Anda di halaman 1dari 10

Kebijakan Migration With Dignity Sebagai Solusi

Prioritas Kiribati dalam Merespon ancaman Sea


Level Rise
Mohamad Doni Faisal
Departemen Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
Email: donifaisal93@gmail.com

Abstract

Tulisan ini berangkat dari sebuah masalah mengapa Pemerintah Kiribati lebih
memprioritaskan kebijakan Migration With Dignity dalam merespon ancaman sea level rise?
Permasalahan ini menjadi problematik karena bagaimana kebijakan migrasi dapat dijadikan
prioritas strategi adaptasi terhadap fenomena sea level rise yang mengancam keberlangsungan
hidup I-Kiribati, padahal juga terdapat strategi adaptasi nasional lainnya yang sedang
dijalankan. Untuk itu diperlukan penjelasan alternatif untuk menjelaskan pola perilaku
pemerintah Kiribati. Tulisan ini kemudian berusaha menelusuri faktor-faktor apa saja yang
dijadikan pertimbangan dalam membentuk kebijakan Migration with Dignity. Tulisan ini
mengajukan hipotesis bahwasannya kebijakan Migration with Dignity merupakan strategi
adaptasi yang diambil karena mempertimbangkan ancaman human security di Kiribati
sebagai faktor pendorong dan adanya labor demand terhadap tenaga kerja asal Pasifik di
negara tujuan, yakni Selandia Baru dan Australia sebagai faktor penarik. Kebijakan Migration
with Dignity diprioritaskan dikarenakan migrasi dapat disebut strategi adaptasi dalam
merespon ancaman sea level rise, mengingat migrasi sendiri sudah menjadi strategi adaptasi
tradisional bagi I-Kiribati. Selain itu terdapat tantangan terhadap perlindungan human
security I-Kiribati, sehingga tidak memberikan pilihan lain untuk bertindak secara adaptif bagi
pemerintah Kiribati. Di tambah lagi di Selandia Baru dan Australia terdapat program
perekrutan tenaga kerja migran asal Pasifik yang juga diperuntukkan bagi I-Kiribati, yakni
New Zealand Seasonal Employer (NZRSE) dan The Pacific Seasonal Worker Scheme (PWSPS)
yang kemudian berubah menjadi Seasonal Worker Programme (SWP).

Kata Kunci: Migrasi, Strategi Adaptasi, Human Security, Labor Demand, Kiribati, Selandia
Baru, Australia.

Migration with Dignity adalah seperti: (1) erosi tanah; (2) banjir lahan
kebijakan pemerintah Kiribati yang basah; (3) kontaminasi air garam pada
mengusulkan penciptaan lebih banyak sumber air tanah dan lahan pertanian;
program dengan memberikan dan (4) hilangnya habitat ikan, burung,
pendidikan dan pelatihan yang dan tanaman. Ditambah ratusan juta
diperlukan oleh I-Kiribati agar dapat orang yang tinggal di daerah pesisir
mengambil keuntungan ekonomis, pantai akan semakin rentan terhadap
seperti bekerja di Australia dan Selandia banjir. Beberapa negara kecil kepulauan
Baru. Kebijakan ini pertama kali yang tergabung dalam Alliance of Small
diperkenalkan oleh Presiden Anote Tong Island States (AOSIS) seperti Kiribati,
dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-67 penduduknya terpaksa harus
pada September 2012 di New York, meninggalkan rumahnya karena air
Amerika Serikat (Government of Kiribati telah merendam hampir seluruh tanah
2015). Tujuannya adalah untuk di pulau-pulau tersebut (National
meminimalisir dampak relokasi Geographic 2015).
permanen karena ancaman kenaikan
permukaan air laut dengan suplai tenaga
kerja ke pasar tenaga kerja internasional
(Dizard 2014). Mengingat kenaikan
permukaan air laut dapat berakibat
buruk terhadap habitat di pesisir pantai

268
Kebijakan Migration with Dignity

I.1 Tabel Daftar Negara Paling Rentan enormous pressure on domestic


institutions, the national budget, the
Kehilangan Habitat akibat Sea Level families and the sense of well-being of
Rise the people. These will continue to be
exacerbated in the foreseeable future”.

World Bank di lain pihak justru


menyarankan Kiribati untuk segera
melakukan tindakan adaptasi dengan
membangun sea-walls dan penanaman
tanaman bakau di Tarawa Selatan
mengingat wilayah tersebut diprediksi
tanahnya akan tenggelam separuh pada
tahun 2050 (Lagan 2013). Persoalannya
pendapatan nasional Kiribati hanya
$AS 151 juta per tahun, sedangkan dana
yang dibutuhkan untuk membangun
sea-walls berkisar $AS 1 miliar (Wyett
Sumber: Wyett t.t, 182 t.t, 172). Disisi lain mayoritas penduduk
Australia mengharapkan pertumbuhan
Kebutuhan akan migrasi didorong oleh penduduk berasal dari hasil fertilitas
adanya beberapa faktor yakni: (1) penduduk lokal bukannya migrasi.
pertumbuhan penduduk yang cepat Ditambah Australia tidak menerima
yakni 2,2%; (2) tingkat kelahiran bayi status pengungsi yang disebabkan oleh
yang tinggi; (3) lokasi yang secara perubahan iklim (Wyett t.t, 177). Selain
geografis terisolasi; (4) ketidakstabilan itu New Zealand‟s Pacific Access
sektor pertanian dan perikanan; (5) Category hanya memberikan izin 75 visa
basis ekspor yang sempit dan tidak setiap tahunnya untuk I-Kiribati yang
stabil; dan (6) ketergantungan terhadap ingin mencari suaka di Selandia Baru
bantuan asing yang semakin membuat (Wadley 2013). Vikram Odedra
Kiribati memiliki kerentanan yang tinggi Kolmannskog (2008, 18) berpendapat
terhadap kenaikan permukaan air laut bahwa terdapat kemungkinan terjadinya
(Wyett t.t, 172). Berbagai upaya adaptasi konflik antara para pengungsi
lain juga dilakukan untuk membatasi perubahan iklim dan penduduk lokal
dan meredam pengaruh dari kenaikan dimana mereka berada. Konflik dapat
permukaan air laut. Menurut Kiribati terjadi dikarenakan adanya
Government (2010) proyek-proyek pertumbuhan penduduk, pengelolaan
tersebut diantaranya: (1) meningkatkan sumber daya alam yang tidak memadai,
manajemen pasokan air bersih; (2) dan permasalahan pemukiman di
perlindungan pantai dengan menanam negara asing. Hal inilah yang menjadi
bakau; dan (3) peningkatan sarana pertimbangan negara maju untuk tidak
publik. Meskipun begitu upaya tersebut menerima keberadaan pengungsi
dianggap masih belum mampu perubahan iklim.
mereduksi efek negatif dari kenaikan
permukaan air laut. Mengingat domino Changing Social Contract Theory
efek yang dibawanya yang pada awalnya
hanya mengancam keamanan manusia, Dalam merespon climate change,
pada akhirnya juga dapat mengancam teori ini beranggapan bahwa ancaman
keamanan nasional Kiribati sebagai potensial dari climate change membawa
negara seperti yang dikatakan Menteri pemerintah untuk melakukan aksi
Lingkungan Kiribati Tiarite George nyata, termasuk dengan
Kwong dalam pertemuan COP 19. mengembangkan pengaturan sosial dan
politik untuk meningkatkan kapasitas
“Time is running out for us. Climate masyarakat dalam menghadapi
change poses the most urgent security tantangan adaptasi secara efektif.
challenge for Kiribati now. We are in the O‟Brien et al. (2009) menegaskan bahwa
front line of all this. It is already causing peraturan ditulis dan ditulis ulang
severe coastal erosions, involuntary dengan cepat oleh pemerintah yang
displacement of villages, decrease in kemudian disetujui dengan segera
food and water security, and more mengingat adanya urgensi untuk
importantly, has become a survival mengatasi efek negatif dari climate
issue. These impacts are putting change. Dapat dikatakan bahwa
pemerintah tidak lagi berada dalam

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 1, Februari 2016


269
Moh. Doni Faisal

peran yang kaku dan terbatas. Dimana bagaimana memperoleh standar hidup
kontrak sosial yang dilakukan oleh sesuai dan mengatasi adanya
rakyat dan pemerintah memberikan ketimpangan terhadap aksesibilitas
aturan kepada pemerintah untuk terhadap sumber daya.
melakukan intervensi dan bergerak lebih
cepat dalam merumuskan kebijakan.
Aspek paling penting dalam teori ini
tidak terletak pada bagaimana kontrak Dual Labor Market Theory
sosial antara rakyat dan pemerintah
tercapai tetapi lebih kepada bagaimana Teori ini dijelaskan oleh Doeringer dan
pemerintah mampu menjawab Priore (dalam Hagen-Zaker 2008, 7)
permintaan rakyat dan berapa banyak bahwa migrasi merupakan hasil dari
pemerintah bisa dan bersedia untuk adanya faktor penarik sementara, di
berikan dalam rangka untuk memenuhi mana terdapat permintaan tenaga kerja
permintaan rakyat. Permintaan dalam struktural yang kuat di negara-negara
hal ini adalah adanya perlindungan maju. Menurut pendekatan ini terdapat
terhadap keamanan manusia dan dualisme ekonomi di dalam pasar
masadepan generasi muda dari ancaman tenaga kerja di negara-negara maju dan
climate change (O‟Brien et al. 2009, 4). upah yang dapat merefleksikan status
dan prestise. Di negara maju terdapat
sektor primer yang menyediakan
pekerjaan bergaji tinggi dan sektor
sekunder untuk pekerjaan kasar,
misalnya saja hortikultura, perikanan,
dan manufaktur. Datangnya permintaan
terhadap tenaga kerja imigran berasal
dari beberapa faktor. Misalnya saja
terjadinya inflasi struktural, membuat
Push-Pull Theory terjadinya kenaikan upah secara konstan
di sektor primer. Dalam hal ini kenaikan
Dalam teori ini migrasi dapat terjadi upah proporsional di dalam sektor
dikarenakan adanya faktor pendorong sekunder dianggap terlalu mahal,
(push factor) dari daerah asal dan faktor sehingga konsekuensinya gaji pekerja
penarik (pull factor) dari daerah tujuan. sektor sekunder lebih rendah dan
Teori ini pada dasarnya berfokus pada membuat sektor sekunder bukan lagi
pilihan individu dan proses ekuilibrium sektor yang dicari oleh para pekerja
antara faktor pendorong dan faktor pribumi. Pekerjaan di sektor sekunder
penarik (Lee 1996, 49). Secara berfluktuasi sesuai dengan siklus
sederhana perubahan iklim akan dapat ekonomi, sehingga tidak stabil dan tidak
menyebabkan perpindahan penduduk lagi menarik bagi pekerja pribumi.
dari daerah yang kurang layak ke daerah Adanya perubahan di dalam demografi
yang lebih layak, dengan juga membuat wanita dan remaja tidak
mempertimbangkan push factor dan lagi bekerja di sektor sekunder dan
pull factor. Walaupun besar migrasi mulai memasuki sektor primer.
akibat dari perubahan iklim masih Kekosongan tersebut menyebabkan
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor adanya labor shortage pada low-skilled
lainnya seperti faktor adaptasi, mitigasi labor yang menyebabkan adanya
dan juga faktor budaya yang ada. permintaan yang kuat terhadap tenaga
Namun yang perlu dilihat adalah kerja imigran. Para imigran sendiri lebih
terdapatnya push factor yang lebih besar banyak terkonsentrasi di dalam sektor
di daerah asal dikarenakan adanya sekunder yang berstatus rendah, karena
perubahan iklim yang kemudian mereka tidak menganggap dirinya
membuat pull factor di daerah tujuan bagian dari masyarakat di negara tujuan
dinilai lebih baik karena terdapatnya (Hagen-Zaker 2008, 3).
harapan akan perubahan lingkungan
dan iklim yang lebih ramah bagi para
imigran di daerah tujuan (Lee 1996, 50).
Meskipun lingkungan dijadikan faktor Kebijakan Migration With Dignity
determinan utama dalam bermigrasi, Sebagai Strategi Adaptasi
namun perlu dilihat kaitannya dengan
faktor-faktor ekonomi, sosial, dan Relasi antara migrasi dan sea level
budaya yang pada akhirnya menentukan rise adalah terdapatnya hubungan

270
Kebijakan Migration with Dignity

interkonektivitas diantara migrasi, dampak dari perubahan iklim. Upaya


perubahan lingkungan, ekonomi, dan mereka dalam mengurangi jumlah emisi
faktor push-pull sosial. Hubungan karbon juga dirasa kecil, mengingat
interkonektivitas tersebut kemudian mereka sendiri hampir tidak memiliki
memunculkan konsep mengenai pengaruh di dalam perpolitikan dan
vulnerability atau kerentanan. ekonomi internasional. Sehingga upaya
Vulnerability sendiri didefinisikan oleh yang paling nyata dapat dilakukan
McLeman dan Smith (2006, 33) sebagai adalah metode adaptasi ketimbang
“...the potential to experience harm or metode mitigasi. Metode adaptasi yang
loss from some event or condition, and diupayakan untuk mengatasi dampak
this potential is related to factors that perubahan iklim di masa depan ini
affect the likelihood of the event or mencangkup gagasan migrasi,
condition occurring and the ability to dikarenakan migrasi antar pulau sudah
cope with the event if and when it menjadi strategi kunci adaptasi
occurs”. Kerentanan rumah tangga tradisional yang tetap dilanjutkan
terhadap perubahan iklim terkait hingga sekarang ini (Crowther 2015).
dengan beberapa hal yakni: (1) kapasitas
adaptif (akesibilitas terhadap sumber John Campbell dan Olivia Warrick
daya, strategi mata pencarian, dan (2014, 23-24) melihat bahwa setidaknya
jaringan sosial); (2) sensitivitas terdapat tiga manfaat strategi adaptasi
(kesejahteraan, keamanan pangan, melalui migrasi. Pertama, pengiriman
pasokan air bersih, dan kerapuhan remitansi sudah menjadi sumber
lingkungan); dan (3) adanya guncangan signifikan dari pendapatan beberapa
dan tekanan psikologi akibat bencana negara di wilayah Pasifik. Kedua,
alam yang diakibatkan oleh perubahan terdapatnya transfer pengetahuan dan
iklim (Benarjee et al. 2014, 1). Di teknologi. Para imigran diharapkan
kalangan masyarakat miskin seperti di dapat membawa pengetahuan baru,
negara-negara Pasifik, kurangnya sumber daya dan keterampilan yang
kapasitas untuk beradaptasi dengan juga dapat membantu meningkatkan
resiko lingkungan dapat berujung pada pemahaman akan perubahan iklim dan
terjadinya perpindahan penduduk. Hal strategi adaptasi yang telah berhasil
demikian sangat wajar mengingat masih diimplementasikan di tempat lain.
lemahnya sistem ketahanan yang Ketiga, migrasi juga difungsikan untuk
mereka miliki dalam berurusan dengan membubarkan daerah yang mengalami
vulnerability yang diakibatkan oleh ledakan populasi, mengurangi
adanya perubahan iklim. Sehingga minimnya akses terhadap sumberdaya
migrasi kemudian dapat dilihat sebagai alam, menghindarkan dari adanya
wujud kemampuan adaptif dalam kegagalan pasar karena meningkatnya
menghadapi adanya kerentanan jumlah pengangguran, dan efek
terhadap perubahan iklim (McLeman & negatifnya pada sistem kesehatan.
Smith 2006, 33).
Kebijakan Migration with Dignity
Migrasi sendiri dapat dipahami dapat dapat dianggap sebagai strategi
sebagai strategi adaptasi apabila adaptasi karena migrasi dalam bentuk
memenuhi beberapa syarat, yakni: (1) ini tidak seperti merelokasi I-Kiribati
dilakukan oleh individu secara sukarela, dari desa-desa dan menempatkan
bersifat preventif dan antisipasi; (2) mereka di salah satu tempat di Selandia
terdapat kebijakan migrasi yang Baru dan Australia, sebaliknya strategi
dirumuskan, diputuskan dan ini berusaha mengusulkan migrasi yang
diselenggarakan oleh otoritas publik terencana, secara bertahap berdasarkan
yang memiliki legitimasi yang dalam hal konsep „merit & dignity‟ yang dapat
ini adalah pemerintah; dan (3) tujuan dilaksanakan dengan adanya
dari proses migrasi adalah memberikan pengembangan program pelatihan yang
keuntungan bagi para imigran itu menyediakan kesempatan bekerja di
sendiri. Migrasi bahkan mungkin luar negeri, khususnya Australia dan
menjadi satu-satunya strategi realistis Selandia baru (O‟brien 2013, 56).
dalam keadaan tertentu (Mayer 2011, 6- Dengan strategi Migration with Dignity
7). Misalnya saja hampir semua negara- diharapkan migrasi yang mungkin
negara kecil di Pasifik memiliki terjadi dalam skala besar di kemudian
kontribusi yang sangat rendah bagi hari dapat meminimalisir adanya
peningkatan emisi karbon di dalam ozon beberapa dampak, yakni: (1)
yang menyebabkan perubahan iklim fragmentasi dalam I-Kiribati; (2)
namun justru merekalah paling terkena disintegrasi sosial; dan (3) dan

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 1, Februari 2016


271
Moh. Doni Faisal

hilangnya budaya indigenous people. keterampilan yang dibutuhkan di


Namun yang paling penting adalah negara-negara penerima. Sehingga
strategi ini diharapkan akan mengurangi mampu menciptakan situasi yang „win-
adanya hambatan bagi I-Kiribati untuk win‟ bagi kedua belah pihak, baik
bermigrasi di masa depan (O‟brien 2013, Kiribati maupun negara penerima akan
57). Kebijakan Migration with Dignity mendapatkan manfaatnya (O‟brien
ini didasarkan pada adanya akuisisi 2013, 47-58). Pendapat tersebut juga
keterampilan baru bagi I-Kiribati dipertegas oleh menteri lingkungan
sehingga diharapkan mereka akan dapat hidup Kiribati Mr. Tiarite George Kwong
memasuki pasar tenaga kerja dalam pidatonya di COP19 Warsaw,
internasional yang kompetitif dan Polandia yang mengatakan bahwa:
menjadi layak untuk kategori visa
tertentu sebagai modal ke negara-negara “We are also working on improving the
yang berpotensi menerima mereka education and the skills of our people to
sebagai tenaga kerja asing. Strategi ini a level where they are able to compete
berfokus pada perbaikan sistem for jobs in the international labor
pendidikan dam pembelajaran bahasa market. We have facilitated overseas
serta pelatihan kerja-terampil. Sehingga employment and permanent emigration
tujuan tidak langsungnya adalah I- opportunities for our people. These are
Kiribati nantinya akan melakukan in line with Government‟s policy on
migrasi sukarela dalam jangka panjang. relocation and migration with dignity.
Sasaran strategi adaptasi ini adalah anak We want our people to have the option
muda yang kebanyakan mengisi to migrate with dignity so they can
populasi pengangguran di Kiribati dan contribute meaningfully to their new
menempati jumlah yang besar dalam homes rather than climate refugees”.
populasi Kiribati (Phelps 2015).
Sumber: Kwong 2013
I.2 Bagan Jumlah Populasi Menurut Umur
dan Jenis Kelamin di Kiribati Tahun
2010

investasi asing. Inilah faktor penarik Tantangan Human Security di


kedua yang dilakukan pemerintah India Kiribati Sebagai Faktor Pendorong
menurut penulis. Perusahan milik
negara di bidang perbankan, Di Kiribati terdapat tantangan
penerbangan, dan industri perminyakan terhadap keamanan multidimensional
dibuka bagi investor mandiri. Jumlah yang terdiri dari empat aspek keamanan
investasi pada industri kecil juga dalam konsep human security, yakni: (1)
dinaikkan dari Rs.3,5 juta menjadi Rs.6 economic security; (2) environmental
juta dan kepemilikan investasi diatas security; (3) food security; dan (4)
40% diperbolehkan (Panagariya, 2008). health security. Hubungan keempat
Aturan ini diterapkan aspek keamanan dalam human security
tersebut bersifat saling mempengaruhi
dalam konteks sea level rise dan menjadi
Sumber: Ministry of Health and Medical faktor pendorong untuk bermigrasi.
Service 2011, 12 Pertama, Sebagai negara mikro, Kiribati
memiliki tantangan yang unik untuk
Dengan memberikan izin kepada I- pembangunan ekonominya. Mengingat
Kiribati untuk mencari pekerjaan pendapatan nasional Kiribati sendiri
terampil di luar negeri maka secara sangat bergantung pada beberapa sektor
tidak langsung dapat membuat I- seperti: (1) international aid, (2)
Kiribati untuk pindah secara sukarela. pengiriman remitansi; dan (3)
Dalam konteks ini Presiden Tong pemberian lisensi memancing. Dimana
berharap rakyatnya dapat menghindari hampir setengah dari pendapatan
menjadi pengungsi dan dapat menjaga nasional Kiribati berasal dari penjualan
harga diri serta martabat mereka surat izin memancing bagi armada
sebagai anggota dari masyarakat perikanan internasional, sementara
Kiribati. Ia juga menegaskan bahwa pengiriman remitansi dari I-Kiribati di
imigran I-Kiribati harus dicari oleh luar negeri diperkirakan 12-15% dari
negara-negara yang mereka inginkan jumlah total pendapatan nasional
untuk ditempati. Agar hal demikian negara. Selain itu pendapatan nasional
dapat terwujud maka I-Kiribati harus Kiribati juga berasal dari bantuan asing
menempati posisi untuk memberikan yang diperkirakan menyumbangkan 20-

272
Kebijakan Migration with Dignity

25% pada pendapatan nasional negara kemarau, curah hujan sangat rendah
(O‟Brien 2013, 36-37). Perekonomian sehingga berdampak pada terjadinya
yang bergantung banyak pada kekeringan. Ketiga, terjadi peningkatan
pendapatan sektor eksternal justru permukaan air laut yang dimotori oleh
dapat menurunkan jumlah PDB Kiribati peningkatan suhu di bumi yang
dan menghambat perkembangan pasar mengakibatkan gletser dan lapisan es di
internal. Sehingga ketergantungan kutub mencair dan berefek pada
berlebihan kepada sektor eksternal peningkatan volume air di laut. Data
memang sudah seharusnya dikurangi. satelit menunjukkan bahwa permukaan
Mengingat disisi lain juga terdapat air laut di Kiribati telah meningkat 1-
kerentanan apabila terjadi fluktuasi 4mm per tahun sejak tahun 1993.
dalam ekonomi global (Frank 2013, 10). Keempat, meningkatnya pengasaman air
laut di Kiribati. Dikarenakan hampir
I.3 Grafik Level Dana Bantuan seperempat CO2 yang dipancarkan oleh
Pembangunan Luar Negeri Kiribati. aktivitas yang dilakukan manusia setiap
tahun diserap oleh lautan. Sehingga CO2
bagi reputasi dan kesuksesan sektor IT tersebut kemudian bereaksi dengan air
di India. Setiap tahunnya India laut yang menyebabkan air laut sedikit
memproduksi sekitar 73.000 lulusan IT lebih asam. Fenomena ini berdampak
dan mem pada pertumbuhan karang dan
organisme yang ada di dalamnya yang
merupakan spesies penting untuk
Sumber: Government of Kiribati 2014, menjaga keseimbangan ekosistem
24 terumbu karang sebagai sumber
subsistence economy I-Kiribati.
I.4 Grafik Perbandingan Pendapatan
Pekerja Nasional dan Remitansi Ketiga, Degradasi lingkungan yang
berefek negatif terhadap subsistence
economy berbasis perikanan dan
pertaninan ditambah dengan
pertumbuhan populasi membuat
Kiribati memiliki ketergantungan yang
tinggi terhadap kebutuhan pangan
impor dan pengiriman remitansi untuk
menopang pola makan baru. Hal
demikian dibuktikan ketika pada tahun
2005, makanan merupakan komoditas
impor paling tinggi di Kiribati dengan
total pengeluaran untuk impor makanan
lebih dari AUS$ 31 Juta.
Ketergantungan Kiribati akan impor
Sumber: Government of Kiribati 2014, bahan makanan merupakan bentuk food
11 insecurity negara dalam memastikan
kebutuhan pangan masyarakatnya,
Kedua, Menurut PCCSP (2014, 4) contohnya peristiwa Agustus 2004 di
terdapat empat persoalan lingkungan mana terjadi keterlambatan kedatangan
yang harus dihadapi oleh Kiribati. kapal kargo yang membawa makanan
Pertama, adanya peningkatan suhu langsung membuat Kiribati terkena
maksimum dan minimum tahunan di krisis pangan nasional. Dalam konteks
Tarawa sejak tahun 1950 hingga impor makanan, sangat terlihat jelas
sekarang. Suhu maksimum telah bahwa adanya sedikit saja gangguan
meningkat 0,18° C per dekade. dalam proses pendistribusian makanan
Peningkatan suhu secara konsisten ini makan akan menimbulkan efek
diakibatkan oleh adanya fenomena dramatis bagi hampir seluruh I-Kiribati
perubahan iklim global. Kedua, terjadi (East & Dawes 2009, 347).
peningkatan curah hujan tahunan di
Kiribati. Data sejak tahun 1951 Keempat, di Kiribati terdapat
menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola makan yang dulunya
peningkatan curah hujan namun hanya mengonsumsi makan tradisional
pada musim hujan saja. Sehingga air kemudian digantikan oleh makanan
yang ada berlebihan dan menyebabkan impor seperti daging kaleng, roti, nasi,
badai dan banjir. Sedangkan di musim dan minuman bersoda yang rendah
nutrisi dan tinggi kadar gula. Akibatnya

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 1, Februari 2016


273
Moh. Doni Faisal

terjadi penurunan standar kesehatan dikarenakan kurangnya suplai tenaga


secara cepat, terutama di ibu kota. Studi kerja untuk sektor ini (Gibson &
yang dilakukan oleh para ahli gizi McKenzie t.t, 4).
Kiribati menunjukkan bahwa makanan
tradisional yang berbasis subsistence Program migrasi musiman Selandia
economy jauh lebih bergizi daripada Baru, yang secara resmi dikenal dengan
makanan olahan impor. Ketergantungan New Zealand Recognised Seasonal
akan makanan impor olahan yang Employer (NZRE) kemudian
rendah gizi inilah yang kemudian diperkenalkan pada bulan April 2007
bertanggung jawab terhadap adanya untuk mengatasi adanya kekurangan
penurunan standar kualitas kesehatan I- tenaga kerja musiman dalam sektor
Kiribati (East & Dawes 2009, 349). holtikultura di Selandia Baru. Secara
Contohnya Kiribati sekarang termasuk spesifik tujuan dari dibentuknya
dalam daftar negara dengan jumlah program NZRSE sendiri antara lain: (1)
masyarakatnya mengalami obesitas melindungi pasokan berkelanjutan
tertinggi di dunia, di mana sebanyak tenaga kerja musiman; (2) mengubah
80% mengalami kelebihan berat badan sektor holtikultura dan pengolahan
dan 50% mengalami obesitas (O‟brien anggur dari industri dengan biaya
2013, 44). Perubahan pola makan juga rendah menuju industri dengan kualitas,
menyebabkan adanya peningkatan produktivitas, dan nilai yang tinggi; (3)
pengidap diabetes, asam urat, mengurangi risiko imigrasi ilegal; dan
hipertensi, penyakit jantung, stroke, dan (4) berkontribusi secara luas terhadap
penyakit lain yang berhubungan dengan pengembangan pembangunan ekonomi,
adanya kekurangan gizi dan vitamin integrasi regional, dan stabilitas
(East & Dawes 2009, 350). kawasan Pasifik (Roordha 2011, 6).
Program tersebut berhasil mengatasi
Labour Demand di Selandia Baru adanya kekurangan tenaga kerja
dan Australia musiman dengan memasok kurang lebih
7.000 pekerja setiap tahunnya (Hay &
Industri holtikultura di Selandia Howes 2012, 1). Dalam melancarkan
Baru telah berkembang dari NZ$ 200 program tersebut perjanjian bilateral
juta untuk ekspor pada tahun 1991 dilakukan di antara Departemen Tenaga
menjadi NZ$ 2.2 miliar di tahun 2011, Kerja Selandia Baru dan pemerintah di 5
sehingga menempatkan sektor negara Pasifik yakni Kiribati, Samoa,
hortikultura menjadi industri ekspor Tonga, Tuvalu dan Vanuatu. Pengaturan
terbesar ke-6 di Selandia Baru. Selain itu baru juga dibentuk untuk
industri anggur Selandia Baru juga memungkinkan adanya tenaga kerja
mengalami pertumbuhan ekspor yang asing musiman dari negara tambahan
justru jauh lebih cepat. Ekspor anggur dalam keadaan tertentu, misalnya saja
dan olahannya sebesar NZ$ 300 juta di ketika suplai tenaga kerja dari 5 negara
tahun 2004 menjadi NZ$ 1,2 miliar di tersebut masih belum cukup. Pada
tahun 2014. Industri anggur sendiri tahun pertama, sebanyak 126 petani
diperkirakan membutuhkan setidaknya Selandia Baru mempekerjakan 2.883
50.000 pekerja setiap tahunya untuk pekerja musiman dari 5 negara tersebut.
pemeliharaan anggur, memilih dan Sedangkan di tahun berikutnya
mengepak buah, dan memangkas pohon sebanyak 7.157 pekerja direkrut, hal
dan menyiapkan kebun untuk musim demikian menunjukkan tingginya
depan. Secara umum petani hortikultura peningkatan permintaan terhadap
dan anggur biasanya mengandalkan (1) tenaga kerja asing (Ball et al. 2011, 2).
siswa/mahasiswa; (2) pekerja lepas
lokal; (3) wisatawan yang bekerja Munculnya fenomena kekurangan
sementara; dan (4) buruh migran yang tenaga kerja di Australia secara umum
datang melalui berbagai skema kerja disebabkan oleh tiga hal, yakni: (1)
sementara. Dengan pesatnya globalisasi yang mendorong emigrasi;
pertumbuhan dalam sektor ini, (2) rendahnya fertilitas; dan (3)
ditambah dengan rendahnya tingkat rendahnya tingkat pengangguran di
pengangguran di Selandia Baru, Australia. Fenomena globalisasi
membuat sekitar 2000-an petani membuat pasar tenaga kerja
mengalami kesulitan mendapatkan internasional mengalami peningkatan
pekerja musiman yang berketerampilan permintaan terhadap highly-skilled
rendah untuk proses produksi mereka. labor. Sehingga membuat banyak
Sektor holtikultura sendiri mengalami penduduk Australia memilih melakukan
kerugian sebanyak NZ$ 180- 300 juta emigrasi untuk bekerja di luar negeri.

274
Kebijakan Migration with Dignity

Dampaknya secara langsung terhadap Recognised Seasional Employer


keberlangsungan pasar tenaga kerja Selandia Baru (Hay & Howes 2012, 7).
nasional. Globalisasi juga berdampak Program ini awalnya dijadikan uji coba
positif terhadap pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun, dari Februari 2009
Australia dengan merangsang hingga Juni 2012 yang hanya berfokus
peningkatan secara cepat terhadap pada sektor hortikultura di Victoria dan
permintaan tenaga kerja terampil di Griffith di New South Wales. Program
sejumlah sektor yang bahkan tidak ini dibagi menjadi dua tahap, yakni (1)
mampu dipenuhi oleh pasar tenaga kerja tahap 2008-2009 memberikan izin visa
nasional (Siddique t.t, 2). Di sisi lain bekerja hanya kepada 100 pekerja, dan
layaknya negara OECD lainnya, (2) tahap 2009-2012 memberikan kuota
Australia sedang menghadapi tantangan visa bekerja sebanyak 2.400. Jumlah ini
ageing population yang secara tidak terbilang sedikit apabila dibandingkan
langsung berpengaruh terhadap pasar dengan RSE yang telah diprogramkan
tenaga kerja nasional. Dengan oleh Selandia Baru (Doyle & Howes t.t,
menurunnya kesuburan dan 6). Sedikitnya kuota yang diberikan
peningkatan populasi orang tua dikarenakan oleh beberapa alasan,
mengakibatkan pemerintah Australia yakni: (1) lesunya kondisi ekonomi
mulai mempertimbangkan perlunya global; (2) masih kurangnya fleksibilitas
mencari sumber tenaga kerja asing dalam regulasi yang menghambat petani
untuk menyokong keberlangsungan untuk merekrut pekerja; (3) adanya
pasar tenaga kerja nasional demi saingan terhadap imigran gelap yang
mempertahankan pertumbuhan juga bekerja sebagai tenaga kerja
ekonomi dan pelayanan nasional. musiman (Gibson & McKenzie t.t, 3).
Mengingat semakin menurunnya jumlah
penduduk produktif yang muda (Ball & Evaluasi terhadap PSWPS ini selesai
Bailey 2015, 12). Kemudian adanya pada September 2011, dengan hasil yang
peningkatan partisipasi perempuan menyatakan bahwa meskipun terdapat
dalam pasar tenaga kerja terutama hambatan dalam menjalankan program
dalam pekerjaan terampil, serta ini, namun evaluasi justru menyarankan
peningkatan jumlah kaum muda yang untuk memperpanjang program
berpartisipasi dalam dunia pendidikan tersebut mengingat PSWPS sendiri
dan adanya ageing population telah terbukti mampu memenuhi kebutuhan
memberikan kontribusi pada munculnya tenaga kerja musiman untuk sektor
labor shortage khususnya dalam konteks hortikultura. Suplai terhadap tenaga
low-skilled labor. Mengingat dalam musiman yang berketerampilan rendah
kasus ini jumlah pengangguran juga dapat membantu pertumbuhan sektor
mengalami penurunan, sehingga sangat hortikultura Asutralia. Sehingga pada
susah untuk mencari tenaga kerja low- tanggal 18 Desember 2011, pemerintah
skilled labor di Australia (Australian Australia kemudian mengumumkan
Government 2013, 5). keputusan mereka untuk meneruskan
program yang sedang berlangsung
The Pacific Seasonal Worker Pilot PSWPS menjadi Seasonal Worker
Scheme (PSWPS) dibentuk pada bulan Program (SWP) agar dapat lebih banyak
Agustus 2008 dan dijalankan hingga lagi menyerap tenaga kerja asing asal
Juni 2012. Program ini dirancang untuk Kepulauan Pasifik. Sementara sebagian
meringankan kekurangan tenaga kerja besar persyaratan, pengaturan, dan
sektor hortikultura di Australia dengan regulasi SWP masih mengacu pada
memberikan kesempatan bagi pekerja PSWPS. Namun yang paling baru dari
dari Kiribati, Papua Nugini, Tonga, program SWP ini adalah
Vanuatu, Nauru, Samoa, Kepulauan ditambahkannya tiga sektor baru untuk
Solomon, Tuvalu dan Timor Leste untuk uji coba, yakni: (1) budi daya perikanan;
melakukan pekerjaan musiman. Pada (2) pengolahan kapas; (3) pengolahan
bulan November 2008, Pemerintah tebu. Selanjutnya kuota yang disediakan
Australia menandatangani meningkat hingga 12.000 pekerja
Memorandum of Understanding (MOU) selama periode 2012 hingga 2016 (Doyle
dengan pemerintah Kiribati, Tonga, dan & Howes t.t, 9)
Vanuatu. Sementara perjanjian bilateral
dengan negara lainnya mengikuti di Kesimpulan
tahun selanjutnya melalui undangan
resmi dari Perdana Menteri Julia Berdasarkan penjelasan di atas
Gillard. Pemilihan negara-negara ini dapat disimpulkan bahwa Kebijakan
didasarkan pada referensi dari Migration with Dignity yang dibentuk

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 1, Februari 2016


275
Moh. Doni Faisal

oleh Pemerintah Kiribati memang lebih economic security; (2) environmental


diprioritaskan daripada solusi lainnya. security; (3) food security; dan (4)
Hal demikian dikarenakan kebijakan ini health security yang merupakan faktor
dapat dijadikan sebagai strategi adaptasi pendorong bagi Pemerintah Kiribati
yang paling efektif jika dibandingkan untuk merumuskan kebijakan ini.
dengan strategi adaptasi lainnya. Sedangkan terdapatnya labor demand di
Kebijakan ini dibentuk melalui dua negara tujuan khususnya New Zealand
pertimbangan, yakni pertimbangan di Recognised Seasonal Employer (NZRE)
negara asal dan di negara tujuan. di Selandia Baru dan Seasonal Worker
Pertimbangan di negara asal yang Program (SWP) di Australia merupakan
berupa ancaman multidimensional faktor penarik bagi Pemerintah Kiribati
terhadap empat aspek keamanan dalam untuk merumuskan kebijakan ini.
konsep human security, yakni: (1)

Daftar Pustaka
Artikel Jurnal [12] Mayer, Benoit, 2011. “Migration as A
[1] Ball, Roselle et al., 2011. “Australia’s Pacific Sustainable Adaptation Strategy”. Artikel
Seasonal Worker Pilot Scheme: Managing dipresentasikan dalam the second conference
vulnerabilities to exploitation”. Australian of the Initiative on Climate Adaptation
Institute of Criminology, No. 432, Research and Understanding through the
November 2011. Social Sciences: Climate Vulnerability and
[2] Doyle, Jesse dan Howes, Stephen, t.t. Adaptation: Marginal Peoples and
“Australia’s Seasonal Worker Program: Environments.
Demand-side Constraints and Suggested
Reforms”. Australia National University. Artikel Online
[3] East, Andrew John and Dawes, Les A, 2009. [13] Ashley Crowther, “Sea-Level Rise and
“Homegardening as a panacea : a case study Migration: Pacific Islands”, [Online], dalam
of South Tarawa”. Asia Pacific Viewpoint, http://www.ashleycrowther.org/sea-level-
50 (3). rise-and-migration-pacific-islands/ (diakses
[4] Gibson, John dan McKenzie, David, t.t. pada 7 November 2015)
“Development through Seasonal Worker [14] Bernard Lagan, “Kiribati: A Nation Going
Programs: The Case of New Zealand's RSE Under”, [online], dalam
Program”. Centre for Research and Analysis http://www.theglobalmail.org/feature/kiribat
of Migration, No 05/14. i-a-nation-going-under/590/ (diakses pada
[5] Hagen-Zaker, Jessica, 2008. “Why Do 19 Maret 2015).
People Migrate? A Review of The [15] Davina Wadley, “Kiribati and Climate
Theoritical Literature”, Maastricht Graduate Facing the Inevitable?” [online], dalam
School of Governance, No. 28197, 18. http://refugeesinternational.org/blog/kiribati-
Januari. and-climate-facing-inevitable (diakses pada
[6] Hay, Danielle dan Howes, Stephen. 2012. 19 Maret 2015).
“Australia’s Pacific Seasonal Worker Pilot [16] Erin D. Phelps, “As Waters Rise, A Race To
Scheme: why has take-up been so low?”. Migrate With Dignity”, [onine], dalam
Development Policy Centre, Discussion http://themigrationist.net/2015/02/09/as-
Paper 17, April 2012. waters-rise-a-race-to-migrate-with-dignity/
[7] Kolmannskog, Vikram Odedra, 2008. (diakses pada 19 Maret 2015).
“Future Floods of Refugees: A Comment On [17] National Geographic, “Sea Level Rise”
Climate Change, Conflict and Forced [online], Dalam
Migration”. Norwegian Refugee Council. http://ocean.nationalgeographic.com/ocean/c
[8] McLeman, R. Dan Smith B., 2006. ritical-issues-sea-level-rise/ (diakses pada 07
“Migration As Adaptation to Climate April 2015).
Change”. Springer, Vol. 76. [18] Wilson Dizard, “Plagued by Sea-Level Rise,
[9] O’Brien, et al., 2009. “Rethinking Social Kiribati Buys Land in Fiji”, [online], dalam
Contracts: Building Resilience in a http://america.aljazeera.com/articles/2014/7/
Changing Climate”. Ecology and Society, 1/kiribati-climatechange.html (diakses pada
Vol. 2. 18 Maret 2015).
[10] Roordha, Mathea, 2011. “Review of the
Recognised Seasonal Employer (RSE) Buku
worker pilot training programme”. Evalue [19] Lee, Everett S., 1996. “Demography’, dalam
Reasearch, February 2011. A Theory of Migration. New York :
[11] Wyett, Kelly, t.t. “Escaping a Rising Tide: Springer-Verlag.
Sea Level Rise and Migration in Kiribati”.
Asia & the Pacific Policy Studies, Vol. 1. Dokumen Pemerintah
Artikel Seminar

276
Kebijakan Migration with Dignity

[20] Australian Government, 2013. Australian [28] Pasific Climate Change Science Program,
Job 2013. Department of Education, 2011. Current and future climate of Kiribati.
Employment and Workplace Relations. Pacific Climate Science Program.
[21] Government of Kiribati, 2011. Annual [29] Siddique, M A B. t.t. Globalisation and
Report. Tarawa: Ministry of Health and Shortages of Skilled Labour in Pacific Island
Medical Services Countries: A Case Study of Australia. Perth:
[22] Government of Kiribati, 2014. Kiribati University of Western Australia Business
Program Poverty Assessment. Tarawa: School.
Department of Foreign Affairs and Trade. [30] Thomas, Frank R., 2003. Kiribati: “Some
[23] Government of Kiribati, 2015. Kiribati Aspect of Human Ecology,’’ Forty Years
National Labor Migration Policy. Tarawa: Later. Dilaporkan pada Atoll Research
Minister of Labour and Human Resource Bulletin.
Development.
Sumber Lain
Laporan Penelitian [31] Kwong, Tiarite George, 2013. Statement by
[24] Ball, Rochelle dan Rochelle-Lee, Bailey. His Excellency Tiarite George Kwong,
2015. Inquiry into the Seasonal Worker Minister of Environmenr, Lands, and
Program. Dilaporkan pada the Seasonal Agriculture Development of the Republic of
Worker Programme Submission 38. Kiribati. UNFCC COP 19th Meeting.
[25] Banerjee, S. et al., 2014. Migration as an Warsaw, Polandia: Republic of Kiribati
Effective Mode of Adaptation to Climate
Change. Dilaporkan oleh Foresight Kepada Tesis
European Comission. [32] Lara K. O’Brien, 2013. “Migration With
[26] Campbell, John dan Warrick, Olivia, 2014. Dignity: A Study of Kiribati-Australia
Climate Change and Migration Issue in Nursing Initiative (KANI)”, thesis master of
Pasific". United Nations Economic and University of Kansas.
Social Commission for Asia and the Pacific.
[27] Gibson, John dan McKenzie, David. t.t. Website
Asutralia’s Pacific Worker Pilot Scheme [33] Climate Change in Kiribati, [online], dalam
(PSWPS): Development Impacts in The http://www.climate.gov.ki (diakses pada 18
First Two Years. Dilaporkan pada World Maret 2015).
Bank.

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5 No. 1, Februari 2016


277

Anda mungkin juga menyukai