja untuk
mengurusi segala keperluan teknis guna memudahkan pelayanan kepada publik atau
konsumen.

l
oo
3. Emile Durkhiem (1858-1912)
Durkhiem merintis konsepsi tentang keteraturan sosial. Terdapat kekhawatiran Durkhiem
dalam melihat ketidakpastian dan kekacauan masyarakat barat pasca revolusi. Akibat
T

revolusi industri yang berlangsung di Inggris dan daratan Eropa., mengakibatkan


perubahan sosial yang sangat cepat dan meminta banyak korban. Emile Durkhiem
eo

merisaukan keadaan itu terutama yang terjadi di Perancis. Perubahan yang terlalu cepat
dan radikal akan membawa akibat dan ancaman terhadap tatanan sosial. Untuk mengatasi
dampak perubahan yang sangat cepat itu ia menawarkan kajian sosiologi perubahan sosial
lS

yang merupakan hasil rekayasa dan perubahan sosial yang stabil.


Pemikiran Durkheim adalah menggunakan pendekatan system. Masyarakat diibaratkan
seperti organisme hidup, yang dapat dianalisis dengan penjelasan sebuah struktur yang
al

saling berfungsi. Dalam hal ini organism hidup maksudnya makhluk hidup seperti juga
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan yang memiliki organisme hidup dalam satu tatanan
m

sistem, masing-masing organ akan memiliki fungsi sendiri-sendiri dan tidak dapat
dioisahkan satu sama lain. Dika satu organ tidak berfungsi maka akan membuat organ lain
macet atau terganggu. Oleh karena itu asumsi-asumsi yang dibangun dalam pendekatan
S

sistem adalah: (1) Suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagiannya secara totalitas
yang menggambarkan suatu sistem yang utuh. (2) Masing-masing bagian memiliki fungsi
yang saling mengisi untuk mendukung eksistensi sistem. (3) Terdapat sebuah hubungan
antara subsistem secara terpadu dan kokoh. 4). Kekokohan hubungan antar unsur
memberikan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi antar elemen.
Perubahan sosial merupakan kondisi abnormal karena disinyalir mencerminankan
goyahnya keseimbangan unsur di dalam sistem sosial. Oleh karena itu, unsur-unsur di
dalam sistem perlu mengupayakan : (1) equilibrium atau keseimbangan, yaitu suatu
keadaan dimana diutamakan terjadinya keseimbangan kekuatan sehingga tidak terjadi
perubahan sosial yang mengarah pada penghancuran sistem yang ada, (2) Faktor
eksternal, yakni faktor-faktor di luar sistem yang diproyeksikan selalu menjadi penyebab
utama proses perubahan sosial, (3) konsensus, yaitu proses pencapaian kesepakatan sosial
dari orang-orang atau lembaga yang terlibat dalam konflik sosial.
Report generated by smallseotools.com

m
co
s.
l
T oo
eo
lS
al
m
S

Anda mungkin juga menyukai