Anda di halaman 1dari 34

MATA KULIAH

PERENCANAAN TATA RUANG PESISIR (STPW33536)


PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH
FAKULTAS TEKNIK dan SAINS
UNIVERSITAS BINA TARUNA

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL


bagian 2

Rizky Juliansar Yasin, ST., M.URP


Dosen pada Program Studi Perencanaan Wilayah
Fakultas Teknik dan Sains
Universitas Bina Taruna

Gorontalo, 9 Juni 2023 1


Outline Materi
1. Pengertian pulau-pulau

2. Pengertian dan Potensi Pulau-Pulau Kecil

3. Isu-Isu Pulau-Pulau Kecil

4. Perencanaan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil

5. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan untuk


pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

6. Gambaran Pulau-Pulau Kecil

Sumber Gambar :https://static.pexels.com/photos/584302/pexels-photo-584302.jpeg


ISU-ISU PULAU-PULAU KECIL

3
Sumber Gambar : Delta dan Jenisnya -
Geograph88
ISU-ISU PULAU-PULAU KECIL: ISU GLOBAL

Isu-Isu Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil


 Pengelolaan pulau-pulau kecil perlu mempertimbangkan isu-isu yang
sedang berkembang baik dari segi politik, pertahanan, keamanan,
lingkungan, maupun sosial, ekonomi dan budaya.
1. Isu Global
 Beberapa Konvensi Internasional menjadi dasar dalam pengelolaan
pulau-pulau kecil seperti konvensi yang berkaitan dengan perlindungan
spesies tertentu, penetapan kawasan terlarang dan/atau kawasan
terbatas, emisi senyawa kimia yang dapat menimbulkan iklim global,
hukum pengendalian pencemaran akibat angkutan di laut dan lain lain.
 Hasil-hasil KTT Bumi pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil telah
menghasilkan beberapa dokumen penting antara lain ; Prinsip-prinsip
Rio, Konvensi Perubahan Iklim dan Konvensi Keanekaragaman Hayati,
Prinsip-prinsip Kehutanan, dan Agenda 21. Pertemuan World Summit on
Sustainable Development (WSSD) yang diprakarsai oleh PBB juga
menghasilkan dokumen-dokumen penting yang menjadi dasar dan
panduan upaya bersama masyarakat dunia menjalankan pembangunan
yang berkelanjutan.
Lanjutan

ISU-ISU PULAU-PULAU KECIL: ISU GLOBAL

 Dalam Sidang Khusus Majelis Umum PBB ke-22 tahun 1999 yang membahas
pelaksanaan Program Aksi Barbados mengenai Pembangunan Berkelanjutan di
Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil (SIDS), telah menghasilkan State of
Progress and initiatives for the Future Implementation of the Programme of Action
for Sustainable Development of Small Island Developing States, untuk jangka
waktu 5 tahun (1999-2004). Beberapa masalah prioritas yang membutuhkan
perhatian khusus yaitu : a) perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut, b)
bencana alam dan kerusakan lingkungan, c) sumberdaya air bersih, d) ekosistem
pesisir dan terumbu karang, e) sumberdaya energi terbarukan, dan f) pariwisata
untuk melindungi lingkungan dan budaya.
 Kenaikan suhu permukaan bumi yang dikenal dengan fenomena pemanasan global
(global warming) telah menyebabkan naiknya permukaan air laut karena ekspansi
thermal permukaan air laut dan terjadinya pencairan es di kutub akibat berbagai
aktivitas di daratan seperti industrialisasi, penebangan dan kebakaran hutan,
pencemaran udara dan penggunaan gas/bahan-bahan kimia lainnya.
Kecenderungan global naiknya permukaan air laut mencapai 13 cm per 10 tahun,
sedangkan kenaikan suhu dunia mencapai 0,019 oC per tahun. Di Indonesia,
gejala kenaikan permukaan air laut mencapai 1-3 cm per tahun dan kenaikan suhu
mencapai 0,03 oC per tahun.
Lanjutan

ISU-ISU PULAU-PULAU KECIL: ISU-ISU

 Naiknya permukaan air laut dapat menyebabkan dampak yang


serius terhadap keberadaan pulau-pulau kecil, karena sebagian
besar pulau-pulau kecil di Indonesia berupa dataran rendah dan
memiliki ketinggian hanya beberapa meter di atas permukaan
laut (dpl). Dengan naiknya permukaan laut beberapa cm, akan
berdampak pada berkurangnya luasan daratan pulau-pulau kecil
secara signifikan.
 Isu kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) akan
memacu percepatan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama
di wilayah perbatasan karena sangat strategis dalam menarik
investor luar negeri sehingga arus barang dan jasa meningkat.
Sebagai contoh, potensi Kawasan Sabang sebagai kawasan
perdagangan dan pelabuhan bebas.
ISU-ISU PULAU-PULAU KECIL: ISU REGIONAL

 2. Isu Regional
 Pengelolaan pulau-pulau kecil yang kurang memperhatikan aspek lingkungan dan
mempunyai keterkaitan dengan wilayah lain dalam lingkup regional, misalnya
kegiatan penambangan pasir di laut yang tidak terkendali dapat menyebabkan
lenyapnya pulau-pulau kecil terluar (misalnya Pulau Nipa, di Riau) sehingga akan
mempengaruhi keberadaan titik dasar (TD) yang merugikan dalam penetapan
batas maritim dengan negara tetangga.
 Dengan akan diberlakukannya pasar bebas ASEAN dan Asia Pasifik serta
meningkatnya kerjasama ekonomi sub-regional IMT-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan
AIDA, maka akan memacu pengembangan pulau-pulau kecil terutama dalam
kegiatan investasi.
 Masalah geo-politik yang berkaitan dengan belum tuntasnya penetapan sebagian
perbatasan maritim dengan negara tetangga, sampai saat ini masih menjadi
potensi sumber sengketa. Penetapan batas maritim antar negara dan
pemeliharaan Titik Dasar (Base Point) di pulau-pulau perbatasan yang menjadi titik
referensi bagi penarikan batas maritim negara harus segera dituntaskan. Dengan
demikian akan mereduksi potensi permasalahan perbatasan dengan negara lain.
Lanjutan

ISU-ISU PULAU-PULAU KECIL: ISU REGIONAL

3. Isu Nasional
 Dengan jumlah pulau dan potensi sumberdaya alamnya yang besar serta lokasinya
yang tersebar sehingga sulit untuk mencapainya, maka sudah saatnya Pemerintah
memberi perhatian yang lebih besar terhadap isu nasional yang berkaitan dengan
pengelolaan pulau-pulau kecil, yaitu :
 Belum terkoordinasinya bank data (database) pulau-pulau kecil yang berisi nama,
luas, potensi, karakteristik, peluang usaha, permasalahan dan lain lain;
 Sebagian besar pulau-pulau kecil merupakan kawasan tertinggal, belum
berpenghuni atau jarang penduduknya namun memiliki potensi sumberdaya alam
yang baik;
 Terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan laut yang dapat menghubungkan
dengan pulau induk (mainland) dan antara pulau-pulau kecil;
 Beberapa pulau kecil telah menjadi sengketa antar propinsi dan kabupaten/kota;
 Belum jelasnya kewenangan pengelolaan pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan
antara Pemerintah dan Pemerintah Propinsi/ Kabupaten/ Kota ;
 Sebagian pulau-pulau kecil terluar yang memiliki fungsi strategis karena berkaitan
dengan batas antar Negara terancam hilang karena penambangan pasir yang tak
terkendali;
Lanjutan

ISU-ISU PULAU-PULAU KECIL: ISU REGIONAL

 Terjadinya pencemaran di sekitar perairan pulau-pulau kecil


akibat meningkatnya pembuangan limbah padat dan cair;
 Pulau-pulau kecil berpotensi menjadi tempat kegiatan yang
dapat mengancam stabilitas dan keamanan nasional;
 Masih terbatasnya sistem pemantauan, patroli dan pengawasan
(Monitoring, Controling dan Surveillance/MCS) di pulau-pulau
kecil.
 Beberapa Undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan
pulau-pulau kecil seringkali masih bersifat sektoral sehingga
berpotensi untuk memicu konflik kepentingan, misalnya UU
Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, UU Nomor 21 Tahun
1992 tentang Pelayaran, UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan. Untuk itu diperlukan peraturan perundang-
undangan yang lebih terintegrasi.
Lanjutan

ISU-ISU PULAU-PULAU KECIL: ISU DAERAH

4. Isu Daerah
Diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
telah memunculkan beberapa isu dalam pengelolaan pulau-pulau kecil:
 Pemberdayaan dan peningkatan peran serta kelembagaan daerah dan masyarakat
dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil;
 Tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka peningkatan
pendapatan daerah;
 Ketersediaan data, informasi dan peraturan yang diperlukan dalam pengambilan
kebijakan terkait dengan pengelolaan pulau-pulau kecil;
 Kerjasama antar daerah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil di bidang keamanan,
pemanfaatan sumberdaya, dan peningkatan kualitas lingkungan;
 Terjadinya sengketa antar daerah tentang status kepemilikan dan kewenangan
pengelolaan pulau-pulau kecil.
 Dalam rangka mengantisipasi isu daerah yang berkembang maka diperlukan
identifikasi ketentuan dan peraturan hukum yang bersifat lintas daerah yang
mengatur aspek pesisir dan pulau-pulau kecil serta identifikasi kegiatan-kegiatan
yang dampaknya dirasakan melewati batas administratif, misalnya kegiatan di
Kep. Seribu (Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Banten).
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PULAU-PULAU KECIL

11
Sumber Gambar : Delta dan Jenisnya -
Geograph88
PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PENGEMBANGAN

 Dalam proses kelahirannya development (pembangunan) dikontraskan


dengan underdevelopment (keterbelakangan). Development merujuk
kepada prestasi kemajuan (pembangunan) ekonomi dan sosial dengan
mengubah kondisi keterbelakangan (produktivitas rendah, stagnasi,
kemiskinan) di negara-negara yang dianggap sebagai “miskin”,
“terbelakang”,”kurang berkembang”, atau “sedang berkembang”
(Bernstein, 20008: 207). Lebih jauh Berstein menjelaskan bahwa
economic growth adalah kondisi yang diperlukan bagi kemajuan sosial,
yang bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti gizi yang cukup,
kesehatan dan papan yang memadai (mengatasi kemiskinan absolut)
(2008:207). Dalam sejarahnya, konsep development ini berkembang
menjadi ideologi developmentalism di berbagai negara yang akhirnya
memicu revolusi sosial dan kejatuhan beberapa rejim di dunia.
Development atau developmentalism secara semantik kemudian
melahirkan konotasi negative (William, 1983:102-104).
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PENGEMBANGAN

 Pengertian tentang development dalam tulisan ini mencoba untuk


mendapatkan batasan yang berusaha meminimalkan bias-bias politik
dan ideologi walaupun hal tersebut hampir mustahil untuk dilakukan
secara sepenuhnya. Pemberitan batasan dilakukan dengan
menempatkan pembangunan ke dalam pembangunan ekonomi
(economic development) tanpa mengabaikan dimensi politik yang
menjadi hak-hak dasar bagi setiap individu. Michael Todaro (dalam
Arsyad, 1999:5-6) menyatakan, keberhasilan pembangunan ekonomi
ditujukan ke dalam tiga (3) nilai pokok, yaitu (1) berkembangnya
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic
needs), (2) meningkatnya rasa harga diri (self esteem) masyarakat
sebagai manusia, dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk
memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu hak asasi
manusia. Berdasarkan penjelasan Todaro di atas, kemudian Arsyad
mencoba memberikan definisi tentang pembangunan ekonomi “sebagai
suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita
penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai dengan
perbaikan sistim kelembagaan”. Dari definisi di atas jelas bahwa
pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PENGEMBANGAN

1) Suatu proses yang berarti terjadi perubahan secara terus-menerus,


2) Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, dan
3) Kenaikan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.
4) Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi,
politik, hukum sosial dan budaya). Sistem kelembagaan ini bisa ditinjau
dari dua aspek, yaitu (1) aspek perbaikan di bidang organisasi, dan (2)
aspek perbaikan di bidang regulasi (1999:6).

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pembangunan


(development) membutuhkan pertumbuhan ekonomi (economic growth).
Secara umum para pakar memberikan arti yang sama terhadap
pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi (Arsyad, 1999:7). Oleh
karena itu,dalam pelaksanaanya pembangunan ekonomi ini juga tidak
terlepas dari indikator-indikator makro ekonomi.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PENGEMBANGAN

 Semenjak Perang Dunia Kedua, setelah banyak negara porak


poranda akibat perang, maka pembangunan di berbagai negara
dilakukan dengan memakai berbagai pendekatan, seperti
berbasiskan kepada pembangunan politik dan pembangunan
berbasiskan sosial budaya. Pembangunan melalui pendekatan
politik bersifat top down untuk mendorong pembangunan
karakter suatu bangsa yang diyakini bisa sejalan dengan
modernisasi. Mengatasi hambatan karakter ini diharapkan
mampu membuka pintu bagi bergulirnya masuknya
pembangunan. Sedangkan pembangunan dengan pendekatan
sosial budaya melihat bahwa pembangunan yang hanya fokus
pada satu dimensi, misalnya ekonomi, secara empiris terbukti
menemui kegagalan. Karenanya, keberhasilan pembangunan
bergantung kepada pelbagai dimensi lain (Riyadi dan
Bratakusumah,2005:45-51).
PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PEMBANGUNAN

 Pembangunan pulau kecil tujuannya tentu tidak berbeda dengan yang


disebutkan Todaro yang ditafsirkan Arsyad, yaitu sebagai suatu proses
yang berarti terjadi perubahan secara terus-menerus, usaha untuk
menaikkan pendapatan per kapita, dan kenaikan per kapita itu harus
terus berlangsung dalam jangka panjang serta perbaikan sistem
kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi, politik, hukum sosial
dan budaya). Sistem kelembagaan ini bisa ditinjau dari dua aspek, yaitu
(1) aspek perbaikan di bidang organisasi, dan (2) aspek perbaikan di
bidang regulasi. Perbedaannya terletak aspek karakteristik pulau-pulau
kecil yang tentu menuntut suatu perencanaan yang sesuai.
 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLO) dalam
Konvensi PBB atas Hukum Kelautan) 1982 Artikel 121 mendefinisikan
pualu-pulau kecil, ”An island is a naturally formed land, surrounded by
water, which is above water at high tide”. Artinya, pulau adalah area
lahan (daratan) yang terbentuk secara alami, dikelilingi air yang berada
di atas muka air pada pasut tinggi—artinya, tak boleh tenggelam jika air
pasang tinggi. Definisi ini mengisyaratkan ada empat syarat untuk
disebut sebagai suatu pulau, yaitu ada daratan, terbentuk secara alami
bukan reklamasi, dikelilingi air (tawar atau asin), dan selalu berada di
atas pasut tinggi (Kompas, 6 Juli 2009).
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PEMBANGUNAN

 Berdasarkan luas dan kepadatan, beberapa instansi dan


lembaga terkait mendefiniskan pulau kecil, (1) pulau kecil
adalah pulau dengan luas area kurang dari 5.000 meter persegi
(CSC, 1984), (2) pulau kecil adalah pulau dengan luas area
kurang dari 2.000 meter persegi (Unesco, 1991) dan (3) pulau
kecil adalah pulau yang luas wilayahnya kurang dari 10.000
meter persegi dan berpenduduk kurang dari 200.000 orang (SK
Menteri KP No.41/2000).
 Dibandingkan dengan negara kontinen, negara
kepulauan/pulau-pulau kecil yang berkembang/memiliki
perbedaan karakterisktik geografi, sosial , demografi dan
ekonomi. Beberapa aspek menjadi masalah bagi negara
kepulauan/pulau-pulau kecil. Kusumastanto menyebutkan
bahwa masalah ini bersumber dari karakteristik pulau kecil
(dalam Kusumastanto, 2004) :
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PEMBANGUNAN

1. Ukuran yang kecil dan terisolasi (keterasingan) menyebabkan


penyediaan prasarana dan sarana menjadi sangat mahal. Luas
pulau kecil itu bukan suatu kelemahan jika barang dan jasa yang
diproduksi dan dikonsumsi oleh penghuninya tersedia di pulau
yang dimaksud. Akan tetapi, begitu jumlah penduduk meningkat
secara drastic, diperlukan barang dan jasa dari pasar yang jauh
dari pulau itu. Itu berarti mahal.
2. Kesukaran atau ketidakmampuan mencapai skala ekonomi yang
optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha
produksi dan transportasi. Hal ini turut menghambat
pembangunan hamper semua pulau kecil di dunia.
3. Keterseidiaan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan,
seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir dan satwa
liar yang pada akhirnya menentukan daya dukung (carriying
capacity) sistem pulau kecil dan menopang kehidupan manusia,
penghuni serta segenap kegiatan pembangunan.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PEMBANGUNAN

4. Produktivitas sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan


(seperti pengendalian erosi) yang terdapat di setiap unit ruang
(lokasi) di dalam pulau dan terdapat di sekitar pulau (seperti
ekosistem terumbu karang dan perairan pesisir) saling terkait
satu sama lain secara erat. Oleh karena itu, keberhasilan usaha
pertanian, perkebunan dan kehutanan di lahan darat suatu
pulau, jika tidak dikelola menurut prinsip-prinsip ekologis, dapat
merusak/mematikan industri perikanan panatai dan pariwisata
bahari di sekitar pulau.
5. Budaya local kepulauan kadangkala bertentangan dengan
kegiatan pembangunan. Contohnya, di beberapa pulau kecil
budaya yang dibawa wisatawan (asing) dianggap tidak sesuai
dengan adat atau agama setempat. Ini menjadi kendala
tersendiri.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PEMBANGUNAN

 Di samping karateristik di atas, Guillaumont menyatakan bahwa secara natural


kepulauan memiliki kerentanan terhadap gejala alam yang berpotensi menjadi
bencana, seperti perubahan iklim, gempa bumi, angin topan, banjir, kekeringan,
serbuan serangga dll. Ancaman dan berbagai potensi bencana dianalisa
berdasarkan frekuensi bencana dalam suatu jangka waktu tertentu (2007:13).
Contoh termutakhir adalah bencana Tsunami yang menimpa berbagai kepulauan
kecil/negara kepulauan karena pusat Tsunami berada di lautan.
 Berdasarkan kepada struktur ekonomi negara kepualaun kecil/pulau-pulau kecil,
Prasad menyatakan bahwa sektor pertanian yang merupakan lanjutan agrilkultur
semenjak masa penjajahan yang telah berlansung selama dua dekade ternyata
tidak mampu meningkatkan taraf hidup penduduk dan petani. Berdasarkan riset
yang dilakukan oleh Amstrong dan Read (2000), kegiatan manufaktur (seperti
tekstil) yang berorientasi kepada ekspor ternyata dapat mendorong pembangunan
ketingkatan yang impresif, diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi, indeks
pembangunan manusia dan rendahnya tingkat kemiskinan. Industri pariwisata
memiliki keterkaitan positif dengan sebagian pertumbuhan ekonomi dan lapangan
kerja. Industri jasa keuangan tidak secara langsung berdampak positif, tetapi
memberikan kontribusi terhadap industri pariwisata (dalam Prasad, 2003:63).
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: PEMBANGUNAN

 Keberadaan pulau-pulau kecil tidak melulu bisa dilihat dari


perspektif ekonomi. Perspektif sosial dan politik juga penting,
terutama terhadap pulau-pulau kecil yang merupakan bagian
dari daerah perbatasan. Jarak yang jauh menyebabkan pulau-
pulau kecil terisolasi dari daratan-daratan utama menjadikan
penduduk memilih untuk berhubungan dengan wilayah terdekat
yang mampu menyediakan berbagai kebutuhan.
 Apabila hubungan tersebut berlangsung lama dan sudah bersifat
permanen bagi penduduk pulau, maka situasi ini mempengaruhi
kehidupan sosial penduduk. Pengaruh budaya, cara hidup dan
sudut pandang melihat berbagai persoalan akan dipengaruhi
oleh tingkat interaksi penduduk pulau-pulau kecil tersebut
dengan pihak-pihak lain dari sisi intensitas. Ini semua akan
mempengaruhi “imajinasi kebangsaan” yang berpotensi
mengancam kedaulatan.
PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: STRATEGI DAN
PERENCANAAN PEMBANGUNAN (RESILIENCE)

 Rentannya pulau-pulau kecil terhadap persoalan geografis, ekonomi dan


politik tidaklah membuat pulau-pulau tersebut hanyalah menjadi beban
bagi suatu negara. Singapura adalah contoh negara pulau kecil yang
berhasil. Singapore berhasil dalam pembangunannya dan meninggalkan
jauh negara pulau kecil lainnya yang masih menyandang status sebagai
negara pulau kecil tertinggal. Para pengamat menamakan kasus ini
sebagai “Singapore Paradox”.
 Singapore memang rentan terhadap dampak eksternal ekonomi global.
Angka pengangguran akan meningkat cepat di Singapore dibandingkan
angka di kawasan yang disebabkan krisis ekonomi. Singapore rentan
karena lemahnya sumber daya alam. Beberapa waktu lalu ketika
Singapore mengalami hubungan diplomatik yang memanas dengan
Malaysia, Singapore dikhawatirkan akan kekurangan pasokan air bersih.
Berkembang isu bahwa Malaysia akan menghentikan pasokan air.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: STRATEGI DAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN (RESILIENCE)

Bruguglio (2008:2-6) menjelaskan bagaimana Singapore mampu bertahan


(resilience) dari berbagai ”vulnerability” sebagai negara pulau kecil karena
kemampuannya dalam mengembangkan kebijakan yang mampu beradaptasi
dan berdaya tahan. Berdasarkan tingkat kerentanan (vulnerability) dan daya
tahan (resilience), Bruguglio mengindentifikasi empat skenario, yaitu :
1. Self Made. Skenario ini menjelaskan bahwa kerentanan berasal dari
internal ekonomi yang dapat diatasi dengan membuat kebijakan yang
bisa beradaptasi dan bertahan menghadapi kerentanan,
2. Prodigal Son. Skenario ini menjelaskan bahwa negara yang kurang
memiliki ancaman dari internal ekonomi, tetapi pilihan kebijakan
memperburuk daya tahan bahkan tertimpa dampak yang merugikan
ketika terhadi ”economic shock”
3. The Best Case. Skenario tidak memiliki kerentanan dan mengadopsi
kebijakan daya tahan,
4. Worst Case. Skenario ini menjelaskan negara yang memiliki ancaman
yang tinggi karena memilih kebijakan daya tahan yang salah.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: STRATEGI DAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN (RESILIENCE) –
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN UNTUK PULAU-PULAU KECIL

 Sejak berdirinya Dewan Maritim Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan


akhir tahun 1999, geliat pembangunan keluatan mulai menunjukkan hasilnya. Dari
perspektif geopolitik, hukum, dan perundangan di bidang kelautan telah disusun
dan disempurnakan, seperti penyempurnaan UU No. 9/1985 tentang Perikanan
yang telah diundangkan menjadi UU No. 31/2004 tentang Perikanan, RUU
Perhubungan Laut, RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir, dan Rencana Keppres
tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Terluar dan Wilayah Perbatasan.[1]
 Mengingat potensi pengadaan Indonesia dalam hal sumber daya kelautan dan
masih kurangnya pembangunan di pulau-pulau kecil, sudah seyogyanya ada
perubahan paradigma pembangunan, dari land-based development menjadi ocean-
based development. Pembangunan di daratan khususnya perkotaan harus
disinergikan dengan pembangunan di daerah laut dan pulau-pulau kecil. Agar
pembangunan dapat mencapai sasaran, harus ditunjang oleh penyusunan rencana
yang komperenhensif dan terarah. Dengan perencanaan dilakukan perkiraan
(forecasting) mengenai potensi, prospek dan hambatan yang dihadapi. Dengan
perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih alternatif dan kombinasi
yang terbaik. Perencanaan wilayah dimaksudkan agar semua wilayah dapat
melaksanakan pembangunan berdasarkan potensi yang dimilikinya.[2]
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: STRATEGI DAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN (RESILIENCE) –
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN UNTUK PULAU-PULAU KECIL

 Dalam sistem pembangunan wilayah terdapat tiga komponen, yaitu: sumberdaya


penduduk, kegiatan ekonomi dan pembangunan serta sistem transportasi.
Transportasi merupakan sektor yang memiliki fungsi dan peranan yang
menentukan sebagai fasilitas penunjang dan pengembangan terhadap
pembangunan di daerah-daerah (pulau – pulau).[3]
 Banyak pulau – pulau kecil yang memiliki potensi sumber daya alam. Pemanfaatan
sumber daya alam tersebar-sebar pada pulau – pulau kecil tidak menguntungkan,
mengakibatkan ketertinggalan dari pulau-pulau lainnya yang memiliki kemudahan
transportasi yang lebih lancar. Oleh karena itu, pembangunan terhadap pulau-
pulau kecil harus dilakukan secara integral dengan pengembangan wilayah
sekitarnya. Pengembangan wilayah sendiri diartikan sebagai upaya pembangunan
pada suatu wilayah atau beberapa daerah untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya seperti alam, manusia,
kelembagaan, teknologi dan prasarana secara efektif, optimal dan berkelanjutan
dengan cara menggerakkan berbagai kegiatan produktif, penyediaan fasilitas
pelayanan, penyediaan prasarana dan sarana serta perbandingan lingkungan.[4]
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: STRATEGI DAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN (RESILIENCE) –
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN UNTUK PULAU-PULAU KECIL

Dalam kaitannya dengan rencana pengembangan wilayah pulau-


pulau kecil ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Pentingnya penataan ruang sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari perencanaan pembangunan di daerah, sebagai
dasar dalam merumuskan dan menjabarkan program-program.
2. Strategi pengembangan pada tingkat pulau didasarkan pada
tingkat kemampuan masyarakatnya yang meliputi potensi
sumber daya alam, manusia, kelembagaan, dsb.
3. Strategi pengembangan yang memperkaitkan antara pulau-
pulau untuk lebih meningkatkan nilai produksi dan nilai
tambahnya yang dikaitkan dengan pengembangan pasar,
pengelolaan produksi dan penyediaan fasilitas transportasi.
4. Dalam pelaksanaannya hendaknya juga turut meningkatkan
pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: STRATEGI DAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN (RESILIENCE) –
PENTINGNYA PERENCANAAN TRANSPORTASI YANG BERSIFAT
LINTAL SEKTORAL DAN REGIONAL

 Transportasi memiliki peranan yang penting bagi kehidupan masyarakat dan


kelangsungan pembangunan. Terutama pada wilayah pulau-pulau kecil yang
terisolasi, jadi pembangunan transportasi harus diarahkan secara sektoral maupun
antar regional. Secara sektoral kebijaksanaan pembangunan transportasi
diarahkan pada penyediaan sarana dan prasarana transportasi untuk menunjang
kelancaran arus barang dan manusia. Penyusunan pola transportasi harus
dilakukan secara tepat dan berdasarkan pola konsentrasi penduduk, pola sentra
perdagangan dan sentra akumulasi. Secara regional, transportasi harus dapat
melayani angkutan barang dan penumpang ke seluruh daerah termasuk pulau-
pulau kecil. Sehingga transportasi diupayakan dapat tersusun secara terintegrasi
(kegiatan transportasi antar cabang terbentuk dalam satu sistem yang lengkap),
terkonsolidasi (memanfaatkan kapasitas angkutan alat-alat transportasi yang
tersedia secara optimal), terkoordinasi (kegiatan dari masing-masing cabang
transportasi dilakukan secara harmonis dengan cabang lainnya), tersinkronisasi
(muatan yang tersedia diangkut oleh alat transportasi yang tepat) dan berimbang
(pelayanan jasa transportasi diselenggarakan ke seluruh wilayah secara cukup dan
lancar).[5]
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: STRATEGI DAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN (RESILIENCE) –
MENCIPTAKAN SKALA EKONOMI

 Pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki karakteristik sebagai daerah tertinggal, karena
memiliki keterbatasan sumberdaya alam, tingkat sumberdaya manusia yang rendah,
rendahnya tingkat aksesibilitas dan lain sebagainya. Keterbatasan infrastruktur pun
menjadi salah satu kendala utama dalam meningkatkan sektor ekonomi guna
mensejahterakan masyarakat.
 Kendala-kendala diatas tersebut dapat diminimalisasi dengan menciptakan skala ekonomi
yang lebih besar melalui sistem klustering. Sistem ini bermaksud menciptakan hinterlink
atau jaringan antara sesama pulau-pulau kecil untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-
hari.
 Air bersih misalnya, tidak semua pulau-pulau kecil memiliki cadangan air bersihnya
sendiri. Sedangkan pembangunan instalasi pengolah air bersih terkendala kemampuan
ekonomi masyarakat. Namun dengan sistem klustering, biaya tinggi untuk membangun
instalasi pengolah air bersih dapat diminimalisasi. Dengan mengintegrasikan pulau-pulau
kecil pada kluster tersebut maka jumlah jumlah pengguna air bersih akan semakin
banyak, sehingga tanggungan masing-masing Kepala Keluarga pun akan semakin ringan,
dan kapasitas produksinya dapat optimal.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL: STRATEGI DAN


PERENCANAAN PEMBANGUNAN (RESILIENCE) –
MENCIPTAKAN SKALA EKONOMI

 Sistem klustering dalam meningkatkan skala ekonomi juga


dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya tanpa harus
mengeksploitasi sumberdaya alamnya secara berlebihan.
 Kebijakan dan program pengelolaan sumberdaya pulau-pulau
kecil secara klustering, akan mampu mengendalikan upaya
pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir di kepulauan secara
terpadu (integrated) dan lestari. Dengan demikian sumberdaya
pesisir akan mampu menunjang kegiatan investasi dan usaha
masyarakat secara berkelanjutan (sustainable).
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL:


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN PULAU-
PULAU KECIL

 Selama ini, kegiatan yang berlangsung di wilayah pesisir hanya


dilakukan berdasarkan pendekatan sektoral yang didukung
kebijakan yang menguntungkan dunia usaha. Akibatnya,
pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil cenderung eksploitatif
dan tidak efisien.
 Pembangunan perikanan yang berkelanjutan diupayakan dengan
memberi perhatian utama pada aspek keberlanjutan lingkungan
dan masyarakat sebagai sebuah sistem yang terpadu. Konsep-
konsep traditional fisheries yang terbukti mampu melakukan
self-control terhadap hasil tangkap, penggunaan teknologi yang
ramah lingkungan, kolektivitas antar komunitas perikanan,
mencerminkan ada upaya membangun ketahanan perikanan
dalam jangka jangka panjang (long-term resilience) menjadi
variabel yang penting dalam paradigma ini.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL:


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN PULAU-
PULAU KECIL

 Dengan demikian, perikanan yang berkelanjutan bukan semata-


mata ditujukan untuk kepentingan kelestarian ikan itu sendiri
(as fish) atau keuntungan ekonomi semata (as rents) tapi lebih
dari itu adalah untuk keberlanjutan lingkungan dan manusianya
(sustainable environmental and community) yang ditunjang oleh
keberlanjutan institusi (institutional sustainability) yang
mencakup kualitas keberlanjutan dari perangkat regulasi,
kebijakan dan organisasi untuk mendukung tercapainya
keberlanjutan ekologi, ekonomi dan komunitas perikanan.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL:


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PEMBANGUNAN PULAU-PULAU KECIL

 Dengan demikian, dalam rangka mengembangkan dan merencanakan


pembangunan pulau-pulau kecil yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan, perlu dilakukan pendekatan Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu (Integrated Coastal Zone
Management).
 Keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi : sektoral, bidang
ilmu dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti perlu
adanya koordinasi tugas, wewenang dan tanggungjawab antar sektor
atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu (horizontal
integration); dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa,
kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat (vertical
integration). Keterpaduan sudut keilmuan mensyarakatkan bahwa
didalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar
pendekatan interdisiplin (interdisciplinary approaches). Sedangkan
keterkaitan ekologis bahwa wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari
berbagai ekosistem (mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai
berpasir dan lainnya) yang satu sama lain saling terkait, tidak berdiri
sendiri.
Lanjutan

PERENCANAAN PULAU-PULAU KECIL:


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PEMBANGUNAN PULAU-PULAU KECIL

 Pola pengelolaan tersebut diatas harus dapat menempatkan


sumberdaya alam pulau-pulau kecil sebagai subyek dan obyek
pembangunan sehingga dapat berperan dalam pembangunan
regional maupun nasional secara menyeluruh, berlanjut dan
berkesinambungan, dimana pembangunan suatu wilayah pada
hakekatnya merupakan suatu upaya optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya alam yang ada untuk kesejahteraan manusia
secara lestari.
 Melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya secara
sumberdaya yang ada secara optimal dan berkelanjutan,
diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat tanpa
menimbulkan terjadinya kerusakan dan degradasi sumbedaya
alam dan lingkungan yang dapat merugikan kelangsungan hidup
generasi yang akan datang.
34

Anda mungkin juga menyukai