Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG

Sistem Informasi Manajemen merupakan sebuah bidang yang mulai berkembang sejak tahun
1960an. Walaupun tidak terdapat konsensus tunggal, secara umum Sistem Informasi
Manajemen didefinisikan sebagai sistem yang menyediakan informasi yang digunakan untuk
mendukung operasi, manajemen, serta pengambilan keputusan sebuah organisasi. Sistem
Informasi Manajemen juga dikenal dengan ungkapan lainnya seperti: “Sistem Informasi”,
“Sistem Pemrosesan Informasi”, “Sistem Informasi dan Pengambil Keputusan”.

            Kemajuan alat komunikasi pada melinium ketiga semakin mempermudah perolehan
informasi dari berbagai sumber untuk berbagai kepentingan terutama dalam berbagai
pengambilan keputusan didalam perusahaan, itulah sebabnya sangat dirasakan pentingnya
mengelolah informasi secara terintegrasi pada setiap organisasi perusahaan. Oleh karena
itulah focus utama dari system informasi manajemen adalah bagaimana mengelolah informasi
sebaik-baiknya agar dapat menjadi alat pembantu bagi setiap manajer dalam pengambilan
keputusan.

Sistem Informasi Manajemen menggambarkan suatu unit atau badan yang khusus bertugas
untuk mengumpulkan berita dan memprosesnya menjadi informasi untuk keperluan
manajerial organisasi dengan memakai prinsip sistem. Dikatakan memakai prinsip sistem
karena berita yang tersebar dalam berbagai bentuk dikumpulkan, disimpan serta diolah dan
diproses oleh satu badan yang kemudian dirumuskan menjadi suatu informasi (Sentranet,
2013).

Dengan System informasi manajemen yang telah ada jauh sebelum teknologi informasi yang
berbasiskan computer hadir. Akan tetapi dengan adanya computer sebagai salah satu bentuk
revolusi dalam teknologi informasi, computer telah dengan menakjubkan mampu memproses
data secara cepat dan akurat bahkan menyajikan informasi yang sekiranya dilakukan secara
menual tanpa bantuan computer memerlukan waktu berhari-hari bahkan bermingggu-
mingggu.

Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi saat ini, dimana segala kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari akan berbasis komputer. Maka dalam suatu instansi Komputer

1
merupakan bahan kebutuhan dalam menciptakan dan memperoleh serta memproses suatu
sistem informasi yang setiap saat selalu berkembang. Oleh karena itu setiap orang harus
mampu berupaya mengikuti arus informasi yang berkembang di dunia teknologi ini. Pada
instasni perusahaan manapun saat ini pastilah menggunakan Sistem Informasi Manajemen
yaitu sebuah sistem manusia atau mesin yang terpadu (integrated), untuk menyajikan
informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.) Apa itu Knowledge Work System?

2.) Apa contoh penerapan Knowledge Work System?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Makalah ini di buat, untuk menambah ilmu dan pengetahuan mengenai Knowledge Work
System

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI KNOWLEDGE WORK SYSTEM

Knowledge Work System adalah aplikasi komputer yang dirancang untuk membantu
“pekerja pengetahuan” (profesional yang menggunakan informasi sebagai input utama
mereka dan yang utama produk informasi yang distilasi) untuk menangkap dan mengatur
informasi pekerjaan aktivitas, dan untuk belajar, memprioritaskan , dan melaksanakan tugas-
tugas mereka lebih efisien dan efektif.

KWS mengintegrasikan metode dan teknologi dari disiplin ilmu manajemen informasi, alur
kerja, penjadwalan kerja, agen perangkat lunak, dan pengukuran kerja menjadi “Dukungan
Kinerja Lingkungan.”

KWS meningkatkan produktivitas dengan memberikan informasi tugas spesifik yang


diperlukan, dan dengan berasosiasi semua alat otomatis, agen perangkat lunak, dan referensi
dokumen multimedia yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas tertentu.

KWS adalah “groupware” dirancang untuk digunakan oleh kelompok kerja kolaboratif.
Proses dapat ditugaskan di seluruh organisasi untuk mendukung manajemen matrixed.
Pekerja pengetahuan dapat menetapkan tugas-tugas untuk diri mereka sendiri, untuk pekerja
pengetahuan lain, atau sekelompok pekerja pengetahuan. KWS meningkatkan koordinasi
workgroup dengan memungkinkan pekerja pengetahuan untuk mengambil dan memperbarui
tonggak, penyelesaian tugas, dan informasi prioritas status.

2.2 PERKEMBANGAN KNOWLEDGE WORK SYSTEM

Kemunculan knowledge management pada dasarnya memiliki akar yang cukup


panjang dan bahkan dimulai sejak beberapa abad yang lalu, baik di negara barat maupun
timur. Di awal tahun 1970-an, penelitian tentang intelijen artifisial sebagai bentuk perluasan
ditolak untuk menemukan aturan umum dalam menghasilkan intelijen. Sesudah sukses
diawal tahun 1950-an dan 1960-an, para peneliti kemudian meyakini bahwa intelijen
memerlukan domain pengetahuan khusus. Diperlukan pendekatan baru untuk
menggambarkan pengetahuan dalam bentuk yang dapat diproses oleh sebuah komputer.
Hasilnya kemudian, di tahun 1970-an fokus penelitian intelijen artifisial bergeser kearah
sistem yang diikuti oleh logika sederhana, tetapi telah mempunyai pengetahuan yang lebih
detail terhadap domain aplikasinya.
Pada tahun 1980-an, kisah keberhasilan peningkatan pemrosesan pengetahuan sukses
dipublikasikan terutama dalam memperluas sistem keahlian dan teknologi berbasis
pengetahuan. Ide bahwa keahlian dapat digambarkan didalam sebuah sistem komputer dan
3
dapat disediakan kapanpun dan dimanapun dibutuhkan menjadi suatu kebenaran umum.
Sistem keahlian dipasarkan sebagai solusi untuk mengurangi masalah penyederhanaan
perusahaan, berhentinya para ahli, dan kehilangan kompetensi yang penting. Dengan
menggambarkan pengetahuan didalam bentuk yang telah dikembangkan oleh komputer,
selanjutnya pengetahuan manusia kemudian dianggap dapat digambarkan dengan akurat
sekaligus dapat dideteksi dengan benar.
Fokus di dalam penelitian-penelitian intelijen artifisial di tahun 1970-an dan 1980-an
lebih kepada pemrosesan pengetahuan yang otomatis. Peningkatan kapabilitas untuk
menyimpan informasi dibuat dalam bentuk dokumen dan sistem database manajemen yang
baru. Salah satu ide yang paling populer di tahun 1980-an adalah “hypertext”. Misalnya
Akscyn dan koleganya (1988) mengembangkan suatu sistem manajemen pengetahuan
(knowledge management system) yang juga dikenal sebagai KMS, suatu sistem hypermedia
interaktif dan kolaboratif, dimana menjadi inspirasi kunci bagi website dunia. KMS
merupakan versi komersial dari awal-awal sistem hypertext. KMS juga digunakan untuk
mengelola sejumlah besar buku pedoman pada pesawat udara.
Penelitian pada piranti lunak arsitektur yang efektif untuk mendukung pengambilan
keputusan yang kompleks juga diarahkan kepada berbagai upaya untuk membangun
penyimpanan informasi perusahaan besar. Harapan bahwa akhirnya penyimpanan dapat berisi
seluruh data yang dibutuhka manajemen berbasis fakta dan rasional. Management
information system (MIS) dibangun pada model-model perusahaan yang terkemuka, dan
informasi disajikan dimana pimpinan tertinggi harus juga dapat memahaminya. Struktur
database yang memungkinkan percepatan analisis skenario keputusan yang berbeda
memerlukan database yang multidimensional dan alat-alat untuk proses analisis interaktif
secara online.
Pada akhir tahun 1980-an beberapa peneliti mulai menekankan komunikasi dan
kemungkinan kolaborasi sistem informasi. Dalam bagian ini terkaitdengan peningkatan
kelayakan ja\aringan komputeer. Misalnya Terry Winograd, salah satu tokkoh utama dalam
kemunculan pengetahuan berbasis pada intelijen artifisial, mengambangkan sistem alur kerja
(work flow). Berbagai macam  model alternatif untuk menjelaskan dan menerapkan alur kerja
perusahaan dan pengembangan konsep komunikasi secara gradual diarahkan pada konsep
komputer yang lebih luas untuk mendukung kolaborasi kerja, komunikasi yang dimediasi
oleh komputer, groupware, dan sistem kolaborasi.
Umumnya jiwa artifisial intelijen diinspirasi oleh epistemology positistic dan
pandangan pemrosesan informasi kognitivistik terhadap intelijen manusia. Di dalam tradisi
ini, sifat pengetahuan diharapkan lebih ekspilisit, terstruktur, dan diorganisasi dalam
taksonomi, dan secara semantik tidak membingungkan. Pendekatan komunikatif untuk sistem
informasi dengan cepat mengarah kepada konstruksionistik sosial dan epistemologi
fenomenologi.
Dalam konteks disiplin business intelligence, sering kali sistem informasi dan
komputer diterima sebagai substansi atau inti dari upaya awal manajemen pengetahuan
karena sejak awal diketahui bahwa perusahaan mengelola pengetahuan yang sudah sejak
lama dimiliki sebelumnya. Peningkatan tekanan persaingan yang terjadi

4
mengakibatkan  banyak perusahaan membuat unit intelijen persaingan, dimana seringkali
dikaitkan dengan informasi perusahaan dan layanan perpustakaan (Gilad, 1988; Stanat, 1990;
dan Goshal & Westney, 1991)
Fokus intelijen persaingan (competitive intelligence), yakni pada anaalisis stratejik
terhadap informasi eksternal yang tekait dengan kecenderungan pasar dan pesaing (Aguilar,
1967; Porter, 1980; Fuld, 1996). Para ahli pemrosesan informasi sering kali memandang
pengetahuan perusahaan tersebut sebagai problem teknis yang dapat diselesaikan dengan
tepat, yaitu dengan cara menggunakan komputer. Demikian pula persoalan yang muncul pada
orang-orang intelijen persaingan dalam menemukan, memahami, mensintesis dan
menyebarkan informasi yang relevan.
Pada awalnya tugas-tugas intelektual ditugaskan kepada para ahli, namun di awal
tahun 1990-an tugas-tugas mereka difasilitasi oleh akses online sehingga kebutuhan database
maupun layanan terhadap berita menjadi begitu luas tersedia. Database maupun informasi
tersebu dapat diketahui dengan real time, informasi mengenai apapun yang pesaing lakukan
dan pelanggan inginkan, dimanapun pesaing dan pelanggan berada. Akibatnya, sistem
informasi yang lengkap tersebut berlebihan sehingga sistem harus mampu mengategorisasi
informasi yang ada berdasarkan kebutuhan pemakai. Para penelitii mencoba mengembangkan
domain ontologi yang spesifik, ensklopedi, dan model konseptual yaang dapat digunakan
sebagai basis mengategorisasikan informasi dan pesan-pesan perusahaan. Walaupun motivasi
pengembangan model konseptual serta alat-alat informasi dalam rangka perbaikan
pemrosesan yang bersifat otomatis, ternyata teknologi informasi masih memainkan peran
yang amat penting.
Fokus awal intelijen persaingan, yaitu pada kebijakan stratejik pimpinan puncak.
Perluasan jaringan komputer memperjelas bahwa intelijen perusahaan juga ada diluar pejabat
eksekutif. Bahkan didalam perubahan lingkungan persaingan, pengetahuan yang benilai
seringkali terdistribusi diantara anggota perusahaan. Hal ini mendorong pentingnya aspek
komunikasi dari pemrosean informasi perusahaan. Akibatnya, petugas analisis intelijen
persaingan perlu memperbaiki diri mereka kembali sebagai seorang profesional intelijen
bisnis. Bahkan dasar pembuatan keputusan sebelum analisis laporan dan data, serta berbagi
pengetahuan menjadi isu sentral bagi orang-orang intelijen bisnis. Akibatnya, objek-objek
informasi, pengetahuan perusahaan tersebut berada di dalam aliran informasi.
Pengamatan ini juga memperjelass pertentangan antara dua pandangan terhadap
pengetahuan perusahaan. Menurut pandangan aliran pemrosesan informasi (information
processing), pengetahuan adalah data dan fakta yang tergantung kepada orang dan
pemaknaannya. Asumsi ini menyebabkan pengetahuan dianggap dapat disimpan didalam
komputer. Sistem intelijen bisnis mulai mengembangkan sistem yang beragam, yang terdiri
dari jaringan manusia dan mesin. Objek informasi dipandang sebagai enabler dari proses
pengetahuan perusahaan, dan dianggap memfasilitasi pemahaman.
Teknologi diarahkan agar lebih berfokus pada perusahaan, penciptaan kemampuan
untuk bereaksi secara temporer serta cepat didalam intelijen bisnis. Seperti World Wide
Web/WWW menyentakkan kesadaran publik ditahun 1994. Visi awal tim Berners Lee
mmengenai web adalah menemukan kembali dan kembali menemukan. Ketika seluruh

5
dokumen dapat dikaitkan terhadap setiap dokumen penting lainnya, dunia Web dapat menjadi
tempat yang baik. Pengetahuan dapat menjadi bebas dan tersedia pada saat diutuhkan.
World Wide Web tidak mempunyai tidak mempunyai alat yang efektif untuk
mengelola akses yang benar, serta tidak memiliki dukungan untuk membuat informasi yang
segera dapat ditindaklanjuti. Salah satu pemahaman yang terus berlanjut dan telah diuji oleh
aliran intelijen artifisial sejak awal tahun 1960-an. Yaitu ketika Herbert Simon dan para
pionir artifisial intelijen lainnya percaya bahwa masa depan komputer berada didalam
intelijen pemrosesan informasi. Sementara itu, Douglas Engelbert berpendapat bahwa
komputer merupakan medium baru yang dapat memperbesar proses berfikir manusia.
Engelbert’s Augmentation Research berpusat di stanford Research Institute menjadi salah
satu pelopor inovasi dalam teknologi komputer, memimpin pengembangan dalam
perhitungan interaktif, penggunaan grafik dan sistem kolaborasi. WWW mengambil konsep
sistem Augmentation ini untuk logika tujuan akhir, yaitu mengurangi permasalahan penyajian
pengetahuan, minimal dengan menilai bahwa seluruh pengetahuan dapat disajikan sebagai
dokumen dan dikaitkan dengan mereka.
 Intelijen persaingan perusahaan berkembang ke arah intelijen bisnis pada awal tahun
1990-an, yaitu ketika intelijen bisnis menkonseptualisasi tugas-tugasnya kedalam manajemen
pengetahuan internal perusahaan. Walaupun intelijen bisnis terkait erat dengan sistem
informasi, fokus intelijen bisnis terhadap efektivitas penggunaan keahlian manusia, ahli
analisis, dan jaringan sosial dan komunikasi. Di dalam kognisi perusahaan (organizational
cognition), intelijen bisnis terkait dengan ketiga sumber manjemen lainnya, yaitu pada
penelitian kognisi dan sense making.
Penelitian atas kognisi pengetahuan secara historis diilhami oleh pandangan
information processing yang berakar pada teori-teori kognitif tentang pikiran manusia. Bila
dikaitkan dengan tradisi ini, awal mulanya perusahaan dikonseptualisasikan sebagai mesin
pemrosesan informasi secara hierarki, riset awal kognisi pengetahuan berfokus pada
pengambilan keputusan pimpinan puncak.
Walaupun pandangan pemrosesan informasi dengan luas diterima, penelitian awal
secara sosiologis diadopsi dari berbagai pendekatan interpretationisme. Misalnya Karl Weick
dan koleganya menerbitkan beberapa artikel penting yang menonjol di dalam penelitian
kognisi perusahaan memperkenalkan ide-ide konstruktivistik didalam ilmu perusahaan
(Bougon, weick, & Binkhrost, 1997; Daft & Weick, 1984; Weick, 1995). Penelitian ini
memperjelas bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat direkam secara objektif dan
disimpan didalam database. Pengetahuan perusahaan merupakan suatu proses yang aktif
dimana orang mencoba memehami lingkungannya.
Mungkin karena itu kontribusi utama dalam kegiatan-kegiatan penelitian inovasi
perusahaan justru datang dari luar benteng ilmu pengetahuan perusahaan. Nonaka (1994);
Hedlund & Nonaka (1991), mengingatkan peneliti perusahaan bahwa ada alternatif terhadap
epistemologi positivisme dari mainstream pandangan pemrosesan informasi. Khususnya
Nonaka mencatat bahwa perusahaan bukan mesin yang dapat diarahkan untuk
memaksimalisasikan efisiensi pemrosesan informasi tanpa kehilangan banyak kemampuan
penciptaan pengetahuaannya. Hanya ketika praktik manajemen orang Amerika memperoleh

6
kesiapan bagi pelurusan akhir mengenai arus informasi dan penghapusan  dari lapisan
manejemen menengah yang tidak diperlukan, keacakan yang tidak terorganisasi, dan apapun
yang tidak langsung menambahkan nilai kepada proses bisnis, Nonaka memperjelas
memperjelas bahwa jalur ini akan menjadi fatal bagi perusahaan yang berbasis pengetahuan.
Studi Nonaka tentang inovasi juga sejalan  dengan penelitian tentang organizational
learning. Pada level yang paling dalam, pendekatan Nonaka berdasarkan atas posisi
epistemologi fenomenologikal yang lebih radikal, walaupun Schoin (1987); dan Senge (1990)
misalnya, secara khusus menekankan pentingnya tacit dan pengetahuan tekait erat dengan
epistemogi fenommenologi. Lebih spesifik pengetahuan dikaitkan dengan epistemologi yang
datang dari sekolah filosofi kyoto dan diperkenalkan oleh Kitaro Nisshida pada wal abad ke-
20. Epistemologi Kyoto adalah sintetis dari pandangan dan pemahaman filosofi
fenomenologis negara-negara barat, diinspirasi oleh william james, henri Bergson, John
Dewey, dan Edmun Husserls, dan Martin Heidegger (dalam Nishitani,1991; Tuomi,2002)
Mereka yang bergerak dibidang komputer mencari solusi teknis terhadap persoalan
pengetahuan perusahaan, sementara orang-orang intelijen bisnis mencoba menyediakan
informasi yang relevan pada saat yang tepat didalam perusahaan. Peneliti kognisi perusahaan
berangkat dengan pertanyaan mengenai hakikat pengetahuan dan peranannya di dalam
mengorganisasi tindakan sosial. Kesemua itu hanyalah langkah kecil untuk bergerak dari
penggambaran perusahaan sebagai entitas berbasis pengetahuan. Jika perusahaan ingin lebih
efektif didalam penggunaan penciptaan pengetahuan, mungkin mereka harus melihat
perusahaan secara berbeda. Nonaka dan penulis lainnya tertarik didalam pembelajaran yang
sudah dibuat perusahaan didalam masa transisi ini. Setelah Nonaka, yang lain kemudian
segera mengikutinya dimana mengaitkan knowledge management dengan strategi bisnis.
Menurut Tuomi (2002), Saat ini Knowledge management telah memasuki generasi
ketiga, dimana generasi kedua telah dimulai pada tahun 1997 dengan banyakan membangun
tugas baru paada spesialisasi daan CKO (Chief Knowldege Officers). Perbedaan sumber
knowledge management menjadi terkombinasi dan juga cepat diserap oleh aktivitas
organisasi setiap hari.
Generasi pertama dapat dicirikan karena berfokus pada information sharing,
information repositiories, dan intelectual capital accounting. Meningkatnya masyarakat
informasi meneyebabkan generasi pertama dari manajemen pengetahuan akan tetap ada dan
hidup. Ia akan berfokus pada penyimpanan dan akses informasi. Jaringan tanpa kabel,
kemampuan pemrosesan informasi melekat didalam lingkungan sehari-hari dan kemungkinan
akan meluas kepada pendistribusian dan pemrossesan informasi.
Generasi kedua knowledge management dibawa kedalam konsep tacit knowledge,
social learning, dan community of practice.Di level yang lebih praktis, generasi kedua
manajemen pengetahuan menekankan pada perubahan perusahaan secara sistematis dimana
praktik manajemen, sistem pengukuran , insentif, alat-alat dan kebutuhan isi manajemen
dikembangkan bersama. Generasi kedua manajemen pengetahuan menunjukkan bahwa
komputer konvensional sudah tidak cukup untuk menangani tacit knowledge dan
pengetahuan situasional. Di masa depan, sistem komputer menyediakan informasi yang
kontekstual yang mampu mendukung pengguna bagi proses sense making. Sense making

7
sering kali memerlukan eksplorasi domain pengetahuan yang tidak dikenali, sistem informasi
di masa depan diterima sebagai alat memperkuat kemampuan berpikir manusia. Pandangan
para konstruktivis juga memperjelas bahwa akuisisi pengetahuan merupakan proses
pembelajaran fenomena interaksi soaisal, sistem informasi akan mendukung pemibilisasian
sumber daya sosial sebagai bagian dari proses pembelajaran. Bahkan human capital
accounting lebih berfokus pada pengembangan secara aktif terhadap sosial kapital.
Pada generasi ketiga knowledge mangement, gambaran pengetahuan akan semakin
meningkat penggunaannya dimana pengetahuan dapat dikelola. Bahkan upaya empiris untuk
menyimpan pengetahuan dalam sistem informasi sehingga pengetahuan akan menjadi sesuatu
yang lebih fleksibel. Generasi ketiga juga akan lebih menekankan kaitan antara pengetahuan
dan tindakan. Di sini akan menghilangkan rintangan pada selurh sistem sosial. Untuk
membuat pengetahuan menjadi nyata tidak cukup hanya dengan pengetahuan individu dan
bertindak hanya atas dasar pengetahuannya. Seluruh pengetahuan sosial dan kultural maupun
pengetahuan perusahaan hanya dapat terealisasi melalui perubahan aktivitas dan praktik
perusahaan.

2.3 FUNGSI, TUJUAN, DAN MANFAAT KWS

Fungsi dari KWS adalah untuk membantu “pekerja pengetahuan” (profesional yang
menggunakan informasi sebagai input utama mereka dan yang utama produk informasi yang
distilasi) untuk menangkap dan mengatur informasi pekerjaan aktivitas, dan untuk belajar,
memprioritaskan , dan melaksanakan tugas-tugas mereka lebih efisien dan efektif.

Tujuan dari KWS adalah untuk mempermudah pekerjaan dengan menambah system baru
yang tentu saja berguna dan membantu aktivitas dari para pekerja.

Manfaat dari KWS adalah Meningkatkan produktivitas dengan memberikan informasi


tugas spesifik yang diperlukan, dan sebagainya.

2.4 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN DARI KWS

 Keuntungan dari KWS antara lain sebagai berikut :

1. Tempat kerja menjadi lebih efisien


2. Proses pembuatan keputusan menjadi lebih cepat dan lebih baik
3. Meningkatkan kolaborasi antar sesama pegawai yang ada di dalam perusahaan
4. Optimisasi pada proses pelatihan
5. Retensi dan kebahagiaan karyawan semakin meningkat karena peningkatan nilai
pengetahuan, pelatihan, dan inovasi.

 Kerugian dari KWS antara lain sebagai berikut :

8
1. Kesulitan dalam menemukan cara yang efisien untuk mencatat pengetahuan bisnis
2. Segala informasi dan sumber terkait menjadi lebih mudah untuk ditemukan orang lain
3. Memotivasi orang-orang dalam perusahaan untuk membagi, menggunakan, dan
mengaplikasikan pengetahuan yang ada menjadi sulit
4. Sulit menyelaraskan knowledge management  dengan keseluruhan tujuan dan strategi
bisnis
5. Memilih dan mengimplementasikan teknologi knowledge management menjadi
tantangan tersendiri
6. Butuh waktu untuk mengintegrasikan knowledge management ke dalam proses dan
sistem informasi yang sudah ada.

2.5 PENERAPAN KWS DI PUSKESMAS DESA SESUA

Pada awalnya, system KWS belum ada di desa Sesua, lebih tepatnya adalah Puskesmas Desa
Sesua. KWS sendiri adalah Memanfaatkan system Pengetahuan yang baru untuk pekerjaan
dan suatu instansi.

Sistem KWS yang di terapkan di Puskesmas Desa Sesua adalah, Sistem Absen menggunakan
sidik jari dan scanning wajah. Dengan memanfaatkan teknologi finger print yang terbaru,
system ini bisa dan berguna untuk menggantikan system absen lama yang menggunakan tulis
tangan/konvensional.

Dengan adanya system absen terbaru ini, membuat para pegawai di puskesmas akan tepat
waktu karena jika saja mereka terlambat absen sidik ataupun pulang lebih awal, maka gaji
pegawai yang terlambat akan di potong.

Kelebihan dan Kekurangan dari system KWS yang di terapkan yaitu system sidik jari dan
scan wajah ini.

-Kelebihannya :

1.) Akurat

2.) Meningkatkan disiplin kerja pegawai

3.) Tidak bisa di curangi/di wakili

4.) Tepat waktu

-Kekurangannya :

1.) Tidak bisa di gunakan di tempat yang tidak ada listrik

2.) Jika mati lampu atau listrik, tidak bisa merekam/mendeteksi kehadiran pegawai

3.) Dapat mempengaruhi psikis pegawai karena takut terlambat sidik

4.) Jika alat sidik jari dan scan wajahnya mengalami kerusakan atau gangguan, maka tidak
akan bisa di gunakan.

9
7. ANALISA DAN PEMBAHASAN

7.1 Analisis Kelemahan Sistem

a.) Sistem yang Berjalan

Pada awalnya Puskesmas desa Sesua, menggunakan system absen


konvensional yaitu menggunakan tanda tangan. Karena system ini di rasa kurang efektif,
karena bias dengan mudah di manipulasi dengan cara meniru tanda tanggan dan sebagainya,
sehingga menjadikan system konvensional ini rawan sekali untuk di curangi.

b.) Sistem yang Diusulkan

Kemudian di usulkan lah untuk menggunakan system absen menggunakan


sidik jari dan scan pada wajah. Karena di rasa, sulit untuk mencurangi system yang satu ini,
jika saja ada pegawai yang terlambat dating dari jam yang di tentukan atau pulang lebih awal,
maka system akan bisa mendeteksi sehingga, pegawai yang melanggar aturan tersebut
langsung di kenakan sangsi pemotongan gaji.

7.2 Metode Menganalisis Sistem

a.) Analisis Kinerja

- Kelemahan system absen baru, karena absen sidik merupakan hal baru, maka system absen
sidik jari dan scan wajah ini cukup merepotkan beberapa pegawai, terutama pada saat awal-
awal penggunaan system ini.

- Solusi yang bisa di berikan adalah, para pegawai hanya butuh membiasakan diri dengan
system absen yang baru ini. Karena dengan melakukan hal yang sama setiap hari, dengan
sendirinya para pegawai yang belum bisa secara efektif menggunakan system absen ini, akan
terbiasa.

b.) Analisis Informasi

- Kelemahan system absen manual/konvensional, karena system ini bisa di tulis manual,
maka daftar kehadiran pegawai bisa di ubah sewaktu-waktu, walaupun harusnya hal itu tidak
boleh, tapi informasi kehadiran secara manual memang faktanya bisa di ubah, karena tanda
tangan bisa di tiru.

- Solusinya adalah menggunakan system absen sidik jari/scan wajah, informasi yang di
berikan tentu saja akurat dan bisa membedakan sidik jari ataupun wajah dari tiap pegawai
yang terdaftar, sehingga informasi yang diberikan itu valid, dan akan otomatis tersimpan di
system dalam komputer, karena itu, sulit untuk melakukan kecurangan akan kehadiran
menggunakan system absen sidik jari/scan wajah ini.

10
c.) Analisis Ekonomi

Alat scannya sendiri atau alat sidik jari itu, memiliki harga yang terjangkau untuk ukuran
teknologi yang canggih, yaitu sekitar satu jutaan. Dan tidak ada ruginya jika memiliki alat
scan ini, karena bisa di gunakan dalam jangka panjang, asalkan selalu melakukan perawatan
tiap bulannya.

d.) Analisis Keamanan

- Sistem absen secara manual atau konvensional dapat di manipulasi bila dalam keadaan
terdesak, sehingga keamanan untuk system manual absen tanda tangan ini, kurang terjamin
keamanannya, karena bisa di manipulasi, seperti meniru tanda tangan, atau sejenisnya.

- Sedangkan system Absen sidik jari dan scan wajah, memiliki keamanan yang lebih
terjamin, karena mengandalkan sidik jari dan wajah sebagai syarat untuk kehadiran. Tentunya
sidik jari seseorang itu berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga tidak dapat di tiru. Jadi
keamanannya akan lebih baik, dan juga system bisa mengenali wajah pegawai yang terdaftar,
sehingga akan ketahuan bila ada pegawai yang terlambat datang ataupun pulang lebih awal.

e.) Analisis Efisiensi

system absen manual, tergolong lambat, karena harus menulis tanda tangan terlebih dahulu.
Berbeda dengan system absen manual yang lebih cepat karena hanya perlu menempelkan
sidik jari, maka otomatis akan di anggap hadir.

f.) Analisis Layanan

Karena system ini termasuk digital, maka tidak perlu lagi mencari buku absen atau
semacamnya, terlebih jika saja buku absen rusak atau hilang, maka data-data penting di
dalamnya juga akan ikut hilang atau rusak. Penggunaannya absen sidik jari dan scan wajah
juga praktis, tidak perlu menunggu lama mengantri, hanya tinggal menempelkan sidik jari
atau menunjukan wajah ke alat nya maka kehadiran pegawai bisa terdeteksi.

BAB III

PENUTUP

11
3.1 Kesimpulan

Knowledge Work System adalah aplikasi komputer yang dirancang untuk membantu
“pekerja pengetahuan” (profesional yang menggunakan informasi sebagai input utama
mereka dan yang utama produk informasi yang distilasi) untuk menangkap dan mengatur
informasi pekerjaan aktivitas, dan untuk belajar, memprioritaskan , dan melaksanakan tugas-
tugas mereka lebih efisien dan efektif.

KWS berguna untuk membantu pekerjaan di suatu instansi atau sejenisnya, dengan
menambah teknologi dan system baru, tentunya akan sangat berguna bagi perkembangan
suatu instansi/perusahaan.

3.2. Saran

Menambah pengetahuan baru dalam system di suatu instansi tentu saja bagus, Karena hal itu
mengikuti perkembangan jaman yang semakin maju. Namun, ada kalanya juga kita harus
mengandalkan sesuatu yang konvensional, terlebih jika saja peralatan-peralatan canggih tadi
tak bisa berfungsi apabila terjadi pemadaman listrik.

DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.terraveu.com/sistem-informasi-manajemen/
2. http://rizkihabibur.blogspot.com/2018/04/knowledge-work-system-kws.html

12
3. http://ainurrofi12.blogspot.com/2015/10/sejarah-knowledge-management.html
4. http://stkom.ac.id/sistem-informasi-manajemen/#:~:text=Knowledge%20Work
%20System%20mendukung%20para,mengkontribusikannya%20ke%20organisasi
%20atau%20masyarakat.&text=Availability%20bertambah.&text=Kinerja
%20tinggi.&text=Efisiensi%20waktu%20karena%20respon%20cepat.

13

Anda mungkin juga menyukai