Disaat kita hidup dalam kemewahan, selalu mengenakan aksesoris mahal, bergaul dengan
lingkungan orang- orang yang berada… Ingatlah, bahwa masih banyak orang- orang yang
hidupnya jauh di bawah kita. Orang- orang yang selalu berpikir “Besok apa yang bisa
dimakan..?” Orang- orang yang memiliki beberapa keterbatasan, mulai dari tidak adanya
orang tua, minimnya dana untuk bersekolah, dan sedikitnya pakaian yang bisa mereka
kenakan.
Kami berharap, ebook ini tidak di copy paste tanpa izin dari Penulis, karena ebook ini dijual
dan lebih dari 10% dana yang terkumpul akan disedekahkan dan digunakan untuk
menyantuni anak- anak yatim piatu tersebut. Anda bisa berpartisipasi untuk
mempromosikan ebook ini ke teman- teman dan rekan kerja, melalui pembelian online di
website Kami di : www.engineerwork.blogspot.com, Kami memang bukan orang yang
sempurna, Kami juga bukan orang yang suci, tapi kami memiliki niatan yang tulus untuk
peduli dan membantu orang- orang seperti mereka.
Best Regard,
RSGROUP
AZZA REKA STRUKTUR
Ilmu teknik sipil pada dasarnya adalah ilmu yang kuno. Orang- orang terdahulu pun telah
mampu menciptakan berbagai macam konstruksi yang kokoh, hal tersebut dibuktikan dengan
berbagai macam penemuan bangunan- bangunan prasejarah. Namun ilmu teknik sipil
tersebut terus berkembang karena 3 hal, yaitu : adanya inovasi material- material baru, teknik
atau metode pelaksanaan yang semakin canggih, dan adanya teknologi yang membantu dalam
hal perencanaan, pengawasan, dll.
Perkembangan ilmu teknik sipil dirasakan begitu cepat karena adanya keinginan dan
kebutuhan manusia yang semakin meningkat, seperti banyaknya gedung- gedung tinggi,
jembatan, bangunan air, dan sarana prasarana lainnya. Sekarang untuk merencanakan semua
itu tidak menjadi masalah dan bisa dilakukan dengan cepat karena kecanggihan teknologi
untuk mendesain bangunan sipil.
ETABS (Extended Three dimensional Analysis of Building Systems) adalah salah satu
progam computer yang digunakan khusus untuk perencanaan gedung dengan konstruksi
beton, baja, dan komposit. Software tersebut mempunyai tampilan yang hampir sama dengan
SAP karena dikembangkan oleh perusahaan yang sama (Computers and Structures Inc, CSI)
yaitu salah satu perusahaan pembuat piranti lunak (software) untuk perencanaan-
perencanaan struktur. Software- software dari CSI tersebut sudah digunakan di lebih dari 160
negara.
Buku ini membahas dengan detail cara- cara untuk mendesain struktur gedung dengan
ETABS yang meliputi : pemodelan struktur, input pembebaban, analisis gempa, dan
perhitungan struktur balok, kolom, plat, serta pondasi. Buku ini sangat cocok sebagai
referensi para pelajar yang sedang mendalami ilmu struktur dan para praktisi di dunia teknik
sipil.
Penulis,
Aplikasi Perencanaan Struktur Gedung dengan ETABS
RS GROUP
AZZA REKA STRUKTUR
KASUS
Sebuah gedung perkantoran 8 lantai akan direncanakan dengan struktur beton. Sistem
perencanaan dengan SRPMK (Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus). Gedung tersebut
terletak di lokasi zona gempa 3 dengan kondisi tanah sedang.
1. Sistem Struktur
Untuk memulai pembuatan model struktur pada ETABS, dapat dilakukan dengan cara File
– New Model – No.
Setelah itu akan muncul kolom yang berisi data teknis bangunan. Kolom tersebut diisi
sesuai dengan model struktur gedung yang akan di desain yang meliputi :
a. Jumlah lantai (Number of Stories),
b. Ketinggan antar lantai yang sama (Typical Story Height),
c. Ketinggian lantai bawah (Bottom Story Height), dan
d. Penentuan unit satuan yang akan digunakan.
Ebook yang asli hanya bisa didapatkan di : www.engineerwork.blogspot.com 2
Aplikasi Perencanaan Struktur Gedung dengan ETABS
RS GROUP
AZZA REKA STRUKTUR
Keterangan :
Denah struktur gedung cenderung mempunyai kesamaan (typical) dengan lantai- lantai
dibawah atau diatasnya, sehingga pada ETABS dapat dibuat hubungan kesamaan antar
lantai dengan menganggap satu/ beberapa lantai sebagai acuan lantai yang lain (Master
Story).
Keterangan :
Jarak antar As untuk penggambaran kolom dan balok dapat diinput dengan cara Edit –
Edit Grid Data – Modify/ Show System sebagai berikut.
Gambar 3.6. Grid atau Sumbu As untuk Penggambaran Balok dan Kolom
4. Material Struktur
Struktur gedung didesain menggunakan bahan beton bertulang dengan mutu dan
persyaratan sesuai dengan standard peraturan yang ada sebagai berikut :
4.1. Beton
Mutu baja profil yang digunakan untuk struktur baja harus memenuhi persyaratan setara
dengan BJ-40 dengan tegangan leleh fy = 400 MPa.
Data bahan tersebut dapat diinput ke dalam ETABS dengan cara Define – Material
Properties – Conc – Modify seperti ditunjukkan pada Gambar berikut ini.
Elemen- elemen struktur yang digunakan dalam perencanaan gedung ditunjukkan sebagai
berikut :
▪ Jenis struktur = Beton bertulang
▪ Pondasi = Bore pile diameter 40 cm
▪ Kode balok = TB1 - 40x80 (balok tie beam arah X)
= TB2 - 30x50 (balok tie beam arah Y)
= B1 - 40x70 (balok utama lantai 1 – lantai 4)
= B2 - 40x70 (balok utama lantai 5 – lantai 7)
= B3 - 40x70 (balok utama lantai 5 – lantai 7)
= B4 - 20x50 (balok pemikul lift lantai atap)
= BA - 30x60 (balok anak lantai 1 - 7)
= BB - 20x40 (balok anak lantai atap)
5.1 Balok
Input elemen struktur balok dilakukan dengan cara Define – Frame Section – Add
Rectangular.
Gambar 5.2. Input Profil Balok B1-40x70 Gambar 5.3. Input Profil Balok BA-40x60
(satuan : meter) (satuan : meter)
Gambar 5.4. Input Profil Balok B4-20x50 Gambar 5.5. Input Profil Balok TB1-40x80
(satuan : meter) (satuan : meter)
5.2 Kolom
Input elemen struktur kolom dilakukan dengan cara Define – Frame Section – Add
Rectangular.
Gambar 5.7. Input Profil Kolom K1-70x70 Gambar 5.8. Input Profil Kolom K3-70x70
(satuan : meter) (satuan : meter)
Keterangan :
▪ Cover to rebar center : Tebal selimut beton berdasarkan SNI Beton 03-2847-2002
Pasal 9.7.
Karena ada perbedaan ukuran atau dimensi tulangan yang digunakan di Amerika dengan di
Indonesia, maka untuk membuat ukuran tulangan yang kita inginkan bisa dilakukan
dengan cara Option – Preferences – Reinforcement Bar Sizes.
Gambar 5.11. Input Dimensi Tulangan Diameter 22 di Luar Program (satuan : mm)
Keterangan :
Berdasarkan SNI Beton 03-2847-2002 Pasal 9.7 tebal selimut beton minimum yang
diizinkan adalah sebagai berikut :
Tebal selimut tersebut dapat diinput ke ETABS dengan cara Define – Frame Section –
Rectangular – Reinforcement – Concrete cover to Rebar Center. Tebal selimut untuk
balok dan kalom 40 mm, serta untuk Tie Biem 60 mm.
Gambar 5.12. Tebal Selimut untuk Gambar 5.13. Tebal Selimut untuk
Balok (satuan : meter) Tie Beam (satuan : meter)
Input elemen plat dilakukan dengan cara Define – Wall/ Slab – Deck Section – Add New
Slab. Ada 3 asumsi dalam pemodelan plat lantai yaitu :
▪ Shell : plat diasumsikan menerima gaya vertikal akibat beban mati dan
hidup, juga menerima gaya horizontal/ lateral akibat gempa.
▪ Membrane : plat diasumsikan menerima gaya horizontal saja.
▪ Plate : plat diasumsikan hanya menerima gaya vertikal saja, akibat
beban mati dan hidup.
▪ Thick Plate : plat diasumsikan mempunyai ketebalan lebih, biasanya
digunakan untuk jalan beton, tempat parkir dan plat yang
berfungsi sebagai pondasi.
Dalam perencanaan ini, plat dimodelkan sebagai Shell, sehingga selain menerima gaya
vertikal akibat beban mati dan hidup, plat juga diasumsikan menerima gaya horizontal/
lateral akibat gempa. Input data plat ditunjukkan pada Gambar berikut.
Gambar 5.15. Data Plat S1 Gambar 5.16. Data Plat S2 Gambar 5.17. Data Plat S3
Lantai Basement Lantai 1- Lantai 7 Lantai Atap
Pada plat lantai basement (S1) diasumsikan sebagai Thick Plate, karena dimensi plat yang
digunakan relatif tebal dan plat tersebut juga menumpu di tanah sebagai pondasi.
Shear Wall tersebut dapat diasumsikan sebagai Thick Plate, karena dimensi dinding yang
digunakan relatif tebal dan karena plat tersebut juga menumpu di tanah sebagai pondasi.
Besarnya waktu getar alami struktur (T1) dapat diketahui dengan menganggap bahwa
momen inersia penampang untuk arah 2 axis atau 3 axis adalah utuh tanpa mengalami
keretakan, sehingga nilai faktor pengali diisi 1 dengan cara Define – Frame Sections –
Pilih Elemen Balok atau Kolom – Modify/ Show Property – Set Modifiers.
6. Pemodelan Struktur
Penggambaran elemen balok dapat dilakukan secara praktis dengan pilihan Similar Story
untuk beberapa lantai yang mempunyai denah balok yang sama (typical), sedangkan
untuk kasus dimana lantai yang didesain berbeda dengan lantai yang lain, maka dapat
digunakan pilihan One Story. Karakteristik tiap lantai tersebut dapat dilihat pada Gambar
3.3. Penggambaran elemen balok tersebut dilakukan dengan cara Draw – Draw Line
Objects – Draw lines.
Gambar 6.2. Denah Rencana Balok Lantai 1 sampai Lantai 4 (Similar Stories)
Gambar 6.3. Denah Rencana Balok Lantai 5 sampai Lantai 6 (Similar Stories)
Gambar 6.4. Denah Rencana Balok Lantai Lantai 7 (elevasi +26,2 meter)
Gambar 6.5. Denah Rencana Balok Lantai Atap (elevasi +28,7 meter)
Penggambaran elemen kolom dapat dilakukan secara praktis dengan pilihan Similar Story
untuk lantai yang mempunyai denah kolom yang sama (typical), sedangkan untuk kasus
dimana lantai yang didesain berbeda dengan lantai yang lain, maka dapat digunakan
pilihan One Story. Karakteristik tiap lantai tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Penggambaran elemen kolom dapat dilakukan dengan cara Draw – Draw Line Objects –
Create Column in Region.
Gambar 6.6. Denah Rencana Kolom Lantai 1 sampai Lantai 4 (Similar Story)
Gambar 6.7. Denah Rencana Kolom Lantai 5 sampai Lantai 7 (Similar Story)
Penggambaran elemen plat dapat dilakukan dengan cara Draw – Draw Area Objects –
Create Areas at Click. Karena ada lantai yang mempunyai jenis plat yang sama (typical),
maka penggambaran plat dapat dilakukan secara praktis dengan pilihan Similar Story,
sedangkan untuk kasus dimana lantai yang di desain berbeda dengan lantai yang lain,
maka dapat digunakan pilihan One Story. Plat lantai yang diinput ditunjukkan sebagai
berikut.
Gambar 6.9. Denah Rencana Plat Lantai 1 sampai lantai 7 Basement (S2)
Penggambaran elemen wall dapat dilakukan dengan cara Draw – Draw Area Objects –
Create Areas at Click. Tampilan harus diubah terlebih dahulu menjadi XZ (tampak
samping). Elemen wall yang diinput ditunjukkan sebagai berikut.
Gambar 6.11. Elemen Shear Wall Memanjang pada As C-D dan I-J
Elemen shear wall didesain mempunyai sifat yang hampir sama dengan kolom yaitu
menerima beban aksial dan lentur, maka shear wall tersebut harus dimodelkan sebagai
elemen Pilar (Pier) . Pemodelan elemen Pier tersebut dilakukan dengan cara memilih
elemen shear wall terlebih dahulu, kemudian Assign – Shell/ Area – Pier Label - Add
New Pier.
Wall 1 adalah shear wall yang terletak di sebelah kiri dan Wall 2 adalah shear wall yang
terletak di sebelah kanan.
Asumsi desain tulangan untuk shear wall dan dimensinya dapat diinput langsung dengan
fasilitas Section Designer dengan cara pilih salah satu tipe Wall, kemudian Design – Shear
Wall Design – Define – Pier Section for Checking – Add New Pier Section – Section
Designer. Karena bentuk penampang shear wall dari lantai dasar sampai lantai atap adalah
sama, maka dapat digunakan pilihan Start from Existing Wall Pier.
Gambar 6.16. Pembuatan Detail Elemen Wall 1 (sebelah kiri) dengan Section Designer
Gambar 6.17. Detail Penulangan dan Dimensi Elemen Wall 1 dengan Section Designer
Gambar 6.18. Pembuatan Detail Elemen Wall 2 (sebelah kanan) dengan Section Designer
Gambar 6.19. Detail Penulangan dan Dimensi Elemen Wall 2 dengan Section Designer
Pemodelan elemen wall sebagai pilar (Pier) dilakukan dengan memberikan tulangan
langsung, sehingga elemen Pier tersebut harus dimodelkan dengan General
Reinforcement. Bentuk dan desain wall dari lantai atas sampai bawah bentuknya sama,
maka Section at Bottom dan at Top juga sama.
Pemodelan pondasi diasumsikan sebagai jepit, karena desain pondasi yang menggunakan
bore pile (pondasi dalam), sehingga kedudukan pondasi dianggap tidak mengalami rotasi
dan translasi. Pemodelan tumpuan tersebut dapat dilakukan dengan klik semua kolom
pada lantai dasar, kemudian Assign – Joint/ Point – Restrains.
Tingkat kekakuan balok- kolom dapat dimodelkan sebagai Rigid Zone Offset atau daerah
yang kaku, karena pada struktur beton hubungan balok dan kolom adalah monolite. Nilai
Rigid Zone Factor atau faktor kekakuan berkisar dari 0 sampai 1. Angka 0 untuk tanpa
kekakuan dan 1 untuk sangat kaku (full rigid). Tidak ada ketentuan khusus untuk nilai
tersebut, sepenuhnya adalah Engineering Judgement. Namun manual program
menyarankan nilai Rigid Zone Factor adalah ≤ 0,5.
Pada ETABS nilai kekakuan tersebut dapat diinput dengan memilih semua elemen balok-
kolom dengan cara Select – By Frame Sections.
Setelah semua elemen balok- kolom dipilih, nilai kekakuan (rigid factor) dapat
dimasukkan dengan cara Assign – Frame/ Line – End (Length) Offsets.
7. Denah Struktur
Pemodelan dan denah struktur rencana balok, kolom, plat, serta shear wall pada ETABS
ditunjukkan pada Gambar berikut.
Gambar 7.2. Denah Rencana Balok, Kolom, dan Plat Lantai Tie Beam
Gambar 7.3. Denah Rencana Balok, Kolom, Plat Lantai 1 – Lantai 4 (Similar Story)
Gambar 7.4. Denah Rencana Balok, Kolom, Plat Lantai 5 – Lantai 6 (Similar Story)
Tampak struktur shear wall pada As 3 dan As D ditunjukkan pada Gambar berikut :
8. Pembebanan
Beban mati sendiri elemen struktur (Self Weight) yang terdiri dari kolom, balok dan plat
sudah dihitung secara otomatis dalam ETABS dengan memberikan faktor pengali berat
sendiri (self weight multiplier) sama dengan 1, sedangkan beban mati elemen tambahan
yang terdiri dari dinding, keramik, plesteran, plumbing, dll dberikan faktor pengali sama
dengan 0, karena beban tersebut diinput secara manual.
Beban mati elemen tambahan sebaiknya dibuatkan Load Case tersendiri, misal Dead
untuk beban mati tambahan dan SW untuk beban mati sendiri (Self Weight). Hal ini
untuk menghindari kerancuan antara beban mati tambahan dengan berat sendiri, dan
untuk memisahkan massa bangunan tambahan dengan massa bangunan itu sendiri. Jenis
beban yang bekerja pada struktur gedung dapat diinput dengan cara Define – Static Load
Case.
Gambar 8.1. Jenis- jenis Beban yang Bekerja pada Struktur Gedung
Struktur bangunan dirancang mampu menahan beban mati, hidup dan gempa sesuai
peraturan SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 4.1.1 dimana gempa rencana ditetapkan
mempunyai periode ulang 500 tahun, sehingga probabilitas terjadinya terbatas pada 10 %
selama umur gedung 50 tahun. Kombinasi pembebanan yang digunakan mengacu pada
SNI Beton 03-2847-2002 Pasal 11.2 sebagai berikut :
Kombinasi : 1,4.D
Kombinasi : 1,2.D + 1,6.L
Kombinasi : 1,2.D + Lr ± E
Keterangan :
Seluruh kombinasi pembebanan yang telah diinput dalam ETABS tersebut dapat dilihat
dengan cara Display – Load Definitions – Load Combinations sebagai berikut :
Beban mati adalah beban dari semua elemen gedung yang bersifat permanen termasuk
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung. Jenis- jenis
beban mati pada gedung ditunjukkan pada Tabel berikut :
Beban mati didistribusikan pada plat secara merata dengan cara Assign – Shell/Area Loads
– Uniform – Load Case Name – Dead. Distribusi beban mati yang bekerja pada plat
ditunjukkan pada Gambar berikut.
Beban mati pada balok yang berupa beban garis seperti beban dinding dan partisi diinput
dengan cara Assign – Frame/ Line Loads – Distributed. Sedangkan beban mati yang
berupa titik seperti beban lift dan reaksi tumpuan kuda- kuda diinput dengan cara Assign –
Frame/ Line Loads – Point. Distribusi beban mati yang bekerja pada balok ditunjukkan
pada Gambar berikut.
Beban pada tangga meliputi beban mati yang berupa antrede, optrede, dan finishing
berupa pasangan keramik. Data teknis tangga dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Plat tangga dimodelkan sebagai elemen Shell dimana plat tersebut menerima beban
vertikal (akibat beban mati dan hidup) dan menerima beban horizontal (akibat gempa).
Agar tegangan yang bekerja pada pelat tangga dapat merata, maka plat dibagi dengan pias-
pias kecil dengan cara Edit- Devide Areas.
Gambar 8.9. Pembagian Pias- pias Kecil untuk Meratakan Tegangan yang Terjadi
Distribusi beban mati pada tangga dengan SAP ditunjukkan pada Gambar berikut.
Distribusi beban mati dan hidup pada tangga adalah beban terbagi merata pada plat,
sehingga dapat diinput dengan cara Assign – Shell/Area Loads – Uniform ditunjukkan
pada Gambar berikut.
Tulangan plat lantai tangga dapat didesain langsung pada SAP dengan cara mengganti
elemen plat menjadi shell, dengan cara Define – Area Section – Modify – Shell Layered –
Modify/ Show Layer Defintion – Quick Start.
Tegangan yang terjadi pada tangga akibat kombinasi 2, beban mati dan hidup ditunjukkan
pada Gambar berikut :
Gambar 8.13. Tegangan yang Terjadi Akibat Beban Mati dan Hidup (Mumax = 7,89 kNm)
As x fy
Tinggi blok regangan, a =
0,85 x fc ′ x b
542,6 x 240
a = = 7,66 mm
0,85 𝑥𝑥 20 𝑥𝑥 1000
= 120 – 20 – ½ x 12 = 94 mm
a
Momen nominal, Mn = As x fy x (d - ) x 10-6
2
7,66
= 542,6 x 240 x (94 – x 10-6 = 11,74 kNm
2
Syarat : φMn ≥ Mu
0,8 x 11,74 ≥ 7,89
9,39 ≥ 7,89 → OK, Plat tangga mampu menerima beban.
Beban hidup adalah beban yang bekerja pada lantai bangunan tergantung dari fungsi ruang
yang digunakan. Besarnya beban hidup lantai bangunan menurut Tata Cara Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung PPPURG 1987 ditunjukkan pada Tabel berikut :
Reduksi beban dapat dilakukan dengan cara mengalikan beban hidup dengan koefisien
reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi
beban hidup untuk perencanaan portal dan gempa ditentukan sebagai berikut :
Dari Tabel 8.2, beban hidup yang bekerja untuk perkantoran adalah sebagai berikut :
Beban hidup ruang kerja = 2,5 kN/m²
Beban hidup lantai atap =1 kN/m²
Distribusi beban hidup pada lantai dilakukan dengan cara Assign – Shell/Area Loads –
Uniform – Load Case Name – Life.
Gambar 8.14. Distribusi Beban Hidup pada Lantai Gedung Perkantoran (2,5 kN/m2)
Semua elemen plat dapat dibagi menjadi pias- pias kecil agar disribusi beban dari plat ke
balok bisa lebih halus dan merata dengan cara pilih elemen plat, kemudian Edit – Mesh
Areas. Elemen plat lantai yang telah dibagi menjadi pias- pias kecil dengan Meshing Areas
dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 8.15. Pembagian Plat Menjadi Pias- pias Kecil (Meshing Areas)
Elemen shear wall yang telah dibagi menjadi pias- pias kecil dengan Meshing Areas dapat
dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 8.16. Detail Elemen Shear Wall yang telah Dihaluskan dengan Meshing Areas
Pembagaian elemen plat menjadi pias- pias kecil cukup dilakukan setiap jarak 0,5 m – 1,5
m, karena pembagian pias yang terlalu rapat/ banyak akan membuat proses Run Analysis
menjadi lebih lama.
Analisis beban gempa dilakukan dengan 2 cara yaitu statik ekuivalen dan dinamik
Response Spectrum.
Beban gempa statik ekuivalen adalah penyederhanaan dari perhitungan beban gempa yang
sebenarnya dengan asumsi tanah dasar dianggap tetap (tidak bergetar) dan beban gempa
diekuivalensikan menjadi beban lateral statik yang bekerja pada pusat massa struktur tiap
lantai bangunan.
Beban gempa nominal statik ekuivalen yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung
berdasarkan zona gempa, faktor reduksi untuk jenis struktur yang digunakan, fungsi
gedung, dan berat total gedung dengan persamaan :
C1 x I
V= Wt
R
Dimana :
Berat total gedung (Wt) akibat berat sendiri secara otomatis dapat dihitung dengan ETABS
dengan cara menyeleksi luasan tiap lantai, kemudian Assign – Group Names.
Gambar 8.17. Pembuatan Group pada Tiap Lantai untuk Mengetahui Berat Gedung
Lantai 2 sampai lantai atap juga di Group dengan cara yang sama untuk mendapatkan
berat masing- masing. Setelah itu, berat gedung tiap lantai dapat diketahui dengan cara
Display – Show Tables – Building Data – Groups – Groups Masses and Weights.
Berat gedung tambahan seperti plesteran, dinding, keramik, dll harus dihitung secara
manual ditambah dengan 30% beban hidup.
▪ Beban mati tambahan pada plat tiap lantai 1 sampai 6 (Luas = 1310,14 m2)
Pasir setebal 1 cm = 0,01 x 16 x 1310,14 = 209,62 kN
Spesi setebal 3 cm = 0,03 x 22x 1310,14 = 864,69 kN
Keramik setebal 1 cm = 0,01 x 22 x 1310,14 = 288,23 kN
Plafon dan penggantung = 0,2 x 1310,14 = 262, 03 kN
Instalasi ME = 0,25 x 1310,14 = 327,53 kN
Dinding bata tinggi 3,6 m = 3,6 x 171,2 x 2,5 = 1540,80 kN
Dinding partisi (cladding) = 2 x 115,2 x 0,20 = 46,08 kN
Beban reaksi pada tangga = 13,65 kN +
Beban mati total pada plat = 3553,35 kN
▪ Beban hidup tambahan pada plat lantai base (Luas = 1327,42 m2)
Beban hidup untuk gedung perkantoran = 2,5 kN/m2
Faktor reduksi = 0,3
Beban hidup total = 2,5 x 0,3 x 1327,42 = 995,56 kN
▪ Beban hidup tambahan pada plat tiap lantai 1 sampai 6 (Luas = 1310,14 m2)
Beban hidup untuk gedung perkantoran = 2,5 kN/m2
Faktor reduksi = 0,3
Beban hidup total = 2,5 x 0,3 x 1310,14 = 982,6 kN
Beban mati dan beban hidup tambahan yang telah dihitung ditabelkan sebagai berikut :
Pada SNI Gempa 03-1726-2002, pasal 5.3.1 disebutkan bahwa lantai tingkat, atap beton
dan sistem lantai dengan ikatan suatu struktur gedung dapat dianggap sangat kaku (rigid)
dalam bidangnya dan dianggap bekerja sebagai diafragma terhadap beban gempa
horisontal. Maka, masing- masing lantai tingkat didefinisikan sebagai diafragma kaku
dengan cara Assign – Joint/ point – Diafragms – Add New Diafragms seperti pada Gambar
berikut.
Masing- masing lantai yang telah di diafragma dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 8.20. Elemen Plat di Setiap Lantai yang Bekerja sebagai Diafragma
Berdasarkan UBC (Uniform Building Code) 1997 section 1630.2.2, estimasi atau perkiraan
waktu getar alami gedung dengan struktur beton dapat dihitung dengan rumus :
T = 0,0731x H0,75
= 0,0731x 26,20,75 = 0,846 detik
Berdasarkan SNI Gempa 03-1726- 2002 waktu getar struktur dapat didekati dengan
Rumus Rayleigh.
n
∑W d
2
TR = 6,3 i =1
i i
n
g ∑ Fi d i
i =1
Dimana :
Wi = berat lantai tingkat ke-I, termasuk beban hidup yang sesuai (direduksi),
zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral,
Pada ETABS waktu getar alami dapat diketahui secara otomatis dari hasil Modal Analysis
dengan cara Run, kemudian Display – Show Mode Shapes. Waktu getar analisis ETABS
untuk mode 1 dan mode 2 ditunjukkan sebagai berikut :
Gambar 8.21. Waktu Getar Struktur Mode 1 (arah X) dengan T1 = 0,7877 detik
Waktu getar struktur Mode 1 (arah X) dengan waktu getar T1 = 0,7877 detik, berarti
struktur gedung kemungkinan akan mengalami gerakan dengan tipe pada Gambar 8.21
setiap 0,7877 detik.
Perilaku struktur tersebut dapat dilihat dengan cara Start Animation. Dari animasi yang
telah dijalankan dapat dilihat bahwa struktur tersebut dominan mengalami translasi (tanpa
rotasi) pada arah X. Berarti struktur tersebut mempunyai kekakuan yang cukup.
Gambar 8.22. Waktu Getar Struktur Mode 2 (arah Y) dengan T2 = 0,7366 detik
Waktu getar struktur Mode 2 (arah Y) dengan waktu getar T2 = 0,7366 detik, berarti
struktur gedung kemungkinan akan mengalami gerakan dengan tipe pada Gambar 8.22
setiap 0, 7366 detik.
Dalam SNI Gempa 03-1736-2002 Pasal 5.6 disebutkan bahwa waktu getar alami
fundamental harus dibatasi untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu
fleksibel dengan persayaratan T1 < ζ n , dimana n adalah jumlah lantai dan koefisien ζ
tergantung dari zona gempa seperti pada Tabel 8.5.
Pada SNI Gempa 03-1736-2002 Pasal 4.1.2 disebutkan bahwa untuk berbagai kategori
gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur
gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh gempa rencana terhadapnya
harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan (Important Factor, I) menurut persamaan
I = I1 I2 . Faktor-faktor Keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut Tabel 8.6.
Semakin penting fungsi gedung, maka nilai faktor keutamaannya juga akan semakin besar.
Berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 4.6.3 jenis tanah ditetapkan sebagai tanah
keras, tanah sedang, dan tanah lunak. Jika lapisan setebal maksimum 30 m paling atas
dipenuhi syarat- syarat yang tercantum dalam Tabel berikut :
Jenis Kecepatan rambat gelombang Nilai hasil Test Penetrasi Kuat geser niralir
tanah geser rata-rata, v s (m/det) Standar rata-rata, N rata-rata, S u (kPa)
Hasil data tanah berdasarkan nilai SPT (Soil Penetration Test) dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Dimana :
N = Nilai hasil Test Penetrasi Standar rata-rata,
ti = tebal lapisan tanah ke-i,
Ni = hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i.
Getaran yang disebabkan oleh gempa cenderung membesar pada tanah lunak
dibandingkan pada tanah keras atau batuan. Proses penentuan klasifikasi tanah tersebut
berdasarkan data tanah pada kedalaman hingga 30 m, karena menurut penelitian hanya
lapisan- lapisan tanah sampai kedalaman 30 m saja yang menentukan pembesaran
gelombang gempa (Wangsadinata, 2006). Data tanah tersebut adalah shear wave velocity
(kecepatan rambat gelombang geser), standard penetration resistance (uji penetrasi
standard SPT) dan undrained shear strength (kuat geser undrained).
Dari 3 parameter tersebut, minimal harus dipenuhi 2, dimana data yang terbaik adalah Vs
(shear wave velocity) dan data yang digunakan harus dimulai dari permukaan tanah, bukan
dari bawah basement (HATTI, 2006). Contoh Perhitungan Nilai SPT untuk penentuan
jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 8.8 berikut.
Lapis N SPT Kedalaman (m) Tebal (m) N'= Tebal/ N SPT ∑ N' N'= 30/ ∑N'
0 0 0 0 0
1 8 2 2 0.250
2 7 8 6 0.857
3 15 11 3 0.200
4 19 13 2 0.105 1.854 16.36
5 52 15 2 0.038
6 25 18.5 3 0.140
7 50 24.5 6 0.120
8 42 30 6 0.143
Dari hasil perhitungan didapat nilai Test Penetrasi Standar rata- rata, N = 16.36, maka
berdasarkan Tabel 8.7 termasuk katagori Tanah Sedang.
Beban geser nominal untuk perhitungan gempa statik dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut
C1 x I
V= Wt
R
Dimana :
Wi : Berat lantai tingkat ke-i, berupa beban sendiri gedung, beban mati tambahan dan
beban hidup yang telah direduksi 30%
Nilai faktor respons gempa berdasarkan wilayah gempa ditentukan sebagai berikut :
Karena waktu getar struktur untuk arah X dan Y berbeda, maka nilai faktor respon gempa
juga berbeda. Nilai spektrum gempa rencana dihitung sebagai berikut berikut :
▪ Gempa statik arah X (Mode 1), T = 0,7877 detik → C1 = 0,33/ 0,7877 = 0,4189
▪ Gempa statik arah Y (Mode 2), T = 0,7366 detik → C1 = 0,33/ 0,7366 = 0,4480
Beban geser nominal untuk perhitungan gempa statik dapat dihitung sebagai berikut :
C1 x I
▪ Vx = Wt
R
0,4189 x 1
= x 114172.20 = 5626,67 kN
8,5
C1 x I
▪ Vy = Wt
R
0,448 x 1
= x 114172.20 = 6017,55 kN
8,5
Karena struktur gedung didesain dengan daktilitas penuh, diambil faktor daktilitas μ = 5,3
dan ditetapkan kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam struktur gedung f1 = 1,6
sesuai SNI Gempa 03-1726- 2002 Pasal 4.3.3. Maka R = μ x f1 = 5,3 x 1,6 = 8,48 → R = 8,5
Besarnya nilai faktor daktalitas (μ) dan reduksi gempa (R) ditunjukkan pada Tabel 8.9
berikut.
Besarnya koefisien gaya geser gempa untuk arah X dan Y dapat dihitung sebagai berikut :
▪ Koefisien gaya geser dasar gempa arah X = C1.I/R = 0,4189 x 1/8,5 = 0,0492.
▪ Koefisien gaya geser dasar gempa arah Y = C1.I/R = 0,4480 x 1/8,5 = 0,0527.
Besarnya nilai koefisien gaya geser gempa untuk arah X dan Y tersebut diinput ke ETABS
dengan cara Define – Static Load Cases – Pilih Load EQX dan EQY – Modify lateral Load –
Base Shear Coefficient.
SNI Gempa 03-1726- 2002 pasal 5.4.3 menyebutkan bahwa : Antara pusat massa dan
pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana ed. Apabila ukuran
horisontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada
arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus
ditentukan sebagai berikut :
untuk 0 < e ≤ 0,3 b , maka ed = 1,5 e + 0,05 atau ed = e – 0,05 b
Nilai dari keduanya dipilih yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau
subsistem struktur gedung yang ditinjau, dimana eksentrisitas (e) adalah pengurangan
antara pusat massa dengan pusat rotasi dan “b” adalah lebar gedung. Nilai pusat massa dan
rotasi bangunan dapat dicari pada ETABS dengan cara Run – Display – Show Tables
Draw Point Objects – Analysis Results – Building Output – Center Mass Rigidity.
Besarnya eksentrisitas rencana (ed) tiap lantai dihitung pada Tabel berikut :
Dari hasil perhitungan eksentrisitas rencana (ed), digunakan nilai ed yang palin berpengaruh
= 1,5 e + 0,05 b. Besarnya eksentrisitas tersebut dapat diinput ke ETABS dengan cara Define
– Static Load Case – Pilih Gempa EQx atau EQy – Modify Lateral Load – Override.
Beban geser dasar nominal (V) yang telah dihitung tersebut harus dibagikan ke sepanjang
tinggi struktur gedung menjadi beban- beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang
menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i dengan persamaan sebagai berikut :
Wi z i
Fi = n
V
∑W z
i =1
i i
Dimana :
Wi : Berat lantai tingkat ke-i, berupa beban sendiri gedung, beban mati tambahan dan
beban hidup yang telah direduksi 30%
zi : Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral struktur
bangunan,
Besarnya perhitungan gaya lateral ekuivalen (Fi) setiap lantai dihitung sebagai berikut.
Pada SNI Gempa 03-1726- 2002 Pasal 5.8.2 disebutkan bahwa : “Untuk mensimulasikan
arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh gempa
dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan
dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama
pembebanan tadi dengan efektifitas hanya 30%”.
Beban gempa untuk masing- masing arah harus dianggap penuh (100%) untuk arah
yang ditinjau dan 30% untuk arah tegak lurusnya. Beban gempa yang diinput pada 2
arah tersebut sebagai antisipasi datangnya gempa dari arah yang tidak terduga, misalnya
dari arah 15°, 30°, 45°, dll. Beban gempa yang diinput ke pusat massa tersebut ditunjukkan
pada Tabel 8.12.
Tabel 8.12. Perhitungan Gaya Lateral Gempa Statik Ekuivalen (Fi) untuk Setiap Arah
Perhitungan gempa 100% arah yang ditinjau dan 30% arah tegak lurus
Lantai
Fx (kN) 30% Fx (kN) Fy (kN) 30% Fy (kN)
Tie Beam 30.72 9.22 32.85 9.85
1 248.83 74.65 266.09 79.83
2 441.70 132.51 472.34 141.70
3 627.07 188.12 670.57 201.17
4 822.08 246.62 879.11 263.73
5 1019.82 305.95 1090.57 327.17
6 1243.70 373.11 1329.98 398.99
7 994.21 298.26 1063.19 318.96
Atap 199.09 59.73 212.91 63.87
Pada SNI Gempa 03-1726- 2002 Pasal 5.4.1 disebutkan bahwa titik tangkap beban gempa
statik dan dinamik adalah pada pusat massa. Untuk mengetahui koordinat titik pusat massa
tersebut, dapat dilakukan dengan cara Run, Display – Show Table – Load Definition –
Auto Seismic Loads – Table Auto Seismic Loads to Diaphragm.
Adanya perbedaan letak dinding yang tidak beraturan, perbedaan dimensi struktur antar
lantai yang berbeda, dll menyebabkan letak titik pusat massa setiap lantai pun berbeda-
beda. Koordinat pusat massa yang telah diketahui tersebut, kemudian diinput ke ETABS
untuk memasukkan gaya gempa statik dengan cara Draw – Draw Point Objects.
Input koordinat pusat massa pada lantai berikutnya (lantai 3 sampai 7) juga
dilakukan dengan cara yang sama.
Pada SNI Gempa 03-1726- 2002 Pasal 5.4.1 disebutkan bahwa titik tangkap beban gempa
statik dan dinamik adalah pada pusat massa. Jadi gaya gempa lateral ekuivalen yang telah
dihitung pada Tabel 8.12 tersebut diinput ke koordinat pusat massa bangunan tiap lantai
dengan cara klik koordinat pusat massa, kemudian Assign – Joint/ Point Loads – Force –
Load Case Name EQX / EQY.
Input beban gempa lantai berikutnya dapat diinput dengan cara yang sama.
Analisis beban gempa dinamik Response Spectrum ditentukan oleh percepatan gempa
rencana dan massa total struktur. Dalam analisis struktur terhadap beban gempa, massa
bangunan sangat menentukan besarnya gaya inersia akibat gempa. maka massa tambahan
yang diinput pada ETABS meliputi massa akibat beban mati tambahan dan beban hidup
yang direduksi dengan faktor reduksi 0,3 (sesuai fungsi gedung).
Massa akibat berat sendiri (self weight) elemen struktur sudah dihitung secara otomatis
oleh program. Jadi hanya perlu input massa tambahan (berupa plesteran, dinding, keramik,
dll) yang dilakukan dengan cara Define – Mass Source.
Gambar 8.36. Input Massa Beban Mati Tambahan (Dead) dan Beban Hidup
Dalam analisis beban gempa dinamik, respons spektrum disusun berdasarkan respon
terhadap percepatan tanah (ground acceleration) hasil rekaman gempa. Desain spektrum
merupakan representasi gerakan tanah (ground motion) akibat getaran gempa yang pernah
terjadi pada suatu lokasi. Hal- hal yang dipertimbangkan adalah zona gempa dan jenis
tanah. Desain kurva respon spektrum untuk zona gempa 3 dengan kondisi tanah lunak
adalah sebagai berikut :
T C = 0,33/T
0 0,23
0,2 0,55
0,6 0,55
0,8 0,41
1 0,33
1,2 0,28
1,4 0,24
1,6 0,21
1,8 0,18
2 0,17
2,2 0,15
2,4 0,14
2,6 0,13
2,8 0,12
3 0,11
Input data kurva spectrum gempa rencana ke dalam ETABS dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu dengan input manual ke program ETABS dan input otomatis dengan cara mencopy
data spectrum dari Excel ke notepad kemudian dimasukkan ke ETABS.
a. Input Manual
Input manual nilai spektrum gempa ke dalam ETABS dapat dilakukan dengan cara
Define – Response Spectrum Functions – User Spectrum – Add New Spectrum.
Gambar 8.37. Input Manual Kurva Response Spectrum dengan User Spectrum
b. Input Otomatis
Input otomatis nilai spektrum gempa dapat dilakukan dengan cara mencopy data
spectrum dari Excel ke notepad kemudian dimasukkan ke ETABS dengan cara Define
– Response Spectrum Functions – Spectrum From File – Add New Spectrum.
Gambar 8.38. Nilai Kurva Spektrum Gempa yang Dibuat di Excel dan Copy ke Notepad
Gambar 8.39. Input Otomatis Kurva Response Spectrum dengan Spectrum From File
Setelah kurva respon spektrum dibuat, kemudian harus didefinisikan spectrum case
dengan cara Define – Response Spectrum Case – Add New Spectrum. Data yang harus
diinput adalah sebagai berikut :
a. Redaman struktur beton (damping)
Merupakan perbandingan redaman struktur beton dengan redaman kritis = 0,05
b. Modal Combination :
▪ CQC (Complete Quadratic Combination)
Penjumlahan respons ragam getar untuk struktur gedung tidak beraturan yang
memiliki waktu- waktu getar alami yang berdekatan, apabila selisih nilai
waktu getarnya kurang dari 15%.
Response Spectrum Case Data dengan ETABS ditunjukkan pada Gambar berikut :
Berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 7.3.1. Perhitungan respons dinamik struktur
gedung terhadap pengaruh gempa rencana, dapat dilakukan dengan metoda analisis
dinamik 3 dimensi berupa analisis respons dinamik linier dan non-linier time history
(riwayat waktu) dengan suatu akselerogram gempa yang diangkakan sebagai gerakan
tanah masukan. Percepatan muka tanah asli dari gempa masukan harus diskalakan ke taraf
Ao x I
pembebanan gempa nominal tersebut, sehingga nilai percepatan puncak A = .
R
Dimana :
A = Percepatan puncak gempa rencana pada taraf pembebanan nominal sebagai
gempa masukan untuk analisis respons dinamik linier riwayat waktu struktur
gedung.
Ao = Percepatan puncak muka tanah akibat pengaruh gempa rencana berdasarkan
wilayah gempa dan jenis tanah tempat struktur gedung
I = Faktor keutamaan gedung ( I =1, untuk gedung perkantoran).
R = Faktor reduksi gempa berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 4.3.6
Besarnya nilai percepatan puncak muka tanah akibat pengaruh gempa rencana (Ao) dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.13. Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah
Zona Gempa Indonesia
Ao x I 0,23 x 1
Maka besarnya nilai A = = = 0,027 g
R 8,5
Instalasi program ETABS Yng standard biasanya belum bisa digunakan untuk analisis
gempa dinamik dengan Time History, maka program harus dimodifikasi dulu dengan cara
klik instalasi program/ install ulang, kemudian Modify – Time History Function – This
Feature will be installed on local hard drive.
Gambar 8.42. Modifikasi Program ETABS untuk Analisis Gempa Time History
Setelah program mempunyai fitur yang lengkap untuk analisis gempa dinamik, data
akselerogram Gempa El Centro dapat diinput otomatis dari ETABS dengan cara Define -
Time History Functions - Function From File – Add New Function – Browse.
Nilai percepatan puncaknya gempa El Centro sebesar 0,3194 g dapat diketahui dengan
View File. (Keterangan : T adalah periode dan a adalah percepatan gempa).
T a T a T a
Agar percepatan akselerogram tersebut sesuai target, maka diperlukan faktor pengali
sebagai berikut :
▪ Faktor skala = (0,027 / 0,3194) x 9,81 = 0,8289 dengan 30% arah tegak lurusnya =
0,03 x 0,8289 = 0,284.
Gambar 8.45. Detail Hubungan Antara Periode (T) dengan Akselerasi Gempa
Berdasarkan Gambar 8.45, waktu rekaman total gempa El Centro adalah 12,113 detik
dengan interval waktu rata- rata (Output Time Step Size) 0,05 detik. Maka besarnya Number
of Output Time Steps adalah waktu total dibagi interval waktu rata- rata = 12,113 / 0,05
= 242,26 → 242. Nilai tersebut diinput ke ETABS dengan cara Define- Time History
Cases- Add New History untuk arah X dan Y dengan redaman struktur beton (dumping)
sebesar 5% sesuai SNI Gempa 03-1726- 2002 Pasal 7.2.3.
Pada SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 7.2.2 disebutkan bahwa untuk struktur gedung
yang memiliki waktu getar alami yang berdekatan atau selisih nilainya kurang dari 15%,
harus dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Kombinasi Kuadratik Lengkap
(Complete Quadratic Combination atau CQC). Jika waktu getar alami yang berjauhan,
penjumlahan respons ragam tersebut dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan
Akar Jumlah Kuadrat (Square Root of the Sum of Squares atau SRSS).
Waktu getar alami tersebut dapat diketahui dengan ETABS dengan cara Run – Display –
Show Table – Analysis Result – Modal Information – Table : Modal Participating Mass
Ratios.
Untuk menentukan tipe analisis ragam respon spektrum yang sesuai, maka selisih dari
periode dihitung sebagai berikut :
Keterangan :
ΔT : Selisih periode/ waktu getar yang dihitung dengan cara = (T1 – T2) / T1 x 100%
dan seterusnya.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada Tabel 9.1, terlihat bahwa waktu getar
struktur ada yang melebihi 15%, maka sebaiknya digunakan kombinasi ragam spektrum
SRSS sesuai dengan persayaratan SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 7.2.2. Modifikasi
tersebut dapat dilakukan dengan cara Define – Response Spectrum Cases – Modify – Show
Spectrum – Modal Combination.
Pada SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 7.2.1 disebutkan bahwa jumlah ragam vibrasi
yang ditinjau dalam penjumlahan respons harus menghasilkan partisipasi massa minimum
90%. Dalam ETABS besarnya partisipasi massa tersebut dapat diketahui dengan Run –
Display – Show Table – Analysis Result – Modal Information – Table : Modal
Participating Mass Ratios.
Gambar 9.3. Jumlah Partisipasi Massa pada 12 Mode (kurang dari 90%)
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, jumlah partisipasi massa pada Mode ke 12
masih belum mencapai 90%. Maka jumlah mode harus ditambah dengan cara Analyze –
Set Analysis Option – Set Dynamic Parameters – Number of Modes.
Gambar 9.4. Peningkatan Jumlah Mode agar Partisipasi Massa menjadi Lebih dari 90%
Berdasarkan hasil modifikasi peningkatan jumlah Mode, telah didapatkan jumlah partisipasi
massa minimum lebih dari 90%. Hal ini telah sesuai dengan Pasal SNI Gempa 03-1726-
2002 Pasal 7.2.1.
Gambar 9.5. Jumlah Partisipasi Massa pada 22 Mode (lebih dari 90%)
Pada SNI Gempa 1726 – 2002 Pasal 7.1.3 disebutkan bahwa : Nilai akhir respons dinamik
struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam
suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai respons ragam yang pertama.
Bila respons dinamik struktur gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal V, maka
persyaratan tersebut dapat dinyatakan menurut persamaan berikut :
Vdinamik > 0,8 Vstatik
Cara menampilkan base shear akibat beban gempa statik dan dinamik dapat dilakukan
dengan cara Run – Display – Show Table – Pilih Load Case untuk EQx, EQy, RSPx, RSPy, THx
dan THy.
Agar seleksi data dapat dipilih dengan lebih muda, Load Case bisa dipilih satu per satu.
Mulai dari EQx, EQy, RSPx, RSPy, THx dan THy. Jumlah base shear untuk masing- masing
gempa dijumlahkan seperti ditunjukkan pada Tabel berikut :
Tabel 9.2. Hasil Penjumlahan Base Shear untuk Masing- masing Gempa
Dari Tabel tersebut disimpulkan persyaratan gaya geser gempa dinamik belum terpenuhi
(Vdinamik < 0,8 Vstatik), maka besanya Vdinamik harus dikalikan nilainya dengan faktor skala
0,8 V statik
= V dinamik
9012.408
▪ Arah X = = 2,24
4019.28
9645.592
▪ Arah Y = = 2,55
4275.77
Nilai faktor skala yang telah dikoreksi tersebut diinput ke ETABS dengan cara Define –
Response Spectrum Cases – Modify/ Show Spectrum.
Gambar 9.7. Modifikasi Faktor Skala Gempa Dinamik Respon Spekrtrum X (RSPx)
Gambar 9.8. Modifikasi Faktor Skala Gempa Dinamik Respon Spekrtrum Y (RSPy)
9012.408
▪ Arah X = = 2,58
3493.41
9645.592
▪ Arah Y = = 2,34
3787.4
Nilai faktor skala yang telah dikoreksi tersebut diinput ke ETABS dengan cara Define –
Time History Cases – Modify/ Show Spectrum.
Gambar 9.9. Modifikasi Faktor Skala Gempa Dinamik Time History X (THx)
Gambar 9.9. Modifikasi Faktor Skala Gempa Dinamik Time History Y (THy)
Pada SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 8.1 disebutkan bahwa kinerja batas layan struktur
gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu
untuk membatasi terjadinya pelelehan baja, peretakan beton yang berlebihan, mencegah
kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni.
Simpangan antar tingkat yang diizinkan tidak boleh melampaui 0,03/R x tinggi tingkat
yang bersangkutan atau 30 mm. Diambil yang terkecil. Besarnya simpangan yang terjadi
tersebut dapat diketahui pada ETABS dengan cara Run – Display – Show Story Respons
Plot. Besarnya simpangan arah X akibat gempa statik ditunjukkan sebagai berikut.
Besarnya simpangan arah X tersebut dibaca dan dihitung batas layannya seperti
ditunjukkan pada Tabel berikut.
Besarnya simpangan arah Y tersebut dibaca dan dihitung batas layannya seperti
ditunjukkan pada Tabel berikut.
Pada SNI Gempa Pasal 8.2.1 disebutkan bahwa kinerja batas ultimit struktur gedung
ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat
pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu
untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat
menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung
atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela dilatasi).
Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung
akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ = 0,7 x R
(untuk gedung beraturan). Kinerja batas ultimit struktur untuk arah x dan y ditunjukkan
dalam tabel berikut :
Peraturan yang digunakan adalah SNI Struktur Beton untuk Gedung 03-2847-2002 yang
mengadopsi peraturan ACI 318-99. Perbedaan yang harus disesuaikan adalah faktor
reduksi untuk SNI Beton Indonesia. Perbedaan faktor reduksi tersebut karena masih
lemahnya tingkat pengawasan kerja dan mutu untuk proyek konstruksi di Indonesia.
Sebelum dilakukan analisis, maka harus disesuaikan terlebih faktor reduksi berdasarkan
SNI Beton 03-2847-2002 Pasal 11.3.
▪ Faktor reduksi lentur (bending) = 0,8
▪ Faktor reduksi geser (shear) = 0,75
Nilai reduksi tersebut dapat diganti pada ETABS dengan cara Options – Preferences –
Concrete Frame Design.
10.2. EfektivitasPenampang
Nilai persentase efektifitas penampang tersebut diinput ke ETABS dengan cara Define –
Frame Sections – Modify/ Show Property – Set Modifiers.
10.3. Analisis
Analisis untuk mengetahui besarnya momen, gaya geser dan keamanan struktur dapat
dilakukan dengan cara Analyze – Run Analyze. Setelah di Run, gaya- gaya dalam yang
bekerja pada struktur dapat diketahui dengan cara Display – Show Member Forces/ Stress
Diagram – Frame/ Pier/ Spandrel Forces.
Keterangan :
Gambar 10.5. Pilihan untuk Menampilkan Diagram Momen dan Gaya Geser
Diagram momen dan gaya geser yang terjadi akibat berbagai macam kombinasi
pembebanan ditunjukkan pada Gambar berikut.
Gambar 10.6. Diagram Momen dan Gaya Geser Akibat Beban Mati dan Hidup
Gambar 10.7. Diagram Momen dan Gaya Geser Akibat Gempa Statik Arah X
Gambar 10.8. Diagram Momen dan Gaya Geser Akibat Gempa Dinamik Time History
Setelah di Run, Struktur dapat dianalisa kekuatannya dalam menahan berbagai macam
beban yang ada dengan cara Design – Concrete Frame Design – Start Design/ Start of
Structure.
Luas tulangan utama balok secara otomatis dapat diketahui dengan cara Design – Concrete
Frame Design – Display Design Info – Longitudinal Reinforcing. Balok yang akan
dianalisis ditunjukkan pada gambar berikut.
Luas tulangan geser (sengkang) secara otomatis dapat diketahui dengan cara Design –
Concrete Frame Design – Display Design Info – Shear Reinforcing.
Luas tulangan torsi secara otomatis dapat diketahui dengan cara Design – Concrete Frame
Design – Display Design Info – Torsion Reinforcing.
Detail besarnya momen, gaya geser, torsi, dan luas tulangan balok yang ditinjau dapat
diketahui dengan cara klik kanan elemen, kemudian Summary.
Gambar 10.13. Detail Informasi Momen, Luas Tulangan, Gaya Geser, dan Torsi,
Balok yang Ditinjau
Detail luas tulangan utama yang ditinjau pada Gambar 10.10 ditunjukkan sebagai berikut.
Detail luas tulangan geser (sengkang) yang ditinjau pada Gambar 10.11 ditunjukkan
sebagai berikut.
Asumsi digunakan sengkang 2P10- 150 (sengkang 2 kaki diameter 10 mm setiap jarak 150
mm), maka luas tulangan per 1 m = 2 x ¼ Л d2 x 1000/150
= 2 x ¼ x 3,14 x 102 x 1000/150 = 1507 mm2.
Sehingga luas tulangan per meter panjang = 1507 /1000 = 1,507 mm2/ mm.
Kontrol keamanan : 1,507 > 0,878 → sengkang aman dan mampu menahan gaya geser
Asumsi digunakan sengkang 2P10- 200 (sengkang 2 kaki diameter 10 mm setiap jarak 200
mm), maka luas tulangan per 1 m = 2 x ¼ Л d2 x 1000/200
= 2 x ¼ x 3,14 x 102 x 1000/200 = 785 mm2.
Sehingga luas tulangan per meter panjang = 785 /1000 = 0,785 mm2/ mm.
Kontrol keamanan : 0,785 > 0,501 → sengkang aman dan mampu menahan gaya geser.
Detail dari luas tulangan torsi pada balok yang ditinjau pada Gambar 10.12 ditunjukkan
sebagai berikut.
Bagian atas menunjukkan luas tulangan torsi untuk sengkang dan bagian bawah
menunjukkan luas tulangan torsi untuk tulangan utama (atas dan bawah). Karena luas
tulangan torsi lebih kecil dari luas tulangan utama dan sengkang, maka tidak diperlukan
tulangan untuk torsi.
Dimensi balok yang relatif tinggi (lebih dari 400 mm) membuat resiko retak pada
bagian badan semakin besar. Maka harus diberi tulangan pinggang dengan jarak
antar tulangan maksimal d/6 atau 300 mm (diambil yang terkecil).
Perhitungan d = tinggi balok- selimut- diameter sengkang – ½ diameter tul. utama
= 700- 40- 10- (½ x 22) = 639 mm
Maka diambil jarak tulangan minimum 300 mm, sehingga dengan tinggi balok 700
mm digunakan 2 buah tulangan badan pada masing- masing sisi.
Berdasarkan SNI Beton 03-2847-2002 Pasal 23.3 komponen struktur lentur SRPMK harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Berdasarkan output tulangan pada Gambar 10.10, luas tulangan di daerah lapangan
bagian atas 636 mm2 dan bagian bawah 910 mm2, sehingga luas tulangan total =
1546 mm2 > 894,6 mm2 → OK.
Detail penulangan balok berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan ditunjukkan pada
Gambar berikut.
Luas tulangan utama kolom secara otomatis dapat diketahui dengan cara Design –
Concrete Frame Design – Display Design Info – Longitudinal Reinforcing. Kolom yang
akan dianalisis ditunjukkan pada gambar berikut.
Luas tulangan geser (sengkang) secara otomatis dapat diketahui dengan cara Design –
Concrete Frame Design – Display Design Info – Shear Reinforcing.
Gambar 10.16. Tampak Luas Tulangan Geser (sengkang) Kolom Arah Memanjang
Ebook yang asli hanya bisa didapatkan di : www.engineerwork.blogspot.com 101
Aplikasi Perencanaan Struktur Gedung dengan ETABS
RS GROUP
AZZA REKA STRUKTUR
Gambar 10.17. Detail Informasi Luas Tulangan, Momen, Gaya Geser, dan Torsi,
Kolom yang Ditinjau
Untuk menampilkan diagram interaksi kolom yang ditinjau, dapat dilakukan dengan cara
Klik kanan kolom, kemudian Interaction.
Detail dari luas tulangan utama kolom yang ditinjau = 4900 mm2.
Digunakan tulangan ulir diameter 22 → As = ¼ Л d2
= ¼ x 3,14 x 222 = 380 mm2
Maka jumlah tulangan yang dibutuhkan = 4900/ 380 = 13 → digunakan 16 tulangan agar
dapat tersebar disemua sisi kolom. Jadi tulangan utama kolom adalah 16D22.
Dari ETABS detail luas tulangan geser (sengkang) kolom yang ditinjau = 1,005 mm2.
Digunakan tulangan polos 3P 10 → As = 4 x ¼ Л d2
= 3 x ¼ x 3,14 x 102 = 235,5 mm2
Berdasarkan SNI Beton 03-2847-2002 Pasal 23.4 komponen struktur yang menerima
kombinasi lentur dan aksial pada SRPMK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Gaya aksial terfaktor maksimal yang bekerja pada kolom harus melebihi
0,1. Ag. fc
Cek : 0,1 x (700 mm x 700 mm) x 30 N/mm2 = 1470 kN.
Dari hasil analisis ETABS diperoleh Pu sebesar 2261, 37 kN
Jadi 2261, 37 > 1470 → OK.
e. Kuat Kolom
Besarnya Mn balok maksimal yang menumpu pada kolom yang ditinjau dapat
diketahui dengan klik balok, kemudian Run - Display – Show Table – Frame
Output – Frame Design Forces – Beam Design Forces.
Diagram momen balok yang ditinjau (sebelah kiri dan kanan) dapat diketahui
dengan cara Display – Show Member Forces – Frame/ Pier/ Spandrel Forces.
Untuk mengetahui besarnya Mn pada kolom yang ditinjau dapat dibuat diagram
interaksi kolom dengan software PCA Column sebagai berikut.
1150 kNm
1200 kNm
Keterangan :
, Gaya aksial terfaktor kolom yang di desain, Pn desain = 2860 kN
Mn = 1200 kNm
Jadi Σ Mc ≥ 1,2 Σ Mg
1200 + 1150 ≥ 1,2 (574,44 + 535,69)
2350 ≥ 1334,15 → OK, syarat strong column weak beam terpenuhi.
Detail penulangan kolom berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan ditunjukkan pada
Gambar berikut.
Besarnya nilai tegangan yang terjadi pada plat lantai secara otomatis dapat diketahui dengan
cara Run – Display – Show Member Forces/ Stress Diagram – Shell Stresses/ Forces.
Gambar 10.22. Tegangan yang Terjadi pada Plat Akibat Beban Mati dan Hidup
As x fy
Tinggi blok regangan, a =
0,85 x fc ′ x b
523,33 x 240
a = = 4,92 mm
0,85 𝑥𝑥 30 𝑥𝑥 1000
a
Momen nominal, Mn = As x fy x (d - ) x 10-6
2
4,92
= 523,33 x 240 x (85 – ) x 10-6 = 10,36 kNm
2
Syarat : φMn ≥ Mu
0,8 x 10,36 ≥ 7,81
8,28 ≥ 7,81 → OK, Plat mampu menerima beban.
Pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang bor (bore pile). Uraian data tanah dan
perhitungan daya dukung pondasi dijelaskan sebagai berikut.
Daya dukung aksial tiang terdiri daya dukung ujung dasar tiang dan daya dukung gesekan
permukaan keliling tiang, dikurangi berat sendiri tiang dengan rumusan :
Qu = Qd + Qg – W
Dimana :
Keterangan :
Keterangan :
Ni/2 < 12 ton/m2
O = keliling penampang tiang
Ni = N-SPT pada segmen i tiang
Li = panjang segmen i tiang
Tabel 10.1. Kuat Dukung Pondasi Bore Pile dengan Berbagai Diameter
Besanya nilai beban titik pondasi daat diketahui dengan cara Run – Display – Show Tables –
Analysis Results – Reactions – Support Reactions.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh beban titik pondasi antara 250 ton – 800
ton. Berdasarkan Tabel 10.1, jika digunakan pondasi bore pile diameter 80 cm, maka daya
dukung pondasi adalah 179,06 ton.
▪ Jumlah tiang pondasi untuk beban minimal 250 ton = 250/ 179,06 = 1,4 ≈ 2 tiang
▪ Jumlah tiang pondasi untuk beban maksimal 800 ton = 800/ 179,06 = 4,46 ≈ 5 tiang
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan struktur beton dalam proyek gedung
dipengaruhi oleh banyaknya volume beton yang digunakan untuk pengecoran balok,
kolom, shear wall, dan plat lantai. Berat beton untuk konstruksi atas dapat diketahui
dengan cara Display – Show Tables – Building Data – Material List.
Output yang ditampilkan tersebut belum termasuk berat tambahan seperti finishing dan
struktur bawah (pondasi), sehingga untuk elemen finishing dan tambahan lainnya serta
pondasi harus dihitung manual.
Output yang ditampilkan adalah dalam berat (ton), maka untuk mengubah nilainya
menjadi volume dapat dibagi dengan berat jenis beton 2,4 ton/m3. Rincian dari volume
beton untuk masing- masing elemen dapat ditabelkan sebagai berikut.
Jika diasumsikan biaya pekerjaan beton bertulang per m3 adalah Rp 2.500.000, maka
estimasi biaya pekerjaan struktur adalah = Volume pekerjaan x harga satuan
= 3499,77 x Rp 2.500.000
= Rp 8.749.425.000
Anonim, 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Bangunan Gedung. Yayasan Badan
Penerbit PU, Jakarta.
Anonim, 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-
2002. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Anonim, 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
Anonim, 2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-
1726- 2002. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Asroni, A. 2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Asroni, A. 2010. Kolom Fondasi dan Balok T Beton Bertulang. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Dewobroto, W., 2007. Aplikasi Perencanaan Konstruksi dengan SAP 2000. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Imran, I., Hendrik, F., 2010. Perencanaan Struktur Gedung Beton Bertulang Tahan Gempa.
Penerbit ITB. Bandung.
McCormac, Jack C., 2003. Desain Beton Bertulang Edisi Kelima. PT Gelora Aksara Pratama.
Bandung.
Nasution, A. 2009. Analisis dan Desain Struktur Beton Bertulang. Penerbit ITB. Bandung.
Satyarno I., Purbolaras N., R. Indra PP., 2012. Belajar SAP 2000 Analisis Gempa. Zamil
Publishing. Yogyakarta.
Tavio., Benny Kusuma , 2010. Desain Sistem Rangka Pemikul Momen dan Dinding Struktur
Beton Bertulang Tahan Gempa. Penerbit ITS. Surabaya.
TENTANG PENULIS
Contact : riza.inc@gmail.com